Anda di halaman 1dari 25

Bagaimana membedakan antara jalan yang lurus dan ajaran yang sesat?

Perhatikan ciri-cirinya
berikut ini.

Ciri Ajaran yang Lurus

Kita senantiasa berdoa pada Allah dalam shalat kita minimal 17 kali dalam sehari, yaitu saat
membaca surat Al-Fatihah. Kita senantiasa meminta pada Allah,

ََ ‫الص َرا‬
‫ط ا ْه ِدنَا‬ ََ ‫( ْال ُم ْستَق‬6) ‫ط‬
ِ ‫ِيم‬ ِ ََ‫علَ ْي ِه َْم أ َ ْن َع ْمتََ الَّذِين‬
ََ ‫ص َرا‬ َ ‫ْر‬
َِ ‫غي‬ َِ ‫علَ ْي ِه َْم ْال َم ْغضُو‬
َ ‫ب‬ ََ ‫( الضَّالِينََ َو‬7)
َ ‫ل‬

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-
Fatihah: 6-7)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir diterangkan yang diminta dalam ayat di atas adalah hidayah al-irsyad wa at-
taufiq, yaitu hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan mengamalkannya, bukan sekedar hidayah
untuk dapat ilmu. Jadi maksudnya kata beliau, kita minta pada Allah, tunjukkankah kita pada jalan
yang lurus.

Adapun makna shirathal mustaqim, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dengan menukil
perkataan dari Imam Abu Ja’far bin Jarir bahwa para ulama sepakat bahwa shirathal mustaqim yang
dimaksud adalah jalan yang jelas yang tidak bengkok.

Akan tetapi, para ulama pakar tafsir yang dulu dan sekarang punya ungkapan yang berbeda-beda
untuk menjelaskan apa itu shirath. Namun perbedaan tersebut kembali pada satu pengertian,
shirathal mustaqim adalah jalan yang mengikuti ajaran Allah dan tuntunan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Demikian kesimpulan dari Ibnu Katsir.

Secara jelas jalan yang lurus diterangkan pada ayat selanjutnya,

َ‫ط‬ ِ ََ‫علَ ْي ِه َْم أ َ ْنعَ ْمتََ الَّذِين‬


َ ‫ص َرا‬ َ

“Jalan yang engkau beri nikmat pada mereka.”

Adh-Dhahak berkata dari Ibnu ‘Abbas bahwa jalan tersebut adalah jalan yang diberi nikmat dengan
melakukan ketaatan dan ibadah pada Allah. Jalan tersebut telah ditempuh oleh para malaikat, para
nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang shalih. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Allah,

َ‫ّللا يُطِ َِع َو َم ْن‬


َََّ ‫ل‬ َّ ‫ّللاُ أ َ ْنعَ ََم الَّذِينََ َم ََع فَأُولَئِكََ َو‬
ََ ‫الرسُو‬ ََّ ‫علَ ْي ِه َْم‬
َ ََ‫الصدِيقِينََ النََّبِ ِيينََ مِ ن‬ ُّ ‫صالِحِ ينََ َوال‬
ِ ‫ش َه َداءَِ َو‬ ُ ‫َرفِيقًا أُولَئِكََ َو َح‬
َّ ‫سنََ َوال‬

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang
mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa’:
69)

Kesimpulannya, ciri ajaran yang lurus adalah mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan
pemahaman yang benar dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Lawan dari ajaran yang lurus adalah ajaran yang sesat. Bagaimana ciri-cirinya?

Ciri Ajaran atau Aliran yang Sesat

Ada beberapa ciri aliran sesat yang telah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia yang kami
jabarkan dengan contoh dan sedikit penjelasan di bawah ini.

Pertama, mengingkari rukun iman dan rukun Islam.

Contoh seperti aliran Rafidhah (baca: Syi’ah) yang merubah rukun Islam ke-6 menjadi imamah dan
menambah atau mengubah syahadat, atau kelompok sesat yang menambah syahadat dengan
syahadat pribadi.

Kedua, meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i (Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Contoh kasusnya ada kelompok yang meyakini dan meramalkan kiamat akan terjadi pada tahun
2012, padahal kapan terjadinya kiamat adalah rahasia Allah. Allah Ta’ala berfirman,

َََّ ُ‫ع َِة ع ِْل َُم ِع ْن َدَه‬


َ‫ّللا ِإ َّن‬ ََ ‫ام فِي َما َويَ ْعلَ َُم ْالغَي‬
َُ ‫ْث َويُن َِز‬
َ ‫ل السَّا‬ َِ ‫غدًا ت َ ْكسِبَُ َماذَا نَ ْفسَ تَد ِْري َو َما ْاْل َ ْر َح‬ َ َ ‫ن ت َ ُموتَُ أ َ ْرضَ بِأ‬
َ ‫ي ِ نَ ْفسَ تَد ِْري َو َما‬ ََّ ِ‫ّللا إ‬
َََّ
َ‫علِيم‬ َ َ‫َخبِير‬

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah
Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Luqman: 34).

Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an.

Contohnya Mirza Ghulam Ahmad pimpinan Ahmadiyah dengan kitab Tadzkirahnya.

Keempat, mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Al-Quran.

Contohnya Sumanto Al-Qurtubi dengan bukunya yang berjudul lubang hitam agama yang
menganggap Al-Qur’an hasil konspirasi jahat antara Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dengan
para penulis dan Al-Quran dianggap sebagai barang rongsokan yang sudah usang. Padahal Allah
sendiri menyatakan,

‫الذ ْك ََر ن ََّز ْلنَا نَحْ نَُ إِنَّا‬ ُ ِ‫لَ َحاف‬


ِ ‫ظونََ لَ َهُ َوإِنَّا‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9). Kalau Allah yang memelihara, lantas kita mau katakan ada
konspirasi di dalamnya? Padahal Allah adalah sebaik-baik penjaga.

Kemudian Syi’ah yang berpendapat Al-Qur’an di tangan kita telah dipalsukan dan mereka yakini
adanya mushaf Fatimah.

Kelima, melakukan penafsiran Al-Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.

Kasus percontohannya seperti Ahmad Hariadi yang mengaku mantan Ahmadiyah dengan tafsirnya
bernama Yassarna Al-Qur’an. Kemudian ada kelompok Ir. Arief Mulyadi Tatang Nana dalam buku
kumpulan pemahaman Al-Quran ayat bil ayat yang menyebutkan kita semua adalah turunan
pembunuh (qabil yang membunuh habil). Lalu ada Gafatar pimpinan “Nabi Palsu” Ahmad Mosadeq
yang mengartikan zakat dengan “yang menjaga kebersihan mental dan spiritual “.

Keenam, mengingkari kedudukan hadits nabi sebagai sumber ajaran Islam.

Kasus percontohannya juga seperti Ahmad Hariadi mantan mubaligh Ahmadiyah dan yang merubah
waktu ibadah haji dan pakaian ihram. Murid Ir. Arief Mulyadi Tatang Nana dengan paham quraninya
yang menganggap tidak ada zakat fitrah dan mal/harta.

Ketujuh, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.

Kasus percontohan Abah Maisah Kurung Faridlal Athras Al-Kindy yang menyebutkan bahwa isteri
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 41 orang.

Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul
terakhir.

Kasus percontohan seperti Ahmadiyah yang menganggap ada lagi nabi setelah nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Mirza Ghulam Ahmad namun tidak boleh ada lagi nabi sesudah
Mirza Ghulam Ahmad. Lalu pengajian faham qurani Tatang Nana yang menganggap bahwa pada
setiap perkumpulan ada nabi dan rasulnya.

Padahal dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan,

‫ن أ َ َحدَ أَبَا ُم َح َّمدَ كَانََ َما‬ َْ ‫ل َولَك‬


َْ ِ‫ِن ِر َجا ِل ُك َْم م‬ ََ ‫سو‬ ََِّ ‫النَّبِيِينََ َوخَات َََم‬
ُ ‫ّللا َر‬

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup para nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,


َ ‫ع َُم ُكلُّ ُه َْم َكذَّابُونََ ثَالَثُونََ أ ُ َّمتِى فِى‬
ُ‫سيَ ُكونَُ َوإِنَّ َه‬ ُ ‫لَ النَّبِيِينََ خَات ََُم َوأَنَا نَبِىَ أَنَّ َهُ يَ ْز‬
َ ‫ى‬
ََّ ِ‫بَ ْعدِى نَب‬

”Akan ada pada umatku tiga puluh orang pendusta yang kesemuanya mengaku sebagai Nabi,
padahal aku adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi lagi sesudahku.” (HR. Tirmidzi, no. 2219
dan Ahmad, 5: 278. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kesembilan, mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat.

Kasus percontohan seperti Syi’ah yang merubah tata cara adzan, iqamah, wudhu, bacaan dan praktik
shalat. Kemudian Islam Al-Haq di Garut yang shalat ke seluruh penjuru angin. Lalu Yusman Roy di
Malang yang mengajarkan shalat billingual 2 (dua) bahasa.

Padahal ajaran Islam sudah sempurna, tak boleh ditambah dan dikurangi. Allah Ta’ala berfirman,

َ‫علَ ْي ُك َْم َوأَتْ َم ْمتَُ دِينَ ُك َْم لَ ُك َْم أ َ ْك َم ْلتَُ ْاليَ ْو َم‬ ِ ْ ‫دِينًا‬
ِ ‫اْلس َْال ََم لَ ُك َُم َو َر‬
َ ‫ضيتَُ نِ ْع َمتِي‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah: 3).

Kesepuluh, kriteria aliran sesat yang kesepuluh ialah mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

Kasus percontohannya seperti Ahmadiyah yang mengkafirkan yang bukan Ahmadiyah. Lalu Syi’ah
yang mengutuk dan mengkafirkan Aisyah, Abu Bakar, Umar, Utsman dan para shahabat lainnya. Lalu
LDII dengan salah satu buktinya pidato ketua umumnya “paradigma baru” sebagai kelanjutan dari
LDII, Lemkari, Islam Jama’ah, Darul hadits yang menyebutkan di luar jama’ah mereka di dalam
neraka.

Naskah Khutbah Jumat di Masjid Jenderal Sudirman Panggang, 22 Safar 1437 H

Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber : https://rumaysho.com/12480-ciri-ajaran-yang-lurus-dan-ajaran-yang-sesat.html

RUMAYSHO.COM

“Memahami dan Menyikapi Paham Sesat”


Sabtu, 18 Januari 2014 - 14:17 WIB

Cara pandang “negara yang netral agama” seperti itu jelas tidak sesuai dengan UUD 1945 dan juga
fakta yang terjadi di berbagai negara di duni

Oleh: Dr. Adian Husaini

PADA akhir tahun 2013 lalu, saya mendapatkan undangan untuk memberikan paparan tentang
masalah aliran dan paham sesat di depan ratusan peserta Mukernas Persistri, di Bandung. Persistri
adalah oragnisasi sayap perempuan dari Ormas Persatuan Islam (Persis), seperti Muslimat NU,
Muslimat Dewan Dakwah, atau Aisyiyah Muhammadiyah. Dalam dialog, para peserta
mengungkapkan tentang keresahan mereka tentang merebaknya berbagai aliran dan paham sesat
di tengah-tengah masyarakat dan bagaimana cara menanggulanginya.

Acara semacam itu, saya pandang penting, sebab bagi kaum Muslim, memahami yang sesat
termasuk hal yang pokok dalam masalah agama. Setiap hari, dalam shalat, mereka wajib berdoa
untuk dijauhkan dari jalan orang-orang yang dimurkai Allah (al-maghdhub) dan juga jalan orang-
orang yang sesat (al-dhaallin). Jalan yang sesat adalah jalan yang menyimpang dari jalan yang
lurus.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah saw dikabarkan pernah
menggambar sebuah garis lurus di hadapan pada sahabat beliau. Nabi berkata bersabda: “Inilah
jalan Allah yang lurus” (haadzaa shiraathullaahi mustaqiimaa). Lalu, pada garis lurus itu, beliau
menggambar garis yang menyimpang ke kiri dan ke kanan. Beliau katakan: “haadzihis subul
mutafarriqatun; ‘alaa kulli sabiilin minhaa syaithaanun yad’uw ilaihi.” Lalu, beliau membaca ayat
al-Quran: “wa anna hadza shirathiy mustaqiiman fattabi’uuhu wa laa tattabi’u as-subula
fatafarraqa bikum ‘an sabiilihi.”

Jadi, setiap Muslim wajib memahami, mana jalan yang lurus (shirathal mustaqim) dan mana jalan
yang sesat. Di jalan sesat itulah, kata Nabi saw, ada setan yang selalu berusaha menyeret orang
Muslim ke jalan setan, atau jalan sesat itu. Orang yang sesat ada dua jenis, yakni yang sesat
secara sengaja dan yang sesat karena bodoh. “Karena sesungguhnya mereka mendapati bapak-
bapak mereka dalam keadaan sesat; lalu mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jalan hidup
bapak-bapak mereka itu.” (QS ash-Shaffat: 69-70).

Ada juga orang-orang yang di akhirat dijebloskan ke neraka, karena tersesat hidunya di dunia.
Mereka hanya ikut-ikutan secara membabi buta kepada para pemimpin mereka yang sesat.
Apapun yang dikatakan dan dikerjakan pemimpinnya diikuti, tanpa mau berpikir dan mencari
kebenaran. Penghuni neraka itu berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan
(yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah
mereka dengan laknat yang besar.” (QS al-Ahzab: 67-68).

Jadi, ada orang-orang bodoh dan tidak mau menuntut ilmu yang kemudian tersesat, karena hanya
ikut-ikutan pada tradisi nenek moyangnya yang juga tersesat. (Lihat, QS az-Zukhruf: 21-23).
Mereka tidak mau berpikir dan mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh. Padahal, mereka
dikaruniai akal untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Manusia-manusia
seperti ini pun tak lepas dari azab Allah Subhanahu Wata’ala.

Ayat al-Quran itu menggambarkan, betapa menyesalnya orang-orang bodoh atau orang yang
membodohkan dirinya sendiri; hanya ikut-ikutan paham sesat yang dianut pemimpinnya, tanpa
mau melakukan kajian kritis. “Dan mereka (penghuni neraka) itu berkata, andaikan kami dulu mau
mendengar dan mau berpikir, maka kami tidak akan menjadi penghuni neraka Sa’ir.” (QS al-Mulk:
10).

Di era globalisasi, kita masih saja menyaksikan banyaknya orang pintar dan terkadang juga
penguasa, ikut-ikutan suatu paham atau pemikiran seseorang tokoh tanpa membaca dan
menelaah pemikirannya. Mereka hanya ikut arus opini. Mereka takut untuk melawan opini yang
dikembangkan media massa. Atau mereka justru mungkin sengaja memanfaatkan arus opini
untuk kepentingan peningkatan citra di tengah masyarakat. Mereka tidak mau menelaah karya-
karya si tokoh dengan serius dan mencermati kelemahan-kelemahan serta kekeliruannya.
Kadangkala kebencian sudah ditanamkan terhadap para pemikir yang mengkritisi paham sesat
yang dianut tokoh pujaannya.

Jenis kesesatan yang kedua, adalah manusia yang tahu jalan yang benar, tetapi karena godaan
hawa nafsu dan kecanggihan tipu daya setan, maka mereka menolak jalan yang benar. Contoh
yang jelas adalah kasus Iblis yang menolak perintah Allah karena kesombongan. Iblis adalah
contoh utama dalam hal ini. Iblis tahu benar bahwa yang dilakukannya – membangkang perintah
Allah SWT – adalah salah. Tapi, karena api kedengkian membakar dirinya, maka ia memilih jalan
sesat dengan sadar. Ia berani membangkang perintah Allah karena kesombohan dan kedengkian.

“Fenomena Iblis” ini bisa dengan mudah kita jumpai di era kini. Dan Iblis paham betul, bagaimana
cara menyesatkan manusia melalui jalan ini. Mungkin karena merasa lebih senior, merasa lebih
kuasa, merasa lebih kaya, atau merasa lebih pintar, maka seseorang bisa menolak kebenaran yang
disampaian padanya.
Begitu banyak jerat-jerat ditabur setan untuk menjerat manusia ke jalan sesat. Karena itu, kiat
sederhana untuk selamat dari jalan sesat adalah mengikuti petunjuk Allah SWT. “Lalu barangsiapa
yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka.” (QS Thaha: 123).

Kriteria sesat

Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas dikenal dengan rumusannya: “Islam is the only genuine
revealed religion.” Islam adalah satu-satunya agama wahyu yang murni. Agama-agama selain
Islam sudah menjadi agama budaya (cultural religion). Sebagai agama wahyu yang murni, Islam
memiliki konsep-konsep yang tetap (tsawabit) yang dirumuskan berdasarkan wahyu, dan bukan
oleh budaya atau konsensus umat Islam. Islam juga satu-satunya agama yang memiliki “model
yang abadi” yang disebut sebagai “uswatun hasanah”. Karena adanya konsep-konsep yang
tsawabit dan dipandu dengan uswatun hasanah yang abadi, maka Islam tetap terjaga
keabadiannya sebagai agama wahyu.

Dengan kondisinya seperti itu, maka umat Islam secara umum sangat mudah menentukan mana
yang “lurus” dan mana yang “sesat”. Umat Islam paham mana bagian ajaran shalat yang wajib
dikerjakan oleh seluruh kaum muslimin, tanpa khilafiyah di dalamnya. Misalnya, rukun shalat
takbiratul ihram, keharusan ruku’, sujud, i’tidal, dan sebagainya. Hal-hal yang “tsawabit” seperti
itu adaah merupakan perkara unik dan khas yang hanya ada dalam konsep ritual Islam. Dengan
konsep seperti itu, maka Islam merupakan satu-satunya agama yang diakui keabsahannya oleh
Allah SWT. (QS ali Imran:19). Dan barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan
diterima oleh Allah dan di akhirat termasuk orang-orang yang ragu. (QS Ali Imran:85).

Konsep Islam sebagai agama wahyu juga mempermudah untuk mementukan mana yang benar
dan mana yang salah. Sebab, kriteria sesat atau tidak ditentukan oleh wahyu, dan bukan oleh
budaya. Tanpa dekrit kekuasaan, kaum muslim bisa memahami, bahwa orang yang mengerjakan
shalat tanpa sujud, pasti termasuk sesat. Orang yang mengerjakan puasa tiga hari tiga malam
berendam dalam air comberan untuk meraih kesaktian bisa dikategorikan melaksanakan ajaran
sesat. Sebab hal itu melanggar perkara yang termasuk kategori “ma’luumun minad diin bidh-
dharury”.

Bagaimana cara menentukan paham atau aliran sesat? Untuk kaum Muslim di Indonesia, 10
kriteria paham/aliran sesat yang dirumuskan Majlis Ulama Indonesia sudah memadai untuk
dijadikan pegangan: (1) Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam (2)
Meyakini/mengikuti aqidah yg tidak sesuai dg adalli syar’i (al-Quran & as Sunnah) (3) Meyakini
turunnya wahyu sesudah al-Qur’an (4) Mengingkari autentitas dan kebenaran al-Quran (5)
Menafsirkan al-Quran yg tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir (6) Mengingkari kedudukan hadits
nabi sebagai sumber ajaran Islam (7) Menghina, melecehkan/ atau merendahkan Nabi dan Rosul
(8) Mengingkari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam sebagai Nabi dan Rasul terkahir (9)
Mengubah, menambah dan mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syari’at (10)
Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

Tantangan pluralisme

Di tengah serbuan paham liberalisme, kaum Muslim Indonesia kini diguyur dan dicekoki dengan
aneka rupa pemahaman yang memuja pluralisme tanpa memandang penting perbedaan antara
Tauhid dan syirik, antara haq dan bathil, antara iman dan kufur. Kaum Muslim diharuskan
berpikir, bahwa semua warga negara punya hak yang sama untuk menyebarkan paham atau aliran
apa pun. Negara pun diminta bersikap netral terhadap semua agama atau aliran. Pejabat diminta
“cuek”, dan tidak peduli, apakah rakyatnya menyembah Tuhan atau menyembah Tuyul.

Kita masih ingat, bagaimana pada tahun 2010 lalu, ada sejumlah tokoh dan lembaga menggugat
keabsahan UU No 1/PNPS/1965 tentang penodaan agama. Gugatan itu – jika dikabulkan – akan
berdampak pada “penyamaan” kedudukan semua agama dan aliran keagamaan atau pemikiran,
dengan alasan “kebebasan beragama” dijamin oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) pasal 18.

Kata mereka, negara tidak boleh memihak, menganakemaskan atau menganaktirikan suatu
kelompok masyarakat atas dasar keyakinannya. Negara tidak boleh terlibat dalam satu Tafsir
keagamaan tertentu. Bahkan, sejumlah buku secara terbuka menuntut agar – demi Kebebasan
Beragama — Indonesia juga memberikan kebebasan untuk semua agama, semua paham
keagamaan, termasuk propaganda Ateisme. Seorang saksi ahli di Mahkamah Konstitusi, pada 17
Februari 2010, menyatakan, bahwa: “Persoalan utama dari Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965
adalah bahwa negara ikut campur terlalu jauh dalam urusan agama. Idealnya negara kita atau
negara tidak boleh ikut campur dalam urusan agama.”

Cara pandang “negara yang netral agama” seperti itu jelas tidak sesuai dengan UUD 1945 dan juga
fakta yang terjadi di berbagai negara di dunia. Setiap agama atau paham, pasti menganggap
bahwa agama atau pahamnya yang benar. Jika ada yang bertentangan dengan pahamnya, maka
paham itu akan ditolaknya. Komunisme lahir sebagai sikap protes terhadap Kapitalisme.
Sekularisme di Eropa lahir karena penolakan masyarakat Barat terhadap konsep teokrasi. Islam
diturunkan Allah sebagai koreksi atas praktik kemusyrikan dan kezaliman yang terjadi di tengah
umat manusia. Bahkan, seringkali kita membaca, kaum liberal pun menempatkan liberalisme
sebagai koreksi terhadap fundamentalisme.
Dalam acara Mukernas Persistri tersebut, sejumlah peserta mengemukakan kekhawatiran mereka
tentang merebaknya aliran Syiah di Indonesia. Kekhawatiran mereka itu bisa dimengerti. Sebab,
Indonesia adalah negeri Muslim Sunni. Sudah banyak contoh, negeri Muslim yang terkoyak oleh
konflik Sunni-Syii; bahkan akhirnya terjadi saling bunuh yang tiada berkesudahan. Seyogyanya,
dalam era seperti ini, pihak Syiah menyadari dan tidak memaksakan diri untuk mengembangkan
pahamnya di Indonesia. Sebab, cepat atau lambat, akan terjadi konflik yang melelahkan, seperti di
Suriah, Yaman, Afghanistan, Pakistan, dan sebagainya.

Harusnya para pemimpin Muslim Sunni di Indonesia juga menyadari hal ini. Sikap sebagian
pemimpin Muslim Sunni yang mendukung atau melegalkan pengembangan paham Syiah di
Indonesia dan berbagai paham sesat, sejatinya laksana menumbuhkembangkan sel-sel kanker
ganas, yang makin lama akan menggerogoti sel-sel tubuh yang sehat. Jika mereka cinta pada
negeri Muslim terbesar ini, bukan seperti itu caranya. Mencegah jauh lebih baik daripada
mengobati. Mengobati penyakit sedini mungkin jauh lebih bijak ketimbang membiarkan penyakit
berkembang biak dengan semena-mena.

Dalam istilah tokoh Islam Indonesia, Muhammad Natsir, jika mau memadamkan api, maka
padamkanlah api sewaktu kecil. Jangan nunggu api semakin membesar. Hingga kini, terbukti kaum
Syiah di Indonesia masih tetap konsisten dengan kebencian dan laknatnya terhadap Sayyidina Abu
Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Aisyah r.a. Berbagai buku dan situs-situs internet
dengan gamblang menunjukkan perbedaan yang sangat fundamental antara ajaran-ajaran pokok
kaum Syiah dengan kaum Muslim pada umumnya. Pada tahun 2013 lalu, MUI Pusat telah
menerbitkan buku berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia” yang
dengan mudah dapat dinduh dari berbagai situs online.

Selain aliran-aliran sesat yang terstruktur, ada juga paham sesat yang merebak luas di tengah
masyarakat, bahkan di kalangan cendekiawan. Salah satu contoh adalah paham “relativisme”
kebenaran. Di awal-awal Januari 2014, dalam beberapa acara dialog dengan guru-guru di sekolah
Islam dan pesantren, masih ada saja pertanyaan seputar paham relativisme ini. Masih ada guru
yang bertanya, “Bukankah manusia itu itu relatif pemikiranya. Yang mutlak hanya Tuhan. Maka,
hanya Tuhan saja yang paham kebenaran, sehingga manusia tidak boleh merasa benar sendiri
dengan pendapatnya, dengan menyesatkan atau menyalahkan pendapat orang lain.”

Kita sudah beberapa kali menjawab secara logis, kekeliruan paham relativisme kebenaran seperti
itu. Cara berpikir relativisme sebenarnya paradoks dengan ucapannya sendiri. Orang yang
mengatakan, bahwa hanya Tuhan yang tahu kebenaran, sejatinya ia juga menvonis dirinya sendiri,
bahwa ia tidak tahu yang benar. Sebab, dia bukan Tuhan. Ia manusia juga. Maka, mengapa ia
merasa bahwa yang diucapkannya itu benar? Setidaknya, ia percaya bahwa huruf-huruf yang
dikeluarkannya itu ia yakini kebenarannya. Ia yakin dengan ucapannya, tetapi orang lain dilarang
untuk meyakini kebenaran yang diyakininya. Itu sikap yang paradoks. Inkonsisten antara cara
berpikir dan ucapannya sendiri.

Jika konsisten dengan jalan pikiran relativismenya, harusnya ia berucap, “Hanya Tuhan dan saya
yang tahu kebenaran!”

Di tengah hiruk pikuknya manusia-manusia yang memuja dan membela paham dan aliran sesat
saat ini, maka sebagai Muslim, setiap hari kita diperintahkan senantiasa berdoa kepada Allah,
semoga kita selamat dari jalan yang sesat; agar kita senantiasa dibimbing oleh Allah untuk
senantiasa mampu mengenali dan mengikuti jalan kebenaran dan tidak terjebak di jalan kesesatan
yang tak lain adalah jalan setan. Amin Ya Rabbal Alamin.*/Cengkareng, 18 Januari 2014

Penulis adalah Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun
Bogor. Catatan Akhir Pekan (CAP) hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com

Rep: Admin Hidcom

Editor: Cholis Akbar


FENOMENA ALIRAN SESAT DALAM TMBANGAN AL QUR’AN DAN ASS SUNNAH

Alhamdulillah, wasyukruillah wash shalaatu wa salaamu ‘alaa rasulillah, wa ‘alaa aalihi wa


ashhaabihi wa man waa laah. Amma ba’du.

Sesungguhnya mengenal aliran sesat yang berkembang dalam masyarakat adalah sangat penting
bagi seorang muslim, untuk menjaga diri dari padanya dan untuk mengingatkan orang lain agar
tidak mengikutinya. Adanya aliran sesat ini termasuk dalam rangkaian upaya syaitan untuk
menjerumuskan manusia ke dalam neraka, sebagaimana peringatan Allah: S. Fathir, 35; 6.

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena
Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni
neraka yang menyala-nyala

Ini tidak mengherankan, karena aliran sesat ini adalah jalan-jalan yang menyimpang dari jalan
Allah yang lurus.(Shirathal Mustaqim). Jika shirathal mustaqim akan membawa kita menuju surga,
maka jalan0jalan yang lain itu adalah aliran sesat yang akan menjauhkan kita dari surga dan
medekatkan ke nereka. Firman Allah; S. Al-An-am,6: 153“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah agar kamu bertakwa”.

‫ هللا عبد عن‬- ‫ مسعود ابن هو‬، ‫ عنه هللا رضي‬- ‫ قال‬: ‫ بيده خطا وسلم عليه هللا صلى هللا رسول خط‬، ‫ قال ثم‬: " ‫مستقيما هللا سبيل هذا‬
" ‫ وشماله يمينه على وخط‬، ‫ قال ثم‬: " ‫ قرأ ثم " إليه يدعو شيطان عليه إال سبيل منها ليس السبل هذه‬: ( ‫مستقيما صراطي هذا وأن‬
‫ سبيله عن بكم فتفرق السبل تتبعوا وال فاتبعوه‬.

Berkata Ibnu Mas’ud ra (dalam Tafsir Ibnu Katsir): Nabi saw membuat satu garis dengan
tangannya lalu bersabda; “Ini jalan Allah yang lurus”. Kemudian beliau membuat garis-garis
disebelah kanan dan disebelah kiri garis lurus tadi lalu beliau bersabda; “dan inilah jalan-jalan
yang tiada satupun jalan daripadanyamelainkan ada syeitan atasnya yang mengajak (manusia)
kepadanya. Lalu beliau membaca Surah Al An-‘am ayat 153 tadi. (HR. Ahmad 1: 465)

- Ash-Shirathal Mustaqim.

Dari ayat dan hadis diatas nyatalah adanya ash-shirathal mustaqim, yang merupakan jalan
keselamatan dunia dan akhirat, sehingga Allah Ta’ala menyuruh kita berdoa agar diberi petunjuk
untuk mengenal dengan jelas dan menetapi jalan tersebut. Bukankah setiap shalat pasti kita
membaca surah Al-Fatihah, yang didalamnya terdapat do’a:

Tunjukilah Kami jalan yang lurus,

Di ayat selanjutnya diterangkan tentang jalan lurus yaitu:


(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Mengenai orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, diterangkan dalam S. An-Nisaa’,4: 69

dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-
orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

Sehingga dapat dikatakan orang yang mendapat nikmat dari Allah ialah orang yang mentaati Allah
(dengan mentaati Al-Quran) dan mentaati RasulNya (dengan mentaati sunnah-sunnahnya). Maka
ash-shirathal mustaqim ialah Al-Quran dan As Sunnah.

- Al-Quran dan As Sunnah sesuai pemahaman dan pengamalan salafus shaleh

Al-Quran dan As Sunnah kadang dipahami dengan versi yang bermacam-macam sehingga sehingga
timbul pemahaman dan pengamalan yang bermacam-macam, bahkan saling bertentangan satu
sama lain. Orang yang berpaham Pluralisme mengaku berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah, orang
Ahmadiyah, orang Syiah dan lain-lainnya juga demikian. Maka harus ada suatu standar baku untuk
memahami keduanya secara benar, ialah jika pemahaman dan pengamalan itu sesuai dengan
pemahaman para salafus shaleh, yaitu golongan yang dekat masanya dengan Nabi saw yaitu para
sahabat, tabi;in, tabiit-taabiiyn serta para imam yang disepakati ilmu dan akhlaknya seperti imam
yang empat; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’iy, dan Imam Ahmad-rahimallahu
‘anhum ajmain. Hal ini sesuai hadis;

‫كثيرا اختالفا فسيرى بعدي منكم يعش من إنه‬، ‫المهديين الراشدين الخلفاء وسنة بسنتي فعليكم‬

Sesungguhnya siapa yang hidup diantara kamu maka ia akan melihat perselisihan yang banyak
maka ikutilah sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk (HR. Ahmad 4:
126-127 dan Abu Daud 46: 7. Juga hadis:

‫فرقة وسبعين ثالث على األمة هذه وستفترق‬، ‫واحدة إال النار في كلها‬، ‫قيل‬: ‫قال هللا؟ رسول يا هي من‬: ‫عليه أنا ما مثل على كان من‬
‫وأصحابي اليوم‬. ‫رواية وفي‬: ‫قال الناجية؟ فمن قيل‬: ‫األئمة من جماعة رواه وأصحابي عليه أنا ما‬.

Umat ini akan terpecah belah kepada 73 golongan semuanya dalam neraka kecuali satu golongan.
Dikatakan : siapa mereka ya Rasulullah? Beliau bersabda: Orang yang menetapi apa yang aku
lakukan hari ini dan dilakukan sahabatku. Dalam riwayat lain: Dikatakan siapakah yang selamat?
Beliau bersabda: apa yang aku lakukan dan dilakukan oleh sahabatku (diriwayatkan oleh
segolongan dari para imam).

Dihadis lain:

ُ‫يَلونَه ُْم الَّذِينَُ ث َُّم يَلونَه ُْم الَّذِينَُ ث َُّم قَ ْرنِي أ َّمتِي َخيْر‬
Sebaik-baik umat ialah pada masaku, kemudian orang-orang (yang datang) berikutnya, kemudian
orang-orang (yang datang) berikutnya. (HR. Bukhari, Fathul Baari 7:3 no: 3650, Muslim, 4: 1964.
No. 2535)

- Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Kaum muslimin yang selalu berpedoman kepada Al-Quran dan As Sunnah berdasarkan
pemahaman dan pengamalan para salafus saleh, disebut golongan ahlus sunnah wal jamaah.
Mereka disebut ahlus sunnah karena komitmen kepada sunnah Nabi saw dan Sunnah para
sahabat, dan disebut jamaah, karena ikut kepada jamaah para sahabat. Berkata Ibnu Abbas ra
dalam menafsirkan firman Allah S. Ali Imran, 3: 106

ada hari yang di waktu itu ada muka-muka yang putih berseri, dan ada pula muka-muka yang
hitam muram.

" ‫" عنهما هللا رضي عباس ابن قاله والفرقة البدعة أهل وجوه وتسود والجماعة السنة أهل وجوه تبيض حين القيامة يوم يعني‬

Yaitu pada hari kiamat, tatkala akan putih berseri-seri wajah-wajah ahlus sunnah wal jamaah dan
akan hitam muram ahlul bidah dan firqah. Dikatakan oleh Ibnu Abbas. (Ibnu Abi hatim 2: 464, lihat
Al Mishbah Al Munir fiy tahdzib tafsir Ibn Katsir: 273)

- Perintah berpegangn teguh pada tali Allah dan larangan tafarruq/ iftiraaq

Firman Allah S. Ali Imran,3: 103

dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-
orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.

Maksudnya: Dan berpegang teguhlah kamu semua dengan kitab dari Tuhanmu dan petunjuk dari
Nabimu, dan janganlah melakukan sesuatu yang membawa pada perpecahan (Al-Quranul Karim,
The Miracle, hal.124)

- Perbedaan ikhtilaf dan tafaruq (Iftiraq)

Dalam kitab Dirasatul Firaq, disebutkan: “Sebenarnya ikhtilaf (perbedaan pendapat) adalah
sunnatullah yang sudah terjadi sejak umat-umat sebelum kita. Namun ikhtilaf yang membawa
kepada iftiraq (perpecahan pen.) itulah yang dicela oleh Allah Ta’ala. Ada beberapa sisi perbesaan
antara iftiraq dan ikhtilaf, yaitu:

1. Ikhtilaf yang terjadi pada masa sahabat, tabi’in, para aimmah dan ulama tidak berakibat
kepada iftiraq dan pemusuhan dalam dien/ agama
2. Iftiraq terjadi pada prinsip-prinsip aqidah, perkara-perkata yang qath’I (jelas), ijma’
(kesepakatan ulama) dan hal-hal yang dapat menyebabkan penyimpangan dari jama ‘atul
muslimin dan para imam mereka sementara ikhtilaf tidak demikian

3. Dalam ikhtilaf, jika seorang berijtihad kemudian salah akan diampuni namun dalam iftiraq
tidak demikian

4. Dalam ikhtilaf, jika berijtihad kemudian benar, maka ia mendapat pahala. Namun dalam
iftiraq tidak

5. Iftiraq selalu berangkat dari hawa nafsu dan kejahilan sedang ikhtilaf berdasarkan ilmu dan
taqwa

6. Iktilaf bisa menjadi rahmat, sementara. Iftiraq adalah sesat dan adzab (hal. 21-22 dengan
beberapa perobahan)

Sebab timbulnya firaq dalam Islam.

1. Ghuluw (sikap berlebih-lebihan). Contoh Khawarij

2. Membantah bid’ah dengan bid’ah semisal. Contoh, paham Murjiah dan Mu’tazilah

3. Pengaruh dari luar Islam, seperti Syiah, Qadiriah, Jahmiah

4. Mengedepankan akal. seperti Mu’tazilah

5. Kebodohan yang merajalela

6. Tidak memiliki standar pemahaman yang benar

7. Rasa ashabiyah (fanatik golongan)

8. Kedengkian dan hawa nafsu (Dirasatul Firaq, hal. 23-24 dengan penyesuaian)

- Beberapa aliran Sesat dalam timbangan Al-Quran dan As Sunnah

Dengan standar pemahaman yang benar yaitu pemahaman dan pengamalan Ahlus Sunnah Wal
Jamaah, yang selalu berpedoman kepada Al-Quran dan As Sunnah berdasarkan pemahaman dan
pengamalan salafush shaleh, para sahabat, tabi’in, taabi it taabi-in dan para Imam yang mu’tabar,
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi-iy, Imam Ahmad bin hanbal dan sebagainya, maka
kita dengan mudah menilai suatu aliran, apakah ia benar atau sesat. Contohnya:

1. Aliran Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi sesudah Rasulullah
saw. Ini nyata sesatnya, karena bertentangan dengan;

a. QS. Al-Ahzab,33:40

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
b. Hadis, sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus, maka tidak ada rasul dan nabi
sesudahku (HR. Ahmad 3: 267)

c. Para sahabat memerangi dan membunuh orang yang mengaku nabi seperti Musailamah al
Kadzzab

2. Aliran Syiah yang tidak mengakui kepemimpinan Abu Bakar ra., Umar ra., Usman ra., dan
kahlifah atau penguasa muslim sesudah Ali ra., mereka hanya mengakui Ali ra. dan kedua
putranya Hasan ra., dan Husein ra. Mereka menjelek-jelakkan para sahabat dengan tuduhan fasik,
kafir, murtad dan sebagainya. Aliran ini nyata sesatnya, karena:

a. QS. At-Taubah, 9: 100

orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar.

b. Sabda Nabi saw tentang mengikuti sunnahnya dan golongan yang selamat ialah yang
mengikuti Nabi dan sahabat ra.

c. Para sahabat sepakat memilih Abu Bakar ra. lalu Umar ra., lalu Usman ra., kemudian Ali ra.,
dan Ali ra. pun ikut membaiat dan mentaati serta membantu khalifah-khalifah sebelumnya. Jika
benar Nabi saw. telah menunjuk Ali ra. sebagai khalifah langsung sesudahnya, tidak mungkin para
sahabat sepakat mendurhakai Nabi saw, dan tidak mungkin sahabat, terutama Ali ra. mau
mendiamkan haknya.

Pluralisme yang memandang semua agama sama, nyata bertentangan dengan:

a. QS. Ali Imran, 3: 19 dan 85

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

ْ َ‫ن أَحَدُ بِي ي‬


" ‫س َمعُ ال‬ ُْ ِ‫ يَهودِيُ األ َّم ُِة َه ِذ ُِه م‬، ‫ن َولَ ُْم فَ َماتَُ نَص َْرانِيُ َوال‬
ُْ ِ‫س ْلتُ بِالَّذِي يؤْ م‬ ُْ ‫ب ِم‬
ِ ‫ن كَانَُ إِال بِ ُِه أ ْر‬ ْ َ ‫ار أ‬
ُِ ‫صحَا‬ ُِ َّ‫الن‬
b. Hadis yang berbunyi: “ tidak ada seorangpun dari umat ini yang mendengar tentang aku,
apakah ia Yahudi atau Nasrani, kemudian ia mati dengan tidak beriman kepada apa yang aku
diutus dengannya, kecuali ia termasuk penghuni neraka (HR. Muslim 1: 93)

c. Para sahabat menyebarkan agama Islam ke berbagai penjuru dan mengajak penduduknya
untuk ber-Islam, sampai kepada kaum Yahudi dan Nasrani diajak masuk Islam, jika tidak maka
harus membayar Jizyah

Pandangan MUI (Ahlus Sunnah Wal Jamaah) Terhadap Faham Sesat[1]

Ada banyak hal yang membuat MUI mengeluarkan fatwa haram memasuki kelompok
sesat/sempalan dalam Islam, khususnya yang sekarang ini sedang berkembang di tanah air,
seperti faham syi’ah, Islam Jama’ah, Darul Arqam, Aliran Ahmadiyah, Pluralisme, Liberalisme,
Sekularisme Agama, Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Lain-lainnya. Berkaitan dengan faham sesat
tersebut maka Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2007 menetapkan tanda-tanda faham sesat,
diantaranya:

1. Mengingkari salah satu rukun iman dan rukun Islam

2. Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’Ii(Al Qur’an dan Sunnah)

3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al Qur’an

4. Mengingkari autentisitas dan kebenaran Al Qur’an

5. Menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir

6. Mengingkari kedudukan Hadits sebagai sumber ajaran Islam

7. Melecehkan / mendustakan Nabi dan Rasul

8. Meningkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir

9. Mengurangi / menambah pokok-pokok ibadah yang tidak ditetapkan syari’ah

10. Mengkafirkan sesama muslim hanya karena bukan kelompoknya

Berdasarkan kriteria faham sesat diatas, maka MUI dalam rapat kerja Nasionalnya telah
merekomendasikan tentang faham Syiah sebagai berikut:

Faham Syiah sebagai salah satu faham yang terdapat dalam dunia Islam mempunyai perbedaan-
perbedaan pokok dengan mazhab Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) yang dianut oleh Umat Islam
Indonesia. Perbedaan itu diantaranya:
1. Syi’ah menolak hadis yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah wal
Jama’ah tidak membeda-bedakannya asalkan hadis itu memenuhi syarat ilmu mustalah hadis

2. Syi’ah memandang “Imam” itu ma’sum (orang suci) sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
memandangnya sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan)

3. Syi’ah tidak mengakui ijma’ tanpa adanya “Imam”, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
mengakui Ijma tanpa mensyaratkan ikut sertanya “Imam”

4. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan/ pemerintahan (imamah) adalah


termasuk rukun agama, sedangkan Sunni (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) memandang dari segi
kemaslahatan umum dengan tujuan keimanan adalah untuk menjamin dan melindungi da’wah
dan kepentingan ummat.

5. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhalifaan Abu Bakar as-Siddiq, Umar Ibnul Khattab,
dan Usman bin Affan, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengakui keempat Khulafa Rasyidin
(Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bin Abi Thalib)

Mengingat perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah seperti
tersebut diatas, terutama mengenai perbedaan tentang “Imamah” (pemerintahan), Majelis Ulama
Indonesia mengimbau kepada ummat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah
agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasari atas
ajaran “Syi’ah”

Beberapa data LPPI Perw. IndTim tentang Prof. Jalaluddin Rakhmat (Ketua Dewan Syuro IJABI,
kelompok berpaham Syiah):

I. Ajaran yang dianut dan disebarkan Jalaluddin Rakhmat (selanjutnya disingkat JR) adalah
ajaran yang telah direkomendasikan oleh MUI (7 Maret 1984) sebagai ajaran menyimpang yang
bertentangan dengan ajaran Ahlussunnah yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin Indonesia,
sehingga perlu diwaspadai.[2] Dan ajaran yang disebarkan JR dan kelompoknya, termasuk
pemahaman sesat, sesuai kriteria ajaran sesat yang diputuskan oleh MUI (th. 2007).[3] Juga surat
Edaran Depag 1983 tentang Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi’ah menyebut ajaran Syiah tidak
sesuai dan bertentangan dengan ajaran Islam.[4]

Pantaskah tokoh ajaran Syiah ini malahan di beri gelar doktor ilmu agama oleh UIN Alauddin
Makassar? Dengan demikian JR lebih bebas dan legal menyebarkan ajarannya. Menurut ketua
MUI Sul-Sel KHM. Sanusi Baco, Lc: ini sama halnya dengan menjual beras ketan kepada orang
yang akan membuatnya menjadi minuman yang memabukkan.

II. Ketidakjujuran JR, dengan memanipulasi dalil untuk menguatkan pendapatnya serta
berani mengada-ada, yaitu:

- JR telah menulis buku “Al-Mushthafa”, makalah “Adalah Sahabat” dan bulletin “At-Tanwir”
ternyata didalamnya terdapat kebohongan, ketidakjujuran bahkan menunjukkan kebodohan JR
sendiri, contoh:
1. Dalam buku Al Mushthafa hal, 92, JR menyebutkan riwayat Aisyah ra bahwa ketika
Rasulullah Saw wafat , Abu bakar ra berada di Sunh, suatu tempat kira-kira beberapa puluh
kilometer diluar kota madinah. Ternyata jaraknya hanya 1 (satu) mil dari masjid Nabawi (Fathul
bari, Jilid VII, no.36). ini dusta dan penipuan JR

2. Al Mushtafa, hal. 92, JR menulis; kontradiksi perilaku Rasulullah saw dalam salatnya. Dalam
hadis Bukhari no 713 tersebut: Rasulullah jalasa ‘an yasaari Abi Bakr, duduk disebelah kiri Abu
Bakar. Dalam hadis no. 683 fa jalasa Rasulullahi hidzaa-a Abi Bakr, Rasulullah saw duduk
dihadapan Abu Bakar ra. Dalam hadis no. 664 Rasulullah saw duduk disebelah kanan Abu Bakar ra.
Masih dalam shahih Bukhari dan hanya diantarai oleh beberapa halaman saja. Ini kontradiksi, satu
hidza’a (dihadapan) satu ‘an yasaari (disebelah kiri) dan riwayat satu lagi ‘an yamiini (disebelah
kanan), Pada hal. 93, JR mengatakan: jadi kalau kita menemukan hadis-hadis yang seperti itu,
maka dengan terpaksa kita meragukan kebenaran peristiwa itu terjadi; dalam peribahasa Belanda
dikatakan bahwa kebohongan tidak punya kaki, ia goyah. Berbohong itu sukar dan kebohongan
biasanya hanya bisa dipertahankan melalui kebohongan. Karena itu dalam berita bohong dengan
mudah kita temukan inkonsistensi. Dalam ilmu hadis, inkonsistensi riwayat-riwayat seperti itu
disebut sebagai idhthirab. Hadisnya disebut mudhtharib dan hadis mudhtharib termasuk hadis
dhaif. Sebetulnya apa yang kita lakukan ini tidakmengada-ada karena para ulamapun sudah
melakukannya sejak lama. Demikian paparan JR,

Sepintas lalu data ini sangat meyakinkan apalagi ditopang dengan ilmu mushthalah hadis yang
akurat. Ternyata ini juga kedustaan, penipuan serta keberanian mengada-ada. Ternyata JR
mengartikan hidza’a Abi Bakr, duduk di hadapan Abu Bakar, dengan sengaja membuang kata “ilaa
janbih” karena hadis itu berbunyi: hidzaa’a Abi Bakr ilaa janbih (Nabi saw duduk sejajar Abu Bakar
ra di sampingnya). Dan yang paling fatal, keberanian mengada-ada dengan kata: ‘an yamiini
(disebelah kanan) katanya pada hadis no. 664. Padahal yang tertulis dihadis no. 664, ialah hatta
jalasa ilaa janbih (sehingga ia duduk disampingnya), sama sekali tidak terdapat kata ’an yamiyni.
Naudzubillah

3. Dalam buku Al Mushthafa, hal. 166, JR menulis; jadi asumsi kita selama ini bahwa Usman
memiliki keistimewaan dua cahaya karena dia memiliki dua orang istri yang keduanya putri
Rasulullah, terpaksa harus kita mansukh (hapus). Dua orang itu ternyata dua putri asuh (rabiybah
Rasulullah). Juga JR menulis pada hal 164, memang ada Ruqayyah yang menikah dengan Usman.
Juga ada Ummu Kaltsum yang menikah dengan Usman. Tapi semuanya lahir sebelum bi’tsah.
Padahal, ahli tarikh sepakat bahwa putri-putri Rasulullah lahir setelah bi’tsah. Juga JR menulis
alasannya dengan mengutip kitab riwayat dari kutub al Ansab, hal 157 dan 158, oleh Mash’ab Al-
Zubairi (terlampir) kesimpulan dari riwayat tersebut Ruqayyah dan Zainab yang menikah dengan
Usman bin Affan ra bukan putri-putri Rasulullah (hal. 165)

Astaghfirullah, JR begitu berani membantah sesuatu yang sudah disepakati kaum muslimin (ijma’
para ulama dari dahulu sampai sekarang. Yang menjadi pertanyaan: 1. Ahli tarikh siapa yang
sepakat bahwa putri-putri Rasulullah lahir setelah bi’tsah. 2. Kenapa JR tidak mengutip dari dari
Az-Zahabi (1274-1348) yang mengakui Usman ra sebagai suami dari dua putri Nabi saw
(terlampir). Atau Ibnu Saad yang menulis dalam bukunya; Thabaqaat Al Kubraa, Jilid 3 hal 56; Nabi
saw menikahkan Usman dengan putrinya Ruqayyah. Lalu Rukayyah meninggal dunia, maka Nabi
saw menikahkannya dengan putri beliau yang kedua yaitu Ummul Kaltsum, lalu iapun meninggal
dunia, maka Usman disebut dzun nurain (mempunyai dua cahaya). Karena belum ada seseorang
yang menikahi 2 putri Nabi sebelumnya dan sesudahnya kecuali Usman ra. Bersabda Rasulullah
saw setelah Ummu Kaltsum pun wafat; Andaikata aku mempunyai putri yang ketiga, niscaya aku
nikahkan dia dengan Usman (Jaulah Taarikhiyyah fiy Ashri al Khulafa’ al Rasyidin, oleh Dr. Muh.
Sayyid al Wabil, hal. 305)Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muadz bin Jabar: sesungguhnya
Usman orang yang paling serupa denganku, akhlaknya, bentuk dan penampilannya. Dialah dzun
nurain, aku menikahkannya degann dua putriku. Dia di surga bersamaku seperti ini, dan Nabi saw
menggerakkan telunjuk dan jari tengahnya (Tarik A’lam al Shahabah, 52 Shadiq Muhammad
Jumaliy). Inilah hadis dan riwayat ahli sejarah yang terkenal dan dipercaya, maka nampaklah
ketidakjujuran JR

4. Dalam kitab Al Mushthafa hal 138 JR menuls: Sufyan disebutkan oleh Al-Dzahabi dalam
Mizaan I’tidal sebagai ; “Innahu yadallis wa yaktubu minal kadzdzaabin, ia melakukan tadlis dan
meriwayatkan dari para pendusta. Ternyata disini tampak lagi kecurangan JR dan melakukan
pembodohan publik, karena ternyata dalam kitab yang dikutipnya. tertulis; wa laa ibrata liqauli
man qaala: innahu yadallis wa yaktubu an al-kadzdzaabiin. Artinya: dan tidak perlu diperhatikan
perkataan orang yang mengatakan: (Sufyan) melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para
pendusta.Jadi yang digelapkan dan dibuang oleh JR, kata: wa laa ibratah liqauli man qaala..”
sehingga artinya berbalik 180 derajat.La haula wala quwwata illa billah.

5. Muawiyah ra menurut JR didalam buku “ Al Mushthafa “ adalah seorang yang curang, licik,
kejam, biadab, pendengki, termasuk dengki kepada Nabi saw, fasik, kafir, telah dilaknat oleh Nabi
saw.

Di hal. 9 JR menulis: Muawiyah berusaha mengubah tarikh Nabi saw dengan meyebarkan versi
tarikh mereka dan membungkam versi tarikh lain. Masih di halaman yang sama JR menulis; pada
waktu itu, yang paling menderita adalah penduduk Kufah karena kebanyakan dari mereka adalah
pengikut imam Ali as. Lalu Muawiyah menugaskan Ziyad bin Sumayyah untuk memerintah di
Kufah berikut Basrah. Ia mengenal orang-orang Syiah karena pada zaman Ali ia pernah bergabung
sama mereka. Ia mengejar Syiah dan membunuh mereka disetiap lembah dan bukit, meneror
mereka, memotong tangan dan kaki, mencungkil mata, menyalibnya pada batang pohon kurma
dan mengusir mereka sehingga tidak tersisa salah seorangpun dari mereka.

Pada hal. 11 JR menulis; kemudian Muawiyah menerbitkan lagi surat perintah keseluruh negeri,
selidikilah orang-orang yang terbukti mencitai Ali dan Ahlul Baitnya. Hapuskan nama mereka dari
daftar. Putuskan tunjangan mereka. Bersama surat perintah ini Muawiyah melengkapinya dengan
naskah yang lain. Siapa yang kalian curigai mencintai kaum tersebut, hukumlah dia dan hancurkan
rumahnya.
Pada halaman. 13 JR menulis, Muawiyah berusaha mendiskreditkan Rasulullah saw dan
keluarganya karena ada kaitannya dengan Bani Hasyim. Dia menyewa beberapa ulama atau mufti
dari para sahabat Nabi untuk memutar balikkan peristiwa tentang Rasulullah.

Pada hal 16 JR menulis; Muawiyah berkata: ….lalu tengoklah saudara Hasyim. Namanya disebut
lima kali sehari-Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah. Lalu tindakan apa lagi yang masih kita
lakukan? Tidak demi Allah sampai mati sekalipun. Pada hari yang lain Muawiyah mendengar azan.
Ia berkata; demi Allah, wahai putra Abdullah, engkau betul-betul ambisius. Hatimu belum puas
sebelum namamu didampingkan bersama nama Tuhan Alam Semesta (maksudnya Muawiyah
tidak senang dan geram mendengar nama Nabi saw selalu disebut-sebut dikala adzan
dikumandangkan) (penj.). Muawiyah ingin menghapuskan semua hal yang berhubungan dengan
Nabi saw. Ia gagal. Tapi ia berhasil mendiskreditkan Nabi saw dengan kisah kisah yang diciptakan
oleh pengikutnya

Pada hal 24, JR mengutip perkataan Ibn Abi al Hadid: “ Banyak diantara sahabat kami mengecam
agama Muawiyah. Mereka tidak hanya menganggapnya fasik, bahkan ada yang mengatakan
bahwa dia kafir karena tidak meyakini kenabian

Pada hal 73-74, JR menulis; lalu siapakah yang pernah dilaknat oleh Rasulullah saw? Tidak
mungkin disini kita menyebut semua orang yang dilaknat Nabi saw. Sebagai contoh Rasulullah saw
pernah melaknat Abu Sufyan, Muawiyah dan Amr bin Ash. Setelah Nabi saw meninggal dunia
mereka menjadi penguasa. Ketika menyebar hadis yang melaknat mereka, mereka keluarkan
hadis bahwa yang dilaknat Nabi saw itu akan memperoleh ampunan, rahmat dan pensucian Allah.
Dalam shahih Muslim diriwayatkan kutukan Rasulullah kepada Muawiyah, “Semoga Allah tidak
pernah mengenyangkan perutnya”. Konon ia mati karena kebanyakan makan. Bandingkan
keterangan JR ini dengan tulisan Muhibbuddin al Khatib dalam bukunya; Maa al Ra’iyl al Awwal,
hal. 176-179 dan hal 212 (terlampir) dimana disebutkan kelebihan dan pujian terhadap Muawiyah
ra dengan tetap meyadari bahwa ia adalah manusia biasa yang ada kesalahan dan kekeliruannya.
Didalam tulisan tadi disebutkan tentang Muawiyah ra :

a. Muawiyah ra dan tentaranya yang telah meyerang dan merebut Ciprus pada tahun 27 H
yang dimasa pemerintahan Utsman ra. telah dilihat Nabi saw dalam mimpinya sebagai umatnya
yang akan berjuang dijalan Allah dengan mengarungi laut (HR. Bukhari) (hal 176)

b. Umair bin Sa’ad ra melarang membicarakan Muawiyah ra kecuali dengan baik karena beliau
yang telah didoakan Nabi: Ya Allah berilah petunjuk (manusia) dengannya. (hal 177)

c. Berkata Saad bin Abi Waqqash: “ saya tidak melihat seseorang sesudah Utsman yang paling
(baik) memutuskan (perkara) berdasarkan kebenaran, lebih dari pada pemilik pintu ini
(Muawiyah) (hal 177)
d. Abu Darda ra berkata kepada penduduk negeri Syam; saya tidak melihat seseorang yang
shalatnya menyerupai shalat Nabi lebih dari shalatnya imam kamu ini (maksudnya Muawiyah)
(hal 177)

e. Berkata Abdullah bin Abbas ra: Saya tidak melihat seorang laki-laki yang paling pantas
menjadi raja , lebih dari Muawiyah (hal. 178)

f. Ibn Abbas ra berkata; Dia itu faqih (dia maksudnya Muawiyah ra). ( hal 178)

g. Nabi saw mendoakannya. Ya Allah jadikanlah ia (dapat) memberi petunjuk, yang ditunjuki
dan berilah petunjuk dengannya (HR. Tirmidzi) (hal. 178)

h. Nabi saw mendoakannya; Ya Allah, ajarkanlah kepadanya kitab dan hisab serta jagalah ia
dari azab (HR. Thabrani), dan dalam riwayat Bisyr bin as Sirry, ditambah (doa tadi) : dan
masukkanlah ia ke dalam surga. (hal. 178)

i. Berkata Abdullah bin Amr bin Ash ra; Saya tidak melihat seseorang yang paling pandai
memerintah lebih dari Muawiyah ra. Berkata Jabalah bin Sahim; aku berkata: Dan tidak juga Umar
ra (lebih pandai memerintah dari Muawiyah ra?). ia berkata : Umar ra lebih baik dari Muawiyah
ra, tapi Muawiyah ra lebih pandai memerintah dari Umar ra (Ibnu Katsir dalam tarikhnya) (hal.
179)

j. Berkata Qatadah: Andaikata kamu berada dalam kekuasaanya (Muawiyah ra), maka
kebanyakan kamu akan berkata: “inilah al Mahdi” (HR. Abu Bakar al Atsram dari Ibnu Baththah.)
(hal. 179)

k. Berkata Mujahid : Andaikata kamu mendapati (pemerintahan) Muawiyah ra, niscaya kamu
akan berkata: “inilah al Mahdi” (HR. Ibnu Baththah) (hal. 179)

l. Berkata al A’masyi: Bagaimana andaikata kamu mendapati Muawiyah. Mereka berkata:


tentang kelembutannya?, Ia berkata: tidak, demi Allah, bahkan tentang keadilannya (HR. al
Atsram.) hal 179

m. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: tidak ada di antaraa raja-raja Islam yang lebih baik dari
Muawiyah ra dan tidak pernah manusia pada pemeritahan satu raja dari raja-raja islam yang lebih
baik dari pada manusia pada pemerintahan Muawiyah ra (hal. 179)

n. Imam Mujahid Abdullah bin Mubarak (118-177 H) ditanya: mana yang lebih mulia, Muawiyah
bin Abi Sufyan ra atau Umar bin Abdul Aziz? Beliau menjawab: Debu yang masuk ke dalam hidung
Muawiyah bersama Rasulullah SAW lebih utama dari seribu Umar bin Abdul Aziz. Muawiyah telah
shalat di belakang Nabi SAW, lalu Rasulullah SAW membaca sami’allahu liman hamidah lalu
Muawiyah ra berkata: Rabbana walakal hamdu, maka adakah kemuliaan yang lebih tinggi dari ini?
(hal. 212)

Mana yang kita pilih, apakah keterangan para Ulama’ yang terkenal dan jujur dengan ditopang
oleh dalil yang kuat ataukah pendapat JR dalam bukunya “Al Musthafa” dari sumber yang tidak
terkenal dan tidak ditopang dalil yang tidak kuat?. Belum lagi kalau kita melihat ayat al Quran,
surat al Fath, 29, bahwa sahabat itu ibarat bibit tanaman yang ditanam dan dirawat Nabi SAW,
dengan pertumbuhan yang sangat menyenangkan beliau dan menjengkelkan orang-orang kafir ?
Bukankah Muawiyah ra termasuk sahabat yang dididik langsung oleh Nabi SAW dimana beliau
sangat gembira melihat hasil didikannya. Bukankah Ia dipercaya oleh Khalifah Umar ra dan
Utsman ra sebagai gubernur di Syam? Kita akui bahwa ia bersalah karena berperang melawan
Khalifah yang sah Ali ra, namun setelah ia menerima kekuasaan dari Hasan bin Ali ra, maka sisa
hidupnya ia gunakan untuk memimpin kaum muslimin menuju kemakmuran hidup dan berjihad
menyebarkan agama dan mengibarkan bendera islam di berbagai penjuru dunia. Muawiyah ra
telah berhasil menghimpun kekuatan kaum muslimin sehingga dapat membangun kekuasaan
Islam yang paling besar dalam sejarah Islam. Mulai dari tembok Cina di sebelah timur sampai ke
perbatasan Eropa, sebelah barat.

6. Dalam buku “40 masalah Syiah” halaman 90, Emilia Renita, istri JR menulis: dengan merujuk
kepada sabda Nabi SAW; “Fathimah belahan nyawaku, siapa yang menyakiti Fathimah, dia
menyakitiku; siapa yang membuat murka Fathimah, ia membuat aku murka” (Shahih al Bukhari 5,
hadits 3 dan 61; Shahih Muslim 4: 1904-1905) ) dan menurut Al Quran, Allah melaknat orang yang
menyakiti Rasulullah saw, maka Syiah melaknat orang-orang yang menyakiti Fatimah.

Dr. Tijani dalam bukunya: Akhirnya Kutemukan Kebenaran berkata; kenapa beliau (Umar) tidak
takut kepada Allah ketika mengancam akan membakar rumah Fatimah ra jika orang-orang yang
didalamnya tidak mau keluar untuk membaiat (Abu Bakar ra),.ketika dikatakan padanya bahwa
Fatimah ada didalamnya, ia menjawab “sekalipun dia ada” (hal 115) dihalaman lain Dr. Tijani
menulis : Fatimah ra juga pernah berkata kepada Abu Bakar dan Umar demikian: aku minta
persaksian dari Allah kepada kalian berdua, apakah kalian tidak mendengar Rasulullah saw
bersabda ; Keridhaan Fatimah adalah keridhaanku dan kemarahan Fatimah adalah kemarahanku.
Siapa yang mencintai putriku Fatimah, maka dia telah mencintaiku, siapa yang membuat Fatimah
rela maka ia telah membuatku rela , siapa yang membuat Fatimah marah, maka ia telah
membuatku marah, “ ya kami telah mendengar dari Rasulullah saw” jawab mereka berdua. Lalu
Fatimah ra berkata lagi: Sungguh, aku minta pesaksian Allah dan para malaikatNya bahwa kalian
berdua telah membuatku marah dan tidak rela. Jika kelak aku berjumpa dengan Rasulullah saw
maka pasti kusampaikan keluhanku padanya (ibid hal. 140)

Tentang Fatimah marah dan murka kepada Abu Bakar dan Umar, juga dikemukakan oleh JR dalam
buku kecil yang berisi ceramah Asyuro bahwa: Fatimah telah marah kepada Abu Bakar karena Abu
bakar tidak memenuhi permintaan Fatimah atas tanah Fadak yang diakui oleh Fatimah sebagai
warisannya dari Nabi saw, jadi yang dimaksud oleh Emilia Renita tersebut diatas ialah Abu Bakar
dan Umar itu dilaknat oleh Syiah, karena telah menjadikan Fathimah marah kepadanya.

III. Penegasan Syaikh Al Azhar, Dr. Ahmad Thayyib:

- Kami tidak akan membiarkan perangkap Syiah bagi pelajar/ mahasiswa sunnah yang
menyebabkan mereka beralih menjadi Syiah,yang pada akhirnya menimbulkan bentrok fisik.

- Kami akan berhadapan bagi setiap usaha menyebarkan mazhab Syi’ah di negeri Islam
sebagaimana Iran menghalangi usaha apapun menyebarkan mazhab Sunni di Iran (terlampir 3)
IV. Dalam kitab “Al Fiqhu al Islamiy wa Adillatuhu” oleh Dr. Wahbah al Zuhailiy, jilid VII hal
.567 disebutkan: ‘Tidak boleh diterima persaksian orang yang menampakkan sikap memaki para
salaf seperti sahabat dan tabi’in karena sudah nampak kefasikannya, berbeda dengan orang yang
menyembunyikannya, karena dia itu fasik

V. Para ulama sangat tegas sikapnya terhadap orang yang mencela-cela, memaki apalagi
melaknat para sahabat, terlebih lagi para Khulafaur Rasyidin. Mereka sepakat menghukumnya,
apakah dengan mendera, memukul dengan cambuk, bahkan membunuhnya jika yang dimaki-maki
atau dilaknat itu Abu Bakar RA dan Umar RA .[5]

VI. Sebagai tambahan, kami lampirkan makalah, buletin, surat kabar dan buku yang
memuat pernyataan JR dan istrinya bahwa:

1. Umar meragukan kenabian Rasullah saw

2. Para sahabat Nabi saw membantah perintah Nabi saw

3. Para sahabat merobah-robah agama.

4. Para sahabat Nabi saw murtad

5. Siapa yang tidak mengenal imam mati jahiliyah.

6. Amr bin Ash (sahabat yang berjasa meng-Islam-kan Mesir), ibunya mengandungnya dari
hasil promiskuitas. Tidak jelas bapaknya. Kemudian empat orang Quraisy berunding diantara
mereka dan ditetapkanlah sebagai bapaknya orang yang paling buruk nasabnya dan paling jelek
kedudukannya. JR menulis: Engkaupun tahu dan merekapun tahu bahwa engkau pernah
mencemooh Rasulullah saw dengan tujuh puluh bait puisi. Nabi saw bersabda: “Ya Allah, aku tidak
mengatakan syair dan syair tidak pantas bagiku. Ya Allah, laknatlah dia untuk setiap harap yang
dia tuliskan seribu laknat. Karena itu, engkau mendapat laknat dari Allah yang tidak terhitung” (Al-
Mushthafa, 15). Ber-akhlak-kah JR dengan pernyataan seperti ini? KHM. Sanusi Baco, Lc
mengatakan ini tidak berakhlak.

7. Nikah mut’ah memang boleh saja dalam pandangan agama karena masih di halalkan oleh
Nabi SAW. Dan apa yang dihalalkan oleh Nabi SAW, maka itu berlaku sampai hari kiamat (Harian
Fajar, 25 januari 2009) meskipun dikatakan oleh JR: IJABI melarang nikah mut’ah. Dengan
pernyataan ini beberapa mahasiswa yang dibina oleh kelompok JR telah terpengaruh
melakukannya karena dianggap sunnah Nabi SAW yang sangat dianjurkan dan berdosa jika tidak
dilakukan (bisa jadi kafir)

PENUTUP
Dari keterangan diatas kita dapat mengetahui tentang aliran sesat, penyebabnya dan bahayanya.
Sebagaimana kita selalu mewaspadai adanya peredaran uang palsu yang akan menimbulkan
kerugian bagi pemiliknya, maka kitapun harus lebih waspada adanya aliran sesat karena akan
menimbulkan penyesalan di dunia apalagi di akhirat. Hal ini digambarkan dalam Al-Quran; Surah
Al Baqarah, 2: 166-167

166. (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya,
dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.

167. dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia),
pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami."
Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi
mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.

[1] Makalah Prof. Dr. H. Minhajuddin, MA, Ketua Komisi Fatwa MUI, disampaikan dalam Diskusi
Panel 5 Feb 2011, di gedung Mulo Jl. Ratulangi Makassar

[2] Himpunan fatwa MUI. 2010. hal: 48-49

[3] Makalah Pandangan Ulama Sunni(Ahlussunnah Wal Jamaah) tentang faham Syi’ah, Prof. DR.H.
Minhajuddin, MA, 2011, hal. 4-5

[4] Edaran Depag, no. D/ BA. 01/ 4865/1983. Hal. 4-5

[5] Dar-u al Ghawiyah an al Waqiiah fiy Khal al Mu’miniin Muawiyah, Ibnu Mumammad bin Ali al
Qahthaniy, riyadh, 1420 H, hal: 26-27
catatan: makalah ini disampaikan dalam acara tabligh akbar di LUWU dengan mengundang Ust
Muh Said Adb Shamad, Lc (LPPI Makassar) sebagai pemateri

Posted in: Artikel LPPI,Kegiatan LPPI,Ustad Said

Anda mungkin juga menyukai