Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SHALAT JENAZAH

SMAN 1 PURWAKARTA

KELOMPOK :
-SIGIT ARYO WIDODO.

-WIRAFI ACHMAD DZAKI.

- PUTRA KHAERAN SHAUMA.

- M. NABIL LABIB.

- DIMAS RAIHAN.

- SYAM ILHAM

- HEGAR LEJANG

- DIAR AL GHIFARI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Shalat Jenazah”
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan
banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami
tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi kami menyadari bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah kami terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................

2.1 Pengertian Shalat Jenazah.................................................................................


2.2 Keutamaan Shalat Jenazah................................................................................
2.3 Syarat-Syarat Shalat Jenazah............................................................................
2.4 Rukun Shalat Jenazah.......................................................................................
2.5 Tata Cara Shalat Jenazah Perempuan dan Laki-Laki........................................
2.6 Menguburkan Jenazah.......................................................................................
2.7 Hikmah Yang Dapat Diambil Dari Menguburkan Jenazah............................

BAB III PENUTUP.....................................................................................................

3.1 Kesimpulan......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami


kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-
baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam
sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu,
menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia
mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka
hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk
menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan
menguburkan orang yang telah meninggal tersebut. Untuk lebih jelasnya 4
persoalan tersebut, pemakalah akan mencoba menguraikan 2 persoalan dari 4
persoalan yaitu menshalatkan dan menguburkan jenazah dalam penjelasan berikut
ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian shalat jenazah?
2. Apa keutamaan shalat jenazah?
3. Apa syarat-syarat shalat jenazah?
4. Apa rukun shalat jenazah?
5. Bagaimana tata cara shalat jenazah perempuan dan laki-laki?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Shalat Jenazah


Salat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat
jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah
melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka
tidak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan
pengurusan jenazah tersebut (Musthafa, 2003 hal: 94).
Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dan dikafani dengan
baik, maka terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati
jenazah itu hukumnya fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan
hadis Nabi SAW :
َ َ‫صلُّوْ ا َعلَى َم ْن ق‬
ُ‫ال اَل اِلهَ اِاَّل هللا‬ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم ق‬
َ :‫ال‬ َّ ِ‫ هللا عنه اَ َّن النَّب‬a‫َع ِن ا ْب ِن ُع َم َررضي‬
َ ‫ي‬
)‫(رواه الطبران‬.ُ‫صلُّوْ ا َو َرا َء َم ْن قَا َل اَل اِلهَ اِاَّل هللا‬
َ ‫َو‬
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-
orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang
orang yang mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)

2.2 Keutamaan Shalat Jenazah


Pertama: Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
َ ِ‫يل َو َما ْالق‬
ِ َ‫يراط‬
‫ان‬ َ ِ‫ ق‬. ‫ َو َم ْن َش ِه َد َحتَّى تُ ْدفَنَ َكانَ لَهُ قِي َراطَا ِن‬، ٌ‫صلِّ َى َعلَ ْيهَا فَلَهُ قِي َراط‬ َ ُ‫َم ْن َش ِه َد ْال َجنَازَ ةَ َحتَّى ي‬
‫ال ِم ْث ُل ْال َجبَلَ ْي ِن ْال َع ِظي َم ْي ِن‬
َ َ‫ق‬
“Barang siapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyalatkannya, maka
baginya satu Qirath. Lalu barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga
dimakamkan, maka baginya dua Qirath.” Ada yang bertanya: “Apa yang
dimaksud dua Qirath?” Rasulullah ‫ ﷺ‬lantas menjawab: “Dua Qirath itu semisal
dua gunung yang besar.” [HR. Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945]
 
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
« ‫ قِي َل َو َما ْالقِي َراطَا ِن قَا َل « َأصْ َغ ُرهُ َما‬.» ‫صلَّى َعلَى َجنَا َز ٍة َولَ ْم يَ ْتبَ ْعهَا فَلَهُ قِي َراطٌ فَِإ ْن تَبِ َعهَا فَلَهُ قِي َراطَا ِن‬ َ ‫َم ْن‬
‫» ِم ْث ُل ُأ ُح ٍد‬.
“Barang siapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya
(pahala) satu Qirath. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala)
dua Qirath.” Ada yang bertanya: “Apa yang dimaksud dua Qirath?” “Ukuran
paling kecil dari dua Qirath adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau ‫ﷺ‬. [HR.
Muslim no. 945] 

Kedua: Dari Kuraib, ia berkata: 


‫ت فَِإ َذا نَاسٌ قَ ِد‬
ُ ْ‫ال فَخَ َرج‬ ِ َّ‫َأنَّهُ َماتَ اب ٌْن لَهُ بِقُ َد ْي ٍد َأوْ بِ ُع ْسفَانَ فَقَا َل يَا ُك َريْبُ ا ْنظُرْ َما اجْ تَ َم َع لَهُ ِمنَ الن‬
َ َ‫ ق‬.‫اس‬
‫صلى هللا عليه‬- ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ‫ قَا َل َأ ْخ ِرجُوهُ فَِإنِّى َس ِمع‬.‫ال تَقُو ُل هُ ْم َأرْ بَعُونَ قَا َل نَ َع ْم‬
َ َ‫اجْ تَ َمعُوا لَهُ فََأ ْخبَرْ تُهُ فَق‬
ُ ‫وت فَيَقُو ُم َعلَى َجنَازَ تِ ِه َأرْ بَعُونَ َر ُجالً الَ يُ ْش ِر ُكونَ بِاهَّلل ِ َش ْيًئا ِإالَّ َشفَّ َعهُ ُم هَّللا‬
ُ ‫ يَقُو ُل « َما ِم ْن َر ُج ٍل ُم ْسلِ ٍم يَ ُم‬-‫وسلم‬
‫» فِي ِه‬
 
“Anak ‘Abdullah bin ‘Abbas di Qudaid atau di ‘Usfan meninggal dunia. Ibnu
‘Abbas lantas berkata: “Wahai Kuraib (bekas budak Ibnu ‘Abbas), lihat berapa
banyak manusia yang menyalati jenazahnya.” Kuraib berkata: “Aku keluar,
ternyata orang-orang sudah berkumpul, dan aku mengabarkan pada mereka
pertanyaan Ibnu ‘Abbas tadi. Lantas mereka menjawab: “Ada 40 orang.” Kuraib
berkata: “Baik kalau begitu.” Ibnu ‘Abbas lantas berkata: “Keluarkan mayit
tersebut. Karena aku mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Tidaklah seorang
Muslim meninggal dunia lantas dishalatkan (shalat jenazah) oleh 40 orang yang
tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, melainkan Allah akan
memprkenankan syafaat (doa) mereka untuknya.” [HR. Muslim no. 948]
 
Ketiga: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata dari Nabi ‫ ﷺ‬bahwa beliau
bersabda:
‫صلِّى َعلَ ْي ِه ُأ َّمةٌ ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ يَ ْبلُ ُغونَ ِماَئةً ُكلُّهُ ْم يَ ْشفَعُونَ لَهُ ِإالَّ ُشفِّعُوا فِي ِه‬ ٍ ِّ‫َما ِم ْن َمي‬
َ ُ‫ت ي‬
 
“Tidaklah seorang mayit dishalatkan (dengan shalat jenazah) oleh sekelompok
kaum Muslimin yang mencapai 100 orang, lalu semuanya memberi syafaat
(mendoakan kebaikan untuknya), maka syafaat (doa mereka) akan
diperkenankan.” [HR. Muslim no. 947]
 
Keempat: Dari Malik bin Hubairah, ia berkata bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
َ ‫وف ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ ِإالَّ َأوْ َج‬
‫ب‬ ُ ُ‫صلِّى َعلَ ْي ِه ثَالَثَة‬
ٍ ُ‫صف‬ ُ ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يَ ُم‬
َ ُ‫وت فَي‬
“Tidaklah seorang Muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum Muslimin,
melainkan doa mereka akan dikabulkan.” [HR. Tirmidzi no. 1028 dan Abu Daud
no. 3166. Imam Nawawi menyatakan dalam Al Majmu’ 5/212 bahwa hadis ini
Hasan. Syaikh Al Albani menyatakan hadis ini Hasan jika sahabat yang
mengatakan]

2.3 Syarat-Syarat Shalat Jenazah


Salat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya
tidak dipenuhi, maka salatnya tidak sah menurut syara’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut. Salat jenazah termasuk dalam ibadah salat, maka syarat-
syaratnya pun sama dengan yang telah diwajibkan pada salat-salat fardu lainnya,
seperti :
1. Beragama Islam
2. Sudah baligh dan berakal
3. Suci dari hadis atau najis
4. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
5. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita
auratnya sampai seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6. Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).
Perbedaanya dengan salat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena salat
jenazah ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan
menurut golongan Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-
waktu terlarang. Akan tetapi Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang
makruh melakukan salat jenazah pada waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan
saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan jenazah akan membusuk.
2.4 Rukun Shalat Jenazah
1. Niat melaksanakan salat jenazah
‫ك َفايَِة َمْأ ُم ْو ًمالِلّ ِه َت َعالَى‬ ٍ
ِ ْ‫ات َفرض ال‬ ِ ِِ ِ
َ ْ ‫صلّ ِى َعلى ه َذااْملَيِّت(هذه اْملَيِّتَت)اَْربَ َع تَ ْكبِْيَر‬
َ ُ‫ا‬
Artinya :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah.
Allahhu Akbar.”
2. Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka
tidak sah menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau
tidak ada uzur. Dalam kitab al Mugni dikatakan, “Tidak boleh
menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan, karena itu menghalangi
sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam Syafi’i juga berpendapat demikian,
termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan
menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan pada saat berdiri
sebagaimana yang dilakukan salat fardu biasa.
3. Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.
ِ ‫عن جابِر اَ َّن انَيِب صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم صلَّى علَى اجَّن‬
‫اش ِّي فَ َكَّبَراَْر َب ًعا‬َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َّ ْ َ َْ
(‫)رواه البخاري ومسلم‬

Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi),
maka beliau membaca takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan
ulama dari para sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat
bahwa takbir dalam salat jenazah itu sebanyak empat kali. Demikian juga
pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan Ishak.
4. Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5. Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir
ketiga. Membaca surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah,
sebaiknya dengan cara sirri (bisik-bisik). Jumhur ulama berpendapat
bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi, berdoa serta
memberi salam disunatkan secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya
sunat jahar pada takbir dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum.
Membaca salawat sekurang-kurangnya dengan mengucapkan Allahumma
shalli ‘ala Muhammad itu sudah cukup. Sedangkan yang lebih utama
adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai berikut :
‫ت َعلَى اِْبَر ِاهْي َم َو َعلَى اَِل اِْبَر ِاهْي َم َوبَا ِر ْك َعلَى حُمَ َّم ٍد َو َعلَى‬
َ ‫اصلَْي‬
ٍ ِ ٍ
َ ‫ص ِّل َعلَى حُمَ َّمد َو َعلَى اَل حُمَ َّمد َك َم‬
َ ‫اَللّ ُه َّم‬
َّ ‫ت َعلَى اِْبَر ِاهْي َم َو َعلَى اَِل اِْبَر ِاهْي َم ىِف الْ َعالَ ِمنْي َ اِن‬
ٌ‫َّك مَحِ ْي ُدجَّمِ ْيد‬ ٍ
َ ‫اَِل حُمَ َّمد َك َمابَ َار ْك‬
Artinya :
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga
Muhammad sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan
berilah berkah kepadA Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim di antara seluruh
penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
6. Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.
ِ ِ ِ ِ
‫ُّعاءَ (رواه‬ ُ ‫اصلَّْيتُ ْم َعلَى الْ َميِّت فَاَ ْخل‬
َ ‫ص ْوالَهُ الد‬ َ َ‫ اذ‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
َ ُ‫قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل‬
)‫ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه‬

Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka
berdoalah untuknya dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi,
juga Ibnu Hibban yang menyatakan sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih
utama adalah membaca doa berikut :
‫ف َعْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُُزلَهُ َو َو ِّس ْع َم ْد َخلَهُ َواَ ْغ ِس ْلهُ مِب َ ٍاء َوثَ ْل ٍج َو َبَر ٍد َونَق ِِّه ِم َن‬ ِِ ِ
ُ ‫اَللّ ُه َّم ا ْغف ْرلَهُ َو ْارمَحْهُ َو َعافه َو ْاع‬
‫اخْيًر ِام ْن‬ ِِ ِ ِ ‫س واَب ِدلْه دار‬ َّ ‫ض ِم َن‬
َ ‫اخْيًرام ْن َدا ِر ِه َواَ ْهاًل َخْيًرام ْن اَ ْهله َو َز ْو ًج‬
َ ً َ ُ ْ َ ِ َ‫الدن‬ ُ َ‫اخْلَطَا يَا َك َمايُنَ َّق الث َّْوبُاااْل َْبي‬
)‫َز ْو ِج ِه َوقِ ِه فِْتنَةَالْ َقرْبِ َو َع َذابَاالنَّا ِر (رواه مسلم‬

Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah
dia, lapangkanlah tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju,
dan air embun. Sucikanlah dia dari dosa sebagaimana kain yang putih
bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan tempat
kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang
lebih berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa
neraka.” (HR. Muslim)
7. Membaca doa setelah takbir keempat
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan
dalam hadis nabi SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
ِ ‫ َكا َن رسو ُل‬:‫الرابِع ِة قَ ْدرماب التَّ ْكبِيرَت ِ ي ْدعومُثَّ قَ َال‬ ِ
‫اهلل‬ ُْ َ ْ َ‫َأنَّهُ َمات‬
ْ ُ َ ‫ت لَهُ ا ْبنَةٌ فَ َكَّبَر َعلَْي َهااَْر َب ًعامُثَّ قَ َام َب ْع َد َّ َ َ َ َنْي َ ْ َ نْي‬
ِ
َ َ‫صنَ ُع ىِف اجْلَن‬
‫از ِة َها َك َذا‬ ْ َ‫ص َّل اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ي‬
َ
Artinya :
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan
dengan membaca empat kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia
masih berdiri selama kira-kira antara dua takbir membaca doa.
Kemudian katanya, “Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini
terhadap jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa
sebagai berikut :
ِ‫ك يااَرحم َّ مِح‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫الرا نْي‬ َ ‫اَللّ ُه َّم اَل حَتْ ِر ْمنَااَ ْجَرهُ َواَل َت ْفتن‬
َ َ ْ َ َ ‫َّاب ْع َدهُ َوا ْغف ْرلَنَ َاولَهُ بَرمْح َت‬
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan
janganlah Engkau menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah
ampunan kepada kami dan kepadanya dengan rahmatMu wahai Dzat
Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca
setelah takbir keempat itu, dan sebagai berikut :
ِ ِ ُّ ‫َربَّنَااتِنَاىِف‬
َ َ‫اح َسنَةً َوىِف ااْل خَر ِة َح َسنَةً َوقن‬
‫اع َدابَالنَّا ِر‬ َ َ‫الد ْني‬
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat
dan lindungilah kami dari siksa neraka.”
8. Mengucapkan Salam
Salam pada salat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali
Abu Hanifah yang mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri
hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk rukun dengan alasan bahwa salat
jenazah termasuk salah satu macam salat dan untuk mengakhiri salat
adalah dengan membaca salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan
salam ketika salat jenazah seperti salam waktu salat biasa, sekurang-
kurangnya Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat membaca satu
kali salam itu adalah sunah dengan menghadapkan mukanya kesebelah
kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan perbuatan Rasulullah dan
para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak ada
yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum
mengucapkan salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan
menghadapkan muka kesebelah kanan, kemudian salam yang kedua
kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa salam yang
kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998:
168).

2.5 Tata Cara Shalat Jenazah Perempuan dan Laki-Laki


Tata cara sholat jenazah perempuan dan laki-laki berbeda. Perbedaannya terletak
pada posisi sholat dan juga bacaannya.
A. Tata Cara Sholat Jenazah Untuk Perempuan
Tata cara sholat jenazah untuk perempuan, posisi imam berada pada searah
tali pusar. Sedangkan makmum berada di belakang imam dengan urutan
makmum laki-laki dewasa, kemudian perempuan dewasa. Sedangkan jumlah
shaf-nya kalau bisa ganjil.

Dengan malakukan sholat jenazah dengan benar, maka kita akan memiliki
faedah yang besar. Dengan menunaikan jenazah dengan menyolatkannya,
memohon syafaat dan berdoa untuknya, menunaikan hak keluarganya,
menghibur perasaan mereka akan memperoleh pahal yang besar.

B. Tata Cara Sholat Jenazah Untuk Laki-Laki


Tata cara sholat jenazah untuk laki-laki ini sedikit berbeda dengan tata cara
sholat jenazah untuk perempuan. Jika pada jenazah perempuan imam berada
sejajar dengan pusar jenazah, maka untuk jenazah laki-laki posisi imam
berada sejajar dengan kepala.

Menyolatkan jenzah di masjid adalah yang diutamakan. Jika masjid jauh, bisa
dilakukan di rumah atau mushola terdekat. Barang siapa yang ketinggalan
sholat jenazah, yang utama adalah menyolatkannya setelah dimakamkan. Dan
barang siapa yang dikuburkan dan belum disholatkan, maka disholatkan di
atas kuburnya.

2.6 Menguburkan Jenazah

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas


pundak dari keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-


gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di
samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi[1].

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya. 
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari
jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam
masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain
kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-
Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di


dasar kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.

Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).

- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.


- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah
ke liang lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur
secara perlahan[2]. Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari
arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah
mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI
RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas
millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika menurunkan
jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya


(dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali
kepala dan kedua kaki.

- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah


kepalanya, sebab tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak
perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal dunia saat
mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain
kepala dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan
batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar
menghalangi sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke
dalam liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah
yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu
ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar
tidak dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta,
demikianlah bentuk makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR.
Bukhari).[3]
- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan
diperciki air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi
wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih,
silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan batu pada makam
bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula
menulisi batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan,
menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam
menjawab pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur).
Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya.
Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu
berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini
tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya
mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka[4].
2.7 Hikmah Yang Dapat Diambil Dari Menguburkan Jenazah

Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil


beberapa hikmah, antara lain:

1. Memperoleh pahala yang besar.


2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan
belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati
dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah
mati.
5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga
apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan
sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi


makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu
perlu mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana,
penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah.
Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi
jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh
mukallaf.

Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:

1. Memandikan

2. Mengkafani

3. Menshalatkan

4. Menguburkan

Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:

1. Memperoleh pahala yang besar.

2. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.

3. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan

belasungkawa atas musibah yang dideritanya.

4. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.

5. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga
apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-
baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari
Kamal Pasha, B.Ed, Drs. Musthafa dkk, Fiqih Islam sesuai dengan putusan majlis
tarjih. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri,2003.
Muhdiyat,H.M.A, Tuntunan Pengurusan Jenazah, Bandung: YPP Sumber Sari
Bandung, 2008.
Al-Qur’anul karim dan terjemahannya, Departemen Agama RI Kejasama dengan
Pemerintah Kerajaan Saudi Arabiyah.
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID
Abdul Karim. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah. Jakarta:
Amzah
Abd. Ghoni Asyukur. 1989. Shalat Dan Merawat Jenazah, Bandung: Sayyidah
2000. Rizal Qasim. 2000. Pengamalan Fikih I. Jakarta: Tiga Serangkai

[1]http://novia2.blogspot.com/2014/06/makalah-agama-tata-cara-pengurusan.html
[2] www.google.com/penguburan-jenazah
[3] https://dalamislam.com/dasar-islam/tata-cara-menguburkan-jenazah
[4] https://www.mozaikislam.com/463/cara-mengubur-jenazah.htm

Anda mungkin juga menyukai