Namun,
pada kenyataannya seperti firman Allah SWT dalam QS Al Fath ayat 1 yang telah Allah sampaikan
dalam perjalanan pulang ke Madinah pasca umrah Hudaibiyah bahwa sesungguhnya kejadian ini
adalah satu kemenangan yang nyata bagi kaum Muslimin. Salah satunya adalah kaum muslimin saat
itu terbebas dari ancaman musuh. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh Rasulullah saw untuk
mendawahkan Islam lebih luas bahkan sampai ke luar Arab. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke 7 H
sebelum fathu mekkah. Imam Bukhari dalam shahihnya menyebutkan bahwa pengiriman surat ini
dilakuan sebelum perang Tabuk, yaitu pada tahun 9 H.
Rasulullah saw memberangkatkan 10 sariyah (pasukan kecil) untuk menunaikan tugas dawah
kepada Islam; jika menolak, maka mereka akan diperangi. Berikut rangkumannya:
No
Nama Utusan
Dihyah bin
1 Khalifah
Penerima
Heraklius
Tujuan Risalah
Sikap Penerima
Elia di Palestina
Madain di Irak
(Kaisar Romawi)
Al Kalabi
Abdullah bin
2 Hudzaifah asSahmi
Amr bin Umayah
3
ad-Dhamri dan
Jafar bin Abi
Thalib
Hathib bin Abi
4 Baltaah
Al Ala bin al
5 Hadhrami
Yamamah di Najd
Masuk Islam
Sanaa di Yaman
Masuk Islam
Yaman
Masuk Islam
Hikmah:
1. Pemberangkatan sariyah tersebut menandai periode dakwah Perjuangan Politik dan
Kemenangan dawah.
2. Pengakuan atas negara Islam.
3. Sikap jihad ofensif dan bukan defensif.
4. Karakteristik Dakwah Islam:
5. Sistem yang seharusnya berlaku di dunia adalah sistem Islam.
6. Tahapan dakwah dimulai dengan dakwah silmi (dakwah damai) dengan hikmah dan
nasehat yang baik dalam waktu yang lama. Setelah itu pemaksaan (ilzam) dilakukan
terhadap orang-orang atheis, musyrik, penyeru berhala dan pengikutnya. Prioritas
dakwah adalah perbaikan diri dan sesama mereka (internal Islam), baru mendakwahkan
Islam keluar ummat Islam.
7. Dakwah Islam tidak memandang ras maupun golongan. Metode dakwah Rasulullah saw:
o Bil hikmah dan Mauizhoh Hasanah (menyebut gelar, dan bahasa pergaulan)
o Delegasi berkemampuan bahasa sama dengan kaum yang dikunjungi
o Tidak serta merta mengambil kekuasaan
o Bersikap tegas dan keras terhadap upaya negoisasi dengan kekafiran
Referensi:
1. Sirah Nabawiyah Ramadan al Buthi
2. Sirah Nabawiyah Shafiyurrahman al Mubarakfury
3. Manhaj Haroki Syeih Munir Muhammad al Ghadban
))
((1/395
Dari Jbir Radhiyallahu anhubahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
berkata: "Telah diperlihatkan kepadaku para nabi, maka aku melihat Musa
Alaihissallamadalah seorang laki-laki yang kuat, seakan-akan dia adalah lelaki dari
kaum Syan'ah. Dan aku melihat Isa bin Maryam Alaihissallam dan yang paling
mirip dengannya di antara yang pernah aku lihat, adalah Urwah bin Mas'ud. Dan
aku melihat Ibrhm Alaihissallam, dan yang paling mirip dengannya di antara yang
pernah aku lihat ialah sahabat kalian yaitu diri beliau sendiri dan aku pun melihat
Jibril Alaihissallam, dan yang paling mirip dengannya di antara yang pernah aku
lihat adalah Dihyah". [HR Muslim].
((3362 )) .
Dari Abu Utsman, ia berkata: "Telah diberitakan kepadaku bahwa Malaikat Jibril
Alaihissallam datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan Ummu
Salamah sedang bersama beliau. Maka, dia pun berbicara lantas berdiri, sehingga
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun berkata kepada Ummu Salamah: Siapakah
ini? atau seperti ucapan beliau lantas Ummu Salamah pun berkata: Ini adalah
Dihyah. Ummu Salamah berkata: Demi Allah, sungguh aku mengira, ia adalah
Dihyah, sampai aku mendengar khutbah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang
mengabarkan bahwa dia adalah Malaikat Jibril Alaihissallam.[3]
Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengirimkan surat-surat seruan
memeluk Islam kepada para raja, kisra dan kaisar, yaitu pada akhir tahun ke enam
hijriah, Dihyah termasuk salah satu delegasi yang ditugaskan. Adapun tugas yang
diberikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada Dihyah, yaitu agar ia
menyampaikan surat beliau Shallallahu alaihi wa sallam kepada Hiraklius kaisar
Romawi.
Dalam satu riwayat disebutkan:
))
((
Dari 'Abdullah bin 'Abbs Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam menulis surat kepada kaisar untuk mengajaknya masuk Islam. Beliau pun
mengutus Dihyah al-Kalbi untuk menyampaikan suratnya. Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallammemintanya supaya menyerahkan surat tersebut kepada
penguasa kota Bushra, agar ia menyampaikannya kepada kaisar.[4]
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan di dalam al-Bidayah wa an-Nihayah,
sepulang dari menemui kaisar dan Dihyah mendapatkan hadiah yang banyak dari
kaisar ketika ia telah sampai di daerah Hisma, ia dihadang oleh sekelompok orang
dan mereka pun mengambil semua yang ada padanya. Maka Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam mengutus Zaid bin Haritsah Radhiyallahu anhu untuk memerangi
mereka.[5]
Demikian, sekilas kisah Dihyah bin Khalfah al-Kalbi Radhiyallahu anhu. Pada masa
hidupnya, beliau tinggal di daerah Mizzah di Damaskus, dan beliau hidup hingga
sampai masa kekhilafahan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Semoga keridhaan Allah
Subhanahu wa Taala senantiasa tercurahkan pada sahabat yang mulia ini. (Ustadz
Ahmad Danil).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Al-Ishbah, Ibnu Hajar, hlm. 371. no 2474.
[2]. Thabaqt, Ibni Sa'ad, 4/249.
[3]. Shahh al-Bukhri, kitab al-Manqib, Baab: 'Almtin-Nubuwwah fil-Islm.
[4]. Shahh al-Bukhri, kitab al-Jihd was-Siyar, Bab: Du''in-Nabiyyi an-Nsa ilal
Islm.
[5]. Al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 6/242.
sebuah surat. Surat tersebut berisi agar Rasul membiarkan orang tersebut membawa Abdullah ke
Kisra segera. Badzan meminta dua orang tersebut menemui Rasul dan mengutarakan urusannya.
Maka dua orang itu pun segera berangkat. Ketika sampai di Thaif, ia menjumpai para pedagang
Quraisy dan bertanya kepada mereka tentang Nabi Shalallahu alaihi wasallam. Mereka
menjawab, Ia sekarang ada di Yatsrib.
Para pedagang tadi membawa berita gembira tersebut ke Mekah. Mereka menceritakan berita
baik itu kepada kaum Quraisy dan berkata, Bergembiralah. Sesungguhnya, Kisra akan
menghalangi Muhammad dan akan menghentikan dakwahnya.
Sedangkan dua orang utusan itu terus melanjutkan perjalanan ke Madinah. Setelah menemui
Nabi Shalallahu alaihi wasallam, mereka memberikan surat Badzan dan berkata, Maharaja
Kisra menulis surat kepada raja kami, Badzan, untuk menjemput kembali orang yang datang
kepadanya beberapa hari yang lalu. Kami datang untuk menjemputnya. Jika engkau
mengizinkan, Kisra mengucapkan terima kasih kepadamu dan membatalkan niatnya untuk
menyerangmu. Jika engkau enggan mengizinkannya, maka dia sebagaimana engkau ketahui,
kekuatannya akan memusnahkanmu dan kaummu.
Rasulullah pun tersenyum dan berkata kepada utusan itu, Sekarang pulanglah kalian berdua
dan besok kembali lagi.
Keesokan harinya, utusan itu kembali menemui Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan berkata,
Apakah engkau telah mempersiapkan apa yang akan kami bawa menemui Kisra?
Nabi berkata, Kalian berdua tidak akan menemui Kisra setelah hari ini. Allah akan
membunuhnya. Pada malam ini, bulan ini, anaknya, Syirawaih akan membunuhnya.
Mereka menatap tajam wajah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, mereka terlihat sangat
geram lalu berkata, Kau sadar apa yang kau ucapkan? Kami akan mengadukannya kepada
Badzan.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam menjawab, Silakan! Katakan kepadanya, Agamaku
akan sampai dan tersebar di kerajaan Kisra. Dan kamu, jika engkau masuk Islam aku akan
menjadikanmu raja bagi kaummu.
Kedua utusan itu pergi dari hadapan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Mereka langsung
menemui Badzan dan menceritakan apa yang telah terjadi. Badzan berkata, Jika benar apa
yang kalian katakan, berarti ia benar adalah seorang Nabi. Jika tidak, kita akan lihat apa yang
akan terjadi.
Belum lama mereka bersama Badzan, datanglah surat dari Syirawaih, Aku telah membunuh
Kisra untuk membalaskan dendam kaum kami. Ia telah membunuh orang yang kami muliakan,
menawan para wanita kami, dan merampas harta-harta kami. Jika surat ini datang ke
tanganmu, maka aku sekarang adalah raja kalian.
Setelah membaca surat itu, ia membuangnya dan langsung menyatakan memeluk Islam,
kemudian orang-orang Furs dan Yaman juga memeluk Islam.
Begitulah sekilas kisah pertemuan antara Abdullah ibnu Hudzafah dan Kisra Parsi. Lalu
bagaimanakah kisah pertemuannya dengan Kaisar Agung Rum? Pertemuannya itu terjadi pada
masa khalifah Umar ibnul Khaththab radhiyallahu anhu.. Peristiwa itu merupakan kisah yang
amat mengagumkan.
Pada tahun 19 H, Umar ibnul Khaththab mengutus pasukan memerangi Romawi. Salah seorang
di antara mereka adalah Abdullah ibnu Hudzafah as-Sahmi. Saat itu, Kaisar Agung Romawi
mengetahui kabar kedatangan pasukan muslimin, kekuatan iman yang ada di dalam dada
mereka, keyakinan teguh mereka, serta keikhlasan atas diri mereka di jalan Allah.
Lalu ia menyuruh pasukannya jika menang atas pasukan muslimin untuk membawa hidup-hidup
tawanan kepadanya dan Allah menakdirkan Abdullah ibnu Hudzafah termasuk dalam tawanan
pasukan Romawi itu. Mereka membawa Hudzafah menghadap Kaisar. Mereka berkata, Orang
ini adalah tawanan dari sahabat Muhammad yang telah lama memeluk Islam. Kami
membawanya untukmu.
Raja Romawi menatap Abdullah ibnu Hudzafah dalam-dalam dan berkata, Aku akan
menawarkan kepadamu sesuatu?
Abdullah menjawab, Apa itu?
Raja Romawi tadi berkata, Aku menawarkanmu untuk memeluk Nasrani. Jika engkau lakukan,
aku akan membebaskanmu dan memberimu kemuliaan.
Berkatalah Abdullah, Enyahlah, sesungguhnya, kematian lebih aku sukai seribu kali lipat
daripada apa yang engkau tawarkan.
Kaisar pun berkata, Tetapi aku melihatmu sebagai seorang laki-laki yang kesatria. Jika kau
mengabulkan tawaranku, aku akan membagimu kerajaanku dan menjadikanmu pemimpin.
Tersenyumlah Abdullah yang terikat itu dan berkata, Demi Allah, seandainya engkau pun akan
memberikan seluruh kerajaanmu dan seluruh kerajaan yang ada di Arab agar aku
meninggalkan agama Muhammad, sungguh tidak akan pernah aku lakukan.
Raja itu kemudian berkata, Aku akan membunuhmu! Abdullah menjawab, Silakan kerjakan
apa yang kau inginkan.
Lalu Kaisar menyuruh pengawalnya untuk menyalib Abdullah. Ia berkata kepada algojonya,
Panahlah dari dekat mulai dari tangannya.
Raja Romawi itu terus menawarkan Abdullah untuk memeluk Nasrani, tetapi Abdullah tetap
dalam pendiriannya.
Raja itu berkata lagi, Panahlah kedua kakinya, sambil terus menawarkan Abdullah agar
meninggalkan agama Muhammad. Akan tetapi, Abdullah tetap dalam pendiriannya.
Lalu Raja Romawi tadi memerintahkan untuk berhenti dan menurunkan Abdullah dari tiang
salib. Kemudian ia memerintahkan untuk mengambil kuali besar dan memasukkan minyak ke
dalamnya. Lalu kuali itu dipanaskan di perapian. Dan ia menyuruh membawa para tawanan dan
melemparkannya salah seorang mereka ke dalamnya, sehingga dagingnya remuk dan meleleh
hingga tulangnya kelihatan.
Lalu Kaisar menoleh kepada Abdullah ibnu Hudzafah dan mengajaknya untuk memeluk
Nasrani. Tetapi hasilnya, Abdullah semakin mantap dengan pendiriannya.
Ketika kaisar telah putus asa, ia memerintahkan untuk melemparkan Abdullah ke dalam kuali
yang telah dimasuki dua orang sahabatnya. Ketika akan masuk, ia menangis dan air matanya
bercucuran. Para pengawal tadi pun memberi tahu Raja Romawi tadi bahwa Abdullah menangis.
Raja Romawi itu mengira bahwa Abdullah takut dan berkata, Kembalikan ia kepadaku.
Ketika berada di depan Raja Romawi, ia kembali menawarkannya memeluk Nasrani, tetapi
Abdullah tetap enggan. Kaisar berkata, Celakalah engkau! Lalu apa yang membuatmu
menangis?
Abdullah berkata, Yang membuatku menangis adalah bahwa aku berkata kepada diriku,
Sekarang kau dilemparkan ke kuali ini dan kau pun mati, sedang aku ingin sekali memiliki
nyawa yang banyak bagi jasadku, sehingga semuanya dilemparkan ke dalam kuali di jalan
Allah.
Kaisar lalu berkata, Maukah engkau mencium dahiku dan aku akan melepaskanmu?
Abdullah berkata, Engkau akan melepaskan semua kaum muslimin?
Kaisar berkata, Ya, semua kaum muslimin.
Abdullah berkata, Aku berkata di dalam hatiku. Ia adalah musuh Allah, aku mencium dahinya
lalu ia melepaskanku dan semua kaum muslimin, hal itu tak ada masalah bagiku.
Lalu ia mendekat dan mencium dahinya. Kemudian Kaisar melepaskannya dan semua kaum
muslimin.
Setelah peristiwa itu, Abdullah ibnu Hudzafah datang menghadap Umar ibnul Khaththab
radhiyallahu anhu Lalu ia menceritakan semua yang dialaminya. Mendengar cerita itu, Umar
al-Faruq amat senang.
Ketika ia melihat para tawanan, ia berkata, Setiap muslim wajib mencium dahi Abdullah ibnu
Hudzafah. Dan akulah yang akan mencium pertama kali. Kemudian ia berdiri dan mencium
dahinya.
Amr bin Umayyah adh Dhamri termasuk dalam rombongan tujuhpuluh sahabat Huffadz Qur'an
yang ditugaskan Nabi SAW untuk mengajarkan Islam pada Bani Amir di Najd. Ketika
perkemahan mereka di Bi'r Ma'unah diserang oleh kelompok yang dipimpin Amir bin Thufail,
ia diserahi tugas menggembala unta-unta bersama Mundzir bin Uqbah bin Amr, sehingga
keduanya lolos dari pembantaian.
Mereka melihat burung pemakan bangkai terbang di atas perkemahan teman-temannya,
sesuatu yang buruk pasti tengah terjadi, karena itu mereka bergegas kembali. Tetapi dari
kejauhan tampak para sahabat tersebut bergelimpangan bersimbah darah, dikelilingi para
pembunuh yang senjatanya masih meneteskan darah. Amr berkata kepada Mundzir, "Marilah
kita kembali ke Madinah, dan memberitahukan kejadian ini kepada Nabi SAW!"
Tetapi Mundzir menolak usulannya tersebut, menurutnya, kejadian ini pasti akan sampai
kepada Nabi SAW, cepat atau lambat, lebih baik kalau mereka menyerang para pembunuh itu
hingga syahid menyusul sahabat-sahabatnya tersebut. Amr menyambut usulan ini, mereka
berdua menghambur menyerang para pembunuh yang jumlahnya jauh lebih banyak, Mundzir
tewas terbunuh dan Amr ditawan oleh Amir bin Thufail, sekaligus dijadikan budaknya.
Amir bin Thufail membawa Amr pulang, tetapi ketika bertemu ibunya, sang ibu
memaksa Amir bin Thufail untuk membebaskan Amr sebagai sahayanya, karena ia memang
pernah bersumpah/bernadzar untuk memerdekakan seorang budak. Amir bin Thufail bersedia
menunaikan amanat ibunya tersebut, dan Amr dilepaskan.
Dalam perjalanan pulang ke Madinah, di sebuah jalan tembus bernama Qarqarah, Amr
beristirahat. Tak lama berselang datang dua orang dari bani Kilab, yang juga masih kerabat
dengan Amir bin Thufail, beristirahat di tempat itu juga. Setelah kedua orang itu tertidur, Amr
membunuh keduanya, sebagai tindakan balasan atas pembunuhan teman-temannya.
Ketika Amr telah sampai di Madinah dan menceritakan apa yang dialaminya kepada
Nabi SAW, beliau amat sedih dan marah atas tindakan Amir bin Thufail dan kabilah yang
membantunya. Beliau sempat mendoakan keburukan bagi mereka selama tigapuluh hari, yakni
ketika berjamaah shalat subuh, yaitu dengan membaca qunut nazilah.
Tetapi Nabi SAW menyesalkan tindakan Amr membunuh dua orang bani Kilab yang
sedang beristirahat di Qarqarah, karena sebenarnya beliau menjalin perjanjian persahabatan
dengan kabilah tersebut. Kemudian beliau mengumpulkan uang dari orang-orang muslim dan
sekutunya dari Yahudi, untuk membayar tebusan (diyat) pada bani Kilab.
Amr bin Umayyah dan Salamah bin Abu Salamah pernah diutus Nabi SAW ke Makkah
secara diam-diam untuk membunuh Abu Sufyan. Hal itu dilakukan sebagai tindakan balasan
karena Abu Sufyan telah mengirimkan seorang Arab Badui untuk membunuh Nabi SAW. Tetapi
sebagaimana orang Arab Badui itu gagal membunuh Nabi SAW, mereka berdua juga gagal
membunuh Abu Sufyan karena ketatnya pengawalan. Tetapi mereka berdua berhasil
menyelamatkan jenazah sahabat Khubaib bin Adi dari tiang penyaliban kaum Quraisy setelah
berhasil memperdaya penjaganya (dalam riwayat lain, membunuh tiga orang yang menjaga tiang
salib, atau membunuh tiga orang Quraisy dalam perjalanan tersebut), kemudian membawa pergi
dan memakamkannya di tempat tersembunyi.
Amr bin Umayyah juga diutus Nabi SAW untuk menyampaikan surat kepada Raja
Najasyi di Habasyah, surat seruan memeluk Islam. Memang, walaupun saat itu Jafar bin Abu
Thalib telah tinggal di sana dengan jaminan keamanan Najasyi, tetapi ia tidak menyeru dan tidak
diperintah Nabi SAW untuk mendakwahi Najasyi untuk memeluk Islam. Setelah menerima surat
tersebut dari Amr dan selesai membacanya, Najasyi meletakkan surat tersebut di depan matanya
yang berkaca-kaca. Kemudian ia turun dari singgasananya dan mengucap syahadat di hadapan
Jafar bin Abu Thalib.
Selain surat tersebut, Amr juga membawa surat lamaran Nabi SAW untuk memperistri
Ummu Habibah binti Abu Sufyan, yang telah menjadi janda ketika di Habasyah. Surat tersebut
juga diberikan kepada Najasyi, dimana Najasyi sendiri bertindak mewakili Nabi SAW melamar
Ummu Habibah dengan mahar 400 dinar (uang emas) dari Najasyi. Ia juga mengadakan jamuan
makan untuk semua kaum muslimin yang hadir, dan memberi mereka dengan dinar-dinar.
Amr kembali ke Madinah bersama rombongan Jafar dan juga Abu Musa al Asyary yang
sebelumnya perahu mereka terdampar di Habasyah.
Pada suatu hari, sekitar empat belas abad yang lalu, ada seorang sahabat Rasul mengirimkan
sepucuk surat yang dikirimkan ke kota Mekkah, dia adalah Hatib bin Abi Baltaah, seorang
veteran Perang Badr. Beliau mengirimkan surat yang berisikan kabar bahwa Nabi Muhammad
dan kaumnya sedang mengadakan persiapan ke Makkah. Surat tersebut dititipkan kepada
Sarah, seorang budak dari banu Abdul Muttalib.
Surat ini jelas membahayakan keselamatan kaum Muslimin yang ingin membebaskan kota
Makkah (Fathu Makkah) dari kaum kafir Quraisy, karena kalau ketahuan, pastilah sejarah
mencatat Pembebasan kota Makkah akan diwarnai pertumparahan darah.
Allah pun menunjukkan kekuasaan-Nya, mengirimkan wahyu kepada Nabi Muhammad terkait
potensi kebocoran rahasia ini. Dengan segera, Rasul pun mengutus kedua sahabat Ali bin Abi
Thalib dan Zubair bin Awwam untuk mengejar Sarah. Perempuan itu pun disuruh turun dari
untanya, dan dicarinya surat itu, namun tidak ditemukan. Diperingatkanlah kepada Sarah kalau
surat itu tidak dikeluarkan, merekalah yang akan membongkar dan menggeledah paksa Sarah.
Ternyata, surat itu disimpan dalam ikatan rambut perempuan itu. Dibawalah perempuan itu ke
Madinah, dan dipanggilnya Hatib untuk dimintai klarifikasi oleh Rasul.
Tercatat dalam sejarah, Hatib memberikan penjelasan kepada Rasulullah Muhammad
Shallahualaihi wa sallam mengapa ia sampai berencana membocorkan rencana Fathu Makkah,
Rasulullah, kata Hathib, demi Allah, saya tetap beriman kepada Allah dan kepada
Rasulullah. Tidak ada keraguan sedikitpun pada diri saya. Saya tidak punya hubungan keluarga
atau kerabat dengan mereka, tetapi ada seorang anak saya dan keluarga di tengah tengah
mereka, saya hanya bermaksud menyelamatkan mereka
Sahabat Umar ra pun segera spontanitas menawarkan kepada Rasul agar Hatib dipengal
lehernya, dengan mengatakan orang ini bermuka dua.
Lalu Rasul pun menjawab, Dari mana Anda Tahu itu, Umar?. Mudah mudahan Allah sudah
menempatkan dia sebagai orang orang Badr ketika terjadi Perang Badr.
Kemudian Rasulpun memaafkannya dengan berkata,
Imaluu Maa Syitum Faqad Ghafartu Lakum
Berbuatlah sekehendak kalian. Sudah kumaafkan kalian
Ketika itu pula turun firman Allah (Al Quran surah Al Mumtahanah ayat 1) :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena
rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang
kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah,
Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku
(janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita
Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu
sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang
melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Setelah insiden itu, tidak lama kemudian pasukan Muslimin bergerak menuju Makkah dan
membebaskan kota itu dan menjadi salah satu tonggak sejarah kemenangan yang paling
gemilang yang pernah diraih oleh Ummat Islam.
Dari kisah ini tampak jelas bahwa teladan Rasul sebagai Qiyadah (Pemimpin) tidak serta merta
emosional menerima tawaran Umar untuk memenggal leher Hatib, apalagi dengan
membakarnya, namun dengan mudah memaafkan Jundinya, meski melakukan kesalahan yang
cukup fatal dalam Jamaah. Jikalau Rasul menerima tawaran tersebut, maka dengan mudah
fitnah berhembus kepada Ummat Muslim bahwa Rasulnya telah membunuh sahabatnya. Rasul
melihat Hatib sebagai orang besar dalam islam, yang juga sebagai veteran perang Badr, namun
Rasul juga melihat di sisi lain, Hatib juga memiliki kelemahan yang kadang menekan jiwanya
sendiri dan menghanyutkannya ke dalam masalah yang memang tidak dikehendakinya.
Diriwayatkan dari Saham bin Munjab, dia berkata, 'Dalam peperangan di wilayah Darain al-Ala'
bin al-Hadrami bersama kami. al-Ala' memanjatkan doa, ketiga doa tersebut dikabulkan Allah.'
Kemudian kami berjalan bersama-sama, sehingga tiba di suatu tempat. kami mencari air untuk
wudhu tetapi kami tidak mendapatkannya. lalu al-A'la bin al-Hadrami berdiri untuk mengerjakan
shalat
dua
rakaat
kemudian
berdoa,
'Ya Allah, Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Wahai yang Maha Tinggi dan
Mahaagung. Sesungguhnya kami adalah hamba-hambaMu yang sedang dalam perjalanan untuk
memerangi musuhMu. Turunkanlah hujan kepada kami agar kami dapat minum, dan berwudhu
dari najis. jika kami telah meninggalkan tempat itu, janganlah ada seorang pun yang Engkau beri
jatah
air
hujan
itu.'
Belum jauh jarak yang kami tempuh, kami tiba di sebuah sungai deras yang airnya berasal dari
air hujan. Dia berkata, 'Kita berhenti di sungai ini dulu untuk minum.' Aku mengisi bejanaku,
lalu aku sengaja meninggalkannya di tempat itu. Aku berkata, 'Aku akan lihat, apakah betul
permohonannya
dikabulkan?'
Kemudian kami berjalan kurang lebih satu mil. Aku berkata kepada teman-temanku, 'Aku lupa,
bejanaku tidak terbawa.' Aku balik lagi ke tempat itu tidak pernah turun hujan. Selanjutnya aku
ambil
bejanaku
dan
aku
bawa
serta.
Setelah kami sampai di Darain, kami mendapati di hadapan kami terbentang sungai yang
menghalangi antara kami dan pasukan musuh. Ketika itu al-Ala' memanjatkan doa lagi,
'Ya Allah, Dzat yang Maha Mengetahui, yang Maha Santun, yang Mahaagung. sesungguhnya
kami adalah hamba-hambaMu, bukalah jalan untuk kami menuju musuhMu.'
Tidak terduga kami dapat melewati sungai tersebut. Bahkan kuda-kuda kami satu pun tidak
basah karena air, sehingga kami dapat berhadapan dan menyerang musuh.
Setelah kami kembali dari peperangan, al-Ala' mengeluh sakit perut, yang membawanya
meninggal dunia. sedangkan kami tidak mendapatkan air untuk memandikan jenazahnya.
Kemudian
kami
kafani
baju
yang
dikenakan
lalu
kami
kuburkan.
Tidak berapa lama dari perjalanan kami, kami mendapatkan mata air. kemudian kami berkata,
'Marilah kita balik ke tempat itu untuk mengeluarkan jenazah al-Ala' dan memandikannya.'
Kami semua kembali, menyusuri tempat ia dimakamkan. Ternyata kami tidak mampu
menemukan makamnya dengan demikian kami gagal memandikan jenazahnya.
Kemudian ada seorang laki-laki berkata, "Aku pernah mendengar dia berdoa kepada Allah,
'Ya Allah, Dzat yang Maha Mengetahui, Mahasantun dan Mahaagung, sembunyikanlah
jenazahku,
jangan
Engkau
perlihatkan
auratku
kepada
seorang
pun.'
Lalu kami kembali dan kami meninggalkan jasad al-Ala' yang telah dimakamkan di tempat itu.
Disalin dari kitab 'Mi'ah Qishash min Qishashish Shalihin' 99 Kisah Orang Shalih karya Syaikh
Muhammad bin Hamid Abdul Wahhab, Penerbit Darul Haq, Jakarta. Al-Ala` Bin Al-Hadhrami
adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang senior dan termasuk orang yang
berilmu, banyak beribadah dan mustajab doanya. Setelah Rasulullah SAW wafat, banyak dari
kabilah-kabilah yang murtad keluar dari jalan yang lurus. Kemudian Abu Bakar RA mengutus
Al-Ala` Bin Al-Hadhrami untuk mengingatkan kekeliruan bangsa yang murtad diwilayah
Bahrain.
Al-Ala` Bin AL-Hadhrami membawa pasukan muslimin menuju ke wilayah tersebut, dalam
perjalanan menuju lokasi jihad ini, terjadilah suatu karamah. Ketika mereka berhenti di Dahna`
(yaitu sebuah padang pasir antara Najed dan Al-Ahsa`) dalam kondisi belum sempat berhenti
dengan sempurna tiba-tiba unta-unta mereka menjadi beringas dan lari membawa seluruh
perbekalan tentara baikk berupa kemah maupun makanan dan minuman.
Sewaktu itu mereka berdiam ditempat itu dan hanya membawa pakaian yang melekat dibadan
saja. Kejadian ini terjadi pada malam hari. Tidak seekor untapun yang dapat mereka kejar.
Akhirnya ketika itu mereka ditimpa perasaan gelisah dan sedih yang tidak terperikan, samapai
sebahagian mereka berwasiat kepada yang lainnya menunggu ajal tiba menjemput. Maka salah
seorang pembantu AL-Ala`memanggil dan mengumpulkan mereka, kemudian AL-Ala` mulai
berbicara:
Wahai hadirin sekalian bukankah kalian orang Islam? Bukankah kalian sedang berperang
dijalan Allah? Bukankah kalian penolong agama Allah?
Mereka menjawab:
Ya benar!
Al-Ala` melanjutkan lagi,
Demi Allah bergembiralah, Dia tidak akan menghinakan kalian dalam keadaan seperti ini.
Kemudian azan subuh dikumandangkan ketika terbit fajar, dan Al-Ala` shalat bersama seluruh
pasukan. Selesai shalat Al-Ala` duduk bersimpuh dengan kedua lututnya dan orang-orangpun
duduk pula mengikutinya. Mulailah ia berdoa sambil mengangkat tangannnya dan orangorangpun berbuat hal yang sama. Hingga matahari terbit, ketika cahaya matahari semakin terang
sedikit demi sedikit, tiba-tiba Allah ciptakan untuk mereka tepat disamping mereka kolam besar
penuh dengan air. Maka Al-Ala` dan pasukannya segera mendatangi tempat itu.; mereka mandi
dan minum sepuasnya, dan ketika siang mulai meninggi tiba-tiba seluruh unta mereka kembali
berdatangan dari segala penjuru lengkap dengan perbekalan yang ada diatas punggungnya. Tidak
seorangpun yang merasa kehilangan walaupun hanya seutas tali. Mereka segera memberi minum
unta-unta mereka sepuas-puasnya (`alat ba`da nahat/ al-alat minum yang kedua, adapun annahat unta minum pertama kali mendapai air) dan ini merupakan karamah yang disaksikan oleh
orang banyak sekaligus merupakan tanda kebesaran Allah bagi pasukan ini.
Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang, Ya Allah yang Maha Bijaksana dan Mulia, Ya
Allah Yang Maha Esa dan tempat bergantung. Ya Allah yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri.
Ya Allah yang memiliki Keagungan dan Kemualiaan, tiada tuhan yang haq selain Engkau,
Engkaulah Rabb Kami.
Kemudian dia perintahkan tentaranya untuk mengucapkan doa yang sama dan langsung masuk
ke dalam laut bersama kuda mereka. Akhirnya mereka dapat menyeberangi teluk tersebut
dengan mengendarai kuda yang berjalan diatas air seolah-olah sedang berjalan diatas pasir lunak
yang sedikit airnya dan berpasir, namun tidak sampai sebatas kaki unta dan tidak pula sampai
sebatas pelana kuda.
Padahal perjalanan ini jika ditempuh dengan menggunakan kapal memakan waktu sehari
semalam, namun dengan cepat ia telah sampai ditepi pantai seberang. Ia terus memerangi musuh
hingga mengalahkan mereka dan mengambil seluruh harta rampasan perang mereka. Kemudian
ia kembali lagi kesisi pantai yang pertama. Perjalanan pulang pergi menyeberangi laut hanya
memakan waktu satu hari saja, tanpa menyisakan seorang musuhpun yang hidup untuk
membawa berita.
Maka Al-Ala` mulai menggiring tawanan anak-anak dan wanita, lengkap beserta ternak dan
harta mereka. Tidak seorangpun dari kaum muslimin yang kehilangan kecuali seekor kuda yang
bernama Ulaiqah. Namun Al-Ala` berhasil membawanya kembali, kemudia Al-Ala` kembali
membagi-bagikankan harta rampasan perang untuk prajuritnya. Setiap penunggang kuda
mendapatkan 6000 dinar dan setiap pasukan pejalan kaki mendapatkan 2000 dinar, padahal
jumlah pasukannya lumayan banyak. Kemudian beliau memberitakan kemenangan ini kepada
Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirim utusan sebagai tanda
terimakasihnya kepada Al-Ala` atas prestasinya itu. Salah seorang dari tentara kaum muslimin
yaitu Afifi Bin AL-Mundzir membuat sebait syair yang berbunyi:
Di tinjau dari nasab, namanya adalah 'amr bin al-'ash bin wail bin hasyim bin sa'id bin saham bin
'amr bin hashish bin ka'ab bin lu'ay bin ghalib al-Qurasyi al-sahmi.
nama panggilannya adalah abu 'abdillah.
sedangkan ibunya bernama al-nabighah binti harmalah, salah satu bekas tawanan bani hilan ibn
atiq. Sementara itu, saudara seibunya bernama 'uqbah bin nafi' bin 'abd bin qais al-fahri.
al nabighah sendiri bukanlah nama asli, tetapi nama panggilan untuk ibunya karena kecerdasan
dan keenceran otaknya. Nama sebenarnya adalah salma binti harmalah
dia adalah saudara perempuan utsman bin 'affan dari jalur susuan.
'amr bin al-ash di kenal sangat cerdas dan jenius. Termasuk dalam jajaran orang arab yang
banyak akal dan ahli diplomatik. Sangat pandai pemikirannya dan cepat tanggap alasanalasannya dapat di terimah. Orangnya tidak terlalu tinggi dan agak kurus. Kulitnya putih dan
selalu di hiasi senyum keceriaan.
sewaktu masa jahiliyah 'amr bin al-ash banyak terlibat dalam sejumlah pertempuran melawan
RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WASSALAM, baik dalam perang badar, uhud
maupun khandaq.
sewaktu kaum muslimin hidup dalam penderitaan dan teror oleh orang-orang quraisy, maka
kaum muslimin hijrah kenegri habsyah (ethopia). Di sana mereka hidup dengan damai dan
sejahtera di pemerintahan raja najasyi yang adil.
kaum quraisy tidak puas akan kehidupan kaum muslimin yang hijrah ini, maka muncullah ide
'Amr bin al-'ash agar membujuk raja najasyi agar mau mengusir kaum muslimin. Meskipun pada
akhirnya raja najasyi kala itu menolak tuduhan 2 delegasi ('Amr bin al-'ash dan abdullah bin abi
rabi'ah) dari kaum quraisy.
setelah pertemuan tersebut usai, 'Amr bin al-'ash menghadap sang raja untuk pamit.
'Amr bin al-'ash keluar dari negeri habsyah. Dia tiba di mekkah dengan semangat baru karena
dia sudah punya tekad bulat. Yaitu nantinya akan ke yatsrib mengungkapkan keislamannya di
hadapan RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WASSALAM.
di tengah jalan dia bertemu dengan khalid bin walid yang punya niat yang sama. Akhirnya
mereka beriringan ke kota madinah dengan tujuan yang sama. Masuk islam.
'Amr bin al-'ash RADHIALLAHU 'ANHUM dengan ketajaman otaknya dan kesigapan
penalarannya mampu bergabung dengan masyarakat islam di kota madinah. Dia memahami
dengan tangkas dasar dasar agama.
RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WASSALAM tahu betul 'Amr bin al-'ash punya
kemampuan dalam hal keberanian, kecerdasan dan gagasan cemerlang. Maka Nabi memilihnya
untuk di kirim dalam sebuah urusan penting ke negri syam di daerah wad al-Qura
akan tetapi sampai berita kepada RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WASSALAM
bahwa kabilah Qadha'ah membentuk pasukan untuk menyerbu masuk kota madinah maka
RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WASSALAM memberikan amanah kepadanya
dengan menjadikannya seorang panglima dan mengutus sekitar tiga ratus orang dari kalangan
muhajirin dan anshar.
setelah sukses pada misi di syam maka nabi MUHAMMAD SHALALLAHU 'ALAIHI
WASSALAM kembali mengirim 'Amr bin al-'ash RADHIALLAHU 'ANHUM ke negri oman.
'Amr bin al-'ash adalah salah satu panglima penaklukan di masa khalifah abu bakar ash shidiq
RADHIALLAHU 'ANHUM
di masa pemerintahan umar bin khattab RADHIALLAHU 'ANHUM ,'Amr bin al-'ash
RADHIALLAHU 'ANHUM AJMAI'IN masih menjadi gubernur palestina. Umar bin khattab
RADHIALLAHU 'ANHUM sangat takjub dengan kemampuan 'Amr bin al-'ash dalam siasat
perang, manajemennya sangat bagus dalam mengatur segala sesuatu. Umar bin khattab
RADHIALLAHU 'ANHUM kagum pada 'Amr bin al-'ash dalam retorikanya dalam berpidato
maka amirul mukminin meminta 'Amr bin al-'ash RADHIALLAHU 'ANHUM memimpin
pasukan ke iskandariyah yg sebelumnya menaklukan dulu kota ainusysyam. Dua kota inipun di
kuasa oleh panglima 'Amr bin al-'ash.
di masa 'amirul mukminin 'utsman bin affan,'Amr bin al-'ash di turunkan dari kursi kegubernuran
di mesir.
di masa mu'awiyah di bai'at menjadi khalifah, kembali 'Amr bin al-'ash menjadi gubernur di
mesir.
'Amr bin al-'ash hidup dan bertempat di mesir dan di sana di karuniai 2 anak laki-laki , yaitu
abdullah dan muhammad.
pada malam idul fitri tahun 43 H, wafatlah 'Amr bin al-'ash RADHIALLAHU 'ANHUM dan di
makamkan di mesir. Mudah-mudahan ALLAH TA'ALA merahmati 'Amr bin al-'ash. Seorang
muslim yang cerdik,saleh, pahlawan dan penakluk. Dia termasuk salah satu tokoh besar yang
memperjuangkan islam.
0000000
Abdullah ibn Amr ibn al-Ash : Sangat tekun beribadah
http://www.jejakperadaban.com//abdullah-ibn-amr-ibn-al-ash
Abdullah ibn Amr ibn al-Ash adalah sahabat Nabi saw. yang berasal dari suku Quraisy
keturunan Bani Sahmi. Ayahnya bernama Amr ibn al-Ash, salah seorang diplomat Quraisy ulung
yang sempat diutus Quraisy ke negeri Habasyah sebagai intel untuk menarik para Muhajirin
yang berhijrah ke negeri Habasy. Ibunya bernama Raithah binti Munabbih ibn al-Hajjaj alSahmi. Abdullah lebih dahulu memeluk Islam daripada ayahnya, dan Allah menganugerahinya
kecerdasan dan kekuatan hafalan.
Abu Hurairah r.a. pernah berkata, "Tak seorang pun yang melebihi aku dalam hafalan hadits
Rasulullah saw. selain Abdullah ibn Amr ibn al-Ash. Ia selalu menulis (hadits) sedangkan aku
tidak."
Abdullah sendiri pernah berkata, "Aku menghafal dari Nabi saw. seribu hadits."
Selain seorang sahabat yang terkemuka, Abdullah ibn Amr juga menjadi salah seorang yang
sering dimintai pendapat. Ia rajin membaca dan mempelajari berbagai kitab, dan tekun mengaji
Al-Quran. Ia pernah meminta izin kepada Nabi saw. untuk menuliskan hadits, dan beliau
mengizinkannya. Abdullah berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku menuliskan apa yang aku
dengar, baik dalam keadaan ridha maupun marah?"
Rasulullah menjawab, "Ya, aku tidak akan mengatakan kecuali kebenaran."
Ibn Ishaq menuturkan sebuah riwayat dari Abu Burdah dari Abdullah ibn Amr bahwa ia bertanya
kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah, berapa lama (sebaiknya) aku membaca Al-Quran?"
Rasulullah menjawab, "Khatamkan dalam waktu satu bulan."
Abdullah ibn Amr berkata, "Aku mampu lebih dari itu."
Rasulullah menjawab, "Khatamkan dalam waktu 20 hari."
Abdullah ibn Amr berkata, "Aku mampu lebih dari itu."
Rasulullah menjawab, "Khatamkan dalam waktu 15 hari."
Abdullah ibn Amr berkata, "Aku mampu lebih dari itu."
Rasulullah menjawab, "Khatamkan dalam waktu 10 hari."
Abdullah ibn Amr berkata, "Aku mampu lebih dari itu."
Rasulullah menjawab, "Khatamkan dalam waktu 5 hari."
Abdullah ibn Amr berkata, "Sebenarnya aku mampu lebih baik dari itu, tetapi Rasulullah saw.
tidak memberi keringanan lagi kepadaku."
Allah menjadikan ummat Muhammad saw. sebagai ummat pertengahan, tidak berlebihan dan
tidak melampaui batas. Namun, Abdullah ibn Amr termasuk diantara muslim yang sangat
mengutamakan ibadah sehingga cenderung mengabaikan kepentingan diri sendiri dan keluarga.
Waktu makan malam ia habiskan untuk berzikir, sementara siang hari ia gunakan untuk
berpuasa. Bahkan, ia sering mengkhatamkan Al-Quran hanya dalam waktu sehari semalam. Ia
juga sengaja menjauhi keluarganya. Karena itulah ayahnya, Amr ibn al-Ash mengadu kepada
Nabi saw. sehingga beliau meraih tangan Abdullah dan diletakkan ke tangan ayahnya, Amr ibn
al-Ash, lalu beliau bersabda, "Kerjakanlah apa yang kuperintahkan kepadamu dan taati
ayahmu!"
Ketika perang Shiffin meletus, ayahnya yang berada di barisan Muawiyah, mengajaknya
bergabung seraya mengungkapkan sabda Nabi saw. yang pernah dikatakan kepada Abdullah,
"Taatilah ayahmu!" Maka, dengan sangat berat hati ia mengikuti kemauan Amr ibn al-Ash,
meskipun ia tidak ikut bertempur. Ketika Husain ibn Ali mencelanya karena bergabung di
barisan Muawiyah, Abdullah berkata, "Demi Allah, aku tidak menghunus pedang, tidak
melemparkan tombak, dan tidak melepaskan panah."
Abdullah ibn Amr ibn al-Ash meriwayatkan 700 hadits Rasulullah. Di usia senja ia mengalami
kebutaan. Ia wafat pada usia 70 tahun lebih. Ada juga yang mengatakan 90 tahun lebih.
zahid, ahli fiqh, al-Imam al-Kabir dan ahli ibadah. Tubuhnya tidak gemuk dan tidak
terlalu pendek. Suaranya bagus.
Sejarah beliau dimulai dari Yaman tempat dimana beliau dilahirkan. Masa itu
penduduk Qohthan banyak yang menyembah berhala. Meskipun ia masih berusia
muda, tapi ia menolak dan mengingkari penyembahan berhala yang berlaku di
masyarakatnya. Ia tahu bahwa berhala yang disembah tidak memberikan manfaat
dan juga bahaya.
Dalam hatinya berkeinginan agar datang pertolongan dari langit untuk
menyelamatkan manusia dari penyembahan berhala. Keinginannya itu terwujud
ketika beliau mendengar bahwa Muhammad bin Abdullah adalah utusan Allah
mengajarkan agama tauhid, mengajak kepada amar ma'ruf dan budi pekerti mulia.
Maka dengan niat ikhlas beliau meninggalkan tanah kelahirannya pergi menuju
Mekkah tempat di mana Rasulullah diutus.
Sesampainya di Mekkah beliau duduk di sekeliling Rasulullah dan belajar
darinya. Selama mengikuti ajaran Rasulullah, beliau sangat rajin dan tekun.
Akhirnya setelah merasa cukup beliau pulang ke Yaman untuk mengajarkan agama
tauhid yang dibawa Rasulullah. Sedikit banyak ia membawa perubahan di kaumnya.
Kemudian beliau balik ke hadapan Rasulullah setelah selesai perang Khaibar.
Kebetulan kedatangannya bersamaan dengan datangnya Ja'far bin Abu Tholib
bersama sahabat lain dari Habasyah (Ethopia).
Di situlah Rasulullah memberikan penjelasan tentang ajaran Islam kepada
semua yang datang. Ternyata kedatangan beliau dari Yaman tidak hanya seorang
diri. Tapi beliau datang bersama 53 lebih dari laki-laki dari penduduk Yaman. Dua
saudara sedarahnya juga ikut datang yaitu Abu Ruhm dan Abu Burdah. Orang-orang
yang datang bersama beliau oleh Rasulullah disebut "al-Asy'ariun" (orang-orang
Asy'ari).
Tentang kisah hijrahnya, beliau berkata; "Kami keluar dari Yaman bersama 53
orang lebih dari kaumku. Suadaraku Abu Ruhm dan Abu Burdah juga ikut. Kami
berlayar dengan prahu ke Najashy, Ethopia. Ternyata di sana sudah ada Ja'far dan
sahabat-sahabat lain. Kemudian kami bertemu setelah selesai perang Khaibar.
Kemudian Rasulullah berkata; "Kamu berhijrah dua kali, pertama ke Najashy
dan kedua hijrah kepadaku." (HR.Bukhori Muslim). Sejak itulah Rasulullah sangat
cinta padanya, dan juga kaumnya. Anehnya sebelum kedatangan beliau, Rasulullah
berkata kepada para sahabat bahwa akan datang kepada kami besok suatu kaum
hatinya sangat lembut. Besok harinya kedatangan mereka disambut meriah dengan
saling berjabat tangan. Inilah sejarah pertama berjabat tangan dalam Islam.
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, "Orang-orang Asy'ari ini bila
mereka kekurangan makanan dalam peperangan atau ditimpa paceklik, maka
mereka kumpulkan semua makanan yang mereka miliki pada selembar kain, lalu
mereka bagi rata. Mereka termasuk golonganku, dan aku termasuk golongan
mereka. "
Abu Musa menempati posisi yang tinggi di kalangan kaum Muslimin. Ia
ditakdirkan menjadi sahabat Rasulullah dan muridnya, serta menjadi penyebar
Islam ke seluruh dunia. Abu Musa merupakan kombinasi yang khusus dari sifat-sifat
utama. Ia seorang prajurit yang gagah berani dan pejuang yang tangguh bila
berada di medan perang. Namun ia juga seorang pahlawan perdamaian, peramah,
dan tenang. Keramahan dan ketenangannya mencapai batas maksimal
Beliau adalah seorang faqih (ahli fiqh) dan sangat cerdas sehingga dapat
memahami setiap persoalan yang muncul. Disebutkan bahwa beliau termasuk
empat orang ahli hukum umat Islam, Umar, Ali, Abu Musa dan Zaid bin Tsabit. Tidak
hanya itu, beliau juga penguasa yang sangat berani. Di medan perang, dengan
beraninya ia sanggup memikul beban dan tanggung jawab pasukan umat Islam.
Sampai suatu ketika Rasulullah berkata, "Tuan para kesatria adalah Abu Musa ."
Rasulullah pernah menugaskan beliau menjadi penguasa atau wali di kota
Zabid dan Adnan. Diantara para sahabat, beliau lah yang memiliki suara bagus
ketika membaca al-Qur'an. Kelembutan dan kehalusan suaranya membuat orang
yang
mendengarkan
terharu
dan
terenyuhlah
hatinya.
Suaranya
mampu
Ketika
pagi-pagi
beliau
diberitahu
bahwa
istri-istri
Rasul
mendengar
bacaannya.
Biasanya kalau Umar bin Khatthab bertemu dengannya, ia harus diperintah
untuk membaca al-Qur'an sembari berkata, "Wahau Abu Musa, kami rindu dengan
lantunan ayat-ayat suci al-Qur'an." Pada waktu Umar bin Khatthab mengutus beliau
untuk
menjadi
mengumpulkan
wali
dan
penduduk
amir
di
Bashrah
pada
tahun
Basrah
sembari
berkhutbah;
17
Hijriah,
"Amirul
beliau
mukminin
mengutusku untuk mengajarkan kepada kalian kitab Allah dan sunnah Rasul. Dan
juga untuk membersihkan jalan kesesatan kalian.".
Mengenai dirinya ketika memimpin Bashrah, Hasan Al-Bashri pernah berkata,
"Tak seorang pengendara pun yang datang ke Bashrah yang lebih berjasa kepada
penduduknya selain dia "
Pada masa khalifah Utsman beliau ditugaskan untuk menjadi wali di Basrah,
tapi kemudian ia mengundurkan diri. Setelah itu dipindah ke Kuffah. Pada waktu
terjadi fitnah dan perselisihan antara Ali dengan Muawwiyah, beliau mengajak
penduduk Basrah untuk memberikan dukungan kepada Ali.
Selama berjuang bersama Rasulullah, Beliau telah meriwayatkan kurang
lebih
355
hadits.
Diantara
hadits
riwayatnya,
dari
Rasulullah
bersabda;