Anda di halaman 1dari 28

KELOMPOK 8 SOLAT TARAWIH DAN WITIR

A. ShalatTarawih

1. Pengertian Shalat Tarawih

Shalat tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam bulan suci

Ramadhan. 1 Disebut shalat tarawih, karena tiap-tiap salam diselingi dengan istirahat

sebentar. Shalat tarawih itu hukum sunnah Mu’akkad lebih utama dikerjakan dengan

berjamaah, tetapi boleh juga dikerjakan sendiri. 2

Adapun waktu dalam melaksnakan shalat ini adalah sesudah shalat Isya

hingga tebit fajar waktu Subuh. Bilangan rakaatnya 11 rakaat, sebagaimana yang

pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw yang berdasarkan hadist Riwayat Bukhari dan

Muslim bersumber dari Aisyah ra. “ Dari Aisyah katanya: Yang dikerjakan oleh

Rasulullah saw baik pada bulan Ramadhan atau lainnya tidak lebih dari sebelas

rakaat”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis lain yang menjelaskan yaitu “Dari Jabir: Sesungguhnya Nabi Saw telah

sembahyang bersama-sama mereka delapan rakaat, kemudian beliau sembayang

witir”.(HR. Ibnu Hibban) Pada riwayat mengatakan mereka shalat berjamaah

dimasjid, mereka shalat lagi dirumah. Pada masa khalifah Umar bin Khattab beliau

mengumpulkan orang banyak dan shalat bersama-sama dengan mereka 20 rakaat,

sedangkan yang ikut dalam jama’ah Khalifah itu ada beberapa sahabat yang terkenal

dan terkemuka di masa itu. 3 Mereka seseorangpun tidak ada yang membantah kepada

beliau dan masa Umar bin Abdul Aziz dijadikan 36 rakaat.

Adapun niat sholat tarawih adalah sebagai

‫ا صلى سنة الترويح ر كعتين هلل تعلى‬

Artinya : “Saya niat shalat sunnah tarawih dua rakaat karena Allah”.

Waktu Shalat Tarawih

Secara umum ,waktu mengerjakan sholat terawih adalah ba’da sholat isya’
sampai terbit fajar. Akan tetapi, waktu paling utama untuk melakukan sholat terawih

adalah sepertiga akhir malam. Bagi yang belum melaksanakan sholat Isya, tidak

diperkenankan melakukan sholat terawih . Bahkan sholat terawihnya menjadi tidak

sah. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabily:

“sholat Terawih dikerjakan 20 rakaat dengan 10 salam. Seandainya seseorang

sholat 4 rakaat dengan satu salam, atau ia sholat terawih sebelum sholat fardhu isya

maka batal sholat Terawihnya”

Jika dilaksanakan dengan berjamaah,tentu sholat terawih yang demikian

mengandung kekuatan yang mendasyat,kenapa kita di suruh menjalankan shalat di

waktu sepertiga malam, karena di waktu itu adalah waktu yang lebih mudah menapai

kekhusuan dan jauh dari gangguan.

3. Hukum Shalat Tarawih

Sholat Terawih merupakan salah satu syiar islam dibulan ramadhan yang

penuh keutamaannya di sisi Allah SWT, Sholat terawih termasuk bagian dari

qiyamu ramadhan,yakni sholat yang dilakukan setelah sholat isya dan sebelum witir

selama bulan ramadhan,hukum sholat terawih adalah sunnah bagi laki-laki dan

perempuan.

Syaikh Shâlih Fauzân menjawab: Shalat tarawih itu sunnah muakkadah (yang

ditekankan), dan dilakukan langsung setelah shalat Isya` dan sunnah rawatibnya.

Inilah yang telah dilakukan kaum Muslimin. Sedangkan menunda pelaksanaannya

sampai waktu lain sebagaimana ditanyakan, kemudian kembali lagi ke masjid dan

mengerjakan shalat tarawih, maka perbuatan seperti ini bertentangan dengan

kebiasaan yang telah berjalan. Para ulama menyebutkan, shalat tarawih dikerjakan

setelah shalat ‘Isya` dan sunnah rawatibnya. Seandainya jama’ah menunda

pelaksanaannya, kami tidak mengatakan ini haram, akan tetapi hal ini berbeda

dengan kebiasaan yang sudah berlaku, yaitu shalat tarawih dikerjakan di awal

malam. Inilah yang sudah berlaku.


4. Tata CaraShalat Tarawih

Pada dasarnya antara shalat tarawih yang 20 raka’at maupun 8 rakaat adalah

sama persis, yang membedakan adalah jumlah bilangan raka’atnya saja, tidak ada

yang lebih dari itu. Oleh karena itu saya mencontohkan tata cara shalat tarawih yang

20 raka’at, sehingga secara otomatis orang yang melakuka shalat tarawih 8 raka’at

bisa mengikuti.

Perlu diketahui, bahwa shalat tarawih 20 raka’at, boleh dilakukan dengan 2

raka’at salam, sehingga jumlah salam atau tasyahud akhir berjumlah 10x ( sepuluh

kali ). Setelah selesai, baru dilanjutkan shalat witir 3 rakaat dengan dua salam. Jadi,

dua raka’at pertama salam, diteruskan satu raka’at berikutnya juga salam. Sedangkan

untuk shalat tarawih dengan 8 raka’at, boleh dikerjakan dengan 4 raka’at salam 4

raka’at salam, sehingga jumlah salam atau tasyahud akhir adalah dua kali. Atau 2

raka’at salam 2 raka’at salam (seperti pada shalat tarawih 20 raka’at) sehingga jumlah

salam atau tasyahud akhir adalah 4x (empat kali).

Inilah sebabnya, mengapa antara shalat tarawih yang 20 raka’at dengan yang 8

raka’at bisa digabungkan dalam satu jama’ah. Caranyan dengan melakukan shalat

tarawih dua raka’at salam dua rakaat salam. Bagi yang memilih shalat tarawih 8

raka’at, langsung berhenti pada raka’at kedelapan. Semenetara bagi yang memilih

shalat tarawih 20 raka’at bisa menyempurnakan hingga jumlah yang ke 20, kemudian

baru ditutup dengan shlat witir 3 raka’at.

B. ShalatWitir

1. PengertianShalatWitir

Yang dimaksud dengan shalat Witir, ialah shalat yang dikerjakan antara setelah shalat

Isyâ` hingga terbit fajar Subuh sebagai penutup shalat malam. 4

2. HukumShalatWitir
Shalat Witir merupakan shalat sunnah muakkadah. 5

menurut mayoritas ulama. Hal ini didasarkan pada beberapa dalil, di antaranya sebagai

berikut :

4 Shahîh Fikih Sunnah 1/381.

5 Manhaj Sâlikîn, hlm. 75

a) Hadits Ibnu Umar yang berbunyi :

َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ؛ َقا َل اجْ َعلُ ْوا آخ َِر‬


‫ متفق عليه‬.ً‫صالَ ِت ُك ْم ِباللَّي ِْل ِو ْترا‬ َ ِّ‫َع ِن ال َّن ِبي‬

Artinya : Dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , beliau berkata: “Jadikanlah akhir

shalat kalian di malam hari dengan Witir”. [Muttafaqun ‘alaihi)] Dalam hadits ini

menunjukkan adanya perintah menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat

malam. Ibnu Daqîqi al-‘Iid menyatakan, orang yang mewajibkan shalat witir berdalil

dengan bentuk perintah (dalam hadits ini). Seandainya berpendapat kewajiban witir

dalam akhir shalat malam, maka itu lebih tepat”. 6

b) Hadits Abu Ayyûb al-Anshâri yang berbunyi :

‫مْس َف ْل َي ْف َع ْل َو َمنْ َأ َحبَّ َأنْ يُوت َِر‬


ٍ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ِو ْت ُر َح ٌّق َعلَى ُك ِّل مُسْ ل ٍِم َف َمنْ َأ َحبَّ َأنْ يُوت َِر ِب َخ‬
َ ‫َقا َل َرسُو ُل‬
‫ث َف ْل َي ْف َع ْل َو َمنْ َأ َحبَّ َأنْ يُوت َِر ِب َوا ِح َد ٍة َف ْل َي ْف َع ْل‬
ٍ ‫ِبثَاَل‬

Artinya : Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam bersabda: “Shalat Witir wajib bagi

setiap muslim. Barang siapa yang ingin berwitir dengan lima rakaat, maka

kerjakanlah; yang ingin berwitir tiga rakaat, maka kerjkanlah; dan yang ingin

berwitir satu rakaat, maka kerjakanlah!” [HR Abu Dawud, an-Nasâ`i dan Ibnu

Mâjah, dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan Abu Dâwud, no.

1421].

c) Hadits Abu Bushrah al-Ghifaari yang berbunyi :

َ ‫ِي ْال َو ْت ُر ؛ َف‬


َ ‫صلُّ ْو َها فِ ْي َما َبي َْن‬
‫صالَ ِة‬ ُ ‫صاَل ًة َف َحاف‬
َ ‫ َوه‬، ‫ِظوا َعلَ ْي َها‬ َ ‫” ِإنَّ هَّللا َ َزادَ ُك ْم‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫قال رسول هللا‬
‫ أخرجه أحمد‬.”‫صالَ ِة ْال َفجْ ِر‬ َ ‫ْال ِع َشا ِ?ء ِإ‬
َ ‫لى‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah telah menambah untuk kalian satu shalat, maka
jagalah shalat tersebut. Shalat itu adalah Witir. Maka shalatlah di antara shalat Isya`

sampai shalat fajar”. [HR Ahmad dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Silsilah

Ahadits ash-Shahîhah, no. 108 (1/221)]

Namun ada juga dalil lain yang memalingkannya dari perintah-perintah dalam dua

hadits di atas, yaitu sebagaimana hadits Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu, beliau

berkata :

َ ِ ‫صاَل ِة ْال َم ْك ُتو َب ِة َولَكِنْ ُس َّن ٌة َس َّن َها َرسُو ُل هَّللا‬


‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ْال ِو ْت ُر لَي‬
َّ ‫ْس ِب َح ْت ٍم َك َه ْيَئ ِة ال‬

Artinya : “Shalat Witir tidak wajib seperti bentuk shalat wajib, namun ia adalah

sunnah yang disunnahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam”. [HR an-Nasâ`i.

6 Ihkâm al-Ahkâm, 2/82.

Dishahihkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan an-Nasâ`i, 1/368 dan Shahih al-

Jâmi’, no. 7860].

Demikian juga keumuman hadits Thalhah bin Ubaidillâh yang berbunyi

‫ص ْو ِت ِه َواَل ُي ْف َق ُه َما َيقُو ُل َح َّتى َد َنا‬َ ُّ‫س يُسْ َم ُع َد ِوي‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم مِنْ َأهْ ِل َنجْ ٍد َث َ ْأ‬ َ ِ ‫ُول هَّللا‬ِ ‫َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى َرس‬
ِ َّ‫اِئر الر‬
‫ت فِي ْال َي ْو ِم َواللَّ ْيلَ ِة َف َقا َل َه ْل َعلَيَّ غَ ْي ُر َها‬ َ ِ ‫َفِإ َذا ه َُو َيسْ َأ ُل َعنْ اِإْلسْ اَل ِم َف َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َ ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخمْس‬
ٍ ‫صلَ َوا‬
‫َقا َل اَل ِإاَّل َأنْ َت َط َّو َع‬

Artinya : Seorang dari penduduk Najd mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa

salllam dalam keadan rambut kusut, terdengar gema suaranya yang tidak jelas dan

tidak dimengerti apa yang dikatakannya hingga dekat. Ternyata ia bertanya tentang

Islam, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam menjawab: “Shalat lima waktu

sehari dan semalam,” lalu ia bertanya lagi: “Apakah ada yang lainnya atasku?” Beliau

n menjawab,”Tidak, kecuali bila engkau mngerjakan shalat sunnah”.

Kemudian di akhir dialog itu beliau Shallallahu alaihi wa salllam berkata :

َ ْ‫َأ ْفلَ َح ِإن‬


َ‫صدَق‬

Artinya : “Beruntunglah ia bila benar”. [HR al-Bukhâri].


Demikian juga Nabi Shallallahu alaihi wa salllam selalu mengerjakannya dalam

keadaan mukim dan bepergian, dan menganjurkan manusia mengerjakannya. 7

Syaikh al-Albâni, setelah menyampaikan hadits Abu Bushrah di atas, beliau

rahimahullah berkata: “Zhâhir perintah dalam sabda beliau Shallallahu alaihi wa

salllam : (‫صلُّ ْو َها‬


َ ‫ ) َف‬menunjukkan kewajiban shalat witir. Dengan dasar ini, madzhab
Hanafi berpendapat menyelisihi mayoritas ulama. Seandainya tidak ada dalam dalil-

dalil qath’i, pembatasan shalat-shalat wajib dalam sehari semalam hanya lima shalat;

tentulah pendapat madzhab Hanafi lebih dekat kepada kebenaran. Oleh karena itu,

harus dikatakan, bahwa perintah disini tidak menunjukkan wajib, bahkan untuk

menegaskan kesunnahannya. Berapa banyak perintah-perintah (syari’at) yang mulia

dipalingkan dari kewajiban dengan dalil-dalil yang lebih rendah dari dalil-dalil qath’i

ini. Sehingga mayoritas ulama sepakat (shalat witir) hukumnya sunnah dan tidak

wajib, dan inilah yang benar. Kami nyatakan hal ini dengan mengingatkan dan

menasihati untuk memperhatikan shalat witir dan tidak meremehkannya”. 8

7 Manhaj as-Sâlikîn, hlm. 75.

Syaikhul-Islâm Ibnu Taimiyyah menyatakan di dalam Majmu’ Fatâwâ (23/88): “Witir

adalah sunnah muakkadah berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, dan yang terus-

menerus meninggalkannya, maka ia tertolak persaksiannya”. Wallahu a’lam.

3. WaktuShalatWitir

Para ulama sepakat, bahwa awal waktu shalat Witir adalah setelah shalat Isyâ` hingga

terbit fajar Subuh. 9

Imâm Muhammad bin Nashr al-Marwazi (wafat tahun 294 H) mengatakan: “Yang telah

disepakati para ulama, bahwasanya waktu shalat Witir ialah antara (setelah) Shalat Isyâ`

sampai terbitnya fajar Subuh. Mereka berselisih pada waktu setelah itu hingga shalat

Subuh. Hal ini didasarkan pada banyak hadits, di antaranya sebagai berikut :
a) Hadits ‘Aisyah Rsdhiyallahu anhuma , beliau berkata :

‫ِي الَّتِي َي ْدعُو ال َّناسُ ْال َع َت َم َة ِإلَى‬


َ ‫صاَل ِة ْال ِع َشا ِء َوه‬ َ ‫ُصلِّي فِي َما َبي َْن َأنْ َي ْفر‬
َ ْ‫ُغ مِن‬ َ ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬ َ ‫َك‬

ِ ‫ال َفجْ ِر ِإحْ دَى َع ْش َر َة َر ْك َع ًة ي َُسلِّ ُم َبي َْن ُك ِّل َر ْك َع َتي‬.


‫ْن َويُو ِت ُر ِب َوا ِح َد ٍة أخرجه مسلم‬ ْ Artinya : “Dahulu,

Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam shalat antara setelah selesai shalat Isya`, yaitu

yang disebut oleh orang-orang dengan – al-‘atamah – sampai fajar sebelas rakaat

dengan salam setiap dua raka’at dan berwitir satu raka’at”. [HR Muslim].

b) Hadits Abu Bushrah al-Ghifâri terdahulu yang berbunyi :

‫ أخرجه أحمد‬.”‫صالَ ِة ْال َفجْ ِر‬ َ ‫صالَ ِة ْال ِع َشا ِ?ء ِإ‬
َ ‫لى‬ َ ‫صلُّ ْو َها فِ ْي َما َبي َْن‬
َ ‫َف‬
Artinya : “Maka shalatlah di antara shalat Isyâ` sampai shalat fajar”. [HR Ahmad dan

dishahihkan Syaikh al-Albâni dalam Silsilah Ahâdits ash-Shahîhah, no. 108 (1/221)].

Adapun akhir waktu shalat Witir jelas ditegaskan juga oleh hadits yang lainnya, yaitu

ُّ ‫ َفِإ َذا َخشِ َى َأ َح ُد ُك ُم ال‬، ‫صالَةُ اللَّي ِْل َم ْث َنى َم ْث َنى‬


sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam : ‫ص ْب َح ؛‬ َ

َ ‫صلَّى َر ْك َع ًة َوا ِح َد ًة ُت ْو ِت ُر لَ ُه َما َق ْد‬


‫صلَّى‬ َ . Artinya : “Shalat malam dua raka’at dua raka’at;
apabila salah seorang di antara kalian khawatir Subuh, maka ia shalat satu raka’at

sebagai witir bagi shalat yang telah dilaksanakannya”. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

8 Silsilah al-Ahâdits ash-Shahîhah, 1/222

9 Mukhtashar Kitab al-Witri Abu Abdillah Muhammad bin Nashr al-Marwazi. Diringkas oleh

Ahmad bin ‘Ali al-Maqrizi (wafat tahun 845), Tahqiq: Ibrahim Muhammad al-‘Ali dan

Muhammad Abdullah Abu Sha’lik, Maktabah al-Manar, Yordania, Cetakan Pertama, Tahun

1413, hlm. 41.

4. Waktu Yang Diutamakan

Pelaksanaan shalat Witir, yang utama dilakukan di akhir shalat malamnya, 10 dengan dasar

sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam

َ ‫اجْ َعلُ ْوا آخ َِر‬


‫ متفق عليه‬.ً‫صالَ ِت ُك ْم ِباللَّي ِْل ِو ْترا‬

Artinya : Dari Nabi Shallallahu alaihi wa salllam , beliau berkata: “Jadikanlah akhir shalat

kalian di malam hari dengan Witir. [Muttafaqun ‘alaihi].

Sedangkan waktunya tergantung kepada keadaan pelakunya. Yang utama, bagi seseorang
yang khawatir tidak bisa bangun pada akhir malam, maka ia mengerjakannya sebelum

tidur. Adapun seseorang yang yakin dapat bangun pada akhir malam, maka yang utama

dilakukan di akhir malam.

Dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya sebagai berikut :

َ َّ‫ َو َمنْ َطم َِع َأنْ َيقُ ْو َم آخ َِرهُ؛ َف ْلي ُْوتِرْ آخ َِر اللَّي ِْل ؛ َفِإن‬، ‫اف َأنْ الَ َيقُ ْو َم مِنْ آخ ِِر اللَّي ِْل ؛ َف ْلي ُْوتِرْ َأوَّ لَ ُه‬
‫صالَ َة آخ ِِر اللَّي ِْل‬ َ ‫َمنْ َخ‬
‫ أخرجه مسلم‬.ُ‫ضل‬ َ ‫ َو َذل َِك َأ ْف‬، ٌ‫َم ْشه ُْو َدة‬
Artinya : “Barang siapa yang khawatir tidak bangun di akhir malam, maka witrirlah di

awalnya. Dan yang yakin akan bangun di akhir malam, maka witirlah di akhir malam;

karena shalat di akhir malam disaksikan dan itu lebih utama”. [HR Muslim].

5. JumlahRakaatnya

Jumlah raka’at dalam shalat Witir boleh dilakukan dengan satu raka’at, tiga raka’at, lima

raka’at, tujuh raka’at, sembilan raka’at dan sebelas raka’at. dengan dasar sabda Rasulullah

Shallallahu alaihi wa salllam : ‫مْس َف ْل َي ْف َع ْل َو َمنْ َأ َحبَّ َأنْ يُوت َِر‬


ٍ ‫ْال ِو ْت ُر َح ٌّق َعلَى ُك ِّل مُسْ ل ٍِم َف َمنْ َأ َحبَّ َأنْ يُوت َِر ِب َخ‬
‫ث َف ْل َي ْف َع ْل َو َمنْ َأ َحبَّ َأنْ يُوت َِر ِب َوا ِح َد ٍة َف ْل َي ْف َع ْل‬
ٍ ‫ِبثَاَل‬

Artinya : "Shalat Witir wajib bagi setiap muslim. Barang siapa yang ingin berwitir dengan

lima raka’at, maka kerjakanlah. Yang ingin berwitir tiga raka’at, maka kerjkanlah; dan

yang ingin berwitir satu raka’at, maka kerjakanlah!”. [HR Abu Dâwud, an-Nasâ`i dan Ibnu

Mâjah, dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan Abu Dâwud, no. 1421].

Sedangkan perincian dan tata caranya ialah sebagai berikut :

10 Manhaj as-Sâlikîn, hlm. 75.

1. Shalat Witir satu raka’at.

Hal ini didasarkan pada hadits Abu Ayyûb di atas yang berbunyi :

‫َو َمنْ َأ َحبَّ َأنْ يُوت َِر ِب َوا ِح َد ٍة َف ْل َي ْف َع ْل‬

Artinya : “Dan yang ingin berwitir satu raka’at, maka kerjakanlah!”. [HR Abu Dâwud,

an-Nasâ`i dan Ibnu Mâjah].

2. Shalat Witir tiga raka’at.

Shalat Witir tiga raka’at boleh dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Shalat tiga raka’at, dilaksanakan dengan dua raka’at salam, kemudian ditambah

satu rakaat salam. Ini didasarkan hadits Ibnu ‘Umar, beliau radhiyallahu anhu

berkata

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َي ْفصِ ُل َبي َْن ْال َو ْت ِر َوال َّش ْف ِع ِب َتسْ لِي َم ٍة َويُسْ ِم ُع َنا َها‬
َ ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬
َ ‫َك‬
Artinya : “Dahulu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam memisah antara yang

ganjil dan genap dengan salam, dan beliau perdengarkan kepada kami”. [HR

Ahmad dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Irwâ` al-Ghalîl, no. 327].

Juga didasrkan pada perbuatan Ibnu ‘Umar.sendiri yang berbunyi : ‫َأنَّ َعبْدَ هَّللا ِ ب َْن ُع َم َر‬

‫اج ِت ِه‬ ِ ْ‫ْن فِي ْال ِو ْت ِر َح َّتى َيْأم َُر ِب َبع‬


َ ‫ض َح‬ ِ ‫ان ُي َسلِّ ُم َبي َْن الرَّ ْك َع ِة َوالرَّ ْك َع َتي‬
َ ‫ َك‬Artinya : “Dahulu, ‘Abdullah
bin ‘Umar mengucapkan salam antara satu raka’at dan dua raka’at dalam witir,

hingga memerintahkan orang mangambilkan kebutuhannya”. [HR al-Bukhâri].

b. Shalat tiga raka’at secara bersambung dan tidak duduk tahiyyat, kecuali di akhir

raka’at saja.

Hal ini didasarkan pada hadits Abu Hurairah yang berbunyi:

‫ َأ ْو‬، ‫ْس‬
ٍ ‫ َولَكِنْ َأ ْو ِتر ُْوا ِب َخم‬، ‫ب‬
ِ ‫صالَ ِة ْال َم ْغ ِر‬ ٍ َ‫” الَ ُت ْو ِتر ُْوا ِب َثال‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ث ُت َش ِّبه ُْوا ِب‬ ِ ‫َقا َل َرس ُْو ُل‬
َ ‫هللا‬
‫ أخرجه الحاكم‬.”َ‫ َأ ْو بِِإحْ دَى َع َش َرة‬، ‫ َأ ْو ِبتِسْ ٍع‬، ‫ِب َسب ٍِْع‬

Artinya : Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam bersabda: “Janganlah berwitir

dengan tiga rakaat menyerupai shalat Maghrib, namun berwitirlah dengan lima

raka’at, tujuh, sembilan atau sebelas raka’at”. [HR al-Hâkim dan dishahihkan

Syaikh al-Albâni dalam kitab Shalat Tarawih, hlm. 85].

Demikian ini juga diamalkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam ,

sebagaimana dikisahkan oleh Ubai bin Ka’ab, ia berkata: ‫هللا َي ْق َرُأ م َِن ْال ِو ْت ِر ِبـ‬ َ ‫َك‬
ِ ‫ان َرس ُْو ُل‬

{‫ِّك اَألعْ لَى‬ َ ، َ‫ َوال‬،}‫الثالِ َث ِة ِبـ {قُ ْل ه َُو هللاُ َأ َحد‬


َ ‫}سب ِِّح اسْ َم َرب‬ َّ ْ‫ َوفِي‬، }‫الثا ِن َي ِة ِبـ{قُ ْل َيا َأ ُّي َها ْال َكافِر ُْو َن‬
َّ ‫َوفِيْ الرَّ َك َع ِة‬

‫ أخرجه النسائي‬.” َّ‫ ُي َسلِّ ُم ِإاَّل فِيْ آخ ِِرهِن‬. Artinya : “Dahulu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa

salllam membaca dari shalat witirnya surat al-A’lâ dan pada raka’at kedua

membaca surat al-Kâfirûn, dan rakaat ketiga membaca Qul Huwallahu Ahad.

Beliau tidak salam, kecuali di akhirnya”. [HR an-Nasâ`i, dan dishahihkan Syaikh

al-Albâni dalam Shahih Sunan an-Nasâ’i, 1/372].


3. Shalat Witir lima raka’at.

Shalat Witir lima raka’at dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Shalat dua raka’at, dua raka’at dan kemudian satu raka’at.

b. Shalat lima raka’at bersambung dan tidak duduk tasyahud kecuali di akhirnya. Hal

ini dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah yang berbunyi: ‫ُصلِّي‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ي‬ َ ‫َك‬
ِ ‫ان َرس ُْو ُل‬
َ ‫هللا‬

ٍ ‫ث َع ْش َر َة َر ْك َعة ؛ ي ُْو ِت ُر مِنْ َذل َِك ِب َخم‬


‫ أخرجه مسلم‬.‫ الَ َيجْ لِسُ ِإالَّ فِيْ آخ ِِر َها‬، ‫ْس‬ َ َ‫م َِن اللَّي ِْل َثال‬.

Artinya : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam pernah shalat malam tiga belas

raka’at; berwitir darinya lima raka’at. Beliau tidak duduk kecuali di akhirnya”. [HR

Muslim]

4. Shalat Witir tujuh raka’at.

Shalat Witir tujuh raka’at dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Shalat enam raka’at, dilakukan setiap dua raka’at salam kemudian satu raka’at.

b. Shalat tujuh raka’at bersambung, dan tidak duduk kecuali pada raka’at keenam, lalu

bertasyahud, kemudian bangkit tanpa salam, dan langsung ke raka’at ketujuh baru

kemudian salam.

Hal ini dijelaskan dalam hadits ‘Aisyah yang berbunyi :

ُ‫ َو َي ْذ ُك ُره‬، ‫هللا‬
َ ‫ َف َيحْ َم ُد‬، ‫الثا ِم َن ِة‬ ?ٍ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا َأ ْو َت َر ِبتِسْ ِع َر َك َعا‬
َّ ْ‫ت ؛ لَ ْم َي ْقع ُْد ِإالَّ فِي‬ َ ‫ َك‬،
ِ ‫ان َرس ُْو ُل‬
َ ‫هللا‬
‫ ُث َّم ي َُسلِّ ُم َتسْ لِ ْي َم ًة‬، ‫ َو َي ْدع ُْو‬،َّ‫ َف َي ْذ ُك ُر هللاَ َع َّز َو َجل‬، ُ‫ َف َيجْ لِس‬، ‫ُصلِّي ال َّتاسٍِ َع َة‬
َ ‫ ُث َّم ي‬، ‫ ُث َّم َي ْن َهضُ َواَل ُي َسلِّم‬، ‫َو َي ْدع ُْو‬
?ٍ ‫ُف ؛ َأ ْو َت َر ِب َسب ِْع َر َك َعا‬
‫ اَل َي ْق ُع ُد ِإالَّ فِيْ السَّا ِد َس ِ?ة ُث َّم‬، ‫ت‬ َ ‫ضع‬ َ ‫ َفلَمَّا َكب َُر َو‬، ٌ‫ْن َوه َُو َجالِس‬ ِ ‫ُصلِّي َر ْك َع َتي‬َ ‫ ُث َّم ي‬، ‫يُسْ ِم ُع َنا‬
َُّ ، ‫ ُثم ي َُسلِّم َتسْ لِ ْي َم ًة‬، ‫صلِّي السَّاب َع َ?ة‬
‫ أخرجه مسلم والنسائي‬. ٌ‫ْن َوه َُو َجالِس‬ ِ ‫صلِّيْ َر ْك َع َتي‬ َ ‫ث ُي‬ ُ َّ ِ َ ‫ َف ُي‬، ‫َي ْن َهضُ ِوالَ ي َُسلِّ ُم‬
Artinya : “Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam berwitir sembilan

raka’at, beliau tidak duduk kecuali di raka’at kedelapan, lalu memuji Allah,

mengingat dan berdoa, kemudian bangkit tanpa salam; kemudian shalat raka’at

kesembilan, lalu duduk dan berdzikir kepada Allah dan berdoa; kemudian salam

satu kali. Beliau memperdengarkan salamnya kepada kami. Kemudian shalat dua

raka’at dalam keadaan duduk. Ketika sudah menua dan lemah, beliau berwitir

dengan tujuh raka’at, tidak duduk kecuali pada raka’at keenam kemudian bangkit

tanpa salam, lalu shalat raka’at ketujuh kemudian salam; kemudian shalat dua

rakaat dalam keadaan duduk”. [HR Muslim dan an-Nasâ`i]


5. Shalat Witir sembilan raka’at.

Demikian juga shalat Witir yang sembilan raka’at, ialah sebagai berikut :

a. Shalat enam, setiap dua raka’at salam kemudian satu raka’at.

b. Shalat sembilan raka’at bersambung, tidak duduk kecuali pada raka’at kedelapan,

lalu bertasyahud, kemudian bangkit tanpa salam dan langsung ke raka’at

kesembilan dan bertasyahud lalu salam.

Hal ini telah dijelaskan sebagaimana tersebut dalam hadits ‘Aisyah di atas

6. BacaanKetikaShalatWitir

Dalam melaksanakan shalat Witir, seseorang disyariatkan untuk membaca pada :

-Raka’at pertama membaca syurat al-A’lâ,

-Raka’at kedua membaca surat al-Kâfirûn,

-Raka’at ketiga membaca surat al-Ikhlas.

Dalil tentang hal ini dijelaskan dalam hadits Ubai bin Ka’ab yang berbunyi :

‫الثا ِل َث ِة ِبـ‬ َّ ‫ َوفِيْ الرَّ َك َع ِة‬، }‫ك اَألعْ لَى‬


َّ ْ‫ َوفِي‬، }‫الثا ِن َي ِة ِبـ{قُ ْل َيا َأ ُّي َها ْال َكا ِفر ُْو َن‬ َ ‫هللا َي ْق َرُأ م َِن ْال ِو ْت ِر ِبـ‬
َ ‫{سب ِِّح اسْ َم َر ِّب‬ َ ‫َك‬
ِ ‫ان َرس ُْو ُل‬
{‫}قُ ْل ه َُو هللاُ َأ َحد‬، ‫ أخرجه النسائي‬.” َّ‫والَ ي َُسلِّ ُم ِإاَّل فِيْ آخ ِِرهِن‬.َ

Artinya : “Dahulu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam membaca dari shalat witirnya

surat al-A’la, dan pada raka’at kedua membaca surat al-Kaafirun, dan rakaat ketiga

membaca Qul Huwallahu Ahad. Beliau tidak salam kecuali di akhirnya”. [HR an-Nasâ’i

dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahih Sunan an-Nasâ’i,

KELOMPOK 9 SOLAT IDAIN

Pengertian Shalat ‘idain

Menurut Wahbah Al Zuhaily dalam bukunya yang diterjemahkan oleh

Masdar Helmy mengatakan bahwa,  “ Makna “ied” itu secara bahasa

berarti Aud , yakni kembali”. Maksudnya yaitu kembali mendapatkan

kebahagiaan dan kesenangan pada setiap tahun.

Hari Raya 'Idul Fitri disyariatkan pertama kali pada tahun awal

Hijriyah. Seperti dilaporkan oleh Anas: Adalah mereka (penduduk


Madinah) memiliki dua hari raya, hari dimana mereka bermain dan

bergembira, sampai Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Rasulullah

SAW bertanya: Apakah tujuan dan arti dua hari ini ? Mereka

menjawab; pada zaman jahiliyah dulu kami bermain pada dua hari raya

ini. Rasulullah SAW berkata :Sesungguhnya Allah SWT telah

mengganti dua hari itu dengan hari Raya yang lebih baik, yakni hari

raya "'Idul Fitri" dan hari raya "'Idul Adhha" (HR. Nasa'I - Ibnu

Hibban).Hukum shalat 'idain adalah sunnah muakad, yaitu sunnah yang

sangat dipelihara dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada

umatnya. Dalil yang menunjukkan atas disyariatkannya shalat 'Idul

Fithri, salah satunya :  Al-Qur'an surat al Kautsar ayat 2. (maka

dirikanlah solat karena rabb mu; dan berkorbanlah) 1

1 Shalih Bin Fauzan bin Abdullah Ali Fauzan, Ringkasan Fikih Syaikh Fauzan khusus fiqih ibadah,
(Jakarta:Pustaka

Azzam)h.254-255

 Macam-macam shalat idain

shalat idain dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah dan tidak

disunahkan disunahkan adzan maupun iqamah untuk

memulainya. Macam-macam shalat idain antara lain :

1) Shalat Idul Fitri

Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa ramadhan,

seluruh umat islam di dunia akan merayakan hari besar yakni

idul fitri . Idul fitri diartikan sebagai hari suci atau hari dimana

umat islam seperti terlahir kembali dan bersih dari dosa. Saat

idul fitri kita melakukan satu ibadah yang hanya dilaksanakan

pada hari raya idul fitri yakni shalat idul fitri.

Shalat idul fitri adalah shalat 2 rakaat yang dikerjakan pada hari
raya idul fitri, yaitu setiap tanggal 1 Syawal secara berjama’ah.

Waktu pelaksanaanya berawal sejak matahari mulai meninggi

sampai tergelincir secara sempurna. Karena pada hari raya idul

fitri ini dianjurkan untuk mengakhirkan waktu pelaksanaan

shalat, supaya kaum muslimin dapat mngeluarkan zakat fitrah

mereka sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut :

“ Nabi pernah mengerjakan shalat idul fitri bersama kami dan

pada saat itu matahari setinggi dua tombak. Sedangkan pada

shalat idul adha, matahari baru setinggi satu tombak.”(HR

Ibnu Hajar)

Tata Cara Shalat Idul Fitri :

1. Sebelum salat Ied, disunnahkan untuk memperbanyak bacaan

takbir, tahmid, dan tasbih.

2. Salat Ied dimulai dengan menyeru “ash-shalâtu jâmi‘ah”

yang artinya "Salat jama'ah akan segera didirikan. Selain itu,

salat Ied dilaksanakan tanpa didahuli azan dan iqamah.

3. Membaca niat shalat Idul fitri.

‫هلل َت َع ٰالى‬
ِ ‫ْن‬ َ ‫ ُأ‬.
ِ ‫صلِّيْ ُس َّن ًة لِ ِع ْي ِد ْالف ِْط ِر َر ْك َع َتي‬

Artinya: “Aku berniat salat sunnah Idul Fitri dua rakaat

(menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”

4. Membaca takbiratul ihram ( ‫ )أكبر هللا‬sambil mengangkat

kedua tangan.

5. Tujuh takbir pada rakaat pertama Pada rakaat pertama salat

ied, setelah membaca doa iftitah, dilanjutkan dengan membaca

takbir lagi sebanyak tujuh kali. Di sela-sela setiap dari tujuh

takbir itu dianjurkan membaca:


‫ان‬
َ ‫هللا ُسب َْح‬ ِ َ‫َأ ْك َب ُر َوهللاُ هللاُ ِإالَّ ِإلَ َه َوال‬
ِ ‫هلل َو ْال َح ْم ُد‬

6. Membaca Surah al-Fatihah Setelah takbir. Setelah itu,

disunahkan membaca surah al-A'la.

7. Kemudian dilanjutkan dengan ruku’, iktidal, sujud, duduk di

antara dua sujud, dan sujud kedua. Lalu, berdiri kembali untuk

melaksanakan rakaat kedua.

8. Lima takbir pada rakaat kedua Di sela-sela setiap dari lima

takbir itu dianjurkan membaca:

‫ان‬
َ ‫هللا ُسب َْح‬ ِ َ‫َأ ْك َب ُر َوهللاُ هللاُ ِإالَّ ِإلَ َه َوال‬
ِ ‫هلل َو ْال َح ْم ُد‬

9. Setelah itu, membaca surah al-Fatihah, dan kemudian

disunahkan membaca surah al-Ghasyiyah.

10. Kemudian dilanjutkan dengan rukuk, Iktidal, sujud, duduk

di antara dua sujud, sujud kedua, duduk tasyahud akhir dan

salam.

11. Setelah shalat, mendengarkan khutbah dengan khusyuk

Amalan-amalan sebelum shalat idul fitri :

1) Mengumandangkan takbir hingga menjelang shalat

Melantunkan takbir dimulai sejak terbenamnya matahari

pada akhir ramadhan sampai dilaksanakannya sholat ied.

2) Mandi dan memotong kuku

Pada hari raya, setiap muslim dianjurkan untuk

berpenampilan yang terbaik. Mulai dari merapikan diri,

dengan memotong rambut dan kuku, serta menghilangkan

bau badan.

3) Memakai pakaian terbaik dan wangi-wangian


Sebuah riwayat menyebutkan bahwa : “Pada hari raya

idul fitri, Nabi Muhammad SAW mandi, memakai wangi-

wangian, dan mengenakan pakaian terbaik yang

dimilikinya.”(HR Hakim)

4) Makan sebelum melaksanakan shalat idul fitri

Sebelum salat Idul fitri, seorang muslim dianjurkan untuk

makan kurma dalam bilangan ganjil. Jika tidak ada kurma,

dapat diganti dengan makanan lainnya. Hikmah dari makan

di pagi hari tersebut adalah untuk menunjukkan bahwa

telah dihapuskannya keharaman berbuka atau makan

sebelum salat Idulfitri. Anjuran makan ini bersumber dari

riwayat bahwa: "Rasulullah SAW tidak pergi untuk

melakukan salat Idulfitri sampai beliau memakan tujuh

buah kurma." Imam Syafi’i berkata: Diriwayatkan dari

Safwan bin Salim,“Bahwa Nabi SAW makan sebelum

keluar ke tempat shalat pada hari raya Idul Fitri,dan

memerintahkan manusia akan hal itu.” 2

5) Saling mengucapkan selamat kepada sesama

6) Berjalan kaki dan melewati jalan yang berlainan saat

berangkat dan pulang shalat idain

Maksud dari menempuh jalan yang berlainan saat pergi dan

pulang shalat idul fitri supaya saat pergi maupun pulang

kita lebih banyak bertemu dengan orang-orang yang juga

melaksanakan shalat id dan saling berminal aidzin. Pergi

menuju tempat shalat id juga dianjurkan untuk berjalan kaki

daripada menggunakan kendaraan kecuali jika ada halangan

atau hajat. Sesuai hadits yang diriwayatkan oleh ibnu umar

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat


shalat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang

dengan berjalan kaki”

2) Shalat Idul Adha

Idul adha /Hari Raya Qurban berkaitan dengan kisah Nabi

Ibrahim a.s dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Biasanya

para umat Muslim akan menyembelih hewan kurban. Daging

hewan kurban tersebut akan dibagikan kepada orang-orang

sekitar, terutama bagi mereka yang tidak mampu dan

membutuhkan. Penyembelihan hewan kurban tersebut

dilaksanakan setelah Salat Ied.

Sholat idul adha adalah shalat 2 rakaat yang dikerjakan pada

hari raya idul adha, yaitu setiap tanggal 10 Dzulhijjah secara

berjama’ah. Waktu pelaksanaan Shalat idul adha berawal sejak

matahari mulai meninggi sampai tergelincir dengan sempurna.

Shalat idul adha ini utama dikerjakan awal waktu, sehingga

2 Imam Syafi’i,Ringkasan Kitab Al Umm. (Jakarta:Pustaka Azzam) cet .2,jilid 1,hl.327

memungkinkan para jama’ah untuk menyembelih hewan

kurban. Hal ini sesuai hadits di bawah :

“Sesungguhnya sesuatu yang kami awali pada hari ini adalah

mengerjakan shalat, kemudian kembali pulang dan

menyembelih kurban. Barang siapa mengerjakan hal itu, maka

ia telah menjalankan sunnah kami.”(HR Imam Al-Bukhari)

Tata cara Shalat Idul Adha :

1) Membaca niat
 ‫هلل َت َع ٰالى‬
ِ ‫ْن‬ َ ‫ُأ‬
ِ ‫صلِّيْ ُس َّن ًة لِ ِع ْي ِد ْاَألضْ ٰحى َر ْك َع َتي‬
Artinya: "Aku berniat shalat sunnah Idul Adha dua rakaat

(menjadi makmum/imam) karena Allah ta'ala."

2) Takbiratul ihram

3) Membaca Doa Iftitah

4) Tujuh takbir pada rakaat pertama Pada rakaat pertama salat

ied, setelah membaca doa iftitah, dilanjutkan dengan

membaca takbir lagi sebanyak tujuh kali. Di sela-sela setiap

dari tujuh takbir itu dianjurkan membaca:

‫ان‬
َ ‫هللا ُسب َْح‬ ِ َ‫َأ ْك َب ُر َوهللاُ هللاُ ِإالَّ ِإلَ َه َوال‬
ِ ‫هلل َو ْال َح ْم ُد‬
5) Membaca Surah al-Fatihah Setelah takbir. Kemudian

membaca surah lainnya

6) Kemudian dilanjutkan dengan ruku’, iktidal, sujud, duduk di

antara dua sujud, dan sujud kedua. Lalu, berdiri kembali

untuk melaksanakan rakaat kedua.

7) Lima takbir pada rakaat kedua Di sela-sela setiap dari lima

takbir itu dianjurkan membaca:

‫ان‬
َ ‫هللا ُسب َْح‬ ِ َ‫َأ ْك َب ُر َوهللاُ هللاُ ِإالَّ ِإلَ َه َوال‬
ِ ‫هلل َو ْال َح ْم ُد‬
8) Setelah itu, membaca surah al-Fatihah, dan kemudian surah

lainnya.

9) Kemudian dilanjutkan dengan rukuk, Iktidal, sujud, duduk

di antara dua sujud, sujud kedua, duduk tasyahud akhir dan

salam.

10) Setelah shalat, mendengarkan khutbah dengan khusyuk

Amalan-amalan sebelum Shalat Idul Adha :

1. Membaca Takbir
Melantunkan Takbir dimulai sejak shubuh hari arafah

tanggal 9 dzulhijjah sampai waktu ashar hari tasyriq

yang berakhir pada tanggal 13 dzulhijjah, dan

disunatkan bertakbir pada setiap selesai habis shalat

fardhu(Takbir yang disunahkan pada setiap selesai

shalat disebut takbir muqayyad. Sedangkan Takbir yang

disunahkan tidak pada setiap shalat disebut takbir

mursal

2. Mandi terlebih dahulu

Mandi sebelum melaksanakan sholat Idul Adha juga

disunahkan. Waktu sunah untuk mandi yakni pada dini

hari sebelum subuh, atau setelah salat subuh pada

tanggal 10 Zulhijah. Namun, yang lebih utama adalah

mandi sesudah subuh di hari Idul Adha agar badan

dalam kondisi bersih dan segar sebelum berangkat

menunaikan shalat Ied.

3. Mandi dan memotong kuku

Pada hari raya, setiap muslim dianjurkan untuk

berpenampilan yang terbaik. Mulai dari merapikan diri,

dengan memotong rambut dan kuku, serta

menghilangkan bau badan.

4. Memakai pakaian terbaik dan wangi-wangian

Mengenakan pakaian terbaik, bersih sekaligus suci

sangat dianjurkan pada saat Idul Adha. Namun, pakaian

yang bersih dan suci juga sudah cukup.

5. Makan setelah shalat idul adha


Pada saat hari raya Idul Fitri, disunahkan untuk makan

sebelum menyelenggarakan salat Ied. Sementara ketika

hari raya Idul Adha, kesunahannya adalah makan

setelah selesai melaksanakan salat Ied.

6. Jalan yang dilewati pada saat berangkat dan pulang

sholat hendaknya berlainan.

 Keutamaan Shalat ‘idain

1) Melalui Abu Hurairah RA:“Hiassilah hari rayamu dengan

mengucapkan takbir”. Nabi Muhammad SAW bersabda :

barang siapa yang mengucapkan “ Subhanaallah wal

hamdulillah ...pada hari raya sebanyak 300 kali dan

dihadiahkan untuk orang muslim yang sudah mati, maka

1000 macam nur akan masuk ke setiap kuburannya, dan

kelak Allah akan menjadikan kuburannya dengan 1000 nur

pula.

2) Allah SWT akan mengampuni dosa umat Nabi Muhammad

pada hari raya ini dan menciptakan surga bagi mereka.

3) Apabila datang bulan dzulhijjah dan keesokannya dia

berpuasa pada tanggal 8 dzhulhijjah maka Allah akan

memberi pahala seperti pada sabarnya Nabi Ayyub as.

Ketika menghadapi cobaan dan barang siapa yang berpuasa

di tanggal 9 dhulhijjah maka Allah akan memberi pahala

seperti pahalanya Nabi Isa AS

KELOMPOK 10 PUASA

Pengertian Puasa

Dari segi bahasa, puasa berarti menahan (imsak) dan mencegah (kaff ) dari sesuatu.

Misalnya, dikatakan “shama ‘anil-kalam”, artinya menahan dari berbicara.

“Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah...”(Q.S.
Maryam : 26) Maksutnya, diam dan menahan diri dari berbicara. Orang Arab lazim

mengatakan, “shama an-nahar”, maksutnya perjalanan matahari  berhenti pada batas

pertengahan siang. Adapun menurut syarak (syara’), puasa berarti menahan diri dari hal-hal

yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang  bersangkutan pada siang hari,

mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.

Dengan kata lain, puasa menurut istilah adalah menahan diri dari perbuatan (fi’li) yang

berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan serta menahan diri dari

segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya. Hal itu dilakukan pada

waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, oleh

orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang Muslim, berakal, tidak sedang haid,

dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat, yakni bertekad dalam hati untuk

mewujudkan  perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu. Tujuan niat adalah membedakan

antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan. 1

1 Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 84-85.

 Dalil puasa

Terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya :

“Hai, orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan

atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

 Rukun dan syarat puasa

1. Rukun puasa

Rukun puasa Ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat

 perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkannya. 2

 Dalam buku Fiqh Islam disebutkan ada 2 rukun puasa, yaitu:

a. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan. Yang dimaksud

dengan malam puasa ialah malam yang sebelumnya. Sabda Rasulullah SAW :

“ Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit, maka

tiada puasa baginya.” (Riwayat Lima Orang Ahli Hadis) Kecuali puasa sunnah, boleh

berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari condong ke barat).

b. Menahan diri dari segala yang membatalkan mulai dari terbit fajar sampai

terbenamnya matahari. 3

 Syarat-syarat Puasa

 Syarat wajib puasa

1. Baligh

2. Berakal

3. Mampu (sehat) dan mukim (bertempat tinggal menetap)

 Syarat sah puasa

1. Islam

2. Mumayyiz

3. Suci dari haid dan nifas

4. Puasa dalam waktu yang diperbolehkan

2 Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 85.

3 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), 230.

 Macam-macam Puasa

Ada banyak macam puasa, diantaranya puasa wajib, puasa sunnah, puasa yang
diharamkan, dan puasa makruh.

 Macam-macam puasa wajib,sebagai berikut:

1. Puasa yang diwajibkan karena waktu tertentu, yakni puasa pada bulan

ramadhan.

2. Puasa yang diwajibkan karena suatu sebab (illat), yakni puasa kafarat.

3. Puasa yang diwajibkan karena seseorang mewajibkan puasa pada dirinya

sendiri, yakni puasa nadzar.

 Macam-macam puasa sunnah, sebagai berikut:

1. Puasa senin kamis

2. Puasa dawud

3. Puasa dihari Arofah pada 9 dzulhijjah

4. Puasa tarwiyah pada 8 dzulhijjah

5. Puasa delapan hari pada bulan dzulhijjah, sebelum hari arofah

6. Puasa pada tanggal 9-10 bulan muharam

 Macam-macam puasa yang diharamkan,sebagai berikut:

1. Puasa hari raya idul fitri pada tanggal 1 syawal

2. Puasa hari raya idul adha pada tanggal 10 dzulhijjah

3. Puasa hari tasyrik ,pada tanggal 11,12,13 dzulhijjah

 Waktu haram dan makruh dalam puasa

a. Hari raya Idul Fitri, yaitu pada 1 Syawal,

Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu

adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat

telah mengatur bahwa pada hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk bersaum

sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus

membatalkan saumnya atau tidak berniat untuk saum.


4

b. Hari raya Idul Adha, yaitu pada 10 Dzulhijjah,

Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai hari raya kedua bagi umat

Islam. Hari itu diharamkan untuk bersaum dan umat Islam disunnahkan untuk

menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir miskin dan kerabat

serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap

hewan qurban itu dan merayakan hari besar.

c. Hari-hari tasyrik, yaitu pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah,

d. Hari syak, yaitu pada 30 Syaban,

e. Saum selamanya,

f. Wanita saat sedang haid atau nifas,

g. Saum sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya.

 Hal-hal yang membatalkan puasa

1. Masuknya benda (seperti nasi, air, asap rokok dan sebagainya) ke dalam rongga badan

dengan disengaja,

2. Bersetubuh, 4

3. Muntah dengan disengaja,

4. Keluar mani (istimna' ) dengan disengaja,

5. Haid (datang bulan) dan Nifas (melahirkan anak), 5

6. Hilang akal (gila atau pingsan),

7. Murtad (keluar dari agama Islam).

 Orang yang boleh membatalkan puasa

A. Wajib mengqadha

Orang-orang yang di bawah ini, boleh tidak bersaum, tetapi wajib mengganti

saumnya pada hari lain (qada), sebanyak hari yang ditinggalkan.

1. Orang yang sakit, yang ada harapan untuk sembuh,


2. Orang yang bepergian jauh (musafir) sedikitnya 89 km dari tempat tinggalnya,

3. Orang yang hamil, yang khawatir akan keadaannya atau bayi yang dikandungnya,

4. Orang yang sedang menyusui anak, yang khawatir akan keadaannya atau anaknya,

5. Orang yang sedang haid (datang bulan), melahirkan anak dan nifas,

6. Orang yang batal saumnya dengan suatu hal yang membatalkannya selain bersetubuh,

4 surat Al Baqarah 2:187

ُ ‫ص ِّل َولَ ْم َت‬


5 Berdasarkan hadits, ‫ص ْم‬ َ ‫ت لَ ْم ُت‬
ْ ‫اض‬ َ ‫“ َألَي‬Bukankah jika wanita itu haid ia tidak salat dan tidak
َ ‫ْس ِإ َذا َح‬
puasa?”

(HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79).

B. Tidak Wajib mengqadha dan wajib fidyah

Orang-orang di bawah ini tidak wajib qada (menggantikan saum pada hari lain), tetapi

wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin setiap hari yang ia tidak

bersaum, berupa bahan makanan pokok sebanyak 1 mud (576 gram),

1. Orang yang sakit yang tidak ada harapan akan sembuhnya,

2. Orang tua yang sangat lemah dan tidak kuat lagi bersaum.

C. Wajib mengqadha dan kifarat

Orang yang membatalkan saum wajibnya dengan bersetubuh, wajib melakukan

kifarat dan qadha. Kifarat ialah memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Jika

tidak ada hamba sahaya yang mukmin maka wajib bersaum dua bulan berturut-turut

(selain qadha' menggantikan hari yang ditinggalkan), jika tidak bisa, wajib memberi

makan 60 orang miskin, masing-masing sebanyak 1 mud (576 gram) berupa bahan

makanan pokok.

 Hal makruh yang dilakukan saat puasa

1. Bergunjing atau Ghibah


Baik sedang puasa atau tidak, bergunjing adalah hal yang tidak baik dilakukan karena

berghibah biasanya membicarakan orang lain dengan konotasi yang negatif alias

berprasangka.

3. Melakukan Bekam

Melakukan bekam juga merupakan hal yang makhruh apabila dilakukan saat puasa

ramadhan.

Bekam akan menjadi makruh apabila mengakibatkan tubuh menjadi lemas. Namun, jika tidak

membuat tubuh menjadi lemas, maka bekam diperbolehkan.

3. Menyikat Gigi

Menyikat gigi diperbolehkan, apabila tidak menggunakan pasta gigi. Karena dikhawatirkan

rasa pada pasta gigi masuk ke dalam mulut.

4. Tidur Terlalu Lama

Walaupun tidur dapat menjadi ibadah saat di bulan puasa, namun apabila terlalu lama akan

menjadi makhruh. Seperti misalnya tidur dari siang hingga sore hari menjelang maghrib,

puasanya tetap sah. Tetapi akan lebih baik jika kita memanfaatkan waktu untuk mencari

pahala seperti membaca Al-Quran dan mencari ilmu dibandingkan tidur.

5. Berciuman

Berciuman menjadi makhruh karena dapat menyebabkan nafsu syahwat. Hal inilah yang

dapat menyebabkan rusaknya puasa seseorang.

6. Mencicipi Makanan

Mencicipi makanan merupakan hal yang makruh bagi orang yang berpuasa, karena khawatir

akan mengantarkannya sampai ke tenggorongkan. Ada baiknya jika mencicipi, kamu wajib

meludahkannya lagi.

7. Membayangkan Bersetubuh

Membayangkan sedang berjimak (bersetubuh) merupakan hal yang makhruh saat berpuasa.

Karena hal itu dapat mendorong dirinya mengeluarkan sperma, sehingga puasanya bisa rusak
dan menjadi berdosa.

8. Berlebihan dalam Berkumur

Dikhawatirkan air wudhu masuk kedalam perut. Ada baiknya kita tidak berlebihan dalam

berkumur saat berwudhu. Namun, apabila air tidak sengaja masuk, tidak akan membatalkan

puasa.

9. Mandi Terlalu Lama

Mandi terlalu lama juga dianggap makruh. Untuk menghindari hal ini lebih baik kamu mandi

secara biasa dan tidak perlu berendam.

12. Berenang

Berenang atau berendam menjadi hal yang makhruh pada saat berpuasa karena dapat

memungkinkan air masuk kedalam tubuh seseorang, baik lewat hidung, mulut, dan bagian

tubuh lainnya.

 Keutamaan puasa

Keutamaan

Ibadah saum Ramadhan yang diwajibkan Allah kepada setiap mukmin adalah ibadah yang

ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam sebuah surah dalam al-

Qur'an, yang berbunyi:

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu bersaum sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Al-Baqarah

2:183) ”

Keutamaan saum menurut syariat Islam adalah, orang-orang yg bersaum akan melewati

sebuah pintu surga yang bernama Rayyan, dan keutamaan lainnya adalah Allah akan

menjauhkan wajahnya dari api neraka, sejauh 70 tahun perjalanan. 6

 Hikmah dari puasa


Hikmah dari ibadah saum itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam menjalani

hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah gigih dan ulet seperti yang

dimaksud dalam Ali ‘Imran/3: 146. Di antara hikmah dan faedah saum selain untuk menjadi

orang yang bertakwa adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan/latihan rohani,

o Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri,

o Mendidik nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan dan dituruti,

o Mendidik jiwa untuk dapat memegang amanat dengan sebaik-baiknya,

o Mendidik kesabaran dan ketabahan.

6 Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri, ia berkata: Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Tidaklah seorang hamba yang

berpuasa satu hari di jalan Allah, kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh jarak

perjalanan 70 tahun. (Shahih Muslim No.1948)

b. Perbaikan pergaulan

Orang yang bersaum akan merasakan segala kesusahan fakir miskin yang banyak menderita

kelaparan dan kekurangan. Dengan demikian akan timbul rasa suka menolong kepada orang-

orang yang menderita.

 Kesehatan

Ibadah saum Ramadhan akan membawa faedah bagi kesehatan rohani dan jasmani jika

pelaksanaannya sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka hasilnya

tidaklah seberapa, malah mungkin ibadah saum kita sia-sia saja.

“ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A'Raaf 7:3).


Hikmah puasa :

a. Sarana yang disediakan oleh Allah SWT untuk mencapai “taqwa”

b. Puasa merupakan sarana pendidikan dan latihan

c. Menumbuhkan jiwa sosial dan kemasyarakatan

d. Menyehatkan tubuh

e. Puasa membuat awet muda dan memunda proses penuaan

f. Puasa adalah cara terbaik menjaga fisik

Anda mungkin juga menyukai