Anda di halaman 1dari 7

GHANIMAH (HARTA RAMPASAN PERANG)

1. Pendahuluan

Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad adalah agama yan sempurna.
Kesempurnaan Islam ditulis dan dijadikan pegangan bagi kaum msulimin dalam kitab al-
Qur’an yang di dalamnya membahas tentang hukum-hukum ketuhanan, kehidupan manusia,
akhlak bermuamalah dan lain sebagainya. Selain dalam kitab al-Qur’an dijelaskan pula dalam
Sunnah Nabi Muhammad . Al-Daulah al-Islamiyyah pertama kali dibentuk setelah Rasulullah
hijrah dari Makkah ke al-Madinah al-Munawarah dan menetapnya Rasulullah di Madinah
dengan para sahabat .
Kaum Muhajirin sebagai pendatang dan kaum Anshor sebagai ahlulbait atau pemilik
tempat telah mengikhlaskan rumah-rumah mereka untuk dijadikan sebagai tempat tinggal
oleh para pendatang (kaum Muhajirin). Satu tahun setelah menetapnya kaum Muhajirin dan
setelah bersatunya hati-hati kaum Muhajirin dan kaum Anshor, timbullah peperangan antara
kaum Musyrikin Makkah dengan kaum Muslimin di Madinah. Kemenangan-kemenangan
yang diraih kaum muslimin dalam peperangan terus berlanjut, klimaksnya kaum Muslimin
banyak mendapatkan harta ghanimah, sehingga menimbulkan pertentangan dan perselisihan
dalam pembagiannya.
Hal yang terjadi ketika harta ghanimah terkumpul, banyak para shahabat yang
belum memahami dengan sepenuhnya tentang harta rampasan, karena mereka belum
pernah mendapatkannya dan belum ada contoh sebelumnya. Pada masa Nabi Musa , ketika
mereka mendapakan harta ghanimah, harta tersebut dibakar dan tidak boleh dikonsumsi atau
diambil dan dipergunakan kembali. Adapun pada masa Nabi Muhammad, para shahabat yang
telah menang dalam peperarangan, mereka berhak membawa harta ghanimah ke rumah,
maka timbullah berbagai pertanyaan; untuk siapa harta rampasan tersebut, milik siapa,
bagaimana cara pembagiannya, tanah yang telah berhasil dikuasai, siapakah yang
memiliki dan mengolahnya.
Dengan adanya berbagai macam pertanyaan dan permasalahan yang terjadi sekitar
harta rampasan/ghanimah, maka permasalahan tersebut memerlukan jawaban dengan segera.
Rasulullah dan para shahabatnya membuat sebuah lembaga untuk menampung harta yang
telah dimiliki kaum muslimin khususnya setelah terjadi peperangan. Tempat penampungan
harta tersebut dinamakan dengan Baitul maal. Baitul maal sebagai lembaga dan wadah
tempat penyimpanan harta yang dimiliki masyarakat Muslim pertama kali diadakan dalam
Islam.
Pendirian Baitul maal dalam konsep Islam merupakan tempat pengumpulan harta
yang sangat strategis, sehingga harta yang dikumpulkan selain dari ghanimah juga sebagai
tempat pengumpulan harta zakat, jizyah, fa’i, kharaz,’usyr dan sekaligus digunakan
sebagai tempat pendistribusiannya. Dengan demikian harta yang telah terkumpul dapat
disusun dengan baik, rapih dan dapat disalurkan dan dibagikan kepada ahlinya secara
langsung dan tertib.
Rasulullah sebagai kepala Negara di al-Madinah adalah orang pertama
memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan pada abad ke-7 M. Cara yang dilakukan
Rasulullah dalam pengumpulan harta tersebut adalah harta ghanimah tersebut dikumpulkan
terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara.
Hasil pengumpulan itu adalah milik negara dan bukan milik pribadi/individu.
Meskipun demikian para pemimpin negara/khalifah dapat menggunakannya untuk
keperluan pribadi sesuai dengan kebutuhan hidup yang mereka jalani selama menjabat
sebagai khalifah.
Semasa Rasulullah masih hidup, masjid Nabawi sebagai pusat kegiatan dan aktifitas,
masjid tersebut digunakan sebagai kantor pusat negara yang sekaligus menjadi tempat tinggal
Rasulullah dan harta Baitul maal disimpan dalam rumahnya. Untuk harta ghanimah yang
berupa binatang, sesuai dengan alamnya ditempatkan di padang terbuka.
Seperti dalam sebuah hadits dikatakan bahwa:
”Beberapa orang dari suku Ukraina datang ke Madinah dan mereka merasa iklim di
daerahnya tidak nyaman, maka Rasulullah mengijinkan mereka untuk pergi mengembalakan
unta tersebut yang diambil dari hasil zakat. Dan di sana mereka minum susu unta serta
menggunakan air seni unta untuk dijadikan sebagai obat. Tetapi mereka kemudian berbuat
curang kepada Rasulullah dengan membawa unta ke rumahnya. Rasulullah kemudian
mengirimkan orang untuk menangkap mereka dan membawanya ke hadapan beliau. (H.R.
Abu Daud).
Dengan demikian orang yang pertama kali membuat konsep keuangan negara adalah
Rasulullah, uang tersebut diperoleh kaum muslimin dari hasil zakat atau setelah para
shahabat mengikuti peperangan/berjihad yang kemudian disalurkan sesuai kebutuhan negara.
Dari rakyat untuk negara dan dipergunakan oleh negara sesuai kebutuhan negara.
(Sumber Pustaka: Sulaiman Jauli, ad-deenar jurnal, Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Islam
(Baitul Maal Sebagai Basis Pertama Dalam Pendapatan Islam)
2. Mengenal Ghanimah

Ghanimah adalah kata yang berasal dari bahasa arab, Secara harfiah ghanimah berarti
sesuatu yang diperoleh seseorang melalui suatu usaha. Menurut istilah, ghanimah berarti
harta yang diambil dari musuh Islam dengan cara perang.
Harta ghanimah secara etimologi berari rampasan perang atau harta yang diambil
masyarakat Muslim dalam sebuah peperangan dengan bentuk yang syah dan dibolehkan
dalam agama (halal).
Sedangkan secara istilah fiqih, ghanimah oleh para ulama disebutkan dengan
beberapa definisi yang berbeda.

a. Al-Hanafiyah

Mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ghanimah adalah :

ِ ْ‫ا ْس ٌم لِ ْل َمْأ ُخو ِذ ِم ْن َأ ْهل ْال َحر‬


‫ب َعلَى َسبِيل ْالقَه ِْر َو ْال َغلَبَ ِة‬

Nama untuk sesuatu yang diambil dari musuh dalam perang lewat kekuatan dan
mengalahkan.

b. Asy-Syafi'iyah

ٍ ِ‫ض َر ِم ْن َغنِ ٍّي َوفَق‬


‫ير‬ ِ ‫ف َعلَ ْيهَا بِ ْال َخيْل َوال ِّر َكا‬
َ ‫ب لِ َم ْن َح‬ ِ ْ‫ِه َي ا ْس ٌم لِ ْل َمْأ ُخو ِذ ِم ْن َأ ْهل ْال َحر‬
ِ ‫ب ْال ُمو َج‬
Nama untuk sesuatu yang diambil dari musuh dalam perang dengan menggunakan kuda atau
tunggangan, khusus bagi yang ikut hadir dalam perang itu baik orang kaya atau miskin.
Bentuk-bentuk harta rampasan yang diambil tersebut bisa berupa harta bergerak, harta tidak
bergerak, dan tawanan perang.

3. Dasar Hukum Ghanimah

Harta ghanimah adalah harta yang diperoleh dari musuh-musuh Islam melalui
peperangan dan pertempuran. Dihalalkannya harta ghanimah sesuai dengan petunjuk Allah
dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 69 yang berbunyi:
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫فَ ُكلُوْ ا ِم َّما َغنِ ْمتُ ْم َح ٰلاًل طَيِّب ًۖا َّواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َغفُوْ ٌر ر‬
‫َّح ْي ٌم‬
Artinya: ”Maka makanlah oleh kamu sekalian dari apa yang telah aku berikan kepada
kalian (harta ghanimah) yang halal lagi baik, dan bertaqwalah kamu kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Zat Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Anfal/8:69)

Sedangkan dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim Dari Jabir bin Abdillah yang
artinya:''Allah memberi saya lima hal, yang nabi-nabi sebelum saya tidak
mendapatkannya...Dijadikan bagiku bumi ini sebagai tempat sujud dan suci, maka di mana
saja seseorang dari umatku dipanggil salat, maka salatlah dan dihalalkan bagiku ghanimah,
sementara bagi umat sebelumku tidak dihalalkan...''

4. Wilayah Hukum Ghanimah

Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta ghanimah itu harus dibagi di wilayah
Islam. Alasannya adalah karena pemilikan harta ghanimah tidak sempuma kecuali setelah
dikuasai, dan penguasaan itu tidak sempuma kecuali setelah dibawa ke wilayah Islam. Akan
tetapi, mereka berpendapat jika imam membagi harta ghanimah itu di medan perang atau di
wilayah musuh karena tuntutan keadaan tertentu, maka hukumnya adalah boleh.

Akan tetapi, jumhur ulama (Mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali), ulama Mazhab Az-
Zahiri, ulama Syiah Zaidiah dan Imamiah berpendapat bahwa imam boleh membagi harta
ghanimah di wilayah musuh, dengan alasan Nabi SAW melakukan hal yang demikian pada
Perang Hunain (HR. Bukhari dan Tabrani) dan perang dengan Bani Mustaliq (HR. Baihaqi).

5. Pembagian Ghanimah

Dilihat dari sejarah perang, kebiasaan mengambil harta rampasan perang telah dikenal
sejak jaman sebelum islam. Hasil peperangan yang diperoleh ini mereka bagi-bagikan kepada
pasukan yang ikut perang tersebut, dengan bagian terbesar untuk pimpinan perang.
Setelah datangnya islam, pembagiannya diatur secara jelas. Dalam QS. Al-anfal ayat
41 yang berbunyi :

       ‫َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َما َغنِ ْمتُ ْم ِّم ْن َش ْي ٍء فَا َ َّن هّٰلِل ِ ُخ ُم َسهٗ َولِل َّرسُوْ ِل َولِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِكي ِْن َواب ِْن ال َّسبِي ِْل اِ ْن‬
‫ان يَوْ َم ْالتَقَى ْال َج ْم ٰع ۗ ِن َوهّٰللا ُ ع َٰلى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬ ‫هّٰلل‬
ِ َ‫ُك ْنتُ ْم ٰا َم ْنتُ ْم بِا ِ َو َمآ اَ ْنز َْلنَا ع َٰلى َع ْب ِدنَا يَوْ َم ْالفُرْ ق‬

Artinya: “Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang,
maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil,
(demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Oleh sebab itu, berikut 2 pembagian ghanimah menurut dalil al-Quran:


1. Porsi 1/5 bagian
Tata cara pembagian ghanimah sudah diatur di dalam Alquran pada surah Al-Anfal (8)
ayat 41 seperti tersebut di atas. Harta ghanimah itu pertama-tama dibagi menjadi lima bagian.
Seperlima menjadi hak Allah SWT sebagaimana tersebut di dalam ayat di atas. Pembagian
ghanimah yang pertama ialah porsi 1/5 dari keseluruhan harta ghanimah. Menurut QS. Al-
Anfal ayat 41, seperlima harta ghanimah diperuntukkan untuk pihak-pihak berikut:

 Allah : Menurut fikih islam Madzhab Syafii maksud “seperlima untuk Allah” adalah
ditentukan hukumnya sesuai dengan keinginan-Nya.

 Satu bagian untuk Rasulullah SAW setelah beliau wafat, bagian ini digunakan untuk
berbagai kemaslahatan Bersama.

 Kerabat Rasul, yaitu Bani Hasyim dan Bani Mutthalib

 Anak Yatim, yang dimaksud adalah setiap anak kecil yang tidak mempunyai bapak.
Jika telah baligh, maka dia bukan anak yatim lagi.

 Golongan orang miskin adalah orang yang tidak mampu mencukupi kebutuhannya

 Ibnu sabil adalah musafir yang kehabisan bekal, tidak memiliki nafkah, sementara
hartanya jauh darinya.

2. Porsi 4/5 bagian

Porsi lainnya, yakni sebesar 4/5 bagian adalah pembagian ghanimah kedua. Porsi yang
lebih besar ini diperuntukkan kepada para pasukan yang ikut berperang. Adapun sisanya yang
betjumlah empat perlima dibagi-bagikan kepada tentara, sesuai dengan hadis Nabi SAW,
"Seperlima untuk Allah dan empat perlima lainnya untuk tentara." (HR. Bukhari). Hal ini
dianut oleh jumhur ulama.

Bentuk Harta Ghanimah

3 jenis bentuk harta yang termasuk dalam harta ghanimah : Harta Bergerak, Harta Tidak
Bergerak.
1. Bentuk harta ghanimah pertama adalah harta bergerak. Apapun benda berharga yang
dapat dipindahkan, termasuk ke dalam kategori harta bergerak ini . Beberapa contoh
harta ghanimah yang masuk kategori harta bergerak adalah: Persenjataan, Kendaraan,
Perlengkapan perang, Emas dan perhiasan perak, dll
2. Bentuk harta ghanimah kedua adalah yang tidak bergerak. pada saat memenangkan
pertempuran, tantara Muslim dapat pula mengambil harta yang tidak bergerak sebagai
ghanimah. Beberapa contoh harta ghanimah yang tidak bergerak ialah benteng
pertahanan, wilayah kekuasaan, tanah beserta bangunan di wilayah yang telah
dikuasai, serta harta tidak bergerak lainnya.
3. Bentuk harta ghanimah lainnya adalah tawanan perang. Jadi, dapat dikatakan bahwa
menahan tantara lawan setelah menaklukan suatu peperangan diperbolehkan dalam
Islam.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ditetapkan bahwa jenis harta yang boleh diambil
oleh pasukan Islam yang telah memenangkan peperangan adalah harta bergerak saja.
Alasannya, harta bergerak inilah yang sesuai dengan 'urf (kebiasaan).
Penegasan Umar untuk hanya mengambil harta yang bergerak terlihat dari kandungan
suratnya kepada Sa'ad bin Abi Waqqas (Panglima perangnya dalam menaklukkan Irak).
Dalam surat tersebut Umar secara tegas menginstruksikan agar ghanimah yang diambil hanya
yang berupa harta bergerak, tidak termasuk tanah mereka. Dalam kaitan ini ucapan Umar
yang sangat terkenal adalah: ''Kalau seluruh harta dan kekayaan mereka (bergerak dan tidak
bergerak) diambil, lalu dengan apa mereka hidup?''
Abû Yûsuf dalam Kitab al-Kharaj menjelaskan bahwa harta atau barang yang bisa
dikategorikan khumus (1/5) untuk Allah SWT ini adalah meliputi:   
1. Harta tambang, meliputi emas, perak, tembaga, besi, timah dan sejenisnya
2. Tanah asing yang didalamnya diletakkan tempat shadaqah
3. Apapun yang dihasilkan dari lautan
4. Rikaz (harta karun) sisa peninggalan orang kafir.    

Karena ghanimah sifatnya adalah berupa barang yang ditinggalkan oleh pemilik atau
penduduk negeri yang ditundukkan, maka untuk keperluan optimalisasi pemanfaatannya
maka negara tampil dan berperan dalam melakukan pengelolaannya guna menghindari
terjadinya kerusakan yang berujung penyia-nyiaan harta.
Inilah silsilah awal dari pemikiran sumber keuangan publik bagi negara menurut Abû
Yûsuf.    Adapun empat per lima dari harta ghanimah dimasukkan dalam kas negara dan
dikelola mengikuti maslahatu al-mursalah yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn al-Khatâb.

Anda mungkin juga menyukai