Anda di halaman 1dari 3

BERDOA DENGAN DOA BUATAN SENDIRI DALAM SHALAT,

ROH ANAK YANG DIKORBANKAN UNTUK PESUGIHAN,


HUKUM SHALAT DHUHA SECARA BERJAMAAH,
DAN LAFADZ TAKBIR HARI RAYA

Pertanyaan:
Pertanyaan saudara yang panjang dapat kami ringkas sebagai berikut:
1. Bolehkah kita berdoa dengan doa buatan sendiri di dalam shalat?
2. Kemanakah roh anak yang mati akibat dijadikan sebagai syarat mencari pesugihan?
3. Bolehkah shalat dhuha dilaksanakan dengan berjamaah? Kalau boleh, bagaimanakah
caranya? Dan apakah fadhilah shalat dhuha?
4. Bagaimanakah lafaz takbir Hari Raya?

Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaan yang anda ajukan kepada kami, berikut ini
jawabannya:

1. Berdoa untuk mendapatkan kebaikan dunia-akhirat bisa dilakukan sebelum dan sesudah
shalat sunat maupun fardhu. Adapun berdoa dengan doa-doa yang diajarkan Nabi saw. di
dalam shalat itu adalah sunat. Bagaimana pula jika kita berdoa dengan doa redaksi sendiri
di dalam shalat? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat seperti berikut

a. Madzhab Hanafi: Tidak boleh berdoa di dalam shalat kecuali dengan doa-doa yang
ada di dalam al-Qur’an atau seperti yang ada dalam al-Qur’an. (lihat al-Mabsut
karangan as-Sarakhsi: 1/202-204).
Dalilnya:
‫ ِإَّن َهِذِه الَّصَالَة َال َيْص ُلُح ِفْيَها َش ْيٌئ ِم ْن َكَالِم الَّناِس ِإَّنَم ا ُهَو الَّتْس ِبْيُح َو الَّتْك ِبْيُر‬: ‫َقْو ُل الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
]‫َو ِقَر اَء ُة اْلُقْر آِن [أخرجه مسلم‬.
Sabda Nabi saw.: “Sesungguhnya shalat ini tidak boleh ada di dalamnya sesuatu dari
perkataan manusia. Sesungguhnya ia adalah tasbih, takbir dan bacaan al-Qur’an.”
[Ditakhrijkan oleh Muslim].

b. Madzhab Maliki (lihat Syarh az-Zarqani 2/60), madzhab Syafi’i (lihat Fathul Bari:
2/230, 2/321) dan madzhab Hambali (lihat al-Mughni karangan Ibn Qudamah 1/320-
322): Boleh berdoa dengan doa buatan sendiri yang disukainya.
Dalilnya:
،]‫ [متفق عليه‬.‫ ُثَّم ِلَيَتَخَّيْر ِم َن الُّد َعاِء َأْع َجَبُه ِإَلْيِه‬: ‫َقْو ُل الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِفي َحِد ْيِث اْبِن َم ْس ُعْو ٍد ِفي الَّتَش ُّهِد‬
‫ ِإَذ ا َتَش َّهَد َأَح ُد ُك ْم َفْلَيَتَعَّو ْذ ِم ْن َأْر َبٍع َّم‬:‫ َوِفي َحِد ْيِث َأِبي ُهَر ْيَر َة‬. ‫ ُثَّم ِلَيَتَخَّيْر َبْعُد ِم َن ْالَم ْس َأَلِة َم ا َش اَء َأْو َم ا َأَح َّب‬: ‫َو ِلُم ْس ِلٍم‬
‫ُث‬
‫َيْد ُعو ِلَنْفِسِه َم ا بَد َأ َلُه‬.
Sabda Nabi saw. dalam hadis Ibn Mas’ud dalam masalah tasyahhud: “Kemudian
hendaklah ia memilih doa yang paling ia kagumi.” [Muttafaq Alaih]. Dan dalam
hadits riwayat Muslim: “Kemudian hendaklah ia memilih --setelah tasyahhud--
permohonan yang dikehendakinya atau disukainya.” Dan dalam hadis Abu Hurairah:
“Jika salah seorang di antara kamu telah tasyahhud maka hendaklah ia berlindung
(kepada Allah) dari empat perkara kemudian berdoa untuk dirinya apa yang tampak
(baik) baginya.”
‫ َع ِّلْمِني َك ِلَم اٍت َأُقْو ُلُهَّن ِفي‬: ‫َو ُر ِو َي َع ِن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك َأَّن ُأَّم ُس َلْيٍم َغ َد ْت َع َلي الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَلْت‬
]‫ َك ِّبِر ي َهللا َع ْش ًرا َو َس ِّبِح ي َهللا َع ْش ًرا َو اْح َم ِد ْيِه َع ْش ًرا ُثَّم َسِلي َم ا ِش ْئِت [رواه الترمذي‬: ‫َص َالِتي َفَقاَل‬.
Diriwayatkan dari Anas, bahwa Ummu Sulaim datang kepada Nabi saw. lalu berkata:
Ajarkan kepadaku perkataan (doa) yang aku panjatkan dalam shalatku. Maka beliau
bersabda: “Bertakbirlah sepuluh kali, bertasbihlah sepuluh kali dan bertahmidlah
sepuluh kali, kemudian mintalah apa yang engkau kehendaki.” [HR. Tirmidzi].
‫َقْو ُل الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأَّم ا الُّسُجْو ُد َفَأْك ِثُرْو ا ِفْيِه ِم َن الُّد َعاِء‬
[‫]رواه ابن خزيمة‬
Sabda Nabi saw.: “Adapun sujud, maka perbanyaklah doa di dalamnya.” [HR. Ibn
Khuzaimah]
Menurut para Ulama pendukung madzhab ini, hadis-hadis di atas dengan jelas
membenarkan doa buatan sendiri di dalam shalat, karena Nabi saw. tidak menentukan
doa tertentu. Oleh karena itu, tidak heranlah jika para shahabat seringkali berdoa
dengan doa yang tidak mereka terima dari Nabi saw., dan beliaupun tidak
mengingkarinya. Tambahan pula hadis-hadis di atas rnentakhsis (mengkhususkan)
keumuman dalil madzhab Hanafi itu, apalagi pengharaman berbicara di dalam shalat
itu terjadi ketika di Makkah, sedang hadis-hadis mcngenai doa di dalam shalat itu
diucapkan di Madinah. (lihat Nailul Authar: 2/365).
Dengan demikian, kami cenderung kepada pendapat ini karena dalilnya lebih rajih
(kuat). Namun berdoa di dalam shalat dengan redaksi buatan sendiri itu hendaknya
dalam bahasa Arab, bukan dengan bahasa-bahasa lainnya untuk menjaga kesakralan
shalat dan karena yang dicontohkam oleh para shahabat adalah dengan bahasa Arab.
Wallahu a’lam bish-shawab.

2. Sebelum menjawab pertanyaan saudara mengenai roh anak yang mati akibat dijadikan
syarat mencari pesugihan, perlu kami tegaskan di sini bahwa mencari pesugihan/kekayaan
dengan cara meminta tolong kepada dukun dan atau jin itu adalah syirik. Hal itu perlu
dijauhi karena dosa besar.

Kemudian, menurut pendapat kami anak yang mati karena dikorbankan untuk mencari
pesugihan itu memang sudah sampai ajal yang telah ditentukan oleh Allah dan tidak
berpindah ke alam jin atau setan, dan tidak pula bisa hidup selama-lamanya sebagaimana
kepercayaan sebagian orang. Ini karena jika seseorang itu telah meninggal, maka berarti
ajalnya telah tiba. Dan Allah SWT menegaskan bahwa setiap jiwa itu akan merasakan
kematian. Firman-Nya:
‫ُك ُّل َنْفٍس َذ اِئَقُة ْالَم ْو ِت‬
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” [QS. Ali Imran (3): 185].
Adapun ruh anak yang sudah mati itu, meskipun dibunuh untuk mencari pesugihan, tetap
kembali kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
‫ِإَّنا ِهَّلِل َو ِإَّنآ ِإَلْيِه َر اِج ُعْو َن‬
Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali.” [QS.
Al-Baqarah (2): 156]. Wallahu a’lam bish-shawab.

3. Shalat dhuha boleh dikerjakan dengan berjamaah. Ada hadis yang menyatakan bahwa Nabi
saw. shalat pada waktu dhuha berjamaah, namun para ulama memperselisihkan apakah
yang dikerjakan oleh Nabi saw. dan para shahabat itu shalat dhuha atau bukan. Hadisnya
sebagai berikut:
‫َع ْن ِع ْتَباِن ْبِن َم اِلٍك َو ُهَو ِم ْن َأْص َح اِب الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِمَّم ْن َش َهَد َبْد ًرا ِم َن ْاَألْنَص اِر َأَّنُه َأَتى َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهللا‬
‫ َيا َر ُسْو َل ِهللا ِإِّنى َقْد َأْنَكْر ُت َبَص ِر ي َو َأَنا ُأَص ِّلى ِلَقْو ِم ي َو ِإَذ ا َكاَنِت ْاَألْم َطاُر َس اَل ْالَو اِد ى َبْيِني َو َبْيَنُهْم َو َلْم‬: ‫َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل‬
‫ًُأ‬
‫َأْسَتِط ْع َأْن َأَتى َم ْس ِج َد ُهْم َف َص ِّلي َلُهْم َو َوِد ْدُت َأَّنَك َيا َر ُسْو َل ِهللا َتْأِتي َفُتَص ِّلي ِفي ُمَص َّلى َفَأَّتِخ ُذ ُه ُمَص ًلى َقاَل َفَقاَل َر ُسْو ُل ِهللا‬
‫ َفَغَدا َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو َأُبو َبْك ٍر الِّص ِّدْيُق ِح ْيَن اْر َتَفَع‬: ‫ َقاَل ِع ْتَباُن‬.‫ َس َأْفَع ُل ِإْن َش آَء ُهللا‬: ‫َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
. ‫ َأْيَن ُتِح ُّب َأْنُتَص ِّلي ِم ْن َبْيِتَك‬: ‫الَّنَهاُر َفاْسَتْأَذ َن َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَأِذ ْنُت َلُه َفَلْم َيْج ِلْس َح َّتى َد َخ َل اْلِبْيَت ُثَّم َقاَل‬
‫ [متفق‬. ‫ َفَأَشْر ُت ِإَلى َناِحَيٍة ِم َن اْلَبْيِت َفَقاَم َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَكَّبَر َفُقْم َنا َو َر اَءُه َفَص َّلى َر ْك َع َتْيِن ُثَّم َس َّلَم‬: ‫َقاَل‬
]‫عليه‬.
Artinya: “Diriwayatkan dari Itban bin Malik ---dia adalah salah seorang shahabat Nabi
yang ikut perang Badar dari kalangan Ansar--- bahwa dia mendatangi Rasulullah saw. lalu
berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang tidak percaya kepada mataku
(maksudnya, matanya sudah kabur) dan saya menjadi imam kaumku. Jika musim hujan
datang maka mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka,
sehingga aku tidak bisa mendatangi masjid untuk mengimami mereka, dan aku suka jika
engkau wahai Rasulullah datang ke rumahku lalu shalat di suatu tempat shalat sehingga
bisa kujadikannya sebagai tempat shalatku. Ia meneruskan: Maka Rasulullah saw.
Bersabda: “Akan kulakukan insya Allah”. Itban berkata lagi: Lalu keesokan harinya
Rasulullah saw. dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika matahari mulai naik, lalu beliau
meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau. Beliau tidak duduk sehingga masuk rumah,
lalu beliau bersabda: “Mana tempat yang kamu sukai aku shalat dari rumahmu? Ia berkata:
Maka aku tunjukkan suatu ruangan rumah”. Maka Rasulullah saw. berdiri lalu bertakbir,
lalu kami pun berdiri (shalat) di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian
mcngucapkan salam”. [Muttafaq Alaih].
Bagi mereka yang berpendapat bahwa itu adalah shalat dhuha, karena dilakukan ketika
matahari mulai naik, maka mereka mengatakan bahwa shalat dhuha boleh dilakukan secara
berjamaah. Caranya adalah dengan bacaan sirr (perlahan-perlahan, tidak jahr/terang).
Adapun fadhilah shalat dhuha adalah banyak, antara lain sebagaimana dinyatakan sendiri
oleh Nabi saw. dengan sabdanya:
‫ َيْص َبُح َع َلى ُك ِّل ُس َالِم ي ِم ْن َأَحِد ُك ْم َص َد َقٌة َفُك ُّل َتْص ِبْيَح ٍة َص َد َقٌة‬: ‫َع ْن َذ ٍّر َرِض َي ُهللا َع ْنُه َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
‫َو ُك ُّل َتْح ِم ْيَدٍة َص َد َقٌة َو ُك ُّل َتْهِلْيَلٍة َص َد َقٌة َو ُك ُّل َتْك ِبْيَرٍة َص َد َقٌة َو َأْم ٌر ِبْالَم ْع ُرْو ِف َص َد َقٌة َو َنْهٌي َع ِن ْالُم ْنَك ِر َص َد َقٌة َو ُيْج ِز ُئ ِم ْن‬
]‫ [رواه مسلم‬.‫َذ اِلَك َر ْك َع َتاِن َيْر َك ُعُهَم ا ِم َن الُّض َح ى‬.
Diriwayatkan dari Abu Dzar ra., dari Nabi saw., beliau bersabda: “Setiap pagi hari, setiap
ruas tulang dari seseorang di antara kamu itu ada (keharusan) sedekah. Setiap sekali tasbih
adalah sedekah, setiap sekali tahmid adalah sedekah, setiap sekali tahlil adalah sedekah,
setiap sekali takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf (baik) adalah sedekah
dan melarang dari yang mungkar adalah sedekah. Dan yang sedemikian itu dapat dicukupi
oleh dua rakaat yang dilakukan oleh seseorang dari shalat dhuha.” [HR. Muslim].

4. Mengenai lafadz takbir hari raya, sebagaimana diputuskan dalam Muktamar Tarjih XX,
yang berlangsung tanggal 18 s.d. 23 Rabi’ul Akhir 1396 H, bertepatan dengan tanggal 18
s.d. 23 April 1976 di Kota Garut Jawa Barat, yang selanjutnya telah ditanfidzkan oleh
Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan surat Nomor: C/1-0/75/77 tertanggal 5 Shafar
1397 H bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1977, adalah:
‫ُهللَا ًأْك َبُر ُهللَا َأْك َبُر َال ِإلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َبُر‬
Keputusan ini berdasarkan dalil:
‫ ُهللَا ًأْك َبُر ُهللَا َأْك َبُر َال ِإلَه ِإَّال ُهللا َو ُهللا َأْك َبُر‬: ‫ َو َج اَء َع ْن ُع َم َر َو اْبِن َم ْس ُعْو ٍد‬،‫ ُهللَا ًأْك َبُر ُهللَا َأْك َبُر َك ِبْيًرا‬،‫ َك ِّبُرْو ا‬: ‫َع ْن َس ْلَم اَن َقاَل‬
‫ُهللَا َأْك َبُر َو ِهَّلِل ْالَحْم ُد‬.
Artinya: “Dari Salman (diriwayatkan bahwa) ia berkata: bertakbirlah dengan Allaahu akbar,
Allaahu akbar kabiiraa. Dan diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas’ud: Allaahu akbar,
Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil-hamd.” [HR.
Abdul Razzaaq, dengan sanad shahih].

Wallahu a‘lam bish-shawab. *mi)


Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
http://www.fatwatarjih.com

Anda mungkin juga menyukai