Anda di halaman 1dari 7

MODUL 1

HADITS TENTANG TAKWA

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

‫ وأتبع السيئة الحسنة تمحها‬، ‫اتق هللا حيثما كنت‬،


‫وخالق الناس بخلق حسن‬
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimana pun kamu berada, iringilah perbuatan buruk
dengan perbuatan baik niscaya ia akan menghapusnya, pergaulilah manusia dengan
akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)

Biografi Singkat Perawi Hadits:


Hadits ini diriwayatakn oleh dua orang sahabat yaitu Abu Dzar Al-Ghifari dan Mu’adz
bin Jabal yang merupakan sahabat yang agung. Nama lengkapnya Abu Dzar adalah
Jundub bin Junadah. Beliau dikenal sebagai sahabat yang zuhud (sederhana dan tak
silau dunia). Merupakan sahabat yang pertama kali mengucapkan salam kepada Nabi
dengan salam Islam. Masuk Islam ketika di Mekah.
Menurut catatan sejarah, urutan keislamannya adalah nomer kelima. Setelah Nabi
wafat, beliau tinggal di Rabadzah sampai meninggalnya pada tahun 32 Hijriah pada
masa Khalifah Utsman bin Affan.

Sedangkan Mu’adz bin Jabal adalah Abu Abdurrahman. Al-Anshary, Al-Khazrajy.


Merupakan sahabat kalangan Anshar yang turut serta dalam baiat ‘Aqabah.
Berpartisipasi dalam perang Badar Kubra dan jihad yang lainnya. Beliau pernah diutus
Nabi ke Yaman sebagai hakim dan guru. Pada masa Umar, beliau dijadikan seabagai
penjabat mengganti Abu Ubaidah. Kemudian meninggal karena terjangkit wabah
Tha’un ‘Amawas pada tahun 18 Hijriah. Saat itu usianya 38 tahun.

Penjelasan Hadits:
Asal arti kata takwa adalah “wiqayah” (perlindungan diri). Maksudnya, buatlah
perlindungan diri di mana pun berada, dari perbuatan-perbuatan yang bisa menyulut
siksa Allah. Takwa bisa juga berarti berhati-hati atau waspada sebagaimana kehati-
hatian orang yang berjalan di jalan yang berduri.

Selain itu, ketika khilaf melakukan keburukan, harus segera diiringi dengan melakuan
kebaikan. Karena, kebaikan itu akan menghapus kejahatan yang dilakukannya. Yang
tak kalah penting adalah bergaul atau berinteraksi dengan orang dengan akhlak yang
baik.

Pelajaran dari Hadits:


1. Seorang muslim hendaknya bertakwa kepada Allah dimana saja berada
2. Iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka ia akan menghapusnya
3. Hendaknya bergaul dengan manusia dengan akhlak yang baik
4. Pentingnya bagi seorang muslim membangun hubungan yang baik dengan Allah
dan manusia.
5. Hadits ini mengandung kemurahan Allah untuk hamba-Nya
MODUL 2
HADITS KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiallahu’anhuma, beliau berkata, “Aku mendengar
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫الدين‬
ِ =‫َمن ي ُِر ِد هللا ُ به خيرً ا ُي َف ِّقهْه في‬
‘Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, Allah ta’ala akan pahamkan dia
dalam urusan agama.
Biografi Singkat Perawi:
Mu’awiyah bin Abu Sufyan Shakhr bin Harb al Quraisy al Umawi ‫ﷺ‬. Beliau dan ayahnya
termasuk sahabat yang mulia.
Beliau dilahirkan 5 tahun sebelum diutusnya Rasulullah ‫ﷺ‬, dan masuk Islam pada
tahun Fathu Mekah. Beliau termasuk penulis wahyu. Beliau ditunjuk sebagai gubernur
Syam pada masa Khalifah Umar. Beliau adalah khalifah yang pertama pada daulah
Umawiyah.
Penjelasan Hadits:
Hadits yang mulia ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama dan keutamaan
yang besar bagi orang yang mempelajarinya, sehingga Imam an-Nawawi dalam
kitabnya Riyadhush Shalihin, pada pembahasan “Keutamaan Ilmu” mencantumkan
hadits ini sebagai hadits yang pertama.
Pelajaran dari Hadits:
1. Keutamaan Mempelajari Ilmu Syar’i di atas ilmu-ilmu yang lain
2. Barangsiapa yang tidak mempelajari agama sesungguhnya ia dijauhkan dari
kebaikan yang banyak
3. Dengan ilmu, seorang muslim bisa beribadah kepada Rabbnya di atas
keterangan yang jelas, dan diapun menjadi tinggi kedudukannya di dunia
maupun di akhirat
4. Mengikhlaskan niat ketika menuntut ilmu Menjadikan hal tersebut bernilai
ibadah, sehingga seorang muslim diberi pahala karenanya.
5. Wajib atas seorang muslim mempelajari perkara-perkara yang wajib dari urusan
agamanya. Contohnya: ilmu tata cara wudhu, shalat, puasa, zakat, haji dan
kewajiban lainnya.
MODUL 3
KEUTAMAAN SURAT AL-IKHLAS DAN AL-MU’AWWIDZATAIN

Hadits Pertama:

– ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ – ِ‫ َأ َّن َرس ُْو َل هللا‬: – ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬ ِ ‫َو َع ْن َأبِي َس ِع ْي ٍد ال ُخ ْد ِري – َر‬
)) ‫ث القُرْ آ ِن‬ َ ُ‫ (( َوالَّ ِذي نَ ْف ِسي بِيَ ِد ِه إنَّهَا لَتَ ْع ِد ُل ثُل‬: } ‫ { قُلْ هُ َو هللاُ َأ َح ٌد‬: ‫ال فِي‬ َ َ‫ ق‬، .
‫ (( َأيَ ْع ِج ُز‬: ‫ال َأِلصْ َحابِ ِه‬ َ َ‫ ق‬، – ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ – ِ‫ َأ َّن َرس ُْو َل هللا‬: ‫َوفِي ِر َوايَ ٍة‬
‫ك يَا‬ ُ ‫ أيُّنَا يُ ِطي‬: ‫ َوقَالُوا‬، ‫ك َعلَ ْي ِه ْم‬
َ ِ‫ق َذل‬ َ ِ‫ق َذل‬
َّ ‫آن فِي لَ ْيلَ ٍة )) فَ َش‬ ِ ُ‫َأ َح ُد ُك ْم َأ ْن يَ ْق َرَأ بِثُل‬
ِ ْ‫ث القُر‬
ِ ‫آن )) َر َواهُ البُ َخ‬
‫اري‬ ِ ْ‫ث ْالقُر‬ ُ ُ‫ ثُل‬: } ‫ص َم ُد‬ َّ ‫ (( { قُلْ هُ َو هللاُ َأ َح ٌد هللاُ ال‬: ‫ال‬ َ َ‫ َرس ُْو َل هللاِ ؟ فَق‬.

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda tentang surah “Qul huwallahu ahad (surah Al-Ikhlas)”, “Demi diriku
yang ada pada tangan-Nya, sesungguhnya surah tersebut sama dengan sepertiga Al-
Qur’an.”

Sedangkan dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada para sahabatnya, “Apakah salah seorang di antara kalian merasa
lemah untuk membaca sepertiga Al-Qur’an pada satu malam?” Maka itu berat bagi
mereka, dan mereka berkata, “Siapakah di antara kami yang sanggup melakukan itu,
wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Qul
huwallahu ahad Allahush shamad (surah Al-Ikhlas) adalah sepertiga Al-Qur’an.” (HR.
Bukhari) [HR. Bukhari, no. 5051; Fath Al-Bari, 9:95]

Hadits Kedua:

‫ث فِي ِه َما‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ ِإ َذا َأ َوى ِإلَى فِ َرا ِش ِه ُك َّل لَ ْيلَ ٍة َج َم َع َكفَّ ْي ِه ثُ َّم نَف‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫ع َْن عَاِئ َشةَ َأ َّن النَّب‬
‫اس ثُ َّم يَ ْم َس ُح بِ ِه َما َما‬ ِ َّ‫ق َو قُلْ َأ ُعو ُذ بِ َربِّ الن‬ ِ َ‫فَقَ َرَأ فِي ِه َما قُلْ هُ َو هَّللا ُ َأ َح ٌد َو قُلْ َأ ُعو ُذ بِ َربِّ ْالفَل‬
‫ت‬
ٍ ‫ث َمرَّا‬ َ ‫ا ْستَطَا َع ِم ْن َج َس ِد ِه يَ ْب َدُأ بِ ِه َما َعلَى َرْأ ِس ِه َو َوجْ ِه ِه َو َما َأ ْقبَ َل ِم ْن َج َس ِد ِه يَ ْف َع ُل َذلِكَ ثَاَل‬

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha’, “Bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬apabila akan tidur di setiap
malamnya, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya kemudian meniup pada
keduanya, seraya membaca qul huwallahu ahad, qul a’udzu birabbil falaq, dan qul
a’udzu birabbinnaas. Kemudian mengusapkan kedua telapak tangannya ke seluruh
tubuh yang bisa beliau jangkau, mulai dari kepala, wajah, kemudian tubuh bagian
depan sebanyak tiga kali.” (Muttafaqun Alaihi)

Biografi Singkat Perawi Hadits:


Nama dan nasabnya:
Beliau adalah sahabiyah yang mulia, ummul mukminin (ibunda kaum mukminin) ‘Aisyah
bintu Abu Bakar ash Shiddiq radhiallahu ‘anha.
Wafat: 57 H
Beliau adalah istri Rasulullah ‫ ﷺ‬terkenal dengan ilmu dan fikih yang luas, serta banyak
meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah ‫( ﷺ‬2.210 hadits).
Pelajaran dari Hadits:
1. Termasuk sunnah ketika hendak tidur yaitu membaca tiga surat tersebut,
kemudian meniup ke telapak tangan dan mengusapkannya ke tubuh yang bisa
dijangkau sebanyak tiga kali, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬.
2. Disunnahkan bagi seorang muslim membaca ayat kursi ketika hendak tidur.
3. Termasuk kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya, yaitu disyariatkannya
dzikir ini ketika hendak tidur.
4. Wajib bagi seorang muslim memperkuat kedekatannya dengan Allah pada setiap
keadaan
5. Disunnahkan bagi seorang muslim untuk selalu membaca dzikir ini agar ia
mendapatkan pahala, dan penjagaan dari Allah ta’ala.
6. Tidur adalah mati kecil. Bila seorang muslim bangun tidur hendaknya dia
membaca do’a:
‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذيْ َأحْ يَانَا بَ ْع َد َما َأ َماتَنَا َوِإلَ ْي ِه النُّ ُش ْو ِر‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami,
dan hanya kepada-Nya kami kembali."
MODUL 4
PERINTAH MENAHAN AMARAH

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa


Sallam bersabda:

ُ‫ف هَّللا ُ َع ْنهُ َع َذابَه‬


َّ ‫ضبَهُ َك‬ َّ ‫َم ْن َك‬
َ ‫ف َغ‬
“Barangsiapa yang dapat menahan amarahnya, maka Allah akan menahan siksa-Nya
dari orang tersebut.” (HR. At Thbarani)
Biografi Singkat Perawi:
Anas bin Malik berasal dari suku Bani Najjar yang tinggal di Madinah dan merupakan
anak dari Ummu Sulaim, nama panggilan (kunyah) beliau adalah Abu Hamzah. Sejak
kecil dia melayani keperluan Nabi Muhammad, sehingga selalu membersamai
Rasulullah. Dengan selalu bersama Rasulullah, dia menghafal banyak hadist.
Selain mendapat keistimewaan dapat melayani Rasulullah ‫ﷺ‬. Anas juga mendapat doa
khusus dari Rasulullah ‫ﷺ‬. Berkat doa Rasulullah ‫ﷺ‬. tersebut maka Anas pun ketika
dewasa memiliki kebun kurma luas, dalam setahun dapat panen dua kali. Demikian
pula, anak dan cucunya banyak, bahkan hingga wafat ia memiliki anak 120. Ia pun
dipanjangkan umurnya hingga 107 tahun. Ia termasuk sahabat yang terakhir meninggal
di kota Bashrah pada hari jum’at tahun 93 Hijriyyah.
Penjelasan Hadits:
Hadīts ini menjelaskan tentang keutamaan meredam amarah, memiliki keutamaan
khusus. Oleh karenanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengkhususkan penyebutannya di
dalam Al Qur’ān, yaitu antara ciri-ciri penghuni surga adalah:

ِ َّ‫اظ ِمينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعافِينَ ع َِن الن‬


…… ‫اس‬ ِ ‫َو ْال َك‬
”Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.”
(QS Āli Imrān: 134)
Maksudnya adalah orang yang memendam amarah tatkala amarahnya sudah
memuncak. Ini hebat, bukan diawal kemarahan tetapi tatkala penyebab amarahnya
sudah luar biasa, amarahnya sudah berada dipuncaknya, kemudian dia tahan maka ini
orang yang hebat.
Di dalam hadīts ini dikatakan barangsiapa meredam amarahnya maka Allāh akan
menahan adzab-Nya. Orang yang meredam amarah adalah termasuk dari ciri-ciri
penghuni surga, sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

‫ين‬ ْ ‫ات َواَأْلرْ ضُ ُأ ِع َّد‬


َ ِ‫ت لِ ْل ُمتَّق‬ ُ ‫او‬ ُ ْ‫ار ُعوا ِإلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
َ ‫ضهَا ال َّس َم‬ ِ ‫َو َس‬
”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS Āli Imrān: 133)
Pelajaran dari Hadits:
1. Keutamaan sabar dan menahan amarah.
2. Balasan orang yang menahan marah, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala akan
menahan adzab-Nya dari orang tersebut.
3. Orang yang menahan amarah mendapatkan janji Allah subhanahu wa ta’ala
berupa surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
4. Anjuran untuk memafaakan kesalahan orang lain.
5. Anjuran untuk berakhlak yang terpuji seperti sabar, berkata-kata yang baik,
serta tidak tergesa-gesa.
MODUL 5
HADITS LARANGAN NAMIMAH DAN GHIBAH

HADITS PERTAMA:
Dari sahabat Hudzaifah bin Yaman radhiallahu anhu,
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

‫اَل يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ نَ َّما ٌم‬


“Tidak masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (Muttafaq ‘Alaih)
Biografi Singkat Perawi:
Ia dilahirkan di Madinah dari ayah yang bernama Husail bin Jabir Al 'Absi Al-Yamani
(Bani Abs) yang berasal dari Makkah dan ibu yang dibesarkan di Madinah (dari Bani
Abd Asyal), sehingga ia dapat dianggap sebagai kaum Muhajirin maupun kaum Anshar.
Ia mengikuti bai'at Aqabah untuk menyatakan keislamannya.
Hudzaifah bin al-Yaman dikenal sebagai orang yang dipercaya oleh Nabi Muhammad
dalam menyimpan rahasia dan dalam menyelidiki permasalahan yang terjadi. Hampir di
setiap pertempuran, ia ikuti kecuali Dalam Pertempuran Badar, karena ia bersama
ayahnya ditangkap suku Quraisy. Dalam Pertempuran Khandaq ia diperintahkan oleh
Nabi Muhammad untuk memeriksa keadaan penyerang kota Madinah.
Beliau wafat di kota Mada’in pada tahun 35/36 Hijriyah, selisih 40 hari setelah wafatnya
sahabat Utsman bin Affan.
Penjelasan Hadits:
Namimah artinya mengutip perkataan seseorang, lalu ia sampaikan kepada orang lain
dengan tujuan merusak hubungan di antara keduanya.
Namimah menimbulkan bahaya yang besar, di antaranya:
1. Termasuk dosa besar dan pelakunya diancam tidak masuk surga.
2. Menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.
3. Merusak hubungan persaudaraan, suami istri, pertemanan, dan anggota
masyarakat.

HADITS KEDUA:
Ghibah sebagaimana telah jelas pengertiannya yang terdapat dalam sebuah hadits
riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ هللاُ َو َرسُوْ لُه‬: ‫ َأتَ ْدرُوْ نَ َما ْال ِغ ْيبَةُ ؟ قَالُوْ ا‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َ ِ‫ع َْن َأبِ ْي هُ َري َْرةَ َأ َّن َرسُوْ َل هللا‬
‫ ِإ ْن َكانَ فِ ْي ِه َما‬: ‫ َأفَ َرَأيْتَ ِإ ْن َكانَ فِ ْي َأ ْخ ْي َما َأقُوْ ُل ؟ قَا َل‬: ‫ فَقِي َْل‬،ُ‫ ِذ ْكرُكَ َأخَ اكَ بِ َما يَ ْك َره‬: ‫ قَا َل‬،‫َأ ْعلَ ُم‬
ُ‫ َو ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن فِ ْي ِه َما تَقُوْ ُل فَقَ ْد بَهَتَّه‬،ُ‫تَقُوْ ُل فَقَ ِد ا ْغتَ ْبتَه‬

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda: “’Tahukah kalian apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan
rasulNya yang lebih tahu’. Rasulullah bersabda: ‘Engkau menyebut saudaramu tentang
apa yang dia benci’. Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan
benar tentang saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang
kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika
yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan
tentang saudaramu.’” (HR. Muslim no. 2589)
Penjelasan Hadits:
Ghibah adalah perkara yang diharamkan sebagaimana dalam firman-Nya, Allah telah
melarangnJya sebagaimana dalam kaidah ushul fikih bahwa lafadz larangan asalnya
menghasilkan hukum haram. Di antara dalil larangan ghibah adalah firman Allah ta’ala:

ُ ‫ْض الظَّنِّ ِإث ٌم ۖ َواَل تَ َج َّسسُوْ ا َواَل يَ ْغتَبْ بَ ْع‬


‫ض ُك ُم‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا اجْ تَنِبُوْ ا َكثيرًا ِمنَ الظَّنِّ ِإ َّن بَع‬
‫بَ ْعضًا ۚ َأي ُِحبُّ َأ َح ُد ُكم َأ ْن يَأ ُك َل لَحْ َم َأ ِخ ْي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموْ هُ ۚ َواتَّقُوْ ا هَّللا َ ۚ ِإ َّن هَّللا َ تَ ّوابٌ َرحي ٌم‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya
sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan
di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik.
Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha
Penyayang.”
(QS. Al-Hujurat:12)
Ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsirnya bahwa pada ayat ini terdapat pelarangan dari
perbuatan ghibah. Allah subhanahu wa ta’ala membuat perumpamaan ghibah bagaikan
orang yang memakan bangkai sudaranya sendiri, maka hal ini menunjukkan besarnya
dan menjijikannya dosa ghibah.
Cara Menghindari Ghibah
1. Mengingat bahwa semua amalan akan dicatat termasuk ucapan
2. Mengingat ‘aib sendiri yang lebih seharusnya diperhatikan
3. Anggap diri kita lebih rendah dari orang lain

Anda mungkin juga menyukai