Anda di halaman 1dari 18

NASKH DAN MANSUKH

Tidak terbilang banyaknya ulama menulis buku yang secara khusus membahas masalah Nasikh
Mansukh. Antara lain Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, Abu Daud as-Sijstani, Abu Jafar an-Nahas, Ibn
al-Anbari, Makki, Ibn Arabi, dan lain-lain. Di antara ulama sekarang yang menulis tentang Nasikh
Mansukh adalah Dr.Mustafa Zaid dengan judul an-Nasikh fi al-Quran.

Al Maraghi menjelaskan bahwa hukum tidak diundangkan kecuali untuk kemaslahatan manusia. Hal
ini mungkin berubah karena adanya perubahan keadaan waktu dan tempat, sebingga apabila suatu
hukum diundangkan untuk kebutuhan pada satu waktu, kemudian kebutuhan itu berakhir, maka
merupakan suatu langkah yang bijaksana apabila ia dinasikh (dibatalkan) dan diganti dengan hukum
yang lebih baik dari hukum semula atau sama segi manfaatnya bagi hamba-hamba Allah.

Abu Muslim berkata bahwa hukum Tuhan yang dibatalkan bukan berarti bathil. Sesuatu yang
dibatalkan penggunaannya karena adanya perkembangan dan kemaslahatan pada suatu waktu,
bukan berarti yang dibatalkan itu tidak benar ketika berlaku pada masanya. Dengan demikian yang
membatalkan dan yang dibatalkan keduanya adalah hak dan benar, bukan bathil.

A. PENGERTIAN NASIKH MANSUKH

Naskh menurut bahasa berarti izalah (menghilangkan). Kata naskh juga dipergunakan untuk makna
memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain.
Menurut istilah naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara dengan dalil hukum (khitab)
syara yang lain. Dengan perkataan hukum, maka tidak termasuk dalam pengertian nasikh
menghapuskan kebolehan yang bersifat asal (al-baraah al asliyah). Dan kata-kata dengan khitab
syara mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau gila, atau
penghapusan dengan ijma atau qiyas.

Oleh para ulama muataakhirin, nasikh terbatas pada ketentuan hukum yang datang kemudian, guna
membatalkan, mencabut, atau menyatakan berakhirnya masa berlaku hukum terdahulu, sehingga
ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan terakhir.
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawaris atau hukum yang
diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawaris atau hukum yang terkandung didalamnya, misalnya,
adalah menghapuskan (nasikh) hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat (mansukh). Dari
uraian di atas dapat disampaikan bahwa dalam nask diperlukan syarat-syarat berikut:

1.Hukum yang mansukh dalam hukum syara
2.Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syari yang datang lebih kemudian dari kitab yang
hukumnya mansukh.
3.Khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak
demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak
dinamakan naskh.

B. DASAR KEMUNGKINAN TERJADINYA NASIKH MANSUKH

Adanya nasikh dan mansukh tidak dapat dipisahkan dari cara turunnya Al Quran itu sendiri dan
tujuan yang ingin dicapai. Kitab suci Al Quran tidak turun sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam
kurun waktu lebih dari 20 tahun.

Syariat Allah merupakan perwujudan dan rahmat-Nya Dialah yang mengetahui kemaslahatan hidup
hamba-Nya melalui sarana syariat-Nya. Dia mendidik manusia hidup tertib dan adil untuk mencapai
kehidupan yang nyaman, sejahtera dan bahagian dunia akhirat.
Berikut adalah beberapa pernyataan para ulama mengenai nasikh mansukh.
-Para ulama sepakat adanya nasikh berdasarkan nash Al Quran dan Sunnah
-Syariat selalu memelihara kemaslahatan manusia
-Nasikh tidak terjadi pada berita-berita, tetapi terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan
dengan masalah halal dan haram
-Hukum-hukum itu bersumber dari Allah SWT yang disyariatkan demi kemaslahatan dan
kebahagiaan manusia.
-Menyimpang dari jalan yang lurus dan mengikuti jejak orang-orang yang sesat, menjadi penyebab
kesengsaraan.

Beberapa cara untuk mengetahui nasikh dan mansukh.
-Keterangan tegas dari nabi atau sahabat,
Seperti hadis Aku (dulu) pernah melarangmu berziarah kubur, maka (kini) berziarah kuburlah.
(Hadis Hakim)
-Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansukh.
-Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perspektif sejarah.

C. PEMBAGIAN NASIKH MANSUKH

1.Naskh Al-Quran dengan Al-Quran
Nasakh semacam ini disepakati kebolehannya oleh para ulama dan telah terjadi secara hukum,
seperti ayat tetang idah yang masanya satu tahun menjadi empat bulan sepuluh hari. QS.Al-
Baqarah:240
Artinya : Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa
bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat ma'ruf terhadap diri
mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Baqarah 2:240)

Dinaskh dengan ayat Al-Baqarah : 234.
Artinya : Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian
apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu(para wali) memberiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. ( QS.
Al-Baqarah:234)

Dan hukum tersebut bagi yang tidak hamil, bagi yang hamil dinaskh denga ayat Al-Thalaq : 4
Artinya : Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara perempuan-perempuanmu
jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu
(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah
mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada
Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. AT Thalaq/65:4)

Beberapa contoh Naskh yang lain dalam Al Quran
1. Mansukh ( Q.S Al Baqarah: 217) dinasikhkan dengan (Q.S At taubah: 36)
2. Mansukh (Q.S Al Baqarah: 284) dinasikhkan dengan (Q.S Al Baqarah: 286)
3. Mansukh (Q.S An Nisa: 15-16) di nasikhkan dengan (Q.S An Nur: 2)
4. Mansukh (Q.S Al Anfal:65) dinasikhkan dengan (Q.S Al Anfal:66)
5. Mansukh (Q.S At taubah:41) dinasikhkan dengan (Q.S At Taubah:91 dan 122)
6. Mansukh (Q.S Ar Rum:50) dinasikhkan dengan (Q.S Al Ahzab: 52)
7. Mansukh (Q.S Al Mujadila:12) dinasikhkan dengan (Q.S Al Mujadila: 13), dll

Q.S Al-Mujafilah:12,
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul
hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang
demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan
disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Nasikh Q.S Al Mujadilah : 13
Artinya : Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum
mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah
memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2.Naskh Al-Quran dengan As-Sunnah.

Naskh ini ada dua macam, yaitu naskh Quran dengan Hadis Ahad dan naskh Quran dengan Hadis
Mutawatir. Dalam hal ini para ulama membatasi hanya denga sunnah mutawatir, sebagaimana
menurut imam Maliki, Abu Hanifah, mazhab al-Asyary dan Ahmad dalam satu riwayat, sebab
masing-masing keduanya adalah wahyu. Allah SWT berfirman dalam Q.S An Nahl: 44, yang artinya
Dan kami turunkan kepadamu Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka

Naskh ini ditolak oleh Imam Syafii, berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah : 106, yang
artinya Apa saja yang Kami nasakhkan , atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Sedangkan Hadis tidak lebih baik atau
sebanding dengan Al Quran.

3.Naskh As-Sunnah dengan Al-Quran.

Naskh dalam semacam ini disepakati oleh jumhur ulama, dalam hal ini nabi memerintahkan kaum
muslimin dalam menghadap kiblat Baitul Maqdis kemudian dinaskh oleh Al-Quran dalam surat Al
Baqarah : 144


Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di
mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi
dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil
Haram itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka
kerjakan.
(QS. Al-Baqarah /2:144)

4.Naskh as-Sunnah dengan As-Sunnah.

Dalam katagori ini, ulama membolehkan, dengan ketentuan :
a.Naskh mutawatir dengan mutawatir
b.Naskh ahad dengan ahad
c.Naskh ahad dengan mutawatir
d.Naskh mutawatir dengan ahad

Ulama menyepakati dalam tiga bentuk yang pertama, sedang bentuk keempat dalam perselisihan
pendapat, seperti halnya dengan Hadis Ahad yang tidak dibolehkan oleh jumhur ulama.

D. HIKMAH ADANYA NASIKH DAN MANSUKH

Syari'at Allah adalah perwujudan dari rahmat-Nya. Dia-lah yang Maha Mengetahui kemaslahatan
hidup hamba-Nya. Melalui sarana syari'at-Nya, Dia mendidik manusia hidup tertib dan adil untuk
mencapai kehidupan yang aman, sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat. Diantara hikmah
adanya Nasikh Mansukh adalah.
1.Memelihara kepentingan hamba.
2.Perkembangan tasyri menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan
perkembangan kondisi umat manusia.
3.Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
4.Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasakh itu beralih ke hal yang lebih
berat, maka didalamnya terdapat tambahan pahal, dan jika beralih lebih ringan maka mengandung
kemudahan dan keringanan.


Disusun : Khery Rastogi: http://khery-rastogi.blogspot.com/2013/04/nasikh-mansukh-dalam-al-
quran.html

SUMBER REFERENSI

Al Qattan, Manna Khalil, Mabahis fi Ulumil Quran, Mansyurat al Asr al Hadis, 1973, diterjemahkan
oleh: AS, Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Pustaka Litera Antar Nusa, 2011
Chirzin, Muhammad, Al Quran dan Ulumul Quran, Dana Bhakti Prima Yasa
Al Quran dan terjemah, www.quran.com
PEMBAHASAN
NASIKH MANSUKH DALAM AL QURAN
A. Pengertian Nasakh dan Mansukh

1. Pengertian Nasakh
Dalam al-quran, kata nasakh ditemukan sebanyak empat kali dengan berbagai
,sebagaimana dapat dilihat dalam firman Allah berikut ini

Apa saja ayat kami nasakh kan,atau kami jadikan [manusia] lupa kepadanya.kami
datangkan yang lebih baik dari padanya,atau yang sebanding dengan nya.
Dari segi etimologi,ada kesepakatan ulama mengenai pengertian kata naskh, khususnya
yang terdapat dalam surah al-baqarah [2] ;106 di atas. Para ulama ulum al-quran , secara
etimologi, mengemukakan arti nasakh dalam beberapa makna,diantaranya adalah;
a. Berari yaitu; menghilangkan . Pengertian ini merujuk kepada firman allah surah al-
hajj [22]:52
b. Kata nasakh dapat berarti ; maksudnya :memindahkan
sesuatu dari suatu tempat ke tempat yang lain.pengertiansepert i ini merujuk kepada firman
allah surah al-jatsiyah (45) :29
c. Kata nasakh dapat berarti ,yaitu :mengganti atau menukar
d. Kata nasakh dapat berarti membatalkan dan mengubah.sesuatu yang
membatalkan,menghapus,memindahkan,dan sebagainya dinamakan nasikh,sedangkan bagian
yang dihapus dinamakan mansukh.
e. Kata nasakh juga dapat berarti pengalihan,sebagaimana yang berlaku pada istilah
ilmu faraidl.
Sedangkan nasakh secara terminologi dapat dikemukakan beberapa definisi
sebagaimana yang dikemukakan para ulama berikut ini:
Menurut manna khalil al-qaththan nasakh adalah:

Mengangkat atau menghapus hukum syara dengan khithab (dalil) syara yang lain.
Menurut muhammad abdul azhim al-zarqaniy:

Mengangkat atau menghapus hukum syara dengan dalil syara yang lain yang datang
kemudian.
Dalam kaitan ini, al-saithiby sebagaimana dikutip oleh Dr.Muhammad Quraish shihab
menandaskan, bahwa para ulama mutakaddimin (ulama abad pertamahingga abad ketiga
hijrah) memperluas pengertian nasakh secara terminologi,sehingga mencakup beberapa hal
yaitu:
a. Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetepkan kemudian.
b. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang
kemudian.
c. Penjelasan hukum yang datang kemudian terhadap hukum yan masih bersifat samar.
d. Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.
Sebagaimana juga ada yang beranggapan bahwa ketetapan hukum islamyang
membatalkan hukum yang berlaku pada masa pra islam adalah merupakan bagian dari
pengertian nasakh.
Pengertian yang sedemikian luas itu,dipersempit oleh para ulamamutaakhkhirin
(yangmuncul belakangan).menurut mereka nasakh terbatas pada ketentuan hukum yang
datang kemudian,guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa
pemberlakuan hukum yang terdahulu,sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang
ditetapkan terakhir.
Demikian pengertian nasakh baik secara etimologi (lughawi) maupun secara
terminologi (istilah) menurut ulama mutaqaddimin maupun mutaakhkhirin.


2. Rukun-Rukun Dan Syarat-Syarat Nasakh
Adapun rukun-rukun dan syarat-syarat nasakh yang di maksud adalah sebagai berikut:
a) Adanya mansukh (ayat yang terhapus) yang terikat atau tidak di batasi dengan waktu
tertentu.sebab,bila terikat dengan waktu maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya
waktu tersebut.karena itu,maka yang demikian itu tidak dapat dinamakan nasakh.disamping
itu,mansukh (ayat yang di hapus) tidak bersifat ajeg secara nashsi,dan ayat yang di
mansukh itu lebih dahulu di turunkan daripada ayat yang nasikh(menghapus).
Dalam hubungan ini,Abu Muhammad al-Makki menandaskan ,bahwa khithab yang
mengisyaratkan adanya batas waktu tertentu tidak bisa dikatakan dapat dihapus ,sebagaimana
firman Allah:

...maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah mendatangkan
perintahnya.sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
Ayat tersebut menurut al-makki tidaklah mansukh,sebab berlakunya dikaitkan dengan
bataswaktu.sedangkan apa yang dikaitkan dengan batas waktu ada nasakhdi dalamnya.
b) Adanya mansukh bih(ayat yang digunakan untuk menghapus),dengan syarat ,datangnya dari
syari (Allah) atau dari rasulullah s.a.w. sendiri yang bertugas menyampaikan wahyu dari
Allah.sebab penghapusan sesuatu hukum tidak dapat dilakukan dengan menggunakan
ijma(konsesus)ataupun qias(anologi).
c) Adanya nasikh (yang berhak menghapus),yaitu Allah .kadang-kadang ketentuan hukum yang
di hapus itu berupa al-quran dan kadang-kadang berupa sunnah.
d) Adanya mansukh anhu(arah hukum yang dihapusitu ialah orang-orang yang sudah akil-baligh
atau mukallaf),karena yang menjadi sasaran hukum yang menghapus dan atau yang dihapus
itu adalah tertuju kepada mereka.
Sedang Abd.Azhim al-Zarqani mengemukakan ,bahwa nasakh baru dapat dilakukan
apabila:
a. Adanya dua ayat hukum yang saling bertolak belakang,dan tidak dapat diamalkan secara
sekaligus dalam segala segi.
b. Ketentuan hukum syara yang berlaku(menghapus) datangnya belakangan dari pada ketetapan
hukum syara yang diangkat atau dihapus.
c. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat tersebut, sehingga yang
lebih dahulu di turunkan ditetapkan sebagai mansukh, dan yang diturunkan kemudiannya
sebagai nasikh.

B. Perbedaan dan persamaan antara Nasakh dengan Takhshis
Para ulama mengemukakan perbedaan pengertian nasakh dengan takhshis .Dalam
pandangan mereka sebagaimana telah di kemukakan sebelumnya nasakh adalah
membatalkan atau menghapus hukum yang telah diperoleh dari nashk yang telah lalu
dengan sesuatu nash yang datang kemudiannya. Sedangkan takhshis adalahMembatasi
keumuman sesuatu lafal hanya pada bagian-bagiannya.
Dengan demikian ,pembatasan seperti itu tidak benar-benar mencabut beberapa
bagian dari ketetapan hukum, karena untuk mencabut beberapa bagian nya saja harus di
tempuh dengan jalan majaz.Artinya, bahwa kata keumuman adalah subyek pokok bagi setiap
bagian dan setiap bagian itu tidak dapat di batasi kecuali jika disertai pengkhususan.
Dalam hal ini takhshis memerlukan adanya qarinah (konteks hubungan kalimat)
sebelum atau sesudahnya atau yang berbarengan dengannya. Sedang nasakh ,kejadiannya
pasti disertai dalil yang tegas mengenai persoalan yang dinasakh itu.Takhshish dapat terjadi
pada berita berita hadist dan lain-lain,maka nasakh tidak dapat terjadi pada berita-berita
hadist.
Untuk lebih jelasnya Abd.Azhim al-Zarqany mengemukakan secara rinci perbedaan
antara nasakh dan takhshish tersebut .
perbedaan perbedaan itu adalah:
1. Bahwa lafal yang bersifat umum setelah di takhshish mengandung makna kiasan
(majas),yang mana pengertian yang dimaksudkan adalah menunjuk kepada separuh dari
bagian-bagian yang ada,padahal secara lahiriah lafal itu mencakup keseluruhan,tetapi
qarinah (konteks hubungan kalimat)yang membatasi pengertiannya.oleh karena itu,setiap
kalimat yang demikian adalah termasuk majas.sedangkan nash dan nasikh (menghapus)
bertujuan untuk menunjukkan bahwa kehendak Allah itu berhubungan dengan berlakunya
sesuatu hukum secara terus menerus ,sehingga hal tersebut tampak jelas arah dan tujuannya.
2. Bahwasanya hukum yang di peroleh dari lafal yang ditakhshish pada dasarnya adalah
bukanlah dimaksudkan secara umum.Berbeda dengan hukum yang dibawa oleh lafal
nasakh,maka yang dimaksudkan dengan yang dinasakh itu adalah lafalnya (secara umum).
3. .Bahwa takhshish itu tidak terjadi pada suatu urusan tertentu yang di perintahkan dan juga
tidak terjadi untuk suatu larangan tertentu yang di larang.
4. Bahwa nasakh itu membatalkan ketetapan hukum ayat yang dinasakh apabila hukumnya
dinyatakan demikian,dan berlaku untuk setiap person secara keseluruhan.
5. Bahwasanya nasakh itu hanya terdapat atau terjadi pada al-kitab.oleh karenaitu,hukum syara
tidak dapat dibatalkan dengan dalil akli atau rasional. Berbeda dengan takhshish, dapat
terjadi pada keduanya atau selain dari keduanya.Misalnya,ketetapan hukum yang dapat di
temukan oleh panca indra melalui penemuan nalar,seperti firman Allah:

ditakhshiskan oleh sabda Rasulullah s.a.w.yang berbunyi:

Dan juga firman Allah :

Dapat di takhshishkan oleh apa yang di saksikan atau di temukan oleh panca indra mengenai
keselamatan langit dan bumi tanpa ikut hancurnya keduanya.
Firman Allah berikut ini:
-
Ditakhsiskan oleh ketetapan dan penemuan akal dengan menyatakan ,bahwa tidak mungkin
atau mustahil ada keterkaitan antara kekuasaan ketuhanan dengan kewajiban.
6. Bahwasanya nasakh itu tidak dapat terjadi kecuali dengan adanya dua yang saling
bertentangan antara ayat yang manasakh dengan ayat yang di nasakh.sedangkan takhshish
adalah saling mengikat ,bersamaan dan sejalan, sehingga sebagian orang yang
mengatakan,bahwa takhshish itu tidak dapat terjadi kecuali antara mukhashshash dan
mukhashish sejalan atau sebanding , sebagai mana firman Allah berikut:

Setelah perintah itu berjalan beberapa waktu lamanya, turunlah firman Allah berikut ini:

Aspek yang menjadi perhatian pada ketentuan kedua ayat tersebut adalah,bahwa
pentakhishan pada ayat di atas menjelaskan maksud pernyataan yang ada sebelumnya secara
umum.
7. Bahwanasakh itu tidak terjadi pada khabar.sebaliknya takhshish dapat terjadi pada khobar
dan lainnya.
Takhsis bisa terjadi pada berita-berita hadist.(subhi As-Shalih 1995:341).Berikut
adalah tabel yang menjelaskan beberapa perbedaan antara nasakh dan takhsis:
NO TAKHSIS NASAKH

1.

Membatasi jumlah afradul amm Membatalkan hukum yang telah ada dan
diganti dengan yang baru (tabdil)

2.

Bisa degan kata-kata quran dan hadits
dengan dalil-dalil syara yang lain
seperti ijma qiyas juga dengan akal
Dengan kata-kata Quran dan hadist saja

3.

Hanya masuk kepada dalil amm Bisa masuk kepada dalil amm maupun
dalil khash

4.

Hanya masuk kepada hukum saja Dapat masuk kepada hukum dan
membatalkan berita-berita dusta
(A.syadali ,A.Rofii:2000:162)

Sedangkan persamaannya antara lain:
a) sama-sama membatasi sesuatu ketentuan hukum dengan batasan waktu,sedangkan takhsish
batasan materi.
b) Membatasi berlakunya suatu ketentuan hukum syara .Nasakh menghapus dan mengganti
ketentuan hukum-hukum syara,sedang takhsis membatasi keumuman jangkaun hukum
syara.
c) Dalil yang menasakh sama dengan dalil yang menakhsis,yaitu sama-sama berupa dalil
syara.


C. Perbedaan Pendapat Mengenai Ayat Al-Quran Yang Mansukh
Para ulama sepakat tentang tidak di temukannya ikhtilaf dalam kandungan ayat-
ayat al-Quran.dalam menghadapi ayat-ayat yang sepintas lalu dinilai memiliki gejala
kontradiksi,mereka mengkompromikannya.pengkompromikan tersebut ditempuh oleh satu
pihak tanpa menyatakan adanya ayat yang telah dibatalkan,dihapus atau tidak berlaku
lagi.selain itu adapula yang menyatakan, bahwa ayat yang di turunkan kemudian telah
membatalkan kandungan ayat sebelumnya akibat perubahan kondisi sosisl masyarakat.
Dikatakan, bahwa syarat kontradiksi antara lain.adalah persamaan
subyek,obyek,waktu,syarat, dan lain-lain.Namun demikian perbedaan yang mengandung pro
dan kontra dikalangan ulama terjadi ketika memasuki pembahasan mengenai kata ayatyang
terdapat dalam firman Allah:

Apa saja yang kami nasakh kan atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya kami
datangkan yang lebih baik daripada atau yang sebanding dengannya.Menurut mereka yang di
maksud dengan ayat al-Quran yang mengandung keayatpada ayat diatas adalah mujizat dan
Nabi s.a.w.
Pendapat yang kedua ini berlandaskan kepada firman Allah:

Bahkan mereka berkata pula:(al-Quran adalah) mimpi mimpi yang kalut malah
diada-adakanny, bahkan dia sendiri seorang penyair ,maka hendaknya ia mendatangkan
kepada kita sesuatu mijizat,sebagaimana Rasul-rasul yang telah lalu diutus.
Pandangan Abu Muslim al-Asfahaniy segera menunjukkan kelemahan pendapat yang
pro nasakh.pembelaan-pembelaan itu dinyatakan dalam pernyataan pernyataan berikut:
1. Firman Allah : ..... diatas tidak dapat dipastikan bahwa yang dimaksud kan
dengan kata ayatal-Quran,karena mungkin juga yang dimaksudkan dengan kata ayat dalam
firman diatas ialah mujizat atau dapat juga dipahami bahwa yang dimaksud denganayat
tersebut ialah hukum kitab-kitab terdahulu yang dinasakh kan oleh syariat yang dibawa oleh
Nabi Muhammad s.a.w..
2. Adanya ayat ayat al-quran yang secara tersurat dan sepintas yang lalu tampak
bertentangan,tidak pula menujuk kepada adanya nasakh yang didakwakan itu,karena kita
dapat saja mengkromikan antara ayat-ayat yang di dakwa mansukh dengan ayat-ayat tersebut
telah dapat dikompromikan.

D. Perbedaan Ulama Mengenai Nasikh Dan Mansukh
Berbeda dengan mayoritas ulama yang telah disebutkan di atas, sebagian ulama lain
yang dipelopori oleh abu muslim al-Asfihani berpendirian bahwa nasikh-mansukh antar
sesama ayat al-Quran tidaklah di bolehkan .apalagi pe-nasakh-an al-quran dengan hadist
karena derajat hadis bagaimanapun lebih rendah dibandingkn dengan al-quran .padahal
,diatara syarat nasikh-mansukh ialah bahwa pe-nasakh harus lebih unggul drajatnya daripada
yang dinasakh atau minimal sederajat.
Sedangkan menurut para pendukung nasikh-mansukh dalam alQuran ,dilihat dari
sisi nasikh-mansukh ,surat-surat al-quran dapat dibedakan kedalam empat kelompok besa:.
a. Kelompok surat-surat al-quran yang di dalamnya sama sekali tidak ada ayat-ayat mansukh
ah,jumlahnya 43 surat.
b. Kelompok surat surat al-quran yang di dalamnya dijumpai ayat-ayat nasikhah maupun
ayat-ayat mansukh,yang berjumlah 25 surat.
c. Kelompok surat-surat al-quran yang di dalamnya hanya nasikhah, sebanyak 6 surat
d. Kelompok surat-surat al-quran yang didalamnya hanya ada ayat-ayat mansukh,dengan
jumlah ayat sebanyak 40.
Berkenandengan jumlah ayat mansukhah dalam al-Quran,mereka berselisih
pendapat.Ada yang mengatakan sekitar 500 ayat,tetapi ada juga yang memprakirakan lebih
sedikt dari itu.setelah mencoba mengkromikan sejumlah ayat yang dianggap nasikh-mansukh
oleh sebagian ulama,Al-suyuti memprediksi masih ada sekitar 20 hingga 21 ayat yang
terpaksa harus di nasikh-mansukh oleh sebagian ulama,tetapi kemudian syah Waliyullah al-
Dahlawi,mencoba mempertemukan ayat-ayat yang oleh al-sayuti di anggap nasikh-mansukh
itu hingga akhirnya tinggal 5 ayat saja yang dianggap belum bisa dikompromikan yakni surat
al-baqarah (2):180 dengan an-nisa(4):11,al-baqarah (2):240 dengan baqarah (2);234,,al-
anfal(8):65 dengan al-anfal(8):66,al-ahzab(33):52 dengan al-Mujadilah(58):13.
Sehubungan dengan itu maka kelompok ulama penolak nasikh-mansukh internalal-
quran akan selalu bekerja keras untuk mengompromikan ayat-ayat oleh jumhur ulama
dinyatakan sebagai ayat-ayat nasikh dan mansukh.Syaikh Muhammad al-khudari
misalnya,sungguh tidak secara ekspelisit menolak kemungkinan ada nasikh-mansukh internal
al-quran telah mencoba mengompromikan 20-21 ayat yang olehal-suyuti dianggap sebagai
ayat-ayat nasikhah dan mansukhah.Diantara ulama indonesia yang secara tegas menolak ada
kemungkinan ada nasikh-mansukh sesama ayat al-quran ialah Prof.Dr.T.M.Hasbi
Ashshiddieqy.Menurutnya,tidak ada ayat-ayat al-quran yang di-nasakh-kan oleh ayat-ayat
al-quran sendiri.yang ada hanyalah penakwilan atau penakhiasan atau penaqyidan.
Masing-masing pendapat diatas memiliki sejumlah argumentasi guna memperkuat
pendiriannya,baik itu berdasarkan dalil aqli atau daya nalar dan terutama dalil naqli atau
periwayatan melalui penafsiran masing-masing terhadap ayat-ayat al-quran .Dalil naqli atau
tepatnya ayat al-quran yang ditafsirkan secara kontroversial oleh mereka ialah kedua ayat di
bawah ini:
:( 601 )
Apa saja ayat kami nasakh-kan,atau kami jadikan (manusia)lupa kepadanya,kami
datangkan yang lebihbaik dari padanya.Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah Maha kuasa atas segakla sesuatu(al-baqarah;106).
( : 606 )
Dan apabila kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya
padahal Allah lebih mengetahui apa yang di turunkan-Nya,mereka berkata:sesungguhnya
kamu adalah orang-orang yang mengada-ada saja.Bahkan kebanyakan mereka tiada
mengetahui.(an-Nahl:101).
Para pendukung nasikh-mansukh internal al-quran menafsirkan kata ayatindan
ayatan dalam kedua ayat diatas dengan pengertian ayat al-quran, sedangkan para
penentang nasikh-mansukh sesama al-quran menafsirkannya dengan mujizat atau ayat yang
terdapat dalam kitab Allah terdahulu yaki taurat dan injil.kalangan pendukung nasikh-
mansukh internal al-quran memperkuat penafsirannya dengan berdasarkan sebab turunnya
ayat,sementara lawannya lebih mengacu kepada korelasi ayat,terutama korelasi ayat 106
suruh al-baqarah dengan ayat yang sebelumnya yakni ayat 105.
Dalam suatu riwayat di kemukakan bahwa turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad
kadang-kadang pada malam hari tapi beliu lupa pada siang harinya.Maka Allah turunkan ayat
106 surah al baqarah tersebut sebagai jaminan bahwa wahyu Allah tidak akan mungkin
terlupakan(diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dari Ikrimah yang bersumber dari Ibn Abbas)
Menurut al-Wahidi perihal kalam Allah dalam ayat 106 surah al-Baqarah ini, para ahli
tafsir berpendapat bahwasanya orng-orang musrik pernah menyindir Nabi Muhammad seraya
mereka berkata dengan sesamanya:Tidakkah kalian perhatikan bagaimana Muhammad
yang(pada suatu ketika)menyuruh sahabat-sahabat nya supaya melakukan sesuatu, tetapi
kemudian setelah itu dia melarang mereka dari mengerjakannya dan memerintahkan mereka
dengan( pekerja lain) yang berbeda.Hari ini Muhammad begini begitu,sementara besok dia
bilang yang lain.Apakah (ragu)kalau kita katakan bahwa al-Quran itu tidak lain dan tidak
bukan, hanyalah ucapan Muhammad yang ia karang-karang dari dirinya sendiri,yakni ucapan
yang saling bertentangan antara sebagian dengan sebagian yang lain.kemudian Allah
menurunkan kedua ayat tersebut.
Berlainan dengan kelompok pertama,kelompok kedua yang mengingkari
kemungkinan adanya nasik-mansukh sesama ayat al-Quran,lebih mengacu kepada korelasi
ayat dalam kaitan ini hubungan ayat 106 dengan ayat sebelumnya yakni ayat sebelumnya
yakni ayat 105.Ayat 105 surat al-Baqarah, pada intinya menyatakan ketidaksenangan atau
ketidaksukaan orang-orang kafir terhadap penurunan al-Quran dan pengangkatan Nabi
Muhammad.padahal, seharusnya orang-orang kafir itu tahu diri bahwa penurunan al-Quran
dan pengangkatan Nabi Muhammad itu seprti halnya penurunan kitab-kitab dan
pengangkatan nabi-nabi yang lain adalah hak prerogatif yang tidak perlu dicampuri,apalagi
diintervensi oleh siapapun.
Penafsiran kataayatindalam al-baqarah :106 dan ayatan dalam al-Nahl:101 oleh
pendukung nasikh-mnsukh, menurut hemat penulis tidaklah tepat dan cenderung dipaksakan.
Bahkan lebih dari itu,Muhammad Abduh menuduhnya sebagai periwayatan yang
didustakan.Alasannya sebab nuzul yang dikutip al-suyuti tidaklah kuat.selain redaksinya
tidak tegas karena menggunakan kata-kata ruwiya (diriwayatkan)serta kata-kata dalam
suatu riwayat, juga terutama berlawanan dengan al-Quran surahal-Qiyamah:16-18 dan surat
al-Ala:6 yang pada intinya menjamin kekuatan ingatan atau hafalan Nabi Muhammad
terhadap al-Quran.sabab nuzul yang di kutipkan al-Wahidi, juga kurang memiliki kehujjahan
yang kuat.selain hanya mendasar kan pendirian kepada asumsipara mufasir (bukan sabab
nuzul), juga karena mengesankan atau dikesankan dua ayat diatas turun dalam waktu yang
berdekatan atau malahan bersamaan.padahal,kedua ayat ini terdapat dalam dua syarat yang
berbeda,yakni surat al-baqarah yang tergolong kedalam kelompok surah-surah
Madaniyh,sementara surat an-Nahl digolongkan kedalam kelompok surah-surah Makkiyah.
Benar ilmu-ilmu al-quran memberikan kemungkinan ada satu atau beberapa
ayatMakkiyah dalam surah Madaniyah atau sebaliknya ;tetapi khusus tentang kedua ayat
diatas,tidak ada pendapat yang menegaskan bahwa keduanya sama-sama tergolong ke dalam
kelompok ayat-ayat Makkiyah atau ayat-ayat Madaniyah.Masih dalam kaitan ini,penafsiran
kata ayatin atau ayatan dengan ayat al-quran dalam kedua ayat di atas,juga sama sekali tidak
memiliki argumuntasi yang kuat.Terutama dari sudut pandang ilmu munasabah dimana
seperti telah di kemukakan diatas hubungan ayat 106 dan ayat105 surah al-baqarah tampak
dalam konteks eksternal antara kenabian Muhammad berikut kitab suci al-quran disatu
pihak,dengan kenabian Musa dan Isa berikut kitabnyamasing-masing dilain pihak.Lagi pula
kenyataan menunjukkan menunjukkan bahwa tidak semua kata ayah dalam al-quran selalu
digunakan dalan konteks ayat al-quran, meskipun sebagian daripadanya memang ada yang
digunakan dalam pengertian ayat al-quran.
Atas dasar ini maka penafsiran kata ayah terutama yang terdapat dalam surat al-
baqarah :106, tidaklah salah satu bahkan lebih tepat jika ditafsirkan dengan ayat Taurat dan
Injil yang kemudian digantikan dengan ayat al-quran.penafsiran didasarkan pada
pemahaman bahwa al-Quran itu meskipun secara rinci masing-masing surat dan ayatnya
memiliki keistimewaan-keistimewaan atau kelebihan-kelebihan tertentu,namun secara umum
dan keselurahan,masing-masing surat atau ayat al-Quran adalah memiliki kedudukan atau
derajat yang sama.
Berbeda dengan kita memperbandingkan al-Quran dengan kitab-kitab Allah yang
lain terutama taurat danInjil .Dibandingkan dengan Taurat dan Injil,al-Quran jelas lebih baik
dari keduanya atau minimal seerajat dengan keduanya.semua itu dapat dipahami dari konteks
al-quran ketika diposisikan sebagai pembenar atau korektor terhadap kitab-kitab Allah yang
sebelumnya. Penafsiran ini jelas mudah dimengerti dan mudah-mudahan tidak salah
karena,seperti disebutkan di atas,ayat ini justru turun dalam rangka membantah keberatan
orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang musyrikin yang kecewa dan sekuat tanaga
menolak kenabian muhammad berikut kitab suci alquran.
Dengan penafsiran sepert,ini mungkin akan jauh lebih bernilai guna memahami ayat
di atas .daripada harus memanfaatkan ayat ini guna membentur kan sesama ayat al-quran
dengan penafsiran yang cenderung di paksakan. Jika orang yang memahami kata ayatin di
atas dengan ayat Taurat atau ayat Injil semata mata penfsiran ,bukankah yang menafsirkan
ayat al-quran juga sama-sama ,bukan teks ayat itu sendiri yang menyatakan ayat al-Quran .

5.Macam-Macam Nasakh dan Jenisnya
Adapun jenis-jenis nasakh itu ada empat sebagai berikut:
1. Nasakh Al-Quran dengan Al-Quran (Naskhul Quraani bil Quraani). jenis Nasakh ini telah
di sepakati oleh seluruh orang yang menyetujui nasakh mengenai kebolehannya terjadi
nasakh.
2. Nasakh Al-Quran dengan sunah (Naskhul Quraani bis sunnati). Nasakh Al-Quran dengan
sunah ini boleh,baik baik sunah yang ahad atau mutawatir.
3. Nasakh sunah dan Al-Quran (Naskhus sunnah bil Quraani),Nasakh ini menghapuskan
hukum yang di tetapkan berdasarkan sunah diganti dengan hukum yang didasarkan dengan
Al-quran.Nasakh jenis ini di perbolehkan oleh jumhur ulama.
4. Nasakh sunah dengan Nasakh sunah(Nakshus sunah bis sunnah) yaitu hukum yang di
tetapkan berdasarkan dalil sunah dinasakh dengan dalil sunah pula.

Dalam jenis nasakh ini,ada empat kemungkinan, yaitu:
1. Nasakh sunah yang mutawatirah dengan mutawatirah(Naskhus sunnat Al-Mutawaatirati bil
Mutawaatirati)
2. Nasakh sunah yang ahad dengan yang ahad(Naskhus sunnati Al-Ahaadi bil Ahaadi)
3. Nasakhsunah yang ahad dengan yang mutawatir (Naskhus sunnati Al-Ahaadi bil
Mutawatiroti)
4. Nasakh sunah mutawatirah dengan yang ahad (Naskhus sunnati Al-Mutawatirarati bil
Ahaadi).
5. Menurut Jumhur ulama,yang no 1)-3) itu diperbolehkan adanya nasakh,tetapi yang no 4)
tidak di perbolehkan hukumnya.

Adapun macam-macam nasakh yang terjadi dalam Al-Quran ada 3 macam,sebagai
berikut:
1. Menasakh bacaan ayat dan hukumnya sekaligus (Naskhut Tilaawati).yaitu,menghapus kan
bacaan ayat dan hukum isinya sekali,sehingga bacaan ayatnya sudah tidak ada dan bahkan
tulisan lafal ayatnya pun sudah tidak ada pula,dan hukum ajarannya pun telah dihapus dan
diganti dengan ketentuan lain.
2. Menasakh hukumnya tanpa menasakh bacaannya (Naskhul Hukmi Duunat Tilawaati),yakni
tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap ada dan masih boleh dubaca,tetapi isi hukum
ajarannya sudah di nasakhkan ,sehingga sudah tidak boleh diamalkan lagi.

Dengan turunnya ayat 234 surah sl-baqarah ini,maka ayat 240 al-baqarah yang tulisan dan
bacaannya masih tetap ada itu,hukumn isinya yaitu idah satu tahun bagi wanita yang di cerai
mati itu sudah tidaj berlaku lagi,sudah dihapus dan diganti dengan idah 4 bulan 10 hari.
Dr.Shubhi Ash-Shalih dalam bukunya Mabahits fi ulumul Quranmenganggap aneh ada
nasakh macam kedua ini,Beliau mempertanyakan,apa hikmahnya menghapus hukum sedang
bacaannya tidak? Lalu prof.Mannaul Qathtan menjawab,sebagai berikut:
1. Al-Quran itu sebagian dibaca untuk diketahui isi hukumnya untuk diamalkan,juga dibaca
karena Al-Quran itu firman Allah SWT,sehinggayanh membaca akan mendapat pahala.
2. Nasakh it pada umumnya untuk memberi keringan.karena itu,tidak dinasakhnya bacaan ayat
itu untuk mengingat kan nikmat Allah yang memperingan hukuman itu.

3. Menasakh bacaan ayat tanpa menasakh hukumnya(Naskhut Tilaawati Duunal
Hukmi)yaitu:tulisan ayatnya sudah dihapus,sehingga sudah tidak dapat di baca lagi,tetapi
hukum isinya masih tetap berlaku dan harus diamalkan.

6.Hikmah Allah Mengadakan Nasakh
Hikmah Allah SWT mengadakan Nasakh sebab,mengetahui sesuatu hukum itu dapat
menenangkan pikiran,menenteramkan jiwa dan menghilangkan keraguan.Apalagi dalam
masalah nasakh,banyak orang orang yang yang mengingkarinya,sehingga perlu diterangkan
hikmah ini agar lebih memantapkan keyakinan eksentensi dan fungsi dari nasakh
.
a.Hikmah nasakh secara umum
Hikmah nasakh secara umum antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menunjukan bahwa syariat agama islam adalah syariat yang paling sempurna.karena
itu,syariat agama islam ini menasakh semua syariat dalam agama agama sebelum
islam,sebab,syariat islam ini telah mencakup semua kebutuhan seluruh umat manusia dari
segala periodenya,mulai dari Nabi a.s. yang kebutuhannya masih sederhana hingga Nabi
Muhammad SAW yang kebutuhan-kebutuhannya sudah banyak dan konflik.
2. selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senanatiasa terpelihara dalam
semua keadaan dan di sepanjang zaman.
3. Untuk menjaga agar perkembangan hukum islam selalu relevan dengan semua situasi dan
kondisi umat yang mengamalkan,mulai dari yang sederhana sampai ketingkat yang
sempurna.
4. untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia mengamalkan hukum-
hukum perubahan,walaupun dari yang mudah menjadi yang sukar.sebab semakin sukar
menjalankan sesuatu akan semakin besar manfaat,faedah dan pahalanya.
5. untuk memberi despensi dan keringanan bagi umat islam,sebab dalam beberapa nasakh
banyak yang memperingan beban dan memudahkan pengamalan guna menikmati
kebijaksanaan dan kemurahan Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
b.Hikmah Nasakh Tanpa Pengganti
hikmah dalam nasakh tanpa pengganti ialah untuk menjaga kemaslahatan manusia.sebab,dengan
penghapusan kewajiban bersedakah itu akan betul-betul lebih baik dan lebih menyenangkan
mereka,karena dengan demikian mereka bisa bebas bertanya dan menghadap beliau tanpa
harus mempersiapkan dana untuk sedekah terlebih dahulu.
Cth:
seperti nasakh terhadap hukum wajib memberikan sedekah sebelum menghadap rasul saw
dari ayat 12 surah al mujadillah ,yang oleh ayat 13 surah al mujadillah hukum itu di
hapuskan,tetapi tidak di sebutkan hukum penggantinya

c.Hikmah nasakh dengan ganti yang seimbang
Kebanyakan nasakh adalah sesuai dengan definisinya,yakni selain menghapuskan
sesuatu ketentuan juga menentukan hukum baru sebagai penggantinya contohnya seperti
menasakh ketentuan menghadap kiblat ke baitul muqadasdi palestina.dengan turunnya surah
Al-baqarah :144 ,arah kiblat ke Masjidil Aqsha di pelestina itu dihapus,dan diganti dengan
arah kiblat ke masjidil haram di mekkah .yang penggantinya sama dan seimbang ,yaitu sama-
sama soal mengarahkan muka kepada kiblat
.
d.Hikmah nasakh dengan pengganti yang lebih berat
kadang ada nasak yang menghapuskan sesuatu ketentuan yang di ganti dengan
ketentuan lain yang lebih berat dari yang di ganti .misalnya nasakh terhadap ayat alquran
dalam surah an nisa 15 yang diganti dengan hukuman yang lebih berat ,yaitu hukum jilid
sebagaimana firman allah dalam surat an nur ayat 2 .hikmah dalam nasakh yang demikianitu
ialah untuk menambah kebaikan dan pahala.

e.hikmah nasak dengan pengganti yang lebih ringan
cntohnya: seprti menasak ayat 65 surah al anfal,yang menentukan rasio
tentara islam dengan tentara musuh dengan 1;2 10 diganti dengan ayat66 surah yang sama
yang mengubah rasio itu hanya tinggal 1:2saja.Hikmah Nasakh yang demikian ini adalah
untuk memberi despensasi kepada umat manusia agar mereka mengenyam kemurahan Allah
S.W.T.

BAB III

PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Nasikh yaitu menghapus suatu hukum syara dengan dalil syara yang datang
kemidian.sedangkan Mansukh yaitu hukum syara yang menempati posisi awal,yang belum
diubah dan belum diganti dengan hukum syara yang datang kemudian.
Ada dua pendapat para ulama tentang teori Nasikh-Mansukh yaitu ada yang mendukung
atau setuju dan ada yang menolak atau tidak setuju jika terdapat Nasikh-Mansukh di dalam
al-Quran.
Urgensi mempelajari Nasikh-Mansukh adalah untuk mengetahui proses
tashri(penetapan dan penerapan hukum) islam dan untuk menelusuri tujuan ajaran,serta illat
hukum (alasan ditetapkannya suatu hukum).

3.2.Saran
Demikian makalah ini kami buat,apabila ada kesalahan baik dalam penjelasan maupun
dalam penulisan kami mohon maaf.kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar dapat menjadi sumber rujukan sehingga menjadi kan apa yang kami buat ini lebih baik
dimasa mendatang.Dan kepada para pendengar makalah ini di harapkan untuk lebih banyak
mencari sumber refrensi lainnya terkait judul makalah kami, karena sesungguhnya isi
makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA

-Qothan al-manna 1973,mabahits fi ulum al-Quran
Beirut:al-syarikah al-Muttahidah li al-Tauzi

-shalih al-shubhi 1972 Mabahits fiulum al-Quran
Beirut Dar Al-ilmu Li-al-malayn

-Zarganiy al-Muhammad Abdul Azhim manahil
Al-irfan fi ulum al-Quran,t,t.p,.al-habi al-nalab,t.th.

-Usman,2009,ulumul quran yogyakarta,Teras

-hermawan,Acep,2011,ulumul quran,Bandung:Remaja Rosdokarya

Diposkan oleh jamal nazda di 22.46

Anda mungkin juga menyukai