ُ
ِ ف إنّ احسن الكالم كالم هللا َو َخ ْي َر ْال َه ْديِ َه ْديُ م َُح َّم ٍد ص لى هللا عليه وس لم َو َش رَّ األ ُم
ور
ضال َل ٌة وك ّل ضاللة في النار َ ت بدعة وك ّل ِب ْد َع ٍة ٍ مُحْ دَ َثا ُت َها َو ُك َّل مُحْ دَ َثا
Alhamdulillāh, Allāh Subhānahu wa Ta'āla masih memberikan kita kesempatan untuk bertemu
kembali dalam rangka untuk mempelajari ayat-ayat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Mempelajari tafsir dari surat-surat dalam Juz'amma.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberkahi pertemuan kita kali ini dan juga pertemuan-
pertemuan kita selanjutnya.
Kita akan membahas surat yang pertama yaitu surat "Qul Huwallāhu Ahad".
√ Surat Makkiyyah
Diturunkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala Nabi
Shallallāhu 'alayhi wa sallam di Mekkah sebelum beliau berhijrah ke kota Madīnah.
Kita jelaskan bahwasanya surat "Qul Yā ayyuhāl Kāfirūn" disebut pula dengan surat Al Ikhlās.
Jadi ada 2 (dua) surat dalam Al Qurān yang dikenal dengan surat Al Ikhlās, yaitu :
⑴ Surat "Qul Yā ayyuhāl Kāfirūn"
⑵ Surat "Qul Huwallāhu Ahad"
Dua-duanya dinamakan dengan surat Al Ikhlās, karena 2 (dua) surat tersebut menunjukan baroatun
minna Syirk (menunjukan berlepas diri) sikap berlepas diri penentangan terhadap kesyirikan.
Surat "Qul Yā ayyuhāl Kāfirūn" dia menunjukan bentuk pelepasan diri dari kesyirikan dalam bentuk
amali (perbuatan).
Karena Allāh memerintahkan kepada Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam "Qul Yā ayyuhāl Kāfirūn"
katakanlah wahai Muhammad.
Terang-terangan, tegaslah engkau wahai Muhammad kepada mereka dengan berkata "Qul Yā
ayyuhāl Kāfirūn" (Wahai orang-orang yang Kāfir) tanpa basa basi.
Allāh menegaskan Nabi untuk berlepas diri dari kekufuran orang-orang kāfir dari kesyirikannya
orang-orang musyrikin dengan mengatakan " Yā ayyuhāl Kāfirūn" (Wahai orang-orang kāfir).
Dinamakan juga surat Al Ikhlāsh karena dalam surat ini ada kandungan-kandungan makna tentang
sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Yang menunjukan bahwasanya Allāh Maha Esa dan Allāh sama sekali berlepas diri dari segala bentuk
kesyirikan, dari segala bentuk tuduhan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla (seperti) menyatakan
Allāh punya anak dan tuduhan-tuduhan yang lainnya.
Dan surat "Qul Huwallāhu Ahad" adalah surat yang sangat sering dibaca oleh Nabi Shallallāhu
'alayhi wa sallam dan dianjurkan untuk sering dibaca.
Oleh karenanya kita jelaskan bahwasanya surat Al Kāfirūn dibaca dalam banyak tempat dan seluruh
tempat dimana dibaca surat Al Kāfirūn juga dibaca surat "Qul Huwallāhu Ahad".
Seperti :
⇛ Shalāt Witir
Diantaranya :
"Qul Huwallāhu Ahad" dibaca setiap selesai shalāt, setelah kita berdzikir selesai shalāt kita membaca
3 (tiga) surat ini, yaitu :
⇛ Dibaca tatkala seseorang sedang bertaawud atau sedang meruqyah, membaca 3 surat ini :
"Bahwasanya surat "Qul Huwallāhu Ahad" ini nilainya seperti 1/3 dari Al Qurān"
"Apakah salah seorang dari kalian tidak mampu untuk membaca 1/3 Al Qurān dalam satu malam?"
"Siapa diantara kami yang mampu membaca sepertiga Qurān setiap malam, Yā Rasūlullāh?
Berat, sepertiga Qurān berarti 10 Juz, setiap malam ini berat.
َولَ ْم َي ُكنْ لَ ُه ُكفُ ًوا أَ َح ٌد- لَ ْم َيل ِْد َولَ ْم يُولَ ْد- ص َم ُد
َّ هَّللا ُ ال- قُ ْل ه َُو هَّللا ُ أَ َح ٌد
Dan hadīts-hadits seperti ini banyak, seperti tatkala ada seorang shahābat melihat shahābat yang
lain mengulang-ulang bacaan "Qul Huwallāhu Ahad" maka dia memberi tahu hal ini kepada Nabi
Shallallāhu 'alayhi wa sallam, seakan-akan dia merasa hal itu perkara yang ringan.
Kita lanjutkan pengajian kita dari tafsir Juz'amma yaitu surat "Qul Huwallāhu Ahad".
Para ulamā menjelaskan yang dimaksud dengan surat "Qul Huwallāhu Ahad" adalah sepertiga Al
Qurān bukan berarti kalau ada orang baca "Qul Huwallāhu Ahad" 3 (tiga) kali berarti telah membaca
satu Al Qurān, bukan begitu maksudnya.
Dijelaskan oleh para ulamā seperti Al Hafizh Al Qurthubi rahimahullāh dalam tafsirnya dan juga para
ulamā yang lain, kenapa surat "Qul Huwallāhu Ahad" dikatakan sepertiga Al Qurān?
Oleh karenanya barangsiapa yang membaca "Qul Huwallāhu Ahad" yang kandungan surat, seluruh
isinya, tentang sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka seakan-akan dia sudah membaca
sepertiga bagian daripada Al Qurān.
Dari sini, barangsiapa yang membaca surat "Qul Huwallāhu Ahad" maka seakan-akan dia sudah
membaca sepertiga Al Qurān.
Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak pernah mengatakan, "Barangsiapa yang membaca Qul
Huwallāhu Ahad 3 (tiga) kali berarti dia membaca satu Al Qurān penuh."
Bahkan tatkala ada seorang shahābat yang menceritakan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam
tentang shahābat yang lain yang mengulang-ulang surat "Qul Huwallāhu Ahad" maka Nabi hanya
mengatakan surat, "Qul Huwallāhu Ahad" seperti sepertiga Al Qurān."
Ini menunjukan bahwasanya dinilai dari sisi kandungan surat "Qul Huwallāhu Ahad", yaitu
mengandung makna aqidah atau mengandung nama-nama dan sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dalam hadīts yang lain dalam Shahīh Bukhāri, suatu saat Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam
mengirim sariyyah (pasukan perang) yang pimpin oleh seorang shahābat.
Tatkala berangkat pasukan tersebut, pimpinan mereka setiap kali shalāt (menjadi Imām mereka)
setiap selesai membaca surat di akhiri dengan membaca "Qul Huwallāhu Ahad".
√ Raka'at pertama dia membaca surat kemudian surat "Qul Huwallāhu Ahad" (sampai selesai) baru
dia ruku' Allāhu Akbar.
√ Raka'at keduapun demikian, dia baca Al Fātihah kemudia dia membaca surat, selesai membaca
surat, dia baca lagi surat "Qul Huwallāhu Ahad" (sampai selesai) baru kemudian dia ruku'.
Maka ini dilaporkan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam karena para shahābat merasa heran
(aneh) dengan sikap shahābat ini, maka Nabi menyuruh mereka untuk bertanya kepada shahābat ini,
mengapa dia senantiasa mengakhiri raka'atnya dengan membaca "Qul Huwallāhu Ahad.
Dia suka dengan surat ini karena berisi sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
"Kabarkanlah kepada dia bahwasanya Allāh cinta juga kepada dia (sebagaimana dia cinta Qul
Huwallāhu Ahad)."
(Hadits Riwayat Muslim nomor 1347, versi Syarh Muslim nomor 813)
Karena dalam surat tersebut mengandung sifat-sifat Allāh, maka Allāh juga mencintai.
Dalam riwayat yang lain yang juga termaktub dalam Shahīh Al Bukhāri akan tetapi diriwayatkan oleh
takliqan majzuman, disebutkan ada seorang shahābat dari kaum anshār yang memimpin para
shahābat di masjid Quba' (menjadi Imām) namun orang ini kebalikannya, setiap dia shalāt, setiap
raka'at dia buka dulu dengan surat "Qul Huwallāhu Ahad" baru kemudian dia baca surat yang lain,
raka'at berikutnya pun demikian.
√ Raka'at pertama dia baca "Qul Huwallāhu Ahad" kemudian dia baca surat yang lain.
Demikianlah kebiasaan orang ini, maka para ma'mum (para shahābat) heran bertanya kepada dia.
"Wahai Imām kami, kenapa anda demikian, setiap membaca surat selalu dibuka dengan surat "Qul
Huwallāhu Ahad" baru kemudian membaca surat yang lain?"
Kalau dia sudah cukup sebagai bacaan setelah Al Fātihah, ya sudah "Qul Huwallāhu Ahad" saja atau
baca surat yang lain saja.
(Dua pilihan baca surat "Qul Huwallāhu Ahad" saja atau baca surat yang lain) tapi engkau gabungkan
"Qul Huwallāhu Ahad" dengan surat yang lain?
"Kalau kalian mau saya jadi Imām seperti ini atau kalian cari Imām yang lain?"
Namun mereka tidak mau mencari Imām yang lain, karena orang ini yang paling afdal diantara
mereka dalam bacaan Al Qurān.
Akhirnya mereka melaporkan hal ini kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka Nabi shallallāhu
'alayhi wa sallam bertanya kepada dia, dan dia mengatakan:
Dalam satu hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad meskipun sanadnya diperselisihkan akan
tetapi sebagian ulamā menyatakan hadīts ini hujjah, bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam
menyatakan :
"Barangsiapa membaca surat "Qul Huwallāhu Ahad" 10 (sepuluh) kali, maka Allāh akan
membangunkan bagi dia istana di Surga."
(Hadīts Riwayat Ahmad, 3: 437 Syaikh Al Albāniy rahimahullāh dalam Ash Shahīhah mengatakan
bahwa hadīts ini hasan dengan berbagai penguat)
Kita telah jelaskan bagaimana keutamaan surat "Qul Huwallāhu Ahad", terlalu banyak
keutamaannya.
Hal ini tidak lain menunjukan akan keagungan surat "Qul Huwallāhu Ahad".
Ternyata benar surat ini dikatakan surat Al Ikhlāsh (surat keikhlāsan) karena memang murni
diturunkan oleh Allāh untuk menjelaskan tentang sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Oleh karenanya para ahli tafsir seperti Ibnu Katsīr, Al Qurthubi dan yang lainnya menyebutkan sebab
turunnya surat ini yaitu orang-orang musyrikin datang menemui Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam
dan berkata:
}4{ } َولَ ْم َي ُكن لَّ ُه ُكفُواً أَ َح ٌد3{ } لَ ْم َيل ِْد َولَ ْم يُولَ ْد2{ ص َم ُد
َّ } هَّللا ُ ال1{ قُ ْل ه َُو هَّللا ُ أَ َح ٌد
(Hadits Riwayat at Tirmidzi nomor 3287, versi Maktabatu Al Ma'arif Riyadh nomor 3364)
Kita lanjutkan pengajian kita dari tafsir Juz 'Amma yaitu surat _Qul Huwallāhu Ahad_.
Kita, In syā Allāh, akan mulai menafsirkan/menyebutkan tafsiran para ulamā tentang surat ini.
Ini adalah dalīl yang sangat tegas bahwasanya Allāh Maha Esa, Allāh adalah Ahad.
Artinya:
√ Allāh Subhānahu wa Ta'āla Maha Esa dalam penciptaan alam semesta ini.
√ Allāh Maha Esa dalam pemilikan alam semesta ini.
√ Allāh Maha Esa dalam pengaturan alam semesta ini.
√ Tidak ada yang menciptakan bersama Allāh dalam menciptakan alam semesta ini.
√ Tidak ada yang menyertai Allāh dalam menciptakan alam semesta ini.
⇛Karena hanya Allāh yang menciptakan alam semesta ini (maka) tidak ada yang berhak memiliki
alam semesta ini (kecuali) hanya Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Tidak ada yang bersama Allāh yang ikut serta memiliki alam semesta ini.
⇛ Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang menciptakan, yang memiliki dan Dialah yang mengatur segala
alam semesta ini. Tidak ada yang bersama Allāh yang ikut mengatur alam semesta ini.
Barangsiapa yang meyakini bahwa ada dzat lain yang ikut menciptakan atau ada dzat lain yang ikut
memiliki atau ada dzat lain yang ikut mengatur maka dia telah terjerumus dalam kesyirikan dalam
tauhīd Ar Rubūbiyyah.
_"Mereka (orang-orang yang kamu sembah selain Allāh) tidak memiliki apa yang ada dalam alam
semesta ini, bahkan meskipun qithmīr (ari-ari yang terdapat di biji kurma)."_
⇛ Kalau seseorang makan kurma kemudian dia liat bijinya pada biji kurma tersebut atau di luar biji
kurma tersebut ada lapisan bening berwarna putih (selaputnya) itulah yang dinamakan qithmīr.
Tidak ada yang memiliki Qithmīr, semuanya milik Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kenapa?
ُون هَّللا ِ لَنْ َي ْخلُقُوا ُذ َبابًا َولَ ِو اجْ َت َمعُوا لَ ُه َ َيا أَ ُّي َها ال َّناسُ ض ُِر
َ ب َم َث ٌل َفاسْ َت ِمعُوا لَ ُه إِنَّ الَّذ
َ ِين َت ْدع
ِ ُون مِنْ د
⇛ Mustahil seluruh sesembahan selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla baik malāikat ataupun dewa
ataupun nabi (apalagi Nabi Īsā yang disembah oleh orang nasrani) ataupun para Jin, seandainya
mereka (seluruhnya) berkumpul untuk menciptakan hewan yang sangat hina (seekor lalat) maka
mereka tidak akan mampu menciptakan seekor lalat.
Oleh karenanya Allāh yang menciptakan alam semesta ini, Allāh yang menguasai alam semesta ini.
(HR Bukhari nomor 7004, versi Fathul Bari nomor 7569 dan Muslim nomor 3947, versi Syarh Muslim
nomor 2111).
Tidak ada yang bisa menciptakan sebuah biji sebagaimana biji yang di ciptakan oleh Allāh Subhānahu
wa Ta'āla.
Apakah ada orang atau makhluk yang bisa menciptakan biji yang kalau ditanam ditanah kemudian
tumbuh?
*TIDAK ADA*
Meskipun mereka menggunakan bahan kimia apapun untuk menciptakan sebuah biji yang ditanah
bisa tumbuh, tidak ada, (kecuali) Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Ada sebagian orang membuat telur tiruan tetapi telur ini tidak bisa menetas hanya bisa di goreng
saja. Walaupun dierami oleh berapa ekor ayampun tidak bisa karena ruh yang memberikannya
adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Tatkala yang menciptakan hanya Allāh maka semuanya milik Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Tidak ada yang menyertai Allāh dalam pengaturan alam semesta ini.
Barangsiapa yang meyakini ada yang mengatur selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla, diberi hak otonomi
oleh Allāh untuk mengatur sebagian alam semesta ini, maka dia telah terjerumus dalam kesyirikan.
Para malāikat yang Allāh beri tugas untuk mengatur sebagian alam (ada malāikat pengatur hujan,
ada malāikat pengatur awan, ada malāikat pengatur gunung) mereka sama sekali tidak punya hak
otoritas untuk mengatur gunung-gunung tersebut, TIDAK ADA.
Mereka hanya menunggu perintah dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Mereka tidak punya hak otonomi
dalam mengatur awan, hujan, gunung dan yang lainnya. Tetapi mereka menanti perintah dari Allāh
Subhānahu wa Ta'āla.
Oleh karenanya, merupakan kesyirikan orang-orang yang meyakini bahwasanya Nyi Roro Kidul
mengatur pantai selatan, sehingga mereka pun menyembelih kerbau untuk diserahkan kepada Nyi
Roro Kidul (kalau tidak diserahkan kepada Nyi Roro kidul maka Nyi Roro kidul akan ngamuk dan akan
banyak mengambil korban).
Demikian juga yang meyakini bahwa pada gunung merapi (misalnya) ada dewa yang mengatur
gunung tersebut. Kalau dia tidak menyatakan gunung akan meletus maka tidak akan meletus (ini
juga merupakan kesyirikan).
Seakan-akan ada dzat lain yang ikut mengatur dalam alam semesta ini, meskipun hanya secuil dari
alam semesta ini.
Seluruh alam semesta ini semata-mata diatur oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, Allāh Maha Esa dalam
Rubūbiyyah-Nya.
Demikian juga Allāh Maha Esa dalam UlūhiyyahNya, tidak ada yang berhak disembah kecuali Allāh
Subhānahu wa Ta'āla.
Barangsiapa yang menyembah kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka dia terjerumus ke
dalam kesyirikan.
Yang berdo'a kepada selain Allāh, berdo'a kepada Jin, kepada malāikat, kepada wali, kepada sunan,
kepada dewa, maka dia telah terjerumus ke dalam kesyirikan.
Demikian juga Allāh Maha Esa dalam nama-nama Allāh dan sifat-sifatnya, tidak ada sesuatu pun
yang sifatnya sama dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita lanjutkan dari pengajian tafsir _Juz 'Amma_ surat "Qul Huwallāhu Ahad".
َّ هَّللا ُ ال
ص َم ُد
Semuanya adalah makhluk Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan seluruh makhluk butuh kepada
penciptanya.
Jadi seluruh makhluk adalah ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla sehingga secara otomatis butuh
kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
_"Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_
⇛ Ini merupakan bantahan kepada orang-orang nasrani yang menyatakan bahwa Allāh punya anak.
Allāh menyatakan:
⇛ Kalau Allāh melahirkan berarti timbul kesyirikan, akan timbul tuhan kedua karena yang dilahirkan
akan mirip dengan yang melahirkan.
Secara logika, kalau Allāh melahirkan (punya anak), seperti Nabi Īsā, berarti anak Allāh akan mirip
dengan bapaknya dan Allāh tidak demikian.
_"Dialah pencipta langit dan bumi. Bagaimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla mempunyai anak, dan Dia
tidak mempunyai istri, dan Allāh menciptakan segala sesuatu."_
⇛ Segala sesuatu adalah ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'ala. Yang disangka anak-Nya Allāh adalah
ciptaan Allāh. Yang disangka istrinya Allāh adalah ciptaan Allāh, yang disangka putrinya Allāh semua
ciptaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kalau Allāh dilahirkan maka akan menuju kepada kematian karena seluruh yang dilahirkan pasti akan
menuju kepada kematian.
Dan Allāh sangat diganggu oleh orang-orang nasrani yang menyatakan bahwa Allāh punya anak.
_"Tidak ada seorang pun yang lebih sabar untuk mendengarkan gangguan sebagaimana sabarnya
Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_
َ َُيجْ َعل
ِ ون لَ ُه َولَ ًدا َوه َُو َيرْ ُزقُ ُه ْم َو ُي َعاف
ِيه ْم
_"Mereka menyatakan Allāh punya anak padahal Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang memberi rizki
kepada mereka."_
⇛Bukan yang dianggap anak tersebut yang memberi rizki, sebagaimana orang-orang nasrani yang
menyatakan Īsā adalah anak Allāh.
Bukan Īsā yang memberi rizki kepada mereka, Allāh Subhānahu wa Ta'āla lah yang memberi rizki
kepada mereka.
ِيه ْم
ِ َو ُي َعاف
_"Dan Allāh yang telah menyelamatkan mereka dari bencana dan dari malapetaka."_
Kemudian kata mereka Allāh punya anak, ini merupakan gangguan yang sangat besar kepada Allāh.
"Tidak ada yang lebih sabar dari pada Allāh dengan gangguannya yang dilakukan oleh orang-orang
nasrani."
Oleh karenanya dalam hadīts yang lain yang diriwayatkan oleh Imām Al Bukhāri Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan pada hadīts Qudsi, Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:
_"Anak Ādam mendustakan Aku, dan dia tidak berhak untuk mendustakan Aku, dan dia mencaci-
maki-Ku, dan dia tidak berhak untuk mencaci-maki."_
َّاي أَنْ َيقُو َل إِ ِّني لَنْ أُعِ ي َدهُ َك َما َب َد ْأ ُت ُه
َ أَمَّا َت ْكذِي ُب ُه إِي
_"Adapun dia mendustakan Aku, sebagaimana perkataan anak Ādam bahwasanya (Allāh tidak akan
membangkitkan dia sebagaimana telah menciptakan aku pertama kali)."_
⇛ Ini kedustaan terhadap Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan bagi Allāh semuanya mudah
(membangkitkan dan menciptakan).
_"Adapun caci-maki anak Ādam kepada-Ku (kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla), perkataan dia (Allāh
telah mengambil anak / Allāh punya anak)."_
Oleh karenanya sungguh menakjubkan orang-orang yang kemudian mengatakan selamat hari natal,
padahal hari natal adalah hari caci-maki kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Yang menyatakan demikian adalah Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam shahīh Al Bukhāri.
⇛ Oleh karenanya saya ingatkan, 'Ijmā' para ulamā, seluruh mahzhab (4 mahzab) terutama mahzhab
Syāfi'ī, melarang seseorang mengucapkan selamat kepada perayaan-perayaan orang-orang kāfir.
Dan diantara perayaan-perayaan yang paling parah adalah perayaan "natalan" yaitu tatkala
mengatakan Allāh punya anak.
Kalau seorang menyembah kepada selain Allāh, menyembah kepada dewa atau yang lain ini masih
mending, yang sangat parah adalah menyatakan Allāh punya anak (berarti menyatakan Allāh
memiliki kekurangan sehingga punya anak).
Oleh karenanya Allāh menyatakan ini caci-maki kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Bagaimana seorang muslim bisa ridhā mengatakan selamat hari natal kepada orang-orang Nasrani
yang sedang merayakan caci-maki mereka kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla?
Hari natal adalah hari merayakan lahirnya Īsā sebagai anak Allāh, bukan lahirnya Nabi Īsā sebagai
nabi.
Perhatikan disini!
Apakah mereka merayakan hari natal, bahwasanya hari kelahiran Īsā sebagai manusia biasa, sebagai
nabi? TIDAK
⇛ Jawabannya sepakat, seluruh orang nasrani mengatakan bahwasanya hari natal adalah hari
kelahiran Īsā sebagai anak Allāh Subhānahu wa Ta'āla (sebagai tuhan).
Lantas datang seorang muslim yang bodoh kemudian mengatakan, "Selamat hari natal," selamat
mencaci-maki Allāh. Tidak mungkin berkumpul pada seorang muslim yang demikian ini.
Oleh karenanya apa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah berangkat dari kebodohan,
tidak mengerti bahwasanya mengatakan bahwa Allāh punya anak adalah perkara besar sampai Allāh
murka dalam Al Qurān.
)(ات َي َت َف َّطرْ َن ِم ْن ُه َو َت ْن َش ُّق األرْ ضُ َو َتخِرُّ ْال ِج َبا ُل َه ًًّدا()أَنْ َد َع ْوا لِلرَّ حْ َم ِن َولَ ًدا
ُ َو َقالُوا ا َّت َخ َذ الرَّ حْ َمنُ َولَ ًدا() لَ َق ْد ِج ْئ ُت ْم َش ْي ًئا إِ ًًّدا () َت َكا ُد ال َّس َم َاو
ٰ
ض إِ آتِي الرَّ حْ َم ِن َعب ًْدا اَّل َ
ِ ْت َوا رأْل َ َ
ِ )( َو َما َي ْن َبغِي لِلرَّ حْ َم ِن أنْ َيت ِخذ َول ًدا() إِنْ ك ُّل َمنْ فِي ال َّس َم َاوا
ُ َ َّ
_"Mereka mengatakan Allāh Yang Maha Pemurah mempunyai anak, Sungguh kalian telah
mendatangkan perkara yang sangat buruk (perkara yang sangat murka, mendatangkan kemurkaan
Allāh Subhānahu wa Ta'āla), hampir-hampir langit terbelah, hampir-hampir bumi terbelah, hampir-
hampir gunung-gunung berhancuran. Tatkala mereka mengatakan Allāh Yang Maha Pemurah
mempunyai anak."_
==> Gunung-gunung hampir hancur, bumi hampir hancur langit hampir terbelah, kenapa?
Karena mereka telah mengucapkan perkataan yang sangat buruk, mereka mencaci-maki Allāh
tatkala menyatakan Allāh punya anak.
Allāh mengatakan:
_"Seluruh yang ada di langit dan di bumi akan datang kepada Allāh sebagai hamba (makhluk) ciptaan
Allāh."_
Dan ini ijmā' para ulamā (kesepakatan para ulamā), apalagi pernyataan ulamā syāfi'iyah (tegas dalam
hal ini).
Mereka menyatakan:
"Barangsiapa yang mengatakan selamat kepada perayaan hari orang-orang kāfir, maka wajib untuk
di tak'zir (dihukum)."
Sementara kita kebanyakan mengaku bermahzhab syāfi'iyah tetapi kita lupa dengan perkataan para
ulamā syāfi'iyah.
Dengan ijmā' para "ulamā" yang datang sekarang ("ulamā" zaman sekarang) mengatakan, "Tidak
apa-apa mengatakan selamat hari natal, tidak jadi masalah."
Kita mengatakan ada toleransi dalam Islām. Biarkan mereka melaksanakan acara natal namun bukan
berarti kita ikut-ikutan. Toleransi tidak mengharuskan kita ikut-ikutan,*TIDAK HARUS*.
Silahkan anda melaksanakan hari natal anda, silahkan anda beribadah di gereja, bukan berarti kita
ikut-ikutan masuk dalam gereja, ikut memberi ceramah di gereja, ikut merayakan hari natal. Dimana
aqidah kita?
Allāh mengatakan ( لَ ْم َيل ِْد َولَ ْم يُولَ ْدAllāh tidak melahirkan dan Allāh tidak dilahirkan)
_"Dan tidak ada suatupun yang sama dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."_
Ayat terakhir ini untuk menegaskan akan keagungan sifat-sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Bahwasanya apa saja yang terbetik dalam benak kita bahwasanya Allāh begini, Allāh begini, maka
semuanya pasti tidak benar, karena Allāh lebih agung daripada itu semua.
_"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allāh, dan dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar."_
Allāh mengatakan diawal ayat, "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allāh."
Dan Allāh tutup dengan firmannya, "Dan Dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar."
Akan tetapi penglihatan dan pendengaran Allāh tidak sama dengan apapun. Oleh karenanya
penglihatan dan pendengaran Allāh tanpa batas.
Dan ini sering saya sampaikan, bagaimana pendengaran kita sangat terbatas perkara-perkara yang
jauh tidak kita dengar.
Kalau ada tiga orang berbicara dengan kita dengan bahasa yang sama tapi topiknya berbeda-beda
kita tidak mungkin menguasai pembicaraan tiga orang tersebut, pasti kita mengatakan yang satu
diam dulu, yang dua diam dulu, membiarkan yang satu berbicara. Kalau tiga-tiganya berbicara susah
kita menangkap pembicaraannya.
Tetapi kalau kita berbicara tentang Allāh Subhānahu wa Ta'āla maka jauh dari hal ini.
Tatkala orang-orang Islām melaksanakan ibadah haji, berkumpul sekitar 4 Juta jama'ah haji.
Kemudian mereka berkumpul dipadang Arafah dari berbagai macam bahasa (mungkin ribuan
bahasa) dengan berbagai macam permintaan, dengan berbagai macam keluh kesah. Dalam waktu
yang sama semua mengangkat tangan berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Berbagai macam bahasa, berbagai macam permintaan, berbagai macam model suara akan tetapi
Allāh mendengar seluruhnya dalam satu waktu.
Oleh karenanya meskipun kita menyatakan Allāh mendengar sebagaimana manusia mendengar,
tetapi pendengaran Allāh tidak sama dengan pendengaran manusia.
_"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allāh dan Dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar."_