Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FIQH KONTEMPORER

“PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT ISLAM”


(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Kontemporer)

Disusun Oleh :
Nuriyah Nazilah ( 20201930411003)
Dosen Pengampu :
Ahmad Washil S.Ag
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN KALIJAGA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat limpahan karuniaNya saya dapat
menyelesaikan makalah mta kuliah Fqh Kontemporer dengan judul “PERNIKAHAN BEDA AGAMA
MENURUT ISLAM”
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak yang termasuk
saya dalam pengerjaan makalah ini. Karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada rekan-rekan sekalian serta kepada Bapak Washil selaku dosen pengampu mata
kuliah Fiqh Kontemporer yang selalu memotivasi saya dalam mengerjakan makalah ini.
Dalam Penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapatnya kekurangan dalam
pengerjaannnya. Untuk itu penulis mengharapakan kritik serta saran yang membangun demi
perbaikan kedepannya.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat menjadi berkat dan bermanfaat bagi kita
semuanya

Malang , 16 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………..1
DAFTAR ISI…………………………………………….………2
BAB I PENDAHULUAN
(1) LATAR BELAKANG
(2) RUMUSAN MASALAH
(3) TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
(1) APA PENGERTIAN PERKAWINAN BEDA AGAMA?
(2) BAGAIMANA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI NEGARA INDONESIA?
(3) BAGAIMANA PERSPEKTIF PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM ILMU FIQH?
BAB III PENUTUP
(1) KESIMPULAN
(2) DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan manusa diciptkan sebagai laki-laki dan perempuan yang berpasang
pasangan. Dalam islam, menikah merupakan salah satu bentuk ibadah yang dilakukan oleh
sepasang laki-laki dn perempuan. Perihal rukun dan syarat pernkahan juga telah diatur oleh isam
maupun Negara. Pengertian perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan ujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Berdasarkan pengertin perkawinan yang
diatur dalam UU No. 1 ahun 1974 mka dapat dijabarkan bahwa perkawinan tidk hanay terdpat
ikataan lahir dan batin antara suami dan istri melainkan jga ada ikatan rohani untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Perjanjian slam
perkawinan ini merupakan perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan.
Pegertianperkawinan juga dapat di ambl dari UU pasa 1 yakni ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanitasebaga suami istri, menurut saleh (1992) “dengan ikatan lahir
dimaksudkan bahwa perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau iktna batin
saja tetati kedua-duanya suatu ikatahn lahir adalalah ikatan yang dapat dilihat, yaitu adanta suatu
hubungan hokum antara seorang pria dan wanita hidup bersama. Ssebagai suami istri yang dapaat
disebut dengan ikatan yang formal. Hubungan formal ini mengiatan bagi dirinya, maupun bgi orang
lain tau masyrakat.
Iktan batin juga merupakan hubungan yang tidak formal, suatu ikatan yang tdak dapat
dilihat, tetapi harus ada karena anpa adanya iktana atin, ikatan lahir akan menjadi rapuh. Dari sini
dapat disebut bahwa perkawinan unya aspek yuridis, social, religious. Aspek yuridis terdapt ikatan
lahir atau formal yng merupakan suatu hubungan hokum antar suami istrii, sementara hbungan
yang mengikat diri mereka maupun orang lain atau masyarakat merupakan aspek social dari
perkawinan, aspek religious berdasarkan ketuhanan yang maha esa sebagai dasar pembentukan
keluarga yg bahagia dan kekal.
Sudah dinyatakan dalam penjelasan UU pasal 1 bahwa perkawinan adallah sebagi Negara
yang berdasarkan pancasila dimana sila 1 ialah ketuhanan yang maha esa, maka perkawinan
mempunya hubungan yang erat sekali dengan agama dan kerohanian sehingga perkawinan bukan
saja mempunayi unsur lahir jasmani tetapi unsur batin atau rohani juga punya peran penting
Perkawinan beda agama dindonesia diatur oleh ordonansi perkawinan campuran
staatsbald 1898 no.158 pada waktu itu, perkawinan beda agama termasuk perihal perkawinan
capuran. Pasa; 1 ordonansi perkawinan campuran menjelaskan “ yang dinamakan campuran ialan
perkawinan antara orang-orang dindonesia yang tunduk pada hokum yang berlainan” didalam
peraturan orodonansi tersebut memerbolehkan adanya perkawinan bed agama yang tercantum
pada pasa 7 yang berbnyi “perbedaan agama, suku, atau keturunan sama skelai bukanlah menjadi
halangan untuk perkawinan.
BAB II
RUMUSAN MASALAH :

(A) APA PENGERTIAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DIDALAM ISLAM?

(B) BAGAIMANA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI NEGARA INDONESIA?

(C) BAGAIMANA PERSPEKTIF PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM ILMU FIQH YANG
KONVENSIONAL?
TUJUAN PENULISAN :
(1) Agar mahasiswa lebih jauh mengenal tentang perkawinan yang berbeda agama menurut
pandangan islam
(2) Agar mahasiswa dapat memahami hokum fiqh mengenai perkawinan beda agama

BAB II

PEMBAHASAN
A. APA PENGERTIAN PERKAWINAN BEDA AGAMA?

Meski tidak ada rumusan pasti tentang Perkawinan antar-agama dalam UU Perkawinan, kita
bisa merujuk pada berbagai definisi para sarjana. Pertama, menurut Rusli dan R. Tama, perkawinan
antar-agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita yang, karena berbeda agama,
menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan tentang syarat-syarat dan tata cara
pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing, dengan tujuan untuk
membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.Kedua, menurut
Ketut Mandra dan Ketut Artadi, perkawinan antar-agama adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan wanita yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaan
agamanya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketiga, menurut Abdurrahman, perkawinan antar-
agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang memeluk agama dan
kepercayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya.Dari pengertian di atas, menurut hemat
penulis, perkawinan antar-agama merupakan hubungan dua insan yang berbeda keyakinan dan
diikat dalam satu pertalian yaitu perkawinan. Ada dua unsur pokok yang harus ada dalam definisi
perkawinan antar-agama, yaitu keyakinan atau memeluk agama yang berbeda dan diikat dalam
suatu hubungan perkawinan.
Didalam al-quran dan hadist perkwinan dengan beda keyakinan masih diperdebatkan, meski
terdapat pengecualian untu ahli kitab. Hal ini disebutkan dalam beberapa ayat dalam alquran, yakni
surat al-baqaah ayat 221 “ ‫ت َحىّٰت يُ ْؤ ِم َّن ۗ َواَل ََمةٌ ُّم ْؤ ِمنَةٌ َخْيٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَ ْو‬ ِ ‫واَل َتْن ِكحوا الْم ْش ِر ٰك‬
ُ ُ َ
ۤ
َ ‫اَ ْع َجبَْت ُك ْم ۚ َواَل ُتْن ِك ُحوا الْ ُم ْش ِركِنْي َ َحىّٰت يُ ْؤ ِمُن ْوا ۗ َولَ َعْب ٌد ُّم ْؤ ِم ٌن َخْيٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر ٍك َّولَ ْو اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اُوٰل ِٕى‬
‫ك‬
ِ ‫يَ ْدعُ ْو َن اِىَل النَّا ِر ۖ َوال ٰلّهُ يَ ْدعُ ْٓوا اِىَل اجْلَن َِّة َوالْ َم ْغ ِفَر ِة بِاِ ْذنِ ٖۚه َويَُبنِّي ُ اٰيٰتِهٖ لِلن‬
ࣖ ‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم َيتَ َذ َّك ُر ْو َن‬
Artinya “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang
beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik
daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”
Dari Ayat tersebut menjelaskan bahwa; orang musyrik dan kafir tidak boleh dinikahi oleh orang
Muslim, demikian pula Ahl Kitab pada zaman sekarang, karena dianggap melenceng dari ayat
tersebut. Pada zaman dulu mereka sudah mengakui bahwa Nabi Isa sebagai anak Allah (untuk
orang Nasrani) dan Uzair sebagai anak Allah (untuk orang Yahudi), artinya mereka sudah kafir.
Maka Ahl Kitab tidak diperkenankan menikahi wanita mukmin, demikian pula sebaliknya pria
mukmin tidak boleh menikahi Ahl Kitab.

Ayat lain yang menerangan tentang musyrik yakni surat al bayyinah ayat 1 : ‫مَل مۡ يَ ُك ِن الَّ ِذ ۡي َن‬
ُ‫ٰب َوا ۡل ُم ۡشِركِ ۡي َن ُم ۡنَف ِّك ۡيَن َحىّٰت تَ ۡاتَِي ُه ُم ا ۡلَبِّينَة‬
ِ ‫َك َفر ۡ او ِم ۡناَ ۡهِل ا ۡل ِكت‬
ُ Yang Artinya “Orang-orang yang
kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka)
sampai datang kepada mereka bukti yang nyata”. Dari beberapa ayat tersebut dapat ditarik benang
merah bahwa janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik, selama mereka masih berada
dalam kemusyrikatannya. Dalam perspektif historisnya, asbab al-nuzul surat Al-Baqarah 221
tersebut menjadi polemik di kalangan ahli tafsir al-Qur'an dari generasi ke genarasi. Hal ini dipicu
oleh adanya dua periwayatan yang berbeda mengenai sebab turunnya ayat tersebut. Yakni , Ibnu al-
Munzhir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi dari Muqatil meriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan
berkaitan dengan kasus Abu Martsad al-Ghanawi atau Martsad bin Abi Martsad, seorang laki-laki
anggota persekutuan Bani Hasyim yang diutus Rasulullah ke Makkah untuk membantu
mengevakuasi orang-orang Muslim secara rahasia. Dahulu, ketika masih jahiliyah (di Makkah), ia
memeliki seorang kekasih bernama Inaq. Tapi, setelah masuk Islam Martsad meninggalkan
kekasihnya tersebut. Pada suatu saat, kekasihnya mendatangi Martsad dan menanyakan alasan
mengapa ia meninggalkannya. Martsad menjawabnya dengan mengatakan bahwa Islam melarang
hubungan kita sambil menegaskan bahwa ia akan meminta izin pada Rasulullah untuk
mengawininya. Mendengar jawaban itu, Inaq kecewa, menjerit, dan datanglah orang-orang
memukuli Martsad dengan pukulan keras lalu membiarkannya pergi. Setelah menyelesaikan
tugasnya di Makkah dia menghadap rasulullah saw. Dan meinta izin untuk mengawini inaq. Lalu

: ‫َّخ ُذ ْوا َع ُد ِّو ْي َو َع ُد َّو ُك ْم‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّها الَّ ِذين اٰمُنوا اَل َتت‬
turunlah ayat ini, yakn surat al mumtahanah ayat 1
ْ َ َْ َ
‫الر ُس ْو َل َواِيَّا ُك ْم اَ ْن ُت ْؤ ِمُن ْوا بِال ٰلّ ِه‬ ِّ ۚ َ‫اَْولِيَاۤءَ ُت ْل ُق ْو َن اِلَْي ِه ْم بِالْ َم َو َّد ِة َوقَ ْد َك َف ُر ْوا مِب َا َجاۤءَ ُك ْم ِّم َن احْل‬
َّ ‫ق خُيْ ِر ُج ْو َن‬
‫ضايِت ْ تُ ِسُّر ْو َن اِلَْي ِه ْم بِالْ َم َو َّد ِة َواَنَ ۠ا اَ ْعلَ ُم مِب َٓا اَ ْخ َفْيتُ ْم‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َربِّ ُك ۗ ْما ْن ُكْنتُ ْم َخَر ْجتُ ْم ج َه ًادا يِف ْ َسبِْيل ْي َوابْتغَاۤءَ َم ْر‬
‫السبِْي ِل‬ ِ
َّ َ‫ض َّل َس َواۤء‬ َ ‫َو َمٓا اَ ْعلَْنتُ ۗ ْم َو َم ْن يَّ ْف َع ْلهُ مْن ُك ْم َف َق ْد‬
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan
musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita
Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman kepada
Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-
Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita
Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang, dan Aku lebih mengetahui apa yang kamu
sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya,
maka sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” Surat al-mutahanah ini mengisyaratkan
bahwa adanya larangan meneruskan tali perkawinan dengan wanita musyrik dan kafir, yangat itu
masih dalam ikatan laki-laki muslim. Ada juga ayat lain yang menjelaskan mengenai perkawinan ini
yakni turunnya ayat surat al maidah ayat 5 :

‫ٰت ِم َن‬ ‫ن‬ ‫ص‬ ‫ح‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫م‬ ‫هَّل‬ ‫ل‬ ِ ‫ت وطَعام الَّ ِذين اُوتُوا الْ ِكتٰب ِحلٌّ لَّ ُكم ۖ وطَعام ُكم‬
‫ح‬ ُ ۗ ‫الْيوم ا ِحل لكم الطَّيب‬
ُ َ ْ ُ َ ُْ ْ ۖ ٌّ ْ َُ َْ َ ْ َ ْ ُ َ َ ِّٰ ُ ُ َ َّ ُ َ ْ َ َ
ِِ ِِ ِ ِ ِ ‫ٰت والْمحصنٰت ِمن الَّ ِذين اُوتوا الْ ِكت‬
َ ‫ٰب م ْن َقْبل ُك ْم ا َذٓا اَٰتْيتُ ُم ْو ُه َّن اُ ُج ْو َر ُه َّن حُمْصننْي َ َغْيَر ُم َسافحنْي‬ َ ُ ْ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ ِ ‫الْ ُم ْؤ ِمن‬
ࣖ ‫ان َف َق ْد َحبِ َط َع َملُ ٗه َۖو ُه َو ىِف ااْل ٰ ِخَر ِة ِم َن اخْل ِٰس ِريْ َن‬ ٓ ِِ
ِ َ‫ي اَخ َدا ۗ ٍنومن يَّ ْك ُفر بِااْلِ مْي‬
ْ ْ َ َ ْ ْ ‫َواَل ُمتَّخذ‬
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli
Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi)
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman
dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan
maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah
beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
Dari ayat di atas bisa disimpulkan bahwa wanita Muslimah tidak boleh menikah dengan pria
non-Muslim, termasuk dengan Ahl Kitab. Pria Muslim pun tidak boleh menikahi wanita
kafir/musyrik, tapi pria Muslim boleh menikahi wanita Ahl Kitab. Ahl kitab adalah penganut agama
Yahudi dan Nasrani (Kristen).

B. BAGAIMANA PERKAWINAN BEDA AGAMA DI NEGARA INDONESIA?


Perbedaan keyakinan bisa terjadi sebelum, selama, dan sesudah perkawinan. Perbedaan agama
sebelum perkawinan yang berlanjut saat perkawinan akan berakibat pada perdebatan sah tidaknya
perkawinan itu. Sementara perbedaan agama yang muncul selama membina dan menjalankan
rumah tangga, bisa menimbulkan kontroversi pada soal pembatalan perkawinan yang
bersangkutan.Undang-Undang perkawinan relatif jelas menolak kebolehan orang berbeda agama
untuk melangsungkan perkawinan, karena dianggap sah apabila kedua mempelai tunduk pada
suatu hukum yang tidak ada larangan pernikahan dalam agamanya, hal ini tidak berarti lepas dari
masalah. Sebaliknya, ia mengundang berbagai penafsiran.
Penafsiran terhadap ketentuan itu akan memunculkan :. Pertama, tafsiran bahwa perkawinan
beda agama merupakan pelanggaran terhadap UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 1 pasal 8 f, yang
menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam penjelasan UU ditegaskan bahwa dengan perumusan
pasal 2 ayat 1 tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu.
Kedua, perkawinan antar-agama itu sah dan dapat dilangsungkan karena telah tercakup
dalam perkawinan campuran. Alasannya, pasal 57 tentang perkawinan campuran yang
menitikberatkan pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan. Ini berarti
pasal ini mengatur perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan juga mengatur
dua orang yang berbeda agama.
Ketiga, perkawinan antar-agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, sehingga
berdasarkan pasal 66 UU No. 1/1974, persoalan perkawinan beda agama dapat dirujuk pada
peraturan perkawinan campuran, karena belum diatur dalam undang-undang perkawinan.
Secara normatif, perkawinan beda agama dalam KHI dibagi menjadi tiga.Pertama,
perbedaan agama sebagai kekurangan syarat perkawinan. Perbedaan agama yang terjadi dan
diketahui sebelum akad nikah diatur dalam bab VI mengenai Larangan Kawin (Pasal 40 dan 44),
serta bab X mengenai Pencegahan Perkawinan (Pasal 61). Seorang pria dilarang melangsungkan
perkawinan dengan wanita yang tidak beragama Islam (Pasal 40 c), sementara seorang wanita
Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam (Pasal
44). Memang bagian ini secara harfiah terpisah dari ketentuan mengenai rukun dan syarat
perkawinan, namun pasal 18 menjelaskan bahwa sesungguhnya bab VI ini memiliki hubungan
dengan bab IV bagian kedua mengenai calon mempelai.
Kedua, perbedaan agama sebagai alasan pencegahan perkawinan. Pencegahan tidaklah
memiliki konsekuensi bagi absah tidaknya pernikahan, karena tidak/belumterjadi akad nikah
(Pasal 61), pencegahan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam daerah hukum di mana
perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan kepada PPN setempat (Pasal 65). Yang
dapat mengajukan pencegahan adalah keluarga dalam garis keturunan ke bawah, saudara, wali
nikah, wali pengampu dari pihak mempelai (Pasal 62). Suami atau istri yang masih terikat dalam
perkawinan dengan salah satu calon mempelai dapat mengajukan pencegahan perkawinan (pasal
63). Bahkan, pejabat yang bertugas mengawasi perkawinan berkewajiban mencegah perkawinan
bila rukun dan syarat perkawinan tidak terpenuhi (Pasal 64).
Ketiga, beda agama sebagai alasan pembatalan perkawinan. Pasal 75 bagian dari pasal-
pasal yang mengatur tentang pembatalan perkawinan, yang salah satu alasan pembatalannya
adalah “salah satu dari suami istri murtad”. Keputusan pembatalan perkawinan karena alasan salah
satu dari suami istri murtad, tidak berlaku surut.
Dari beberapa penjelasan konstitusi Negara bahwa perkawinan berbeda agama dilarang
atau tidak diperbolehkan, karena tadi adanya perbedaan yang tidak bisa disatukan dalam satu
kesatuan yakni berumah tangga.
C. BAGAIMANA PERSPEKTIF PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM ILMU FIQH YANG
KONVENSIONAL ?
Dalam memahami perkawinan antara wanita Muslim dengan pria non-Muslim, ulama sepakat
bahwasanya hukumnya haram, tetapi perkawinan antara pria Muslim dengan wanita non-Muslim
ulama berbeda pendapat, hal ini disebabkan perbedaan penafsiran terhadap ayat al-Qur’an
tersebut.
Ada tiga pendapat yang berkembang di kalangan ulama dalam menafsirkan ayat di atas, yaitu
mengenai lelaki Muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Pendapat pertama menyatakan bahwa bahwa
lelaki Muslim haram menikahi wanita Ahli Kitab. Pendapat ini dikemukakan oleh Abdullah ibn
Umar dengan menggunakan penafsiran terhadap surat al-Baqarah ayat 221, yang menyatakan
bahwa wanita Ahli Kitab dari kalangan Nasrani dan Yahudi adalah termasuk golongan Musyrik
karena menuhankan Isa ibn Maryam dan Uzer. Dengan demikian, mereka tidak halal dinikahi
karena orang musyrik haram dinikahi.
Pendapat kedua dikemukakan oleh Atha’ bin Rabbah. Ia menyatakan bahwa mengawini Ahli
Kitab adalah rukhsah, karena saat itu wanita muslimah sangat sedikit. Sedangkan sekarang wanita
muslimah telah banyak, oleh karenanya mengawini wanita Ahli Kitab tidak diperlukan lagi dan
otomatis hilanglah rukhsah untuk mengawininya
Pendapat ketiga dikemukakan oleh jumhur ulama yang membolehkan mengawini wanita Ahli
Kitab berdasarkan firman Allah dalam surat al-Ma’idah ayat 5 tersebut, sedangkan yang termasuk
Ahli Kitab adalah wanita-wanita dari kalangan Yahudi dan Nasrani.
Dari beberapa pendapat di atas perlu adanya pengidentifikasian siapa yang sebenarnya yang
dikategorikan oleh al-Qur’an sebagai orang musyrik, yang kemudian haram dikawini oleh orang
Islam. Dikatakan musyrik bukan hanya mempersekutukan Allah melainkan juga tidak memercayai
salah satu dari kitab-kitab samawi, baik yang telah terdapat penyimpangan ataupun yang masih
asli, serta tidak seorang nabi pun yang meraka percayai. Adapun Ahli Kitab adalah orang yang
memercayai salah seorang nabi dari nabi-nabi dan salah satu kitab dari kitab-kitab samawi, baik
sudah terjadi penyimpangan pada mereka dalam bidang akidah dan amalan.
Menurut pandangan ulama di zaman modern ini, seorang pakar seperti Rasyid Ridha, murid
Imam Muhammad Abduh, menegaskan bahwa Majusi, Sabian, Hindu, Buddha, Konfucius, Shinto,
dan agama-agama lain dapat dikategorikan sebagai Ahli Kitab. Ridha menfatwakan bahwa laki-laki
Muslim yang diharamkan oleh Allah menikah dengan perempuan-perempuan musyrik dalam surat
al-Baqarah ayat 221 adalah perempuan musyrik Arab masa lalu. Itulah pendapat mufasir Ibn Jarir
al-Thabari. Sedangkan orang-orang Majusi, Sabian, penyembah berhala di India, Cina dan yang
semacamnya, seperti orang Jepang adalah Ahli Kitab, yang mengandung paham monoteisme sampai
sekarang. Karena itu, halal menikahi perempuan-perempuan mereka.
Dari perspektif ulama’ diatas ita kembali pada masa sekarang ykni fiqh kontemporer, munkin
aka nada beberapa manusia yang dirasa boleh menikah berbeda agama, ada juga yng merasa tidak
boleh menikah berbeda agama. Dengan bgitu fiqh kontemporer mempermudah dengan sebaiknya
tidak boleh menikah dengan berbeda agama karena nantinya akan tidak harmonis juga karena
tidak satu frekuensi bathinnya.
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Bis ditarik kesimpulan bahwa islam melarang pernikahan beda agama yang mana sudah di
nash-kan dalam alquran surat al-baqarah ayat 221. Dan juga sudah ditetapkan pada hukum0hkum
Negara UU Pasal 10 No. 9 Tahun 1975.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Alyasa, Perkawinan Muslim dengan Non-Muslim (Negro Aceh


Darussalam: Dinas Syari’at Islam, 2008)
Al Jabry, Abdul Mutaal Muhammad, Pernikahan Campuran Menurut Pandangan
Islam, terj. Achmad Sathori (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988)
Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul (Kairo: Dar al-Ittih}ad al-‘Arabi li al-Tab’ah, 1968)
Anwar,Khairil, “Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif Indonesia”,
(www.Makalahnet.Blagspot.com, diakses 1 OKTOBER 2021).
M. Karsayuda, Perkawinan Beda Agama (Yogyakarta: Total Media, 2006)
Madjid , Nurcholis, dkk. Fiqih Lintas Agama (Jakarta: PARAMADINA, 2004)

Anda mungkin juga menyukai