ARTIKEL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits
Dosen Pengampu :
Muh. Habibulloh, M.Pd.I.
Menurut Al-Zarkashi, terdapat tiga macam nasakh, khususnya dari segi tilawah
(bacaan) dan hukumnya, yaitu:
1. Nasakh dari segi bacaan dan hukum
Yaitu bacaan dan ayatnya tidak termasuk hukum pacarannya telah
terhapus dan diganti dengan hukum yang baru. Misalnya penghapusan ayat ke
haram and kawin dengan saudara satu susun karena sama-sama menetek
kepada seorang ibu dengan sepuluh kali susuan dengan lima kali susunan saja.
2. Nasakh hukumnya tanpa menasakh bacaannya
Yaitu bacaannya dan tulisannya tetap ada dan boleh dibaca sedangkan isi
hukum sudah dihapus atau tidak boleh diamalkan. Misalnya pada surat al-
Baqarah ayat 240 tentang istri-istri yang dicerai suaminya harus ber’iddah
selama satu tahun dan masih berhak mendapatkan nafkah serta tempat tinggal
selama ‘iddah. Kemudian ketentuan hukum ayah tersebut dihapus oleh ayat
234 surat al-Baqarah koma sehingga keharusan ‘iddah satu tahun tidak lagi
berlaku.
3. Nasakh bacaan ayat tanpa menasakh hukumnya
Yaitu tulisan ayatnya sudah dihapus sedangkan hukum masih tetap
berlaku.
Disisi lain, terdapat pembagian Nasakh dari segi Nasakh dengan pengganti dan
tanpa pengganti. Adanya nasakh ini menunjukkan shari’at Islam merupakan yang
paling sempurna yang menasakh shari’at sebelumnya.
1. Nasakh tanpa pengganti
Terkadang ada nasakh terhadap suatu hukum tetapi tidak ditentukan
hukum lain sebagai penggantinya, selain ketentuan hukumnya sudah berubah.
Misalnya penghapusan keharusan bersedekah sebelum menghadap Rasulullah
pada QS. Al-Mujadalah:12 kemudian di nasakhkan pada QS. Al-Mujadalah:13.
2. Nasakh dengan pengganti yang seimbang
Nasakh selain menghapuskan suatu ketentuan juga menentukan hukum
baru sebagai pengganti. Misalnya nasakh dari sholat menghadap ke Bayt al-
Muqaddas beralih menghadap ke Bayt al-Haram (ka’bah).
3. Nasakh dengan pengganti yang lebih berat
Misalnya pada penghapusan hukuman panahan di rumah (terhadap wanita
zina) pada QS. An-nisa:15 kemudian di nasakhkan ke QS. An-nur:2.
4. Nasakh dengan pengganti yang lebih ringan
Misalnya pada QS. Al-Baqarah:183 kemudian dinasakhkan pada QS. Al-
Baqarah:187.
2. Syarat-Syarat Nasikh
a. Hukum yang dibatalkan (di mansukh) adalah harus berupa hukum syara’
(bukan hukum akal, dan bukan hukum produk manusia), yakni titah Allah
dan Rasul-Nya yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik wajib,
haram, makruh, maupun mubah. Dalil yang menggganti (nasikh) juga
harus berupa dalil syara’ (Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas).
b. Adanya dalil baru yang mengganti (nasikh) harus setelah ada tenggang
waktu dari dalil hukum yang pertama (mansukh)
c. Antara dua dalil nasikh dan mansukh atau antara dalil 1 dan 2 tersebut
harus ada pertentangan yang nyata (kontradiktif)
d. Dalil yang mengganti (nasikh) harus bersifat mutawattir. Karena dalil yang
ketetapan hukumnya telah terbukti secara pasti, maka tidak dapat di nasikh
kecuali oleh hukum yang terbukti secara pasti pula.