َو َنُعْو ُذ ِباِهلل ِم ْن ُش ُرْو ِر،ِإَّن اْلَح ْم َد ِهلل َنْح َم ُد ُه َو َنْسَتِع ْيُنُه َو َنْسَتْهِد يِه َو َنْشُك ُر ُه َو َنْسَتْغ ِفُر ُه َو َنُتْو ُب ِإَلْيِه
َم ْن َيْهِد ُهللا َفاَل ُمِض َّل َلُه َو َم ْن ُيضِلْل َفاَل َهاِدَي َلُه،َأْنُفِس َنا َو ِم ْن َس ِّيَئاِت َأْع َم اِلَنا
ُهَو اِإْل لُه اْلَع ُف ُّو اْلَغ ُف ْو ُر اْلُم ْس َتْغ ِني عْن،َو َأْش َهُد أْن اَّل إلِه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِرْيَك َلُه َو اَل َم ِثْيَل َلُه
َبَّل َغ الِّر َس اَلَة، َو َأْش َهُد َأَّن َس ِّيَد َنا ُمَح َّم ًدا َع ْب ُد ُه َو َر ُس ْو ُلُه،ُك ِّل َم ا ِس َو اُه َو اْلُم ْفَتِقُر ِإَلْيِه ُك ُّل َم ا َعَد اُه
َص َّلى ُهللا َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد َص اَل ًة َيْقِض ي ِبَها َح اَج اِتَن ا َو ُيَف ِّرُج ِبَه ا،َو َأَّد ى اَأْلَم اَنَة َو َنَص َح اُألَّم َة
ُك ُر َباِتَنا َو َيْك ِفْيَنا ِبَها َش َّر َأْع َد اِئَنا َو سَّلَم َع َلْيِه َو َع َلى َص ْح ِبِه الَّطِّيِبْيَن َو آِلِه اَأْلْطَهاِر َو َم ْن َو ااَل ُه
ُأ
َو ٱْلَع ْص ِر: َفِإِّني ْو ِص ْيُك ْم َو َنْفِس ي ِبَتْقَو ى ِهللا اْلَع ِلِّي اْلَقِد ْيِر اْلَقاِئِل ِفي ُم ْح َك ِم ِكَتاِبِه اْلَك ِرْيِم، َأَّم ا َبْعُد
) اَّل ٱَّلِذ يَن َء ا ُنو۟ا َو َع ِم ُلو۟ا ٱلَّص ٰـِلَح ٰـ ِت َو َتَو اَص ْو ۟ا ٱْلَح ِّق َو َتَو اَص ْو ۟ا٢( ) َّن ٱ نَس ٰـَن َلِفى ُخ ْس١(
ِب َم ِإ ٍر ِإ ِإْل
)٣( ِبٱلَّصْبِر
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Mengawali khutbah siang yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada
kita semua terutama kepada diri pribadi untuk senantiasa berusaha
meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu
Wa Taala. Di antara cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Jamaah Rahimakumullah
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa seluruh manusia dalam kerugian kecuali
orang-orang yang melakukan empat hal. Pertama, memiliki iman. Karena tanpa
iman, seseorang tidak akan selamat di kehidupan akhirat.
Kedua, beramal salih, yaitu melakukan seluruh apa yang Allah wajibkan
kepada hamba-hamba-Nya. Ketiga, saling menasihati untuk kebenaran yakni
saling menasihati untuk melakukan kebaikan. Dan keempat, saling menasihati
untuk kesabaran. Maknanya saling menasihati untuk bersabar melakukan
ketaatan, bersabar meninggalkan kemaksiatan dan bersabar menghadapi
musibah. Sebab jika disebut kata sabar secara mutlak, artinya mencakup sabar
melakukan ketaatan, sabar menahan diri dari kemaksiatan dan sabar
menghadapi musibah.
Jadi, seorang muslim minimal ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
menjauhi kekufuran. Adapun tambahan dari hal itu dengan melakukan perkara-
perkara yang disebutkan dalam surat ini, adalah sifat orang-orang shalih yang
berbahagia dan selamat dari segala siksa di akhirat.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diceritakan bahwa suatu ketika
Rasulullah berada di dalam masjid lalu ada seseorang yang masuk masjid
kemudian melakukan shalat. Setelah itu ia duduk di majelis Rasulullah.Nabi
kemudian bersabda kepadanya: Bangkit lalu shalatlah karena sesungguhnya
engkau belum shalat! Laki-laki itu lalu mengulangi shalatnya kemudian duduk
di majelis Rasulullah. Baginda Nabi lalu bersabda lagi kepadanya: Bangkit dan
shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat! Lalu laki-laki itu
mengulang shalatnya kemudian duduk di majelis Rasulullah. Lagi-lagi
Rasulullah memerintahnya untuk mengulangi shalat dan bersabda: Bangkit dan
shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat!
Orang itu kemudian berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak bisa melakukan
shalat kecuali yang telah aku lakukan. Kemudian Rasulullah mengajarkan
kepadanya tata cara shalat sesuai tuntunan syariat. Rasulullah tidak
membiarkannya lalu mengatakan: Yang penting niatnya.
Begitu pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu
Hibban bahwa ada seorang laki-laki yang salah dalam membaca Al-Qur’an,
lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
َأْر ِش ُد ْو ا َأَخ اُك ْم
Artinya: Wahai para sahabatku, ajarilah ia bagaimana cara membaca Al-Qur’an
yang benar. (HR Ibnu Hibban)
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Hendaklah kita ketahui bersama bahwa ada sebuah cerita dusta yang
dinisbatkan kepada Nabi Khadhir ‘Alaihis Salam. Diceritakan secara dusta
bahwa suatu ketika Nabi Khadhir bertemu dengan seorang penggembala yang
tidak mengetahui tata cara shalat, lalu Khadhir mengajarinya tata cara shalat
yang benar. Kemudian Khadhir pergi meninggalkan penggembala itu dan
berjalan di atas air. Ketika sang penggembala bangkit untuk melakukan shalat,
ia lupa mengenai tata cara shalat yang diajarkan oleh Khadhir. Lalu ia
menyusul Khadhir dan memintanya berhenti untuk mengajarinya kembali tata
cara shalat. Khadhir menoleh dan mendapati penggembala itu mengikutinya
dari belakang dan berjalan di atas air seperti dia.
Lalu Khadhir berkata kepadanya: Shalatlah seperti yang engkau mau. Orang-
orang yang menceritakan kisah ini mengatakan bahwa sang penggembala,
disebabkan kejernihan hati dan kesucian niatnya, ia dapat berjalan di atas air.
Kisah ini jelas tidak benar dan tidak berdasar. Kisah semacam ini hanya
mendorong orang untuk tetap dalam kebodohan serta melemahkan semangat
orang yang ingin belajar ilmu agama. Orang bodoh yang sama sekali tidak
mengetahui tata cara shalat yang benar sesuai dengan tuntunan syariat dan
tidak mengetahui ilmu agama yang fardhu 'ain, tidak akan diangkat oleh Allah
menjadi wali-Nya. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam As-Syafi’i dan
banyak ulama yang lain.
Hadlratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari menegaskan dalam
kitab Tamzizul Haqq minal Bathil:
َم ا اَّتَخ َذ ُهللا ِم ْن َوِلٍّي َج اِهٍل َو َلِو اَّتَخ َذ ُه َو ِلًّيا َلَع َّلَم ُه
Artinya: Allah tidak mengangkat seorang wali yang bodoh. Seandainya Allah
mengangkatnya menjadi wali, niscaya Ia memudahkan jalan baginya untuk
memahami ilmu agama.