Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN GHANIMAH (‫)الغنيمة‬

A. Pengertian Ghanimah
Ada beberapa lafazh yang digunakan untuk menyebutkan istilah
ghanimah yaitu maghnam (‫)المغنم‬, ghanim (‫)الغنيم‬, dan ghunmu (‫)الغنم‬. Bentuk jama’
dari ghanimah adalah ghanaim (‫)غنائم‬, sedangkan maghnam bentuk jama’nya
adalah maghanim (‫)مغانم‬. Adapun maknanya secara bahasa adalah al-
fauzu/‫(الفوز‬kemenangan)1. Ghanimah juga bermakna fai2, keuntungan (‫ )الربح‬dan
kelebihan (‫)الفضل‬.3
Adapun defenisi ghanimah secara istilah adalah harta musuh yang
diambil dengan cara paksaan dan melalui peperangan4. Ulama Hanafiyah
menjelaskan bahwa pengambilan dengan cara paksaan tidak terjadi kecuali
dengan kekuatan, baik secara hakiki atau dengan dalalah, artinya izin dari Imam5.
Sedangkan ulama Syafi’iyah mendefenisikan ghanimah yaitu harta yang diambil
oleh kaum muslimin dari orang kafir dengan menunggang kuda dan unta6. Ar-
Rafi’i mengatakan bahwa dalam kitab At-Tahzib disebutkan bahwa sama saja
apakah harta itu diambil dengan cara paksa atau karena mereka kalah dan
meninggalkan hartanya.7

B. Landasan Hukum
Ghanimah adalah salah satu dari keutamaan yang diberikan oleh Allah
kepada Rasulullah atas umat-umat yang lain. Nabi SAW bersabda,
‫ َو ُج ِع َلتْ ِل َى‬، ‫شهْر‬ َ َ‫يرة‬ َ ‫س‬ِ ‫ب َم‬ِ ‫ط ُه َّن أ َ َح ٌد َق ْب ِلى نُ ِص ْرتُ ِبالر ْع‬َ ‫سا لَ ْم يُ ْع‬ً ‫أُع ِْطيتُ َخ ْم‬
ْ‫ َوأ ُ ِحلَّت‬، ‫ص ِل‬َ ُ‫صالَةُ فَ ْلي‬َّ ‫ فَأَي َما َر ُجل ِم ْن أ ُ َّمتِى أ َد َْر َكتْهُ ال‬، ‫ورا‬
ً ‫ط ُه‬ َ ‫س ِجدًا َو‬ ْ ‫ض َم‬ ُ ‫األ َ ْر‬
‫ث إِ َلى قَ ْو ِم ِه‬ َ ‫ َوك‬، َ‫ش َفاعَة‬
ُ ‫َان النَّبِى يُ ْب َع‬ َّ ‫ َوأُع ِْطيتُ ال‬، ‫ِل َى ا ْل َمغَانِ ُم َولَ ْم ت َ ِح َّل أل َ َحد قَ ْب ِلى‬
)‫اس عَا َّمةً (رواه البخاري‬ ِ َّ‫ َوبُ ِعثْتُ ِإلَى الن‬، ً‫صة‬ َّ ‫َخا‬
Artinya: “Aku telah diberikan lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun
sebelumku, aku dimenangkan dengan perasaan takut (dalam diri musuh)
sejauh satu bulan perjalanan, bumi dijadikan bagiku masjid dan suci
maka siapapun yang mendapati waktu sholat maka hendaklah ia sholat,
ghanimah dihalalkan bagiku dan tidak dihalalkan bagi seorangpun

1
Majamma’ Al-Lughah Al-‘Arabiyah Al-Idarah Al-‘Ammah li Al-Mu’jamat wa Ihya’
At-Turats Negara Mesir, Al-Mu’jam Al-Washith, (Mesir: Maktabah Asy-Syuruq Ad-Dauliyah,
2004), Cet. IV, hlm. 664.
2
Ibnu Manzhur, Lisan Al-‘Arab, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2005), Cet. I, Juz.
VI, hlm. 406
3
Nazih Hammad, Mu’jam Al-Mushthalahat Al-Iqtishodiyah fi Lughah Al-
Fuqaha’, (Riyadh: Ad-Dar Al-‘Alamiyah li Al-Kitab Al-Islamy, 1995), Cet. III, hlm.262
4
Ibid... 262.
5
Al-Kasany, Bada’I Ash-Shana’I, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2005), Juz. IX, hlm. 394.
6
Ar-Rafi’I, Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 1997), Cet. I,
Juz. VII, hlm. 345.
7
Ibid... 345.

1
sebelumku, aku diberikan syafaat, Nabi hanya diutus pada kaumnya saja,
sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia”. (HR. Bukhari)8
Pada awalnya, pembagian ghanimah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.
Kemudian turunlah firman Allah SWT yang menjelaskan tentang ketentuan dalam
pembagian ghanimah tersebut,
‫سو ِل َو ِل ِذي ا ْلقُ ْربَ ٰى َوا ْليَت َا َم ٰى‬ َ ‫غنِ ْمتُم ِمن ش َْيء فَأ َ َّن ِ َّّلِلِ ُخ ُم‬
َّ ‫سهُ َو ِل‬
ُ ‫لر‬ َ ‫َوا ْعلَ ُموا أَنَّ َما‬
)٤١ :‫س ِبي ِل (األنفال‬ َ ‫َوا ْل َم‬
َّ ‫سا ِكي ِن َوا ْب ِن ال‬
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
ibnussabil”. (QS. Al-Anfal: 41)
Dalam ayat ini telah ditetapkan bahwa yang dibagikan kepada pasukan
hanyalah 4/5 dari harta ghanimah, adapun sisanya (1/5) untuk selain mereka
sebagaimana dalam ayat di atas. Ghanimah pertama yang dikenakan ketentuan
menarik seperlima oleh Rasulullah SAW setelah perang Badr adalah ghanimah
perang Bani Qainuqa’.9

C. Macam-Macam Ghanimah
Tidak semua harta yang diambil dari orang kafir adalah ghanimah. Ada
beberapa macam harta yang masuk dalam kategori ghanimah10, yaitu:
1. Harta yang dapat dipindahkan (‫)األموال المنقولة‬, seperti uang, makanan dan
hewan. Setiap harta yang dapat dipindahkan terhitung sebagai ghanimah
jika diambil dari musuh di dar al-harb dengan kekuatan militer.
2. Tanah. Tanah yang didapatkan melalui peperangan terbagi kepada tiga
macam yaitu:
a. Tanah yang diperoleh dengan paksaan
Para ulama berbeda pendapat tentang dibagi atau tidaknya tanah ini.
Abu Hanifah berpendapat bahwa Imam boleh memilih antara
membagikannya atau tetap diolah oleh sipemiliknya dengan
membayar kharaj. Imam Malik berpendapat tanah tersebut tidak
dibagi, namun menjadi harat waqaf untuk kaum muslimin. Adapun
Asy-Syafi’i mengatakan tetap dibagi sebagaimana harta yang dapat
dipindahkan. Sedangkan Ahmad setuju dengan pendapat Abu
Hanifah dan Malik.
b. Tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena takut
Tanah yang seperti ini akan menjadi waqaf, karena bukan ghanimah
dan hukumnya adalah hokum fai.
c. Tanah yang diperoleh dengan cara damai antara Imam atau wakilnya
dengan musuh.

8
Ibnu Hajar Al-‘Asqalany, Fath Al-Bari, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2004), Juz. I, hlm. 513.
Hadits nomor: 335.
9
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Kuwait: Maktabah Dar Ibn Qutaibah, 1989),
Cet. I, hlm. 177.
10
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait:
Dar Ash-Shofwah, 1994), Cet. I, Juz. XXXI, hlm. 303-306.

2
Tanah ini boleh menjadi milik kaum muslimin dan pemilik tanah
sebagai pengolah tanah tersebut dan harus membayar kharaj. Dan
boleh juga tanah ini tetap dimiliki oleh pemilik tanah dengan
membayar kharaj. Kharaj tersebut statusnya adalah sebagai jizyah,
maka ketika pemilik tanah itu masuk Islam maka kewajiban
membayar kharaj menjadi gugur.
3. Tebusan tawanan
Tebusan tawanan termasuk ghanimah, karena Nabi SAW telah
membagikan tebusan tawanan perang Badr. Setiap harta yang diperoleh
dengan kekuatan militer sama dengan harta yang diperoleh dengan
senjata. Adapun hadiah yang diberikan oleh musuh di dar al-harb kepada
seorang tentara muslim adalah termasuk ghanimah, karena hal tersebut
terjadi disebabkan perasaan takut. Namun jika hadiah diberikan di dar al-
Islam, maka hadiah itu adalah menjadi milik si penerima hadiah.
4. Salab
Para ulama telah sepakat bahwa salab termasuk harta yang dikhumus,
namun mereka berbeda pendapat tentang salab bagi pembunuhnya.
Mayoritas ulama mengatakan tidak dikhumus, mereka berdalil dengan
hadits
َ ُ‫علَ ْي ِه بَ ِي َنةٌ فَلَه‬
ُ‫سلَبُه‬ َ ُ‫َم ْن قَت َ َل قَتِيالً لَه‬
Artinya: “Barang siapa yang membunuh musuhnya, serta memiliki bukti
maka salabnya adalah miliknya” (HR. Bukhari)
Dan juga ucapan Umar RA, “Dahulu kami tidak mengkhumus salab”.
5. Nafl.
Para fuqaha’ berbeda pendapat apakah nafl termasuk ghanimah, maka
ada yang berpendapat bahwa nafl asalnya adalah ghanimah, 4/5
ghanimah, 1/5 ghanimah atau 5/5 ghanimah.
6. Harta para bughat (pemberontak)
Ulama sepakat bahwa harta para pemberontak tidak termasuk ghanimah,
tidak dibagi dan tidak boleh merusaknya. Akan tetapi dikembalikan
kepada mereka setelah bertobat.
7. Harta muslim yang diperoleh kembali setelah dirampas oleh musuh
Jumhur fuqaha’ berpendapat bahwa harta tersebut termasuk ghanimah.
Namun demikian, para ulama berbeda pendapat jika ditemukan
barang/benda yang diketahui pemiliknya apakah diberikan sebelum atau
sesudah pembagian atau dibayar nilainya saja. Fuqaha’ sepakat jika
sebelum dibagikan pemilik benda tersebut telah diketahui, maka benda
itu dikembalikan kepadanya. Namun jika pemiliknya diketahui setelah
pembagian, Hanafiyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad
menyebutkan bahwa yang diberikan adalah nilai atau harganya yang
dibayar oleh orang yang mendapatkannya (orang yang mendapat bagian
dari benda tersebut). Sedangkan Malikiyah berpendapat bahwa benda
tersebut baik pemilik muslim atau dzimmy tidak boleh dibagi, jika telah
terjadi pembagian maka pembagian tersebut tidak sah dan pemiliknya
mengambil benda/barang itu. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa
harta/benda tersebut dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan orang

3
yang mendapatkan bagian berupa benda tersebut diberikan ganti dari
bagian 5/5 (khumus yang telah dibagi lima), karena tidak mungkin untuk
membatalkan pembagian yang telah terlaksanakan.
Adapun Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa ghanimah itu ada empat
macam yaitu harta, tanah, tawanan perang (‫)أسرى‬, dan tawanan anak-anak atau
wanita (‫)السبي‬. Untuk tawanan perang, para ulama telah sepakat bahwa hal tersebut
diserahkan kepada kebijakan – yang memberikan kemaslahatan pada kaum
muslimin – Imam atau orang yang diberikan wewenang untuk memimpin jihad
apabila tawanan tersebut tetap dalam kekafirannya. Syafi’I menyebutkan
kebijakan itu adalah 1) dibunuh, 2) dijadikan hamba sahaya, 3) ditebus atau
pertukaran tawanan dan 4) diberikan amnesty. Sedangkan Malik memberikan
kebijakan yaitu dibunuh, dijadikan hamba sahaya dan pertukaran tawanan.
Adapun Abu Hanifah mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanyalah dibunuh
atau dijadikan hamba sahaya.11
Tawanan anak-anak dan wanita tidak boleh dibunuh jika mereka
termasuk ahlul kitab. Sedangkan selain ahlul kitab, Syafi’I berpendapat jika
menolak masuk Islam maka dibunuh, sedangkan Abu Hanifah berpendapat
dijadikan hamba sahaya dan saat dijadikan hamba sahaya, seorang ibu tidak boleh
dipisahkan dari anaknya yang masih kecil.12

D. Pembagian Ghanimah
1. Waktu dan tempat pembagian
Rampasan perang dibagikan apabila peperangan telah selesai dengan
sempurna. Karena dengan selesainya perang itu baru dapat diketahui jumlah
ghanimah yang akan dibagi dan juga supaya para tentara tidak terpengaruh
pemikirannya.13 Untuk tempat pembagian ghanimah, ulama Malikiyah, Syafi’iyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa ghanimah tersebut dibagi di dar al-harb.
Adapun Malikiyah mensyaratkan jika kondisi aman dan yang mendapatkan
ghanimah tersebut adalah tentara.14 Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa
ghanimah boleh dibagikan hanyalah ketika berada di dar al-Islam.15
Namun demikian, Al-Mawardi mengatakan bahwa pembagian ghanimah
boleh dilakukan segera di dar al-harb dan boleh ditunda hingga sampai di dar al-
Islam. Keputusan ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi paling baik dalam
pandangan komandan pasukan.16
2. Orang-orang yang berhak mendapatkan bagian
Orang yang berhak mendapatkan ghanimah adalah orang-orang yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Benar-benar ikut dalam peperangan.

11
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Kuwait: Maktabah Dar Ibn Qutaibah,
1989), Cet. I, hlm.166
12
Ibid..., 171
13
Ibid..., 177
14
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait:
Dar Ash-Shofwah, 1994), Cet. I, Juz. XXXI, hlm.306
15
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Kuwait: Maktabah Dar Ibn Qutaibah,
1989), Cet. I, hlm. 177.
16
Ibid..., 176-177.

4
Jika seseorang sakit sebelum peperang usai, dan sakitnya tidak
menghalangi dia untuk melanjutkan peperangan maka tetap berhak
menerima ghanimah. Namun, jika sakit tersebut menghalangi untuk
ikut berperang maka ia tidak dapat bagian, kecuali jika dia mampu
memberikan sumbangan pikiran atau ide untuk memenangkan
peperangan.
b. Masuk ke dar al-harb dengan niat berperang.
Jika ada niat lain selain berperang, maka orang tersebut tetap
mendapat bagian dari ghanimah. Karena dengan kehadirannya
pasukan Islam terlihat lebih banyak sehingga musuh akan semakin
takut. Bagi orang yang hadir dalam peperangan setelah perang usai
dan harta telah terkumpul, maka dia tidak mendapatkan bagian.
Tetapi bagi orang yang hadir sebelum harta terkumpul dan perang
telah usai, ulama Hanafiyah dan salah satu pendapat Syafi’iyah
menyebutkan bahwa orang tersebut diberikan bagian, adapun
pendapat yang benar menurut Syafi’iyah adalah orang tersebut tidak
mendapat bagian. Jika orang tersebut wafat setelah perang selesai
dan ghanimah belum terkumpul, maka menurut Syafi’iyah dan
Hanabilah orang tersebut diberikan bagian, sedangkan menurut
Hanafiyah dan salah satu pandangan Syafi’iyah tidak diberik bagian.
Jika orang tersebut wafat dalam peperangan sebelum ghanimah
terkumpul satu pun, maka Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat
bahwa orang itu tidak mendapatkan bagian. Adapun orang yang
diupah untuk menjaga binatang (kendaraan), perlengkapan atau
pedagang dan orang-orang yang memiliki keahlian yang ikut dan
peperangan, menurut ulama Syafi’iyah mereka diberikan bagian,
sedangkan dalam salah satu pendapatnya tidak mendapatkan bagian
dengan alasan bahwa mereka tersebut tidak berniat untuk berjihad.
c. Laki-laki.
d. Muslim.
e. Merdeka.
f. Berakal dan baligh.
3. Cara pembagian
Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa cara pembagian harta
ghanimah diserahkan kepada Imam, sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan
umat Islam. Beliau beralasan dengan pembagian harta ghanimah pada perang
Badr dan perang Hunain, QS. Al-Anfal: 1, dan perbuatan-perbuatan Rasul SAW
lainnya yang berkaitan dengan pembagian ghanimah.
Namun demikian, Al-Qurthuby telah menjelaskan beberapa pendapat
para ulama tentang QS. Al-Anfal: 41, di antaranya:
a. Pendapat jumhur ulama bahwa ayat ini telah menasakh QS. Al-
Anfal: 1. Ibnu Abdil Barr telah mengakui bahwa telah ada ijma’
tentang ayat ini yang turun setelah QS. Al-Anfal: 1.
b. Pendapat yang diriwayatkan oleh Al-Marizy dari sebagian para
ulama, bahwa QS. Al-Anfal: 1 dinasakh dan bahkan muhkam artinya
ghanimah itu diserahkan kepada Rasulullah SAW dan tidak

5
dibagikan kepada orang yang berhak, begitu juga dengan Imam-
imam setelah beliau. Pendapat ini dihujjahkan dengan kisah
penaklukan kota Mekkah dan perang Hunain.
Al-Qurthuby kemudian melemahkan pendapat yang kedua ini, dengan
menyampaikan beberapa hujjah17 yaitu:
a. Ketika Allah menyebutkan seperlima untuk orang-orang yang telah
ditetapkan, maka dipahami bahwa sisanya (4/5) adalah bagian yang
lain (ghanimin), hal ini sama dengan ketika Allah menyebutkan
bagian ibu dalam warisan yaitu sepertiga ketika mayat tidak punya
anak (QS. An-Nisa’: 11), sedangkan bagian ayah tidak disebutkan
namun ulama sepakat bahwa bagian ayah adalah 2/3. Adapun 4/5
untuk para ghanimin dari ghanimah adalah ijma’, sebagaimana yang
telah disebutkan oleh Ibn Al-Mundzir, Ibn Abdil Barr, Ad-Dawudi,
Al-Marizy, Al-Qadhy ‘Iyadh dan Ibn Al-‘Araby.
b. QS. Al-Anfal: 1, maknanya adalah sebelum pembagian (ini pendapat
Atha’ dan Al-Hasan), dan makna yang lain adalah ghanimah perang
sarayah (ini pendapat Ibrahim An-Nakha’I, dan juga diriwayatkan
dari Makhul dan ‘Atha’oleh Abu Amr).
c. Abu Ubaid membantah alasan dengan penaklukan kota Mekkah dari
dua segi, 1) Allah SWT mengkhususkan untuk Rasulullah SAW
sebelum ditetapkan cara pembagiannya, 2) Kota Mekkah tidak sama
dengan kota-kota yang lain, dan Allah beserta Rasul-Nya telah
memberikan hukum khusus, begitu juga dengan kisah Hunain,
dimana Rasulullah SAW telah menjawab ucapan orang-orang
Anshar,“Apakah kalian ridho,bahwa manusia kembali dengan harta
sedangkan kalian kembali dengan Rasulullah SAW ke rumah-rumah
kalian?”.
Adapun urutan untuk membagikan harta ghanimah sebagai pedoman oleh
Imam adalah sebagai berikut18:
a. Meberikan salab19 kepada yang berhak.
b. Menyerahkan harta orang muslim atau dzimmy jika pemiliknya
diketahui.
c. Mengeluarkan biaya ghanimah, seperti upah tukang angkat, upah
penjaga dan akuntan.
d. Memberikan janji sayembara (ju’l) bagi orang yang berhak.
Setelah itu ghanimah dibagi kepada lima bagian. Adapun yang seperlima
dibagikan kepada Allah, Rasul, karib kerabat Rasul SAW, anak yatim dan ibn as-
sabil. Al-Mawardi menyebutkan pembagian ini yaitu, 1) Rasul dan dipergunakan

17
Al-Qurthuby, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, (Kairo: Dar Al-Hadits, 2007), Juz. IV,
hlm. 365-366.
18
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait:
Dar Ash-Shofwah, 1994), Cet. I, Juz. XXXI, hlm. 312-314.
19
Salab adalah harta yang berada pada diri musuh yang terbunuh. Untuk mendalami
silahkan lihat KitabAl-Ahkam As-Sulthaniyah karangan Imam Al-Mawardi.

6
untuk kemaslahatan kaum muslimin, 2) Keluarga Nabi SAW dari Bani Hasyim
dan Bani Muthallib, 3) Anak yatim, 4) Orang miskin, dan 5) Ibn As-Sabil. 20
Selanjutnya adalah pembagian bagi kelompok penerima hadiah kecil
(radakh/‫)رضخ‬, walaupun ada sebagian ulama mendahulukan mereka dari
pembagian yang seperlima. Kelompok ini adalah orang-orang yang ikut hadir
dalam peperangan, namun tidak mendapatkan bagian ghanimah. Mereka adalah
hamba sahaya, wanita, anak-anak, dan orang yang sakit keras. Adapun kafir
dzimmi diberikan sesuai dengan sumbangsih mereka dalam peperangan, namun
hadiah bagi mereka lebih kecil dari jumlah yang diterima oleh para prajurit
muslim. Jika status kelompok ini berubah dalam kondisi perang, seperti anak-anak
baligh, hamba sahaya merdeka, kafir menjadi muslim, maka mereka mendapatkan
bagian yanh utuh.21
Kemudian yang empat perlima dibagikan kepada para pasukan yang
berhak menerimanya, yaitu: Jumhur fuqaha’ menetapkan bahwa untuk satu tentara
satu bagian, jika membawa kuda maka mendapatkan tiga bagian (satu bagian
untuk tentara dan dua bagian untuk kuda), dengan alasan riwayat dari Ibnu Umar
bahwa Nabi SAW telah memberikan untuk kuda dua bagian dan untuk pemilik
kuda satu bagian (HR. Bukhari). Sedangkan menurut Abu Hanifah, orang tersebut
hanya mendapat dua bagian (satu bagian untuk tentara dan satu bagian untuk
kuda), sebab orang lebih utama dari kuda, kuda tidak bisa ikut berperang tanpa
ada orang menungganginya dan juga biaya seorang tentara lebih banyak dari
seekor kuda. Perbedaan ini terjadi karena ada beberapa riwayat yang saling
bertentangan, dimana dalam satu riwayat Nabi SAW memberikan bagian tentara
yang memiliki kuda dua bagian dalam riwayat lain tiga bagian.22

E. Hal-hal yang berhubungan dengan ghanimah


1. Pemeliharaan ghanimah
Seorang panglima perang wajib menjaga ghanimah, meskipun harus
mengeluarkan biaya. Jika penjagaan itu dilakukan oleh tentara, maka ia boleh
mengambil upah tanpa menggugurkan bagian ghanimahnya.23
2. Mencuri atau mengkorupsi (‫ )غلول‬harta ghanimah
Harta yang diambil setelah dikumpulkan adalah tindakan pencurian, dan
jika diambil sebelum dikumpulkan adalah tindakan korupsi (ghulul/khianat).
Ghulul adalah dosa besar sebagaimana firman Allah SWT,
‫غ َّل َي ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬ ِ ْ ‫َو َمن يَ ْغلُ ْل يَأ‬
َ ‫ت ِب َما‬
Artinya: “Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu,
maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu”. (QS. Ali Imran: 161)

20
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Kuwait: Maktabah Dar Ibn Qutaibah,
1989), Cet. I, hlm.178.
21
Ibid..., 178-179.
22
Hadits yang pertama adalah riwayat Abu Daud dari Majma’ bin Jariyah, Ibnu Hajar
mendhaifkan isnad hadits ini. Sedangkan hadits yang kedua juga riwayat Abu Daud dari Abu
Amrah, dan dalam isnadnya adalah jahalah.
23
Wizarah Al-Auqaf wa As-Syu’un Al-Islamiyah, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, (Kuwait:
Dar Ash-Shofwah, 1994), Cet. I, Juz. XXXI, hlm. 306.

7
Tidak termasuk ghulul, jika seseorang mengambil dengan sekedarnya
apabila panglima perannya adalah orang zalim dan tidak membagi secara syar’i.
3. Hak orang yang tidak ikut dalam peperangan namun mempunyai
sumbangsih yang besar untuk kemaslahatan para tentara.
Misalnya adalah utusan, mata-mata atau intelijen, penunjuk jalan, maka
mereka ini berhak mendapatkan bagian ghanimah walaupun mereka tidak ikut
dalam kancah peperangan. Begitu juga jika panglima membagi pasukan kepada
dua kelompok, maka walaupun hanya satu kelompok yang mendapatkan
ghanimah namun kelompok lain juga mempunyai hak.24

24
Ibid..., 310.

Anda mungkin juga menyukai