Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TAFSIR AHKAM TENTANG KIBLAT


Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Tafsir Ahkam

Dosen pembimbing :

Ahmad Dzulfatah Yasin, MA

Disusun oleh :

Achmad Satibie Ramadhon (17111227)

Muhamad Syamsul Ma’arif (171111252)

Salaful Amin (17111260)

FAKULTAS SYARI’AH

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2018 / 2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu terlimpah kehadirat Allah ‘Azza Wa Jalla, karena berkah dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Tafsir Ayat-Ayat
Tentang Kiblat”. Makalah ini dibuat sehubung dengan tugas mata kuliah Tafsir Ahkam
yang diberikan dosen untuk memenuhi nilai mata kuliah Tafsir ahkam.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan


dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritikan dan saran
yang positif dan saran yang positif dan sifatnya membangun motivasi dan semangat
kami untuk terus memperbaiki makalah ini di kemudian hari.

Dengan diselesaikannya makalah ini, maka berharap dapat memenuhi syarat


penilaian tugas dan dapat bermanfaat bagi kami pribadi serta siapapun yang
membacanya

Jakarta, September 2018

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................4

1.4 Manfaat penulisan..........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Tafsir QS. Al Baqarah: 142...........................................................................................5

2.2 Tafsir QS. Al Baqarah 143.............................................................................................9

2.3 Tafsir QS. Al Baqarah: 144.........................................................................................12

2.4 Tafsir QS. Al Baqarah: 148.........................................................................................14

2.5 Tafsir QS. Al Baqarah : 150........................................................................................16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................18

3.2 Saran............................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kiblat adalah arah menuju Ka'bah. Bagi orang islam menghadap kiblat adalah
keharusan saat akan melaksanakan sholat, karena Menghadap kiblat adalah salah satu syarat
sebelum melaksanakan sholat.

Sehubungan dengan peristiwa berikut, ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi


wasallam memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, kaum Musyrikin Mekkah
berkata: "Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah kiblatnya ke
arah kiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya.

Pada waktu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. berada di Mekkah di


tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17
bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau
diperintahkan oleh Allah untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk
memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah
itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Alloh. Untuk persatuan Umat islam,
maka Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memeberikan kejelasan serta menghindari meluasnya pembahasan, maka


dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

 Bagaimana para mufasir menafsirkan ayat ayat tentang kiblat?


 Bagaimana Alquran menjelaskan tentang pemindahan arah kiblat?
 Bagaiman cara melakukan shalat menghadap ke ka’bah dari tempat jauh?
1.3 Tujuan Penulis

 Makalah ini disusun dengan memiliki tujuan yaitu :


 1. Memahami kandungan ayat berdasarkan pemahaman para mufasir
 2. Mengetahui asal usul pemindahan arah kiblat

1.4 Manfaat Penulisan


Kita sebagai mahasiswa yang mempelajari ilmu alquran secara khusus dapat
memahami ayat ayat tentang sejarah pemindahan arah kiblat

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tafsir QS. Al Baqarah: 142

ُ ‫علَ ْي َهاۚقُ ْل ِ َّّلِلِ ْال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِر‬


‫بۚ يَ ْهدِي َم ْن يَشَا ُء‬ َ ‫ع ْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِي َكانُوا‬
َ ‫اس َم َاو ََّّل ُه ْم‬
ِ َّ‫سفَ َها ُء ِمنَ الن‬ ُّ ‫سيَقُو ُل ال‬
َ
‫ص َراطٍ ُم ْست َ ِق ٍيم‬ ِ ‫إِلَ ٰى‬

Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata:` Apakah yang
memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah
berkiblat kepadanya?`Katakanlah:` Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. `(QS. 2:142)

2.1.1 Syarah Tafsir Mufrodat

 {‫سيفَ َها ُء‬ ُّ ‫سي َيقُو ُل ال‬


َ } [Orang-orang yang kurang akalnya (yaitu orang-orang yang tidak
memiliki al-'Aql al-Khabari, cabang dari al-'Aql al-Kulli yang merupakan cabang dari
asma Allah al-'Alim, Maha Mengetahui) akan berkata]
 {‫ياس‬ ِ َّ‫}مينَ الن‬ ِ [Di antara manusia] yangk terhijab oleh gelapnya ta'ayyunât dari cahaya
wujud (nur al wujùd), akan melontarkan kata-kata yang bersumber dari jantung
kealpaan dan kebodohan mereka dengan maksud sebagai ejekan. Kata-kata itu
berbunyi
 {‫ه ْم‬ ُ ‫ياو ََّّل‬َ ‫‘[ } َمي‬Apakah yang memalingkan mereka], yang mengalihkan arah shalat
orang-orang Mukmin,
 {‫علَ ْي َهيا‬ َ ‫ين قِ ْبلَيتِ ِه ُم الَّتِيي َكانُوا‬
ْ ‫ع‬َ } [dari kiblat yang dulu mereka telah berkiblat Padanya],
padahal kiblat itu (Baitul Maqdis) adalah kiblat orang-orang yang mereka anggap
sebagai panutan mereka dalam beragama?’
 Maka {‫يل‬ ْ ُ‫[ }ق‬Katakanlah] kepada mereka, wahai Rasul yang paling sempurna, untuk
memperingatkan serta membimbing mereka, dengan menggunakan gaya bahasa at
tauhid adz-dzátiy (Tauhid Dzat Allah) setelah tauhid jenis ini tersingkap di
hadapanmu
َّ ِ [Kepunyaan Allah-lah]-yang suci dari dimensi tempat dan arah, namun Dia
 {ِ‫}ّلِل‬
bertajalli di dalam dimensi itu
 {‫ب‬ ُ ‫}ال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِر‬
ْ [timur dan barat]. Dia memiliki segenap waktu (az-zaman), tempat
(al-makan), dan arah (al-jihah), ketiga hal ini merupakan tempat mazhhar Dzat-Nya
serta tempat tajalli semua asma dan sifat-sifat- Nya.
 {‫[ }يَ ْهدِي‬Dia memberi petunjuk] dengan cinta-Nya yang bersifat dzati

 Kepada {‫[ } َم ْن يَشَا ُء‬siapapun yang dikehendaki-Nya] di antara hamba-hamba-Nya


yang bertawajuh kepada-Nya

5
ِ ‫[ }إِلَ ٰيى‬ke jalan yang lurus] yang akan menghantarkan hamba kepada
ٍ ‫ص َيراطٍ ُمسْيت َ ِق‬
 {‫يم‬
Dzat Allah di tempat, arah, dan waktu yang manapun karena Allah Maha Meliputi
segala sesuatu.

Ayat ini diturunkan di Madinah berkenaan dengan pemindahan kiblat kaum muslimin
dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke Baitullah (Masjidil Haram). Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wassalam. serta kaum muslimin ketika masih berada di
Mekkah shalat menghadap Baitul Maqdis sebagaimana yang dilakukan oleh nabi-nabi
sebelumnya, akan tetapi beliau mempunyai keinginan dan harapan agar kiblat tersebut pindah
ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram di Mekah. Sebab itu, beliau berusaha menghimpun
kedua kiblat itu dengan cara menghadap ke Ka’bah dan Baitul Maqdis sekaligus, dengan
mengerjakan shalat di sebelah selatan Ka’bah menghadap ke utara, karena Baitul Maqdis
juga terletak di utara.

Setelah beliau berhijrah ke Madinah tentulah tidak mungkin lagi untuk berbuat
demikian karena Ka’bah tidak terletak di utara kota Madinah, tidak lagi dalam satu arah
dengan Baitul Maqdis. Dengan demikian beliau setelah berada di Madinah hanyalah
menghadap Baitul Maqdis saja ketika shalat hal itu berlangsung selama 16atau 17 bulan, dan
beliau berdoa agar Allah menetapkan Ka’bah menjadi kiblat sebagai pengganti Baitul
Maqdis. Beliau menengadahkan wajahnya ke langit menantikan wahyu dari Alah swt. dengan
penuh harapan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebagai salah seorang hamba Allah
yang berbudi luhur dan berserah diri kepada Allah subhanahu wata’alaa. Tidak lama
kemudian, turunlah ayat ini yang memerintahkan perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke
Ka’bah. Dan ayat ini diturunkan pada bulan Rajab tahun kedua hijriah. Ayat ini sekaligus
merupakan jawaban terhadap ejekan kaum musyrikin dan terhadap keingkaran orang-orang
Yahudi, dan kaum munafikin atas kepindahan kiblat tersebut.

Orang-orang yang mengingkari dan mengejek perpindahan kiblat tersebut, oleh ayat
ini dinamakan sebagai "orang-orang yang kurang akal" karena tidak mengetahui persoalan-
persoalan yang pokok dalam masalah perpindahan kiblat itu namun mereka telah
mencelanya. Mereka tidak menyadari bahwa arah yang empat, yaitu timur, barat, utara dan
selatan semuanya adalah kepunyaan Allah subhanahuwata’ala. tidak ada keistimewaan yang
satu terhadap yang lain. Dengan demikian, apabila Allah memerintahkan hamba-Nya
menghadap ke salah satu arah dalam shalat, maka hal ini bukanlah disebabkan karena arah
tersebut lebih mulia dari yang lain, melainkan semata-mata untuk menguji kepatuhan mereka
kepada perintah dan peraturan Allah.

Kaum Yahudi, musyrikin dan munafikin yang mengingkari perpindahan kiblat


tersebut, disebut sebagai "orang-orang yang kurang akal (sufaha)". Menurut Az-Zujaj, yang
dimaksud dengan Sufaha dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik Arab. Menurut Mujahid
adalah para rahib Yahudi. Sedangkan menurut As-Saddi, mereka adalah orang-
orang munafik. Akan tetapi, makna ayat bersifat umum mencakup mereka semua. (Tafsir
Ibnu Katsir, Al-Imam abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Juz 2, Sinar Baru
algensindo, hal.2)
6
Mereka menanyakan alasan-alasan perpindahan itu. Dan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam. diperintahkan Allah untuk memberikan jawaban kepada mereka dengan
mengatakan bahwa semua arah kepunyaan Allah. Apabila Dia menentukan suatu kiblat bagi
kaum muslimin, maka hal itu adalah untuk mempersatukan mereka dalam beribadah. Hanya
saja orang-orang yang kurang akal telah menjadikan batu-batu dan bangunan-bangunan
tersebut sebagai pokok dasar dari agama. Padahal kelebihan dan keutamaan suatu arah
bukanlah karena zatnya sendiri, melainkan karena ia telah dipilih dan ditentukan Allah
subhanahu wata’ala.

Pada akhir ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menegaskan bahwa Allah memberikan
petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Maka siapa saja
yang patuh dan mentaati perintah Allah tentulah akan beroleh petunjuk-Nya untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebaliknya orang-orang yang ingkar dan kufur
terhadap agama-Nya tentulah tidak akan memperoleh petunjuk dan hidayah-Nya.

2.1.2 Asbabun nuzul:


 “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Ja’far berkata, telah
mengabarkan kepada kami Dzahir bin Ja’far berkata, telah mengabarkan kepada kami
al-Hasan Ibn Muhammad bin Mush’ab berkata, telah menceritakan kepada kami
Yahya bin Hakim berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Raja’
berkata, telah menceritakan kepada kami Isra’il dari Abi Ishak dari al-Bara’ berkata:
Ketika Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, beliau shalat menghadap ke arah
Bait al-Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Adapun Nabi Muhammad Saw menyukai
menghadap ke arah Ka’bah, kemudian Allah menurunkan ayat: {‫}قَدْن ََرىتَقَلُّبَ َوجْ ِه َك ِفىالسَّي َماء‬
sampai akhir ayat. dan orang-orang Yahudi berkata“Apakah yang memalingkan
mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Bait al-Maqdis) yang dahulu mereka telah
berkiblat kepadanya?” ‫—قلللهالمشييرقوالمغرب‬sampai akhir ayat. Diriwayatkan oleh al-
Bukhari dari Abdullah bin Raja’.
2.1.3 Hikmah Penafsiran Ayat

 Allah Swt mengabarkan kepada Nabi Muhammad Saw bahwa orang-orang yang
bodoh atau kurang akalnya dari orang-orang Yahudi akan menentang perpindahan
kiblat sebelum peristiwa tersebut terjadi. Hal ini menunjukkan mukjizat Nabi
Muhammad Saw tentang kebenaran risalah yang beliau bawa, karena mengabarkan
suatu perkara yang ghaib. Sebagaimana jawaban yang pasti, dan tidak dapat ditentang
lagi oleh penentangnya.
 Dengan demikian ayat yang dimaksud ditujukan kepada orang-orang Yahudi. Ayat ini
tidak menyebutkan secara tegas nama mereka, bertujuan memberi sifat al-sufaha
terhadap orang-orang Yahudi di sini, atau boleh jadi untuk memasukkan semua orang
yang tidak menerima Ka’bah sebagai kiblat, atau yang mencemooh Ka’bah dan
mencemooh umat Islam yng mengarah dan thawafdisana.

7
 Al-Qur’an membantah tuduhan orang-orang bodoh dari Yahudi, kaum musyrik dan
munafik dalam firman Allah Swt,

ِ َ‫يَ ْهدِى َم ْنيَشَآ ُءإِل‬، ُ‫}قُ ِِل ِللَّ ِه ْال َم ْش ِرقُ َو ْال َم ْغ ِرب‬
‫ قاَّلللهتعالى‬:{ ‫ىص َراطٍ ُّم ْستَ ِقي ٍْم‬

Yang menegaskan bahwa segala arah hanyalah milik Allah Swt, tidak diutamakan
arah yang satu dengan yang lainnya, dan tidak berhak salah satu arah tersebut
menyebut dirinya kiblat kecuali Allah Swtlah yang mengkhususkannya sebagai kiblat.
Maka bukanlah sebuah penentangan untuk berganti-ganti kiblat dari arah satu ke arah
yang lainnya. Karena Ibrahnya adalah menghadap kepada Allah Swt dengan hati dan
mengikuti segala perintahNya.

 Menghadap ke kiblat bertujuan mengarahkan umat Islam ke satu arah yang sama dan
jelas. Namun demikian Dia berwenang menetapkan apa yang dikehendakiNya
menjadi arah bagi manusia untuk menghadap kepada-Nya. Dia mengetahui hikmah
dan rahasia di balik penetapan itu, lalu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendakiNya ke jalan yang lurus. PetunjukNya untuk umat Islam adalah mengarah
ke Ka’bah.

Allah tidak menjelaskan mengapa Dia mengalihkan arah tersebut sehingga pada akhirnya
arah yang harus dituju dalam shalat adalah Ka’bah. Apa yang dikutip di atas dari pendapat al-
Thabari belum tentu benar. Boleh jadi pengalihan kiblat pertama kali dari Mekah ke Bait al-
Maqdis, karena ketika Nabi berhijrah, Ka’bah masih dipenuhi berhala dan kaum musyrik
Arab mengagungkan Ka’bah bersama berhala-berhala yang mereka tempatkan disana. Disisi
lain, tidak disebutkannya sebab pengalihan itu dalam jawaban yang diperintahkan Allah ini,
untuk memberi isyarat bahwa perintah-perintah Allah khususnya yang berkaitan dengan
ibadah mahdhah (murni) tidak harus dikaitkan dengan pengetahuan manusia tentang
sebabnya. Ia harus dipercaya dan di amalkan. Walaupun pasti ada sebab atau hikmah dibalik
itu. Setiap muslim diperintah untuk melaksanakannya, namun ia tidak dilarang untuk
bertanya atau berpikir guna menemukan jawabannya.

2.2 Tafsir QS. Al Baqarah 143

8
‫ش ِهيدًاۚ َو َما َج َع ْلنَا ْال ِق ْبلَةَ الَّتِي‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫سو ُل‬ َّ َ‫اس َو َي ُكون‬
ُ ‫الر‬ ِ َّ‫علَى الن‬ َ ‫ش َهدَا َء‬ ُ ‫طا ِلت َ ُكونُوا‬ ً ‫س‬ َ ‫َو َك ٰذَلِكَ َج َع ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬
‫علَى الَّذِينَ َهدَى‬ َ ‫يرة ً إِ ََّّل‬
َ ِ‫َت لَ َكب‬ َ ‫علَ ٰى‬
ْ ‫ع ِقبَ ْي ِهۚ َوإِ ْن َكان‬ َ ‫ب‬ ُ ‫سو َل ِم َّم ْن يَ ْنقَ ِل‬ َّ ‫علَ ْي َها إِ ََّّل ِلنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّبِ ُع‬
ُ ‫الر‬ َ َ‫ُك ْنت‬
‫اس لَ َر ُءوف َر ِحيم‬ ِ َّ‫ّللاَ بِالن‬ َّ ‫ُضي َع إِي َمانَ ُك ْمۚإِ َّن‬ ِ ‫ّللاُ ِلي‬ َّ َ‫ّللاُۚ َو َما َكان‬ َّ

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS.
2:143)

2.2.1 Syarah Tafsir Mufrodat

 { َ‫[ } َو َكي ٰذَلِك‬Dan seperti] halnya jalan lurus yang menghantarkan pada Dzat Kami yang
paling tegak dan pertengahan di antara semua jalan yang lain
 Maka {‫طا‬ ً ‫سي‬ َ ‫[ } َج َع ْلنَيا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬Kami (juga) menjadikan kalian umat “pertengahan"] yang
lurus dan layak menerima tanggung jawab khilafah dan niyâbah, termasuk tugas
mengurus semua masalah di tengah hamba-hamba Allah
 Yakni {‫ش َهدَا َء‬ ُ ‫[ } ِلت َ ُكونُوا‬agar kalian menjadi saksi] yang adil
 {‫اس‬ ِ َّ‫علَى الن‬ َ } [atas manusia] yang lalai bertawajuh kepada Kami.
 {‫[ } َو‬Dan] juga kami utus seorang rasul kepada kalian dari kalangan kalian sendiri
 Agar {‫ }يكون الرسول عليكم شيهيدا‬Rasul (itu) menjadi saksi atas kalian] dan menjaga kalian
dari jalan ifrath (berlebihan) dan tafrith (berkurang) yang kalian lakukan dalam
berbagai hal. Maka kalian harus selalu melaksanakan apa yang dibawa oleh rasul
kalian dari Rabb kalian itu agar kalian mendapat petunjuk kepada-Nya berupa jalan
yang lurus.
 {‫جعَ ْلنَا‬ َ ‫[ } َو َما‬Dan Kami tidak menetapkan], wahai Rasul yang paling sempurna
 {‫عل ْي َهيا‬َ َ َ‫[ } ْال ِق ْبلَيةَ الَّتِيي ُك ْنيت‬kiblat yang menjadi kiblatmu (dulu itu)] sebelum engkau
beralih darinya
 { ‫[ } إِ ََّّل ِلنَ ْعلَ َم‬melainkan agar Kami mengetahui] dan memisahkan
 {‫ين‬ ْ ‫سييو َل َمي‬ َّ ‫[ } يَتَّبِي ُع‬siapa yang mengikuti Rasul] yang menyampaikan petunjuk
ُ ‫الر‬
menujuk tauhid adz-dzât (Tauhid Dzat Allah
 {‫ب‬ ُ ‫[ } ِم َّم ْن يَ ْنقَ ِل‬dan siapa yang berbalik] kembali
 {‫ع ِقبَ ْي ِه‬ َ ‫علَ ٰى‬ َ } [ke belakang] sebelum sampai pada tauhid dzat Allah
 {‫َت‬ ْ ‫[ } َو ِإ ْن َكان‬Dan pada dasarnya] untuk mencapai tauhid adz-dzât itu
 {ً ‫يرة‬ َ ‫[ } لَ َك ِب‬amatlah berat] dan sulit
 {ُ‫ّللا‬َّ ‫علَيى الَّيذِينَ هَيدَى‬ َ ‫[ } إِ ََّّل‬kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah] menuju Dzat-Nya dengan melimpahkan taufik kepada mereka sehingga
beriman kepada orang yang membimbing mereka ke arah-Nya

9
َّ َ‫[ } َو َما َكان‬Dan Allah (yang menampakkan berbagai hal untuk kalian) tidak akan],
 {ُ‫ّللا‬
 {‫ُضيييي َع إِي َميييانَ ُك ْم‬
ِ ‫[ } ِلي‬menyia-nyiakan menyia-nyiakan iman kalian] setelah kalian
menerima taufik dari-Nya
 {‫ياس‬ ِ َّ‫ّللاَ بِالن‬
َّ ‫[ } إِ َّن‬Sesungguhnya Allah, terhadap manusia] yang beriman kepada Rasul
yang membimbing mereka menuju tauhid adz-dzât dan meyakini yang beliau bawa
dari Rabbnya
 {‫[ } لَ َر ُءوف‬Maha Pengasih], Maha Penyantun
 {‫[ } َر ِحييم‬Maha Penyayang] sehingga Dia selalu mengantar mereka kepada penciptaan
mereka dengan segala anugerah dan karunia-Nya

2.2.2 Pokok kandungan ayat

Umat Islam adalah umat yang mendapat petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala
sehingga mereka menjadi umat yang adil dan pilihan dan akan menjadi saksi atas keingkaran
orang-orang yang kafir. Umat Islam harus senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran
serta membela yang haq dan melenyapkan yang bathil.

Mereka dalam segala aspek persoalan hidup berada di tengah-tengah antara orang-orang
yang mementingkan kebendaan dalam penghidupannya seperti orang-orang
Yahudi, Musyrikin serta orang-orang yang tidak beragama, dan orang-orang yang hanya
mementingkan kerohanian saja seperti orang-orang Nasrani, Sabi'in dan orang-orang Hindu.

Dengan demikian maka umat Islam menjadi saksi yang adil dan terpilih atas keterlaluan
orang-orang yang bersandar pada kebendaan itu, yang melupakan hak-hak ketuhanan dan
cenderung kepada memuaskan hawa nafsu dan jadi saksi pula terhadap orang-orang yang
berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga melepaskannya dari segala kenikmatan jasmani

dengan menyiksa diri dan menahan dirinya dari kehidupan yang wajar. Maka umat Islam
menjadi saksi atas mereka semuanya karena sifatnya yang adil dan terpilih dan dalam
melaksanakan hidupnya sehari-hari.

Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam. menjadi saksi bagi umatnya bahwa
umatnya itu sebaik-baik umat yang diciptakan untuk memberi petunjuk kepada manusia
dengan amar ma’ruf dan nahi munkar. Kemudian Allah menjelaskan bahwa perubahan kiblat
dari Baitul Maqdis ke Ka’bah itu adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang
benar-benar beriman dan mengikuti perintah Rasul dan siapa pula yang lemah imannya
serta berbelok dari jalan yang lurus. Memang pemindahan kiblat itu dirasakan sangat berat
oleh orang yang fanatik kepada kiblat yang pertama, karena manusia pada umumnya sulit
untuk merubah dan meninggalkan kebiasaannya. Tetapi orang-orang yang mendapat petunjuk
dari Allah dengan mengetahui hukum-hukum agamanya dan rahasia syariatnya,

10
mereka sadar bahwa melaksanakan ibadah dengan menghadap kiblat itu adalah semata-mata
karena perintah Allah.

Untuk menghilangkan keragu-raguan dari sebagian kaum muslimin tentang pahala


shalatnya selama mereka menghadap ke Baitul Maqdis dulu, maka Allah menerangkan
bahwa Dia sekali-kali tidak akan menyia-nyiakan iman dan amal orang-orang yang mematuhi
Rasul karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

2.2.3 Asbabun Nuzul


Kecenderungan manusia ketika dihadapkan pada sesuatu yang nampak secara dzahir,
dan pada sesuatu yang tidak nampak, ialah lebih tertarik pada sesuatu yang nampak. Bahkan
ketika menyikapi sebuah perintah, tidak sedikit yang mencoba bermain-main dengan logika,
agar perintah tersebut bisa kemudian dibahasakan, dan diterima secara mekanisme lahiriah
(dzahir). Misalnya saja dalam hal perintah untuk melaksanakan shalat, dengan menghadap
kiblat. Ketika kaum yahudi dan ahlul kitab bingung karena melihat Rasulullah beribadah ke
arah baitullah (kiblat), padahal sebelumnya Rasulullah beribadah mengarah ke baitulmaqdis.
Banyak yang kebingungan pada saat itu. Tidak sedikit pula yang mempertanyakan nasib
makam-makam yang telah ada sebelum adanya pengalihan kiblat, terlebih pada saat itu
banyak yang terbunuh. Semua ini dikisahkan dalam sebuah haditsshahih. Hadits no. 39 dalam
kitab shahihbukhari, dimanahadits ini menjadi asbabunnuzul QS alBaqarah [2] : 143. Berikut
adalah haditsnya:

“Telah menceritakan kepada kami 'Amru bin Khalid berkata, telah menceritakan kepada
kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro` bin 'Azib
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat pertama kali datang di Madinah, singgah pada
kakek-kakeknya ('Azib) atau paman-pamannya dari Kaum Anshar, dan saat itu Beliau
shallallahu 'alaihi wasallamshalat menghadap Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau
tujuh belas bulan, dan Beliau sangat senang sekali kalau shalat menghadap Baitullah
(Ka'bah). Shalat yang dilakukan

Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pertama kali (menghadap Ka'bah) itu adalah shalat
'ashar dan orang-orang juga ikut shalat bersama Beliau. Pada suatu hari sahabat yang ikut
shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi melewati orang-orang di Masjid lain
saat mereka sedang ruku', maka dia berkata: "Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku ikut
shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadap Makkah, maka orang-
orang yang sedang (ruku') tersebut berputar menghadap Baitullah dan orang-orang Yahudi
dan Ahlul Kitab menjadi heran, sebab sebelumnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallamshalat
menghadap Baitul Maqdis. Ketika melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan
wajahnya ke Baitullah mereka mengingkari hal ini. Berkata Zuhair Telah menceritakan
kepada kami Abu Ishaq dari Al Barro`, dalam haditsnya ini menerangkan tentang (hukum)
seseorang yang meninggal dunia pada saat arah qiblat belum dialihkan dan juga banyak
orang-orang yang terbunuh pada masa itu?, kami tidak tahu apa yang harus kami sikapi

11
tentang mereka hingga akhirnya Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya: "Dan Allah tidaklah
akan menyia-nyiakan iman kalian". (QS. Al Baqoroh: 143)”

2.3 Tafsir QS. Al Baqarah: 144

ُ ‫َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل َح َر ِامۚ َو َحي‬


‫ْث َما ُكنت ُ ْم‬ ْ ‫ض ٰى َهاۚ فَ َو ِل َوجْ َهكَ ش‬ َ ‫اءۚ فَلَنُ َو ِليَنَّكَ قِ ْبلَةً ت َْر‬
ِ ‫س َم‬َّ ‫ب َوجْ ِهكَ فِى ٱل‬ َ ُّ‫قَ ْدن ََر ٰى تَقَل‬
َ ‫اٱّلِلُ ِب ٰغَ ِف ٍل‬
َ‫ع َّما يَ ْع َملُون‬ َ َ ‫َط َرهُۥ َوإِ َّن ٱلَّذِينَ أُوتُوا ْٱل ِك ٰت‬
َّ ‫ب لَيَ ْعلَ ُمونَ أَنَّهُ ْٱل َح ُّق ِمن َّر ِب ِه ْمۚ َو َم‬ ْ ‫فَ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم ش‬

Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;
dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(QS. 2:144)

2.3.1 Syarah Tafsir Mufrodat

 {‫[ } قَ ي ْدن ََرى‬Sungguh Kami telah melihat], Kami telah mengetahui ketika engkau
menyingkap (kasyf) Dzat Kami
 Saat {‫اء‬ ِ ‫سي َم‬ َ ُّ‫[ } تَقَل‬tengadah wajahmu ke langit] untuk menunggu wahyu
َّ ‫يب َوجْ ِهيكَ فِيى ٱل‬
yang berisi perintah untuk mengarahkan tawajjuh shüri
 { َ‫[ } فَلَنُ َو ِليَنَّيك‬maka sungguh Kami akan memalingkanmu] setelah engkau mengalami
penyingkapan batiniah (al-inkisyaf al-ma'nawiy) itu
 {ً‫([ } ِق ْبلَة‬kepada) kiblat] simbolik

 {‫ض ٰى َها‬ َ ‫([ } ت َْر‬yang) kau sukai], yang sesuai dengan kiblat maknawi
 Jadi, { َ‫[ } فَي َيو ِل َوجْ َهييك‬palingkanlah wajah] jismanimu, wahai Rasul yang paling
sempurna
 {‫ح َر ِام‬ َ ‫ْيجد ِْٱل‬
ِ ‫َط َر ْٱل َمس‬
ْ ‫[ } ش‬ke arah Masjidil Haram] yang di dalamnya diharamkan tawajuh
kepada selain Dzat Allsh secara murni dengan mengenyahkan semua yang selain Dia
 {‫}و‬ َ [Dan] kemuliaan ini tidak hanya khusus untukmu saja, tetapi juga mengalir dari
dirimu kepada semua Mukmin yang menjadi pengikutmu
 {‫ح ْيث ُ َما ُكنت ُ ْم‬َ } [di mana saja kalian berada], dan di tingkatan wujud yang manapun
 Maka {‫جيو َه ُك ْم‬ ُ ‫[ }فَ َولُّيوا ُو‬palingkanlah wajah (yang kalian terima sebagai anugerah dari
Rabb) kalian], wahai orang-orang Mukmin
ْ ‫[ }ش‬ke arahnya] agar kalian termasuk orang-orang yang mampu mencapai kasyf
 {ُ‫َيط َره‬
(penyingkapan) terhadap Allah dan mendapatkan petunjuk menuju Dzat-Nya
 {‫يب‬َ َ ‫[ } َو ِإ َّن ٱلَّيذِينَ أُوتُيوا ْٱل ِك ٰت‬Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al-Kitab (Taurat
dan Injil)] yaitu kaum Yahudi dan Nasrani

12
 { َ‫[ }لَيَ ْعلَ ُمون‬mengetahui] dengan yakin berkat kesaksian dari kitab-kitab dan rasul-rasul
mereka
 {ُ‫[ }أَنَّيه‬bahwa (penyingkapan (kasyf) dan keteguhanmu dalam Tauhid Dzat, at-tauhid
adz-dzátiy) itu]
 {‫ق‬ ْ [(adalah) benar] yang pasti dan diturunkan
ُّ ‫}ٱل َح‬
 {‫[ } ِمين َّربِ ِهي ْم‬dari Tuhan mereka] yang telah memelihara mereka dengan memberi akal
sehingga mampu membedakan antara yang haq dan yang batil, serta membedakan
antara yang membenarkan dan yang menyalahkan. Tapi, meski demikian, mereka
tetap bersikap ingkar dan membangkang
َ ‫ياٱّلِلُ بِ ٰغَ ِفي ٍل‬
 { َ‫ع َّميا يَ ْع َملُيون‬ َّ ‫[ } َو َم‬dan Allah, sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan] yaitu tindakan mereka yang menyembunyikan dan menutupi kebenaran
setelah datangnya kejelasan dan kasyf (penyingkapan)

2.3.2 Pokok kandungan ayat


Sebagaimana telah diterangkan dalam riwayat tentang sebab turunnya ayat tersebut di
atas, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ingin sekali supaya kiblat itu ditetapkan
Allah ke arah Ka’bah, oleh sebab itu beliau sering menengadahkan wajahnya ke langit
menantikan wahyu yang akan memerintahkan perpindahan kiblat itu. Maka turunlah ayat ini
menetapkan perpindahan kiblat tersebut dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Di sini disebutkan
arah Masjidil Haram, bukan Ka’bah sebagai isyarat yang membolehkan kita menghadap "ke
arah Ka’bah" pada waktu shalat apabila Ka’bah itu jauh letaknya dari kita dan tidak dapat
dilihat.

Jadi tidak diwajibkan menghadap ke Ka’bah itu sendiri, kecuali orang-orang yang dapat
melihatnya. Dengan demikian maka seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru bumi wajib
menghadap "ke arah Ka’bah" dalam shalat.

Pemindahan kiblat ke Ka’bah itu adalah ketetapan yang benar dari Allah, tetapi mereka
itu membantah kebenaran ini, bahkan mereka menimbulkan fitnah dan menyebarkan keragu-
raguan di antara orang-orang Islam yang lemah imannya.

2.3.3 Asbabun Nuzul:

Berkata Ibnu Ishaq, "Diceritakan kepada saya oleh Ismail bin Abu Khalid dari Abu
Ishak dan Barra, katanya, 'Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melakukan shalat ke
arah Baitul Maqdis dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah.' Maka Allah pun

13
menurunkan firman-Nya “Sungguh, Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit,
maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka
palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram!” (Q.S. Al-Baqarah 144).

2.4 Tafsir QS. Al Baqarah: 148

ْ ‫علَ ٰى ُك ِل ش‬
‫َىءٍ قَدِير‬ ِ ْ ‫تۚ أَيْنَ َمات َ ُكونُوا يَأ‬
َّ ‫ت ِب ُك ُم‬
َّ ‫ٱّلِلُ َج ِميعًاۚ إِ َّن‬
َ َ‫ٱّلِل‬ ِ ‫َو ِل ُك ٍل ِوجْ َهة ُه َو ُم َو ِلي َهاۚ فَٱ ْست َ ِبقُوا ْٱل َخي ٰ َْر‬

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu. (QS. 2:148)

2.4.1 Syarah Tafsir Mufrodat

 {‫}و‬َ [Dan] ketahuilah oleh kalian bahwa


 {‫[ } ِل ُك ٍل‬bagi tiap-tiap] individu, semua umat
 {‫[ } ِوجْ َهة‬ada arah] tujuan atau kiblat tertentu berupa sifat-sifat dan asma Ilahi
 َ ‫[ } ُهي‬yang ia menghadap kepadanya] sesuai dengan tuntutan dan
{‫ييو ُم َو ِلي َهيييا‬
penguasaannya atas asma dan sifat tersebut
 {‫ت‬ ِ ‫[ }فَٱ ْس يت َ ِبقُوا ْٱل َخ ْيي ٰ َير‬Maka berlomba-lombalah kalian (dalam berbuat) kebaikan],
bersegeralah kalian, wahai para pengikut Muhammad, menuju asal segala kebaikan
dan sumber segala kebajikan yang lahir dari semua asma dan sifat-sifat Allah karena
Dia adalah Dzat yang menghimpun semua kebaikan itu
 {‫[ }أَيْنَ َمات َ ُكونُوا‬Di mana saja kalian berada] sebagaimana tuntutan sifat
 َّ ‫ت ِب ُكييي ُم‬
{ُ‫ٱّلِل‬ ِ ْ ‫[ } َييييأ‬pasti Allah akan mengumpulkan kalian] karena Allah Maha
Menghimpun,
 {‫[ } َج ِميعًا‬semua] hal setelah ta'ayyunât yang lahir dari sifat itu terangkat
 َّ ‫[ }إِ َّن‬Sesungguhnya Allah] yang bertajalli dengan sifat-sifat-Nya
{َ‫ٱّلِل‬
 { ٍ‫َيىء‬ ْ ‫يل ش‬ ِ ‫علَ ٰيى ُك‬ َ } [atas segala sesuatu] dari mazhhar yang banyak, sesuai dengan asal
dan mazhhar-Nya
 {‫[ }قَيدِير‬Mahakuasa] untuk mengangkat ketentuan-ketentuan yang menggugurkan
semua keberbilangan sesuai dengan ketentuan akhirat dan batin

2.4.2 Pokok kandungan ayat

Setiap umat mempunyai kiblat masing-masing. Nabi Ibrahim dan Nabi


Ismail‘alaihissalam. menghadap ke Ka’bah. Bani Israil menghadap ke Baitul Maqdis dan
orang-orang Nasrani menghadap ke timur. Yang prinsip di sini ialah beriman kepada Allah

14
dan mematuhi segala perintah-Nya. Karena Allah telah memerintahkan supaya kaum
muslimin menghadap ke Ka’bah dalam shalat, fitnahan dan cemoohan dari orang-orang yang
ingkar itu tidak perlu dilayani, tetapi hendaklah kaum muslimin bekerja dengan giat, beramal,
bertaubat dan berlomba-lomba membuat kebajikan. Allah nanti akan menghimpun sekalian
manusia untuk menghitung dan membalas segala amal perbuatannya, dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu; tidak ada yang melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia
pada hari pembalasan.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan pengertian “tiap-tiap
umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya” ialah semua pemeluk agama.
Dengan kata lain, tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat
yang diridhai Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai Kiblatnya sendiri yang
mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri yang
mereka menhghadap kepadanya. Allah memberikan petunjuk kepada kalian, hai umat
Muhammad, kepada kiblat yang merupakan kiblat sesungguhnya.

Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan As-Saddi
hal yang semisal dengan pendapat Abul Aliyah tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam abul
Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Juz 2, Sinar Baru algensindo, hal.35)

2.5 Tafsir QS. Al Baqarah : 150

َ‫َط َرهُۥ ِلئ ََِّل َي ُكون‬ْ ‫ْث َما ُكنت ُ ْم فَ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم ش‬ ُ ‫َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل َح َر ِامۚ َو َحي‬ ْ ‫ْث خ ََرجْ تَ فَ َو ِل َوجْ َهكَ ش‬ ُ ‫َو ِم ْن َحي‬
َ ‫ٱخش َْونِى َو ِِلُتِ َّم نِ ْع َمتِى‬
‫علَ ْي ُك ْم َولَعَلَّ ُك ْم ت َ ْهتَد ُون‬ َ َ‫علَ ْي ُك ْم ُح َّجة إِ ََّّل ٱلَّذِين‬
ْ ‫ظلَ ُموا ِم ْن ُه ْم فَ َِلت َْخش َْو ُه ْم َو‬ ِ َّ‫ِللن‬
َ ‫اس‬

Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.
Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak
ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan
nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk,(QS. 2:150)

2.5.1 Syarah Tafsir Mufrodat


ُ ‫ين َحي‬
 { َ‫ْيث خ ََرجْ يت‬ ْ ‫[ } َو ِم‬Dan dari mana saja engkau keluar] dari tuntutan tauhid Dzat
dengan memperbanyak mazhhar-Nya

15
 {‫ح َر ِام‬ َ ‫َط َر ْٱل َمس ِْجد ِْٱل‬
ْ ‫[ }فَ َو ِل َوجْ َهكَ ش‬maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram]
yang menyatukan semua mazhhar
 {‫ْث َما ُكنت ُ ْم‬ ُ ‫}و َحي‬ َ [Dan dimana saja kalian berada], wahai orang-orang Mukmin
ْ
 {‫شييط َرهُۥ‬ َ ‫[ }فَ َولُّييوا ُو ُجييو َهك ْم‬maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya] mengikuti
ُ
tuntunan Rasul kalian
 {‫اس‬ ِ َّ‫[ } ِلئ ََِّل يَ ُكونَ ِللن‬agar tidak ada bagi manusia] yang menentang
 {‫علَي ْي ُك ْم ُح َّجية‬ َ } [hujah (kemenangan) atas kalian] yang telah memahami at-tauhid adz-
dzátiy dan beberapa mazhhar yang kalian tampakkan
 {‫ظلَ ُميوا‬ َ َ‫[ }إِ ََّّل ٱلَّيذِين‬kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka] yang menafikan
dzat dan sifat-sifat Allah. Mereka adalah golongan Ad-Dahriyyůn yang menyatakan
bahwa sesuatu itu ada dengan sendirinya tanpa ada penciptanya. Mereka tidak pernah
diam dan tidak pernah mengharuskan adanya penciptaan seperti itu
 {‫[ }فَ َِلت َْخش َْيو ُه ْم‬Maka janganlah kalian takut kepada mereka), janganlahkalian takut
kepada mereka dalam bertawajuh ke arah Ka'bah Hakiki (al-Ka’bah al-Haqiqiyyah)
 {‫ٱخش َْيونِى‬ ْ ‫}و‬ َ [dan takutlah kepada-Ku] jika kalian tidak mau bertawajuh kepada-Ku,
sehingga kalian tidak terhalang dari beberapa sifat Allah
 {‫[ } َو ِِل ُ ِتي َّم ِن ْع َم ِتيى‬dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku] yang mengantarkan pada tauhid
Dzat sesuai dengan sifat-sifat dan asma-Ku
 { َ‫علَي ْي ُك ْم َولَ َعلَّ ُكي ْم ت َ ْهتَيدُون‬
َ } [atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk] kepada
Dzat-Ku dengan seperti itu. Maka janganlah kalian takut kepada mereka nikmat-Ku
sebagai sebabnya

2.5.2 Pokok kandungan ayat

Perintah untuk menghadap ke arah Masjidil Haram diulangi dalam ayat ini untuk
menjelaskan, bahwa perintah itu bersifat umum untuk seluruh umat, masa dan tempat dan
karena sangat penting serta karena ada hikmah yang terkandung di dalamnya yaitu agar tidak
ada lagi alasan bagi ahli kitab, kaum musyrikin dan munafikin untuk menentang Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam persoalan pemindahan kiblat. Begitu pula kaum
musyrikin berpendapat bahwa nabi dari keturunan Ibrahim itu akan datang menghidupkan
agamanya sehingga tidaklah pantas apabila berkiblat kepada selain Ka’bah yang telah
didirikan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam.

Dengan demikian maka batallah alasan-alasan para ahli kitab dan kaum musyrikin itu.
Orang-orang zalim di antara mereka yang melontarkan cemoohan dan bantahan-bantahan
tanpa alasan yang berdasarkan akal sehat dan keterangan dari wahyu tidak perlu
dipikirkan dan dihiraukan. Adapun cemoohan mereka itu adalah sebagai berikut:
o Orang-orang Yahudi berkata, "Tiadalah Muhammad itu berpindah kiblat ke
Ka’bah, melainkan karena kecenderungan kepada agama kaumnya dan kecintaan
kepada negerinya; sekiranya dia berada di atas kebenaran, tentulah ia akan tetap
berkiblat ke kiblat para nabi sebelumnya."

16
o lOrang-orang musyrikin berkata, "Ia telah kembali kepada kiblat kita dan akan
kembali kepada agama kita."
Dan orang-orang munafikin berkata, "Berpindah-pindah kiblat itu menunjukkan
bahwa Muhammad dalam keragu-raguan dan tidak berpendirian."
o Demikianlah alasan-alasan yang dibuat-buat oleh penentang-penentang agama
Islam di waktu itu.

2.5.3 Asbabun Nuzul:

Dan diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Sadiy dengan isnad-isnadnya berkata, "Tatkala
kiblat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dipalingkan ke Ka’bah setelah sebelumnya
menghadap ke Baitul Maqdis, orang-orang musyrik warga Mekah berkata, 'Agamanya telah
membingungkan Muhammad, hingga sekarang ia berkiblat ke arahmu dan menyadari
bahwalangkahmu lebih memperoleh petunjuk dari pada langkahnya, bahkan ia telah hampir
masuk ke dalam agamamu.' Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, 'Agar tak ada alasan
bagi manusia untuk menyalahkanmu ...." (Q.S. Al-Baqarah 150).

17
BAB II

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Mereka yang menentang dan mempertanyakan tentang perpindahan kiblat,


tiada lain hanya kebodohannya serta tidak mau menggunakan akal sehatnya.
2. Semua arah mata angin adalah milik Allah. Oleh sebab itu perpindahan arah
kiblat tidak perlu dipertentangkan.
3. Umat Muhammad adalah umat yang paling mulia. Karena itu, Allah
subhanahu wata’ala memilihnya sebagai saksi atas umat-umat sebelumnya
kelak di hari kiamat.
4. Salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap ke arah kiblat. Namun,
mengenai menghadap ke arah ka'bah para ulama' berbeda pendapat.
5. Dalam menghadapi berbagai masalah, diperlukan suatu persiapan yang
matang. Sebab Allah sendiri telah mendidik hamba Nya untuk menghadapi
kaum yang bodoh dan pembangkang dengan memberikan persiapan persiapan.

3.2 Kritik dan Saran


Demikianlah yang dapat penulis sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, Jika ada kesalahan itu datangnya dari saya pribadi, dan jika ada
kebenaran, semata – mata itu datangnya dari Allah SWT. Tentunya banyak kekurangan dan
kelemahan karena terbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan atau referensi yang kami
peroleh hubungannya dengan makalah ini, penulis banyak berharap kepada semua pihak
terutama dosen untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
khususnya penulis.

18
DAFTAR PUSTAKA:

Hasan, Abul Halim. 2006. Tafsir ahkam. Kencana

Al-Mahdi, Imam Jamaluddin. Imam Jamaluddin As-Suyuthi

Isma’il, Abul Fida Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi. 2002. Tafsir ibnu katsir. Sinar Baru algensindo

As-shabuni, Muhammad Ali. 2016. Tafsir ayat-ayat ahkam. Keira

Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT. Bina Ilmu.

http://ammaghfur.blogspot.com

http://c.1asphost.com

19

Anda mungkin juga menyukai