Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AMALIAYAH SEPUTAR SHALAT


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah aswaja
Dosen pengampu: Heru Setiawan,M.Pd.I

Disusun oleh
M.Saryulis 20181700120020
Jumiati 20181700120014
Hasvia Bindari 20181700120010

KATA PENGANTAR MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM
MOJOKERTO
2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga kami di beri kemudahan untuk dapat menyelesaikan makalah dengan judul
AMALIYAH SEPUTAR SHALAT ini tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai sosok
yang sangat mulia yang telah menyampaikan kebenaran serta membimbing kepada kita semua
kebaikan serta sosok yang sangat kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat kelak.

Adapun pembuatan makalah ini dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja
yang di bimbing oleh Bapak HERU SETIAWAN, M.Pd.I

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pembuatan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan dari pembaca yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan bagi kami untuk
merevisi kembali makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca dan
dapat bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan ke
depannya

Wassalamu’alaikum wr wb

Mojokerto, 16 Desember 2019

i
Penyusun

DAFTAR ISI

MAKALAH................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1
C. Tujuan Rumusan Masalah...............................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Pujian Sebelum Shalat dan Dalilnya................................................................................................3
B. Melafalkan Niat Shalat dan Dalilnya...............................................................................................5
C. Basmalah dalam Shalat dan Dalilnya...............................................................................................8
D. Qunut subuh dan dalilnya................................................................................................................8
E. Menambahkan sayyidina dan dalilnya...........................................................................................10
F. Bersalaman Setelah Shalat Jumat..................................................................................................11
G. Zikir Secara Jahr............................................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Shalat adalah upaya membangun hubungan baik antara manusia dengan Allah.
Dengan shalat kelezatan munajat kepada alah akan terasa, pengabdian kepadanya dapat
diekspresikan, begitu juga penyerahan kedapa –nya. Shalat juga mengantar seseorang
kepada keamanan, kedamaian,dan keselamatan darinya. Shalat adalah prilaku ihksan
hamba terhadap tuhannnya. Shalat sebagai sarana komunikasi hamba dengan tuhannya
sebagaii suatu bentuk ibadah yang didalamnya terdapat sebuah amalan yang tersusun dari
beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan tabiratuh ikhrom, dan diakhiri
dengan salam, dan dilakukan sesuai dengann syarat maupun rukun sholat yang telah
ditentukan ( imam bashari assayuthi, 30).
Shalat terdiri dari shalat fardhu (wajib) dan shalat sunnah. Shalat fardhuu terdirii
dari 5 waktu yaitu subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya. Shalat dapat membentuk
kecerdasan spiritual bagi kita yang melakukannya. Didalm kalangan masyarakat terdapat
beragam amaliyah shalat. Amalaiyah ini tentunya sudah menjadi tradisi di dalam
masyarakat, mulai dari membaca puji-pujian setelah azan, melafazkan niat shalat,
membaca basmalah dalam shalat dan amaliyah-amaliyah lainnya yang berenaan dengan
shalat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pujian sebelum shalat?
2. Apa yang dimaksud dengan melafalkan niat shalat?
3. Apa yang dimaksud dengan basmalah dalam shalat?
4. Apa yang dimaksud dengan qunut subuh?
5. Apa yang dimaksud dengan menambahkan bacaan sayyidina di dalam shalat?
6. Apa yang dimaksud dengan bersalam setelah shalat jenazah?
7. Apa yang dimaksud dengan zikir dan doa secara jahr?
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk memehami pujian dalam shalat
2. Untuk memehami pelafalan niat dalm shalat
3. Untuk memehami basmalah dalam shalat
4. Untuk memehami qunut subuh
5. Untuk memehami penambahan bacaan sayyidina di dalam shalat
6. Untuk memehami apa itu bersalam setelah shalat jenazah
7. Untuk memehami maksud dari zikir dan doa secara jahr

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pujian Sebelum Shalat dan Dalilnya
Ada dua hal yang kadang di baca bersama jelang iqamat, yaitu doa atau pujian,
seruan untuk mengajak berjamaah dan sebagainya.Terkait dengan doa yang dibaca,
dijelaskan dalam sebuah hadist1:

‫ك قَا َل قَال َرسُو ُل هّللا ِ ص م الَ ي َُر ُد ال ّدعَا ُء بَ ْينَ األَ َذا ِن وا ِإلقَا َم ِة‬ ِ ‫ع َْن أَن‬
ٍ ِ‫َس ْب ِن َمال‬

“tidak akan ditolak sebuah doa yang dibaca antara azan dan iqamat”(H.R Abu
Dawud).

Adapun pujian setelah azan dan sebelum shalat ada kalanya dengan membaca
shalawat, sebagai berikut:

.‫صالَ ةً (رواه أبو داودز‬ َّ َ‫صلَّى َعل‬


َ ‫ى‬ َ ‫ى فَإ ِ نَّهُ َم ْن‬ َ ‫إِذا َس ِم ْعتُ ُم ْال ُم َؤ ِّذ نَ فَقُولُوا ِم ْث َل َما يَقُو ُل ثُ َّم‬
َّ َ‫صلُّوا َعل‬
)‫صحصيح‬

“Jika kalian mendengar muazin, maka jawablah seperti yang diucapkannya.lalu


bershalawatlah kepadaku. Sebab, barangsiapa bersalawat sekali kepadaku, maka Allah
merahmatinya sebanyak 10 kali.” (HR. Muslim)2

Membaca syair atau pujian sebelum pelaksanaan shalat jama’ah, adalah perbuatan
yang boleh dan tidak bertentangan dengan ajaran islam. , apabila dalam syair tadi
mengandung pujian yang benar, petuah -petuah, etika, atau ilmu-ilmu yang bermanfaat
adalah boleh.3 Kebolehan ini biasa ditinjau dari beberapa sisi. Pertama, dari sisi dalil,

1
Yusuf Suharto, Fiqih dan Landasan Amaliyah,Malang;CV. Literasi Nusantara Abadi 2019. Hal 43
2
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja, Surabaya: Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
2016. Hal .249
3
Yusuf Suharto, Fiqih dan Landasan Amaliyah, Malang:CV. Literasi Nusantara Abadi 2019. Hal 43

3
membaca sayair dalam mesjid bukan sesuatu yang dilarang agama. Pada masa rasulullah
SAW, para sahabat juga membaca syair di masjid. Dalam sebuah hadis dikisahkan :

ِ ‫ت َوه َُو يُ ْن ِش ُد فِي ْال َمس‬


ُ ‫ْخ ِد فَلَ َخظَ إِلَ ْي ِه فَقَا َل قَ ْد اَ ْن َش ْد‬
‫ت َوفِ ْي ِه َم ْن ه َُو‬ ِ َّ‫ع َْن َس ِع ْي ِد ب ِْن ْال ُم َسي‬
ٍ ِ‫ب قَا َل َم َّر ُع َم ُر بِ َحسَّا ِن ب ِْن ثَا ب‬
،‫صلّى هّللا َعلَيْه و َسلّ َم يَقُلو ُل أَ ِج ْب َع َعنِّي‬ َ ِ ‫ أَ َس ِمعْتَ َرسُو ُل هّللا‬:‫ فَقَا َل‬,ُ‫ض َي هَّللا َع ْنه‬ ِ ‫خَ ْي ُر َم ْنكَ ثُ َم ْالتَفَتَ إِلَ ِى أبي ه َُريْرةَ َر‬
‫ اللّهُ ّم نَ َع ْم‬:‫ قَا َل‬,‫ح ْالقث ُد س‬
ِ ْ‫اللّهث ّم أَيّ ْدهُ بِرُو‬

“ Dari sa’ad ibn Musayyab r.a, ia berkata , “suatu ketika “Umar barjalan
kemudian bertemu dengan Hassan Ibn Tsabit yang sedang melantunkan syair di masjid.
‘Umar menegur Hassan, namun Hassan menjawab, ‘Aku telah melantunkan syair di
mesjid yang didalamnya ada seorang yang lebih mulia darimu, ‘Kemudian ia menoleh
kepada Abu hurairrah r.a. Hassan melanjutkan perkataannya, ‘Bukanlah engkau telah
mendengarkan sabda Rasulullah SAW, ‘Jawablah dariku, ya Allah mudah-mudahan
engkau menguatkanya denga Ruh al-Quddus.’ Abu Hurayrah menjawab, ‘Ya Allah benar
(aku telah mendengarnya)’.” (H.R. Abu Daud)

Mengomentari hadist ini, syekh Ismail az-Zain menjelaskan adanya kebolehan


melantunkan syair yang berisi pujian-pujian, nasihat, pelajaran tata karma dan ilmu yang
bermanfaat dalam masjid.4 Kedua, pembaca syair dapat menjadi syair dan penanaman
akidah umat. Selain menambah syair agama, amaliah ini merupakan staregi yang sangat
jitu untuk menyebarkan ajaran islam di tengah masyarakat. Kerena didalamnya tersebut
terkandung beberapa pujian kepada Allah SWT, zikir, dan nasihat.

Ketiga, dari aspek pisikologis, lantunan syair yang indah itu dapat menambah
semangat dan mengondisikan suasana. Dalam hal ini, tradisi yang telah berjalan yang
telah berjalan dalam masyarakat tersebut dapat menjadi semacam warming up (persiapan)
sebelum masuk ketujuan inti, yakni shalat lima waktu5.Manfaat lain adalah untuk
mengobati rasa jemu sembari menunggu waktu shalat jamaah dilaksanakan. Juga agar
para jamaah tidak membicarakan hal-hal yang tidak perlu ketika menunggu shalat jamaah
dilaksanakan.

4
Dr.K.H. Asep Saifudin Chalim, M.A, Aswaja, Emir Air Langga, 2017. Hal 305
5
ibid

4
Dengan beberapa alasan inilah maka membaca zikir, nasihat, puji-pujian secara
bersama-sama sebelum melaksanakan shalat jamaah di masjid atau di musalah adalah
amaliah yang baik dan dianjurkan. Namun dengan satu catatan, tidak mengganggu orang
yang sedang melaksanakan shalat. Tentu hal tersebut disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masing-masing masjid dan musalah tersebut.

B. Melafalkan Niat Shalat dan Dalilnya


Beberapa orang bersikap antipasti tentang hukum melafazkan niat sebelum shalat
(membaca ushalli). Mereka menggap saran ulama as-Syafi’iyah tersebuat sebagai hal
yang bid’ah dan sesat. Sikap seperti ini sudah ada sejak zaman dahulu . syekh Ibn
Qoyyim misalnya melarang hal itu dengan alasan tidak pernah dinukili dari Nabi
Muhammad SAW dan generasi salaf.6 Selain itu, dia beralasan bahwa niat itu tempatnya
di hati, bukan mulut. Menurutnya, tidak mungkin ada orang yang mengerjakan shlalat,
bewudhu, atau beribadah lainnya tanpa niat. Bila seseorang telah duduk untuk mengambil
air wudhu maka dia telah berniat. Demikian pula bila seseorang telah berdiri untuk shalat,
maka dia telah berniat.7 Pendapat Ibn Qayyim tersebut diambil oleh beberapa orang di
massa ini tanpa menyelidiki terlebih dahulu kenyataanya.
Pada hakikatnya, pendapat Ibn Qayyim tersebut bersumber dari salah paham
tentang alasan di balik pensunnahan melafazkan niat (mengucapkan ushalli). Memang
benar melafazkan niat tidak pernah di nukili dari generasi salaf, tetapi Ibn Qayyim salah
paham karena mengira melafazkan niat itu adalah tujuan puncak dan ibadah yang mandiri
sehingga hal tersebut dianggap bid’ah. Kenyataanya, para ulama tidak menggap sunah
melafazkan niat itu bukan karena mengganggap itu bentuk ibadah mandiri atau
mengganti tempatnnya niat yang memang di hati itu ke mulut, tapi murni sekedar
wasilah (perantara) untuk memantapkan niat yang ada di hati.
Berikut ini perkataan para ulama yang menggap mengucapkan, “ushalli” sebagai
hal yang sunnah:
(‫ لِيُ َسا ِع َد اللّ َسانُ ْالقَ ْلب )و‬،‫ب التَّ ْس ِميَّ ِة‬
َ ِ‫يُ َسنُ (التَلَفَظُ بِالنِّيَّ ِة) َعق‬
“Disunahkan melafazkan niat sesudah tasmiiyah agar lidah membantu hati.”8
6
Ibn Qayyim al-Jawiziyyah, I’lama al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin, Beirut: Dar al-Fikr, 1411H/1991 M, II/281
7
Ibn Qayyim al-Jawiziyyah, Ighatsat al-Lahfun min Masahayid asy-Syaythan, Riyadh:Maktabah al-Ma’rifat, t.th.
1/136-137
8
Sa’id ibn Muhammad Ba’lawi Ba’syan ad-Dawa ni al-Hadhrami asy-Syafi’I, Syanh al-Muqaddimah al-
Hadhramiyyah al-Musamma Busyra al-Karim bi Syarh Masail at-Ta’lim, hlm.98

5
َ ‫ي فَ ُسنَّةٌ لِيُ َسا ِع ُد اللِّ َسا نُ ْالقَ ْل‬
‫ب‬ ِّ ‫أ َما التَّلَفّظُ باْل َم ْن ِو‬
“Adapun melafazkan niat, maka sunnah agar lisan dapat membantu hati.”9

َ ‫ي لِيُ َسا ِع ُد اللِّ َسا نُ ْالقَ ْل‬


‫ب‬ ِّ ‫التَّلَفُّظُ باْل َم ْن ِو‬
“Melafzkan yang diniati bertujuan agar lisan membantu hati.”10

َ ‫ (بَلْ يُ ْن َد بُ ) أَيْ التَّلَفُّظُ بِهَا لِيُ َسا ِع َد اللِّ َسا نُ ْالقَ ْل‬:ُ‫قَوْ لُه‬
‫ب‬
“perkataan (bahkan disunahkan), maksudnya adalah melafazkan niat agar lisan
dapat membantu hati.”11
Karena melafazkan niat hanya wasilah, maka para ulama tetep mewajibkan niat
yang ada di hati. Karena, pelafazan niat tidak bias disebut sebagai bid’ah yang
mengganti tempat niat dari hati kemulut. Hukum wasilah sendiri adalah sesuai dengan
kaidah yang disepakati para ulama berikut: ِ ‫ا‬££َ‫ائِل ُح ْك ُم ْال َمق‬£‫(لل َو َس‬wasilah
‫د‬£‫ص‬ ْ hukum sama
dengan tujuan). Bila tujuannya baik, maka wasilah untuk itu juga baik, dan sebaliknya
bila tujuannya buruk, maka wasilah untuk itu juga buruk.
Adpun alasan ibnu Qayyim bawa seorang pasti telah berniat ketika hendak salat
dan wudu, maka itu karena Ibn Qoyyim sebagaimana mazhabnya yang mengikuti imam
ahmad tidak membedakan antara ‫ النية‬dan ‫زم‬££‫ الع‬. bagi ulama as-Syafiiyah, keduanya
berbeda arti. Yang dimaksud niat oleh Ibn Qayyim itu menurut versi asy-Syafiiyah
adalah semata ‫( العزم‬keinginan melakukan sesuatu), bukan niat. Adapun yang dimaksud
niat menurut mereka adalah menyengajakan adalah menyengajakan sesuatau bersama
dengan pengerjaannya.12 Sehingga tidak bersamaan, namun sekedar kehendak dalam hati
maka itu bukan niat yang dimaksud, tapi sekedar al-‘azm. Hal ini adalah massalah bid’ah.

Imam al-Qasthallani menerangkan:

9
Muhammad ibn Umar an-Nawawi al-Jawi (Abu al-Mu’thi), Nihayat az-Zayn fi Irsyad al-Mubtadiin Syarh ‘ala
Qurrat al-‘Ayn bi Mubhamat ad-Din, hlm. 8
10
Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Hajar al-Haytami, Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, I/40
11
Abu Bakar ibn Muhammad Syatha ad-Dimyathi al-Bakri, I’anat ath-Thalibin ‘ala Halli Alfazh Fath al-Mu’in,
Beirut:Dar al-Fikr, 1418H/1997 M,II/294
12
Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Hajar al-Haytami, Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj,I/195

6
‫ص َّل هلّلا عليه وسلم تَلَفَظَ بِهَا َوالَ ع َْن أَ َحد‬ َ ُ‫ب التَّلَفُّ ِظ بِهَا ُمحْ تَ ًخا بِأَنَهُ لَ ْم يُرْ َو اَنَّه‬ِ ‫فى استِحْ بَا‬ ِ ‫نَ َع ْم نَا َز َع ابْنُ ْالقَي ِِّم‬
‫ْح‬
ِ ‫َّحي‬ِ ‫ضهُ ْم َعلَى َما في الص‬ ُ ‫ان َوقَا َسهُ بَ ْع‬ ٍ ‫ارالنِّيَّ ِة ْالقَ ْلبِيَّ ِة َو ِعبَ َدةٌ لَّلِ َس‬
ِ ‫ض‬ َ ‫ِم ْن أصْ َحابِ ِه َوأُ ِخي‬
َ ْ‫ْب بِأَنَّهُ عَوْ ٌن َعلَى ا ْستِح‬
‫ َوهَدَا تَصْ ِر ْي ٌخ بِاللَّ ْف ِظ‬،ً‫ك َح ًّخا َو ُع ْم َرة‬ َ ‫ لَبَّ ْي‬:ُ‫وال ُع ْم َر ِة َخ ِم ْيعًا ييَقُل‬ ْ ‫ يُلَبِّي بِا ْل َح ِّخ‬.‫م‬.‫س أَنَّهُ َس ِم َع النَّبِ ّي ص‬ ٍ َ‫ث أَن‬ِ ‫ِم ْن َح ِد ْي‬
‫اس‬ ُ ‫ُت بِاللَّ ْف ِظ يَ ْثب‬
ِ َ‫ُت بِالقِي‬ ُ ‫وال ُح ْك ُم َك َم ي ُْثب‬
ْ
“benar Ibn Qayyim menentang kesunnahan melafkan niat dengan alasan bahwa
tidak perna ada riwayat bahwa Rasulullah SAW melafazkan dan tidak pula dari
seorangpun dari sahabatnya. Argumentasi itu dijawab bahwa sesungguhnya melafazkan
niat itu untuk membantu meresapi niat yang ada di dalam hati dan sebagai ibadah bagi
lisan. Sebagai ulama mengisakannya atass hadis sahih dari riwayat Anas bahwa dia
mendegar Nabi SAW bertalbiyah untuk haji dan umrah dengan berkata: “Aku memenuhi
panggilan-Mu untuk berrhaji dan berumrah’. Ucapan ini adalah menegaskan lafaz.
Hukum itu sebagai mana ditetapkan dengan lafaz, juga ditetapkan dengan qiyas.

َ ‫ فَإ ِ نِّي إِ َذ ْن‬:‫ قَا َل‬.َ‫ ال‬:‫ هَلْ ِع ْن َد ُك ْم َش ْي ٌء؟ فَقُ ْلنَا‬:‫ َذاتَ يَوْ ٍم’ فَقَا َل‬.‫م‬.‫ي النَّبِ ُّي ص‬
‫صائِ ٌم (رواه‬ ْ َ‫ع َْن عائَ َشةَ أُ ِّم ْال ُم ْؤ ِمنِينَ قَال‬
َّ َ‫ َد َخ َل َعل‬:‫ت‬
)‫مسلم‬

“Aisyah Umm al-Mu’minin berkata: “Nabi SAW datang kepada saya suatu hari,
kemudian bertanya; “Apa ada makanan? Kami menjawab “Tidak ada”. Beliau bersabda:
“kalau begitu aku berpuasa.” (HR. Muslim)

Sebenarnya, sebagaimana diterangkan oleh Syekh al-Mubarakfuri, para ulama empat


mazhab memamang berbeda pendapat tntang hukum melafazkan niat. Mazhab Hanafi
mensunnahkannya agar membantu meresapi niat yang ada di hati bagi orang yang
membutuhkannya,mazhab Syafi’I mensunnahkanya secara mutlak, mazhab Maliki
memakrukannya, dan mazhab Hambali menganggapnya bid’ah.13 Jadi, hanya mazhab
hambali saja yang melarangnya. Sedangkan para ulama mazhab yang lain
membolehkannya, bahkan mazhab Hanafi dan Syafi’I menyarankannya.

13
Abu al- Hasan al- Mubarakfuri, Mir’at al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, India:Al-Jami’ah as-Salafiyyah,
1404H/1984 M,III/86

7
C. Basmalah dalam Shalat dan Dalilnya
Surat al-Fatiha dalam shalat bagi ulama Syafi’iyah harus diawali basmalah.
Diantara bukti konkretnya adalah semua mushaf al-Qur’an pasti tertulis basmalah di awal
surat al-Fatihah juga berdasarkan riwayat:
ِ ‫م َكانَ يَ ْفتَتِ ُح ْالقِ َرا َءةَ بِبِس ِْم هلَّلْا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬.‫أَ َّن رسول هللا ص‬:ُ‫ض َكانَ يَقُول‬.‫س ر‬
‫َّحي ِْم‬ ٍ ‫ َوبَلَ َغنِي أَ َّن ا ْبنَ َعبَّا‬:‫ال ال َّشافِ ِعي‬
َ َ‫ق‬

“As-Syafi’I berkata;”Telah sampai kepadaku, bahwa Ibn Abbas r.a


berkata:”Sungguh Rasulullah SAW mengawali bacaan al-Fatihah dengan Basmalah.
Diperkuat dengan riwayat Sahabat:
َّ ‫إِ َّن أَبَا هُ َر ْي َرةَ َكانَ يَ ْفتَتِ ُح ال‬
‫صالَةَ بِبِس ِْم هلّلا الرَّحْ َم ِن ال َّر ِحي ِْم‬

“Bahwa Abu Hurairah mengawali shalatnyan dengan Basmallah”14

D. Qunut subuh dan dalilnya


Madzhab imam asy-syafii mensunahkan membaca membacakan doa qunut pada
tiga tempat, yakni ketika terjadi nazilah (bencana,cobaan), dalamm solat witir pada
pertengahan bulan ramadhan, dan terakhir pada solat subuh.
Kesunahan membaca doa qunut saat melakasanakann solat subuh ditegaskan oleh
kebanyakan kaum salaf dan ulama-ulam setelahnya. Tokoh-tokohh salaf yang
mensunahkan doa qunut subuhh antara lain, Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar ibn al-
Khathab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Ibnu Abbas, dan al-Barra ibn Azib. Dalil
yang dijadikan acuan adalah hadis nabi SAW
)‫ مازال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقنت فى الفجر حتى فارق الدنيا (رواه أحمد‬:‫عن أنش بن مالك قال‬
Yang artinya :
“diriwayatkan dari Annas ibn Malik, ia berkata : Rasulullah SAW senantiasa
membaca qunutt ketika solat subuh sampai beliau wafat”. (H.R. Ahmad ).
Pakar hadist al-alamah Muhammad inb Allan Ash-Shiddiq dalam kitabnya, al-
futuhat ar-rabbaniyah menyatakan hadist ini benar, dann diriwayatkan serta disahihkan
oleh segolongan pakar yang banyak hafal hadist. Diantara orang yang menyatakann
14
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Khazanah Aswaja, Surabaya: Aswaja NU Center PWNU Jawa
Timur 2016. Hal .249

8
keshohihan hadist tersebut adalah al-Hafizh Abu-Abdillah Muhammad ibn Ali al-
Balkhi,al-Hakim dalam kitab al-mustadrak, dan dibeberapa tempat dari kitab yang ditulis
dari Bayhaqi. Ad-Daraquthni juga meriwayatkannya dari beberapa jalur dengan berbagai
sanad yang shahih.15
Bahkan redaksi qunut juga ada yang warid ( diajarkian langsung oleh nabi
Muhammad SAW:
, ‫ وقنا شر ماقضيت‬,‫ وبارك لنا في مااعطيت‬,‫ وتولنا فيمن توليت‬,‫ وعافنافيمن عافيت‬,‫اللهم اهدنا فيمن هديت‬
‫ فلك الحمد على‬,‫ تباركت ربنا وتعاليت‬, ‫ وال يعز من عاديت‬, ‫ وانه اليدل من واليت‬, ‫فانك تقض وال يقض عليك‬
) ‫ بسند صحيح‬,‫ والدارمي‬,‫ وأحمد‬,‫ والترمذي‬,‫ وأبو داود‬,‫ نشتغفرك ونتوب اليك ( رواه النسائ‬,‫ماقضيت‬
“ ya allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah engkau beri
petunjuk. Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah engkau beri
perlindungan. Berilab kami pertolongan sebagaimanan orang-orabg yang engkau beri
pertolongan. Berikanlah berkah kepada segala yang telah engkau beroikan kepda kami.
Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang engkau pastikan. Sesungguhnya engkau
dzat yangn maha menentukan dan engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hinna
orang yang engkau melindunginya, dann tidak akan mulia orang yang engkau
memusuhinya. Engkau maha suci dan maha luhur. Segala puji bagi mu atas segala yang
engkau pastikan. Kami mohon ampun dan toubat kepadamu.” ( H.R. An-Nasai, Abu
Dawud,At-Tirmidzi,Ahmad, Danad-Darmini dengan sanad yang sahih).
Adapunn hadis lain yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW tidak melakukan
qunut, tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mensunahkannya apalagi sampai
melarang qunut. Karena dalam kaidah hadist disebutkan : “ al-mutsbit muqaddamun ala
an-nafi ( yang mengatakan ada didahulukan dari yang menngatakan tidak ada)”.

Menurut madzhab Syafi’i, qunut termasuk sunnah ab’adh, sehingga jika tidak melakukannya
maka dianjurkan melkukan sujud sahwi berdasarkan riwayat ari tabiin:

“ dari Hasan (al-Bashiri) terkait orannggg yang lupa qunut dalam shalat subuh:
“ baginya dua kali sujud sahwi”.(H.R. al-Baiihaqi).

15
Al-futuhat ar-rabbaniyyah ‘ala al-adzkar an-nawawiyah,ll/286

9
E. Menambahkan sayyidina dan dalilnya.
Rasulullah SAW adalah Sayyid, yaitu orang yang memiliki keunggulan dalam hal
kebaikan daripada orang lain. Hal ini tegasnya dalam hal berkut:
)‫ (رواه البخاري‬.‫انا سيد الناس‬
“aku sayyid manjusia.”(H.R. Bukhori)
) ‫ ( رواه مسلم‬.‫انا سيد ولد ادم‬
“aku sayyid keturunan adam.” (H.R. Muslim)
Dengan demikian jika kita menyebutkann gelar Sayyid di depan nama Nabi
Muhammad SAW, maka kita telah memosisikan beliau sebagaimana pengakuannya
sabagai sayyid. Inilah yang dimaksud ulama mutaakhirn sebagai etika kepadanya:
“disebutkan dari Syaikh ibn Abdissalam bahwa menambah gelar Sayyid dalam
shalatt didasari perbedaan pendapat, apakah yang utama mengikuti perintah Nabi
Muhammad SAW atau melaksanakan etika? Aku berkata: “ yang jelaas bagiku dan
uangn aku lakukan di dalam shalat atau lainnya adalah menyebut gelar Sayyiid”. 16
Dalam tahiyat ( atau shalawat ) yang diajarkan oleh Rasulullah SAW memang tidak ada
lafazh Sayyidina. Namun penambahan tersebut bukan berati tidak boleh.

Dalam hadist shohih Rasulullah SAW mengaku bahwa beliau adalah Sayyid.

Dalam hadist Bukhoru diriwayatkan bahwa

“ seorang sahabat di dalam shalat menambahkan bacaan Rabbana wa laka al-hamdu…. Selesai
shalat Nabi bertannya:”siapa yang mengucapkan kalimat tadi?” oranng itu menjawab:”saya”.
Nabi bersabda: “ saya melihat ada 30 malaikat lebih yang bergegas mncatatnya” (h.r. bukhari,
no 757).

Dari hadist ini, ahli hadist al- hafidz ibn hajar berkata:

“ hadist ini menunjukkan diperbolehkannya menambahkan bacaan yyang tidak ada di dalam
shalat, selama bacaan tersebut tidak bertentanngan dengan dengan riwayat nabi” ( fath al-bari
ll/287). Dan kita ketahui kata sayid dalam hadist-hadist nabi.

16
Yusuf Suharto, Fiqih dan Landasan Amaliyah,Malang;CV. Literasi Nusantara Abadi 2019. Hal 35

10
Dalil lainnya adlahh bacaan syahadat dalam tasyahhud oleh ibn umar ditambah:

“dalam kalimat syahadat salat, ibnu umar berkata: “ saya tabahkann bacaan wahdahu la
syarikalahu..”( abu dawud 826. Bahkan dinilai shohih oleh albani).

Denngann demikian diperbolehkan menambah kata sayyidina dalam tasyahud


sebagai bentuk menjaga etika kepada rasulullah saw ( ianatut thabiin l/197). 17

F. Bersalaman Setelah Shalat


Bersalaman setelah shalat adalah sesuatu yang di anjurkan dalam Islam karena bisa
menambah eratnya persaudaraan sesama umat Islam. Aktifitas ini sama sekali tidak
merusak shalat seseorang karena dilakukan setelah prosesi shalat selesai dengan
sempurna

  Imam al-Thahawi. ‫ب الصَّال ِة ُكلّهَا َو ِعن َد كلِّ لَقِ ٍّي‬ ْ ُ‫ت‬


َ ‫طلَبُ ْال ُم‬
َ ِ‫صاف َحة فَ ِه َي ُسنَّة َعق‬
Artinya: Bahwa bersalaman setelah shalat adalah sunah dan begitu juga setiap berjumpa
dengan sesama Muslim.

1. Hukum Bersalaman Setelah Shalat


Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan bahwa pada dasarnya bersalaman adalah
mubah (boleh) bahkan ada yang mengatakan sunnah karena hal itu dapat
memunculkan kecintaan dan kasih sayang serta menguatkan ikatan persaudaraan.

Dari Salman al Farisiy dari Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya seorang


muslim apabila bertemu dengan saudaranya lalu menjabat tangannya maka dosa-dosa
keduanya akan luruh sebagaimana rontoknya dedaunan dari pohon kering pada hari
bertiupnya angin kencang dan akan diampuni dosa keduanya walaupun dosa keduanya
seperti buih di lautan.” (HR. Ath Thabrani dengan sanadhasan)
Adapun bersalaman setelah selesai melaksanakan shalat maka tidak lah pernah ada
pada masa Nabi saw maupun pada masa Khulafaur Rasyidin, sedangkan hadits-hadits
menyebutkan bersalaman itu pada saat seseorang bertemu dengan saudaranya.

17
Yusuf Suharto, Fiqih dan Landasan Amaliyah,Malang;CV. Literasi Nusantara Abadi 2019. Hal 36

11
Oleh karena itu Ibn Taimiyah mengatakan bahwa hal itu (bersalaman setelah
shalat) adalah makruh akan tetapi al ‘Iz bin Abdissalam mengatakan bahwa ia adalah
mubah (boleh) dikarenakan tak ada satu pun dalil yang melarangnya. Namun Nawawi
mengatakan bahwa pada asalnya bersalaman adalah sunnah dan memelihara
bersalaman itu pada beberapa keadaan lainnya tidaklah mengeluarkannya dari sunnah

Sementara itu Syeikh Ibn Baaz mengatakan bahwa dianjurka nuntuk bersalaman
saat bertemu di masjid atau di shaff dan apabila tidak bersalaman sebelum
melaksanakan shalat maka mereka bisa bersalaman setelah melaksanakan shalat
sebagai bentuk pengimplementasian sunnah yang mulia serta untuk meneguhkan kasih
sayang dan menghilangkan permusuhan.

Akan tetapi apabila tidak bersalaman sebelum shalat fardhu maka disyariatkan
baginya untuk bersalaman setelahnya atau setelah mengucapkan dzikir-dzikir yang
disyariatkan.

Bersalaman atau berjabat tangandalam Islam sejatinya disyariatkan bagi kaum


muslimin ketika saling bertemu.Salaman atau jabat tangan seorang muslim ketika
bertemu dengan muslim lainnya yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh dengan rasa
kasih sayang dapat menggugurkan dosa masing-masing. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya seorang mukmin yang apabila bertemu dengan mukmin lainnya
mengucapkan salam dan mengambil tangannya untuk berjabat tangan, maka pasti
akan gugur dosa-dosa mereka berdua, sebagaimana gugurnya daun dari pohonnya.

G. Zikir Secara Zahir Setelah Shalat


Adapun doa dan zikir berjamaah memiliki keutamaan tersendiri. Rasulullah
SAW menyebut kehadiran malaikat, kedatangan rahmat, munculnya ketenteraman, dan
pujian Allah SWT. Keutamaan ini dikemukakan dalam hadits riwayat Imam Muslim
berikutini:
“Dari Abi Hurairah RA danA bi Said Al-Khudri RA bahwa keduanya telah
menyaksikan Nabi SAW bersabda, ‘Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir
kepada Allah ‘azzawajalla kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat

12
menyelimuti mereka, dan ketenangan turun di hati mereka, dan Allah menyebut
(memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di sii-Nya.” (HR. Muslim).
Zikir dan doa berjamaah dapat dilakukan oleh imam shalat yang kemudian diikuti
oleh makmum. Tetapi zikir dan doa berjamaah ini dapat juga dipimpin oleh salah
seorang makmum yang kemudian diikuti oleh imam shalat dan makmumlainnya. Zikir
dan doa di waktu salam atau setelah shalat wajib lima waktu dibaca dengan suara
perlahan (sirr) jika dilakukan sendiri. Tetapi zikir dan doa dibaca dengan suara lantang
(jahar) jika dilakukan secara berjamaah sekadar terdengar oleh mereka sebagaimana
keterangan Syekh M Nawawi Banten berikut ini.
Doa dibaca perlahan (sirr) pada keduanya (tengah malam atau setelah shalat
wajib), tetapi dibaca lantang (jahar) oleh imam yang ingin ‘mengajarkan’ paramakmum.
Kalau mereka ‘mempelajarinya’, maka doa dibaca perlahan (sirr). Demikian pandangan
Syekhul Islam Abu Zakaria Al-Anshori dalam Fathul Wahhab.
Kami menyarankan zikir dan doa berjamaah dibaca lantang sekadar terdengar oleh
jamaah. Jangan sampai zikir dan doa dibaca terlalu lantang sehingga mengganggu
konsentrasi orang yang sedang shalat di dalam area tersebut.

Kesimpulan

13
Membaca syair atau pujian sebelum pelaksanaan shalat jama’ah, adalah perbuatan
yang boleh dan tidak bertentangan dengan ajaran islam. , apabila dalam syair tadi
mengandung pujian yang benar, petuah -petuah, etika, atau ilmu-ilmu yang bermanfaat
adalah boleh.

para ulama tetep mewajibkan niat yang ada di hati. Karena, pelafazan niat tidak
bias disebut sebagai bid’ah yang mengganti tempat niat dari hati kemulut.

Sholat adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap muslim dan muslimin dan
kita juga harus melakukan amalan-amalan solat yang ada.

14

Anda mungkin juga menyukai