Anda di halaman 1dari 16

MASBUQ DALAM SHOLAT

DAN PERMASALAHANNYA
Oleh: Sandi Heryana

MUQODDIMAH
Sholat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Ia memiliki kedudukan yang sangat
urgen dalam Islam. Rosulullah bersabda:




Pokok urusan itu adalah Islam, tiangnya sholat, dan puncak ketinggiannya adalah jihad.
(HR. Tirmidzi, no: 2616; dll, dishohihkan oleh Syeikh Al-Albani)
Umar bin Khathab pernah berkata: Perkara yang paling urgen menurutku adalah sholat,
Siapa saja yang menjaganya, maka ia telah menjaga agamanya. Dan siapa saja yang menyia-
nyiakannya maka ia akan lebih menyia-nyiakan terhadap selainnya. Dan tidak ada bagian
dalam Islam utnuk orang yang meninggalkan sholat.
Terlebih lagi jika sholat itu dilakukan secara berjamaah. Rasululloh SAW bersabda,
Sesungguhnya Allah Taajub pada shalat (yang dilakukan) secara berjamaah. (Lihat
shahihul Jami, (1820).
Shalat berjamaah itu lebih utama 25 derajat daripada shalat sendirian. (HR. al-Bukhari).
Dalam riwayat lain disebutkan: (lebih utama) 27 derajat. (Fathul Baari, 2/131).
Setiap muslim dianjurkan untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid tepat pada waktunya.
Namun dalam prakteknya ada diantara kaum muslimin yang masih tertinggal sholat berjamaah
atau lebih di kenal dengan istilah Masbuq. Maka seperti apakah permasalahan Masbuq itu?
Dalam tulisan sederhana ini, penulis akan mencoba membahas seputar permasalahan yang urgen
mengenai masbuq.

1. 1. Devinisi Masbuq
Secara etimologi Masbuq adalah isim maful dari kata yang bermakna
terdahului/tertinggal.
Adapun secara terminologi Masbuq adalah Orang yang tertinggal sebagian rakaat atau
semuanya dari imam dalam sholat berjamaah. Atau orang yang mendapati imam setelah rakaat
pertama atau lebih dalam sholat berjamaah. (Kamus al-Muhith, Qawaid al-Fiqh dan Hasyiyah
Ibnu Abidin, 1/400)

1. 2. Kapan Seorang Makmum itu Disebut Masbuq?


Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat. Dimana ada dua pendapat mengenai kapan seorang
makmum itu disebut masbuq.

Pendapat Pertama:
Yaitu pendapat Jumhur Ulama yang menyatakan bahwa seorang makmum disebut masbuq itu
apabila ia tertinggal ruku bersama imam. Jika seorang makmum mendapati imam sedang ruku,
kemudian ia ruku bersama imam, maka ia mendapatkan satu rakaat dan tidak disebut masbuq.
Dan gugurlah kewajiban membaca surat al-Fatihah.
Dalil-dalil Pendapat Pertama:
1. } 116 {

Artinya: Siapa yang mendapatkan ruku, maka ia mendapatkan satu rakaat. (HR. Abu
Dawud, FIqh Islam-Sulaiman Rasyid : 116)
1. :


} 3 207 : 1 :
145}
Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : Apabila kamu
datang untuk shalat, padahal kami sedang sujud, maka bersujudlah, dan jangan kamu hitung
sesuatu (satu rakaat) dan siapa yang mendapatkan ruku, bererti ia mendapat satu rakat dalam
sholat (nya). ( H.R Abu Dawud 1 : 207, Aunul Mabud Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 145 )
Jumhur Ulama berkata: Yang dimaksud dengan rakaat disni adalah ruku, maka yang
mendapati imam sedang ruku kemudian ia ruku maka ia mendapatkan satu rakaat. (Al-Muin
Al-Mubin 1 : 93, Aunul Mabud 3 : 145)
1.


: } 2 : 381}
Sesungguhnya Abu Bakrah telah datang untuk solat bersama Nabi SAW (sedangkan) Nabi
SAW dalam keadaan ruku, kemudian ia ruku sebelum sampai menuju shaf. Hal itu
disampaikan kepada Nabi SAW, maka Nabi SAW bersabda (kepadanya) : Semoga Allah
menambahkan kesungguhanmu, tetapi jangan kamu ulangi lagi .
Dari dalil-dalil diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa menurut jumhur ulama seorang dikatakan
masbuk itu apabila ia tidak sempat ruku bersama imam.

Pendapat Kedua
Pendapat ini mengatakan bahwa makmum disebut masbuk apabila ia tertinggal bacaan surat Al-
Fatihah. Ini adalah pendapat segolongan dari ulama. Diantaranya adalah ucapan Abu Hurairah,
diriwayatkan oleh Imam Bukhori tentang bacaan al-Afatihah di belakang imam dari setiap
pendapat yang mewajibkan bacaan al-Afatihah di belakang imam. Demikian pula pendapat Ibnu
Khuzaimah, Dhobi dan selain keduanya dari Muhaddits Syafiiyyah kemudian diperkuat oleh
Syaikh Taqiyyuddin As-Subki dari Ulama Mutakhkhirin dan ditarjih oleh al-Muqbili, ia
berkata: Aku telah mengkaji permasalahan ini dan aku menghimpunnya pada pengkajianku
secara fiqih dan hadits maka aku tidak mendapatkan darinya selain yang telah aku sebutkan
yaitu tidak terhitung rakaat dengan mendapatkan ruku. (Aunul Mabud 3:146)
Sanggahan Pendapat kedua terhadap dalil-dalil jumhur ulama yang menyatakan bahwa makmum
yang mendapatkan ruku bersama imam maka ia mendapatkan satu rakaat. Diantaranya:
1. Dalam Sunan Abu Dawud tidak ada redaksi hadits dengan lafazh matan seperti tersebut
diatas. Pendapat ini cenderung beranggapan salah tukil saja.
2. Pada hadits (no 2) terdapat rawi yang bernama Yahya Bin Abi Sulaiman Al-Madani.
Menurut Amirul Mukminin dalam hadits (yaitu) Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari
dalam (kitab) Juz-u Al-Qiraat, Yahya (ini) munkarul hadits. ( Mizanul Itidal 4 : 383,
Aunul Mabud 3 : 147 ) Sedangkan yang dimaksud dengan Munkarul Hadits menurut
pernyataan Imam Bukhori adalah: Setiap orang yang aku nyatakan Munkarul Hadits,
berarti tidak dapat dijadikan hujjah . Bahkan dalam satu riwayat (dinyatakan) : tidak
boleh meriwayatkannya . ( Fathul Mughits 1 : 346 ). Imam Syaukani berkata : Hadits
tersebut bukan dalil atas pendapat mereka, kerana anda pasti tahu, bahwa yang disebut
rakaat itu (mencakup) semua aspek; bacaan, rukun-rukunnya secara hakiki syari,
maupun urf (kebiasaan). Kedua arti tersebut harus lebih didahulukan daripada arti
menurut bahasa. Demikian ketetapan para ahli Ushul Fiqih. ( Nailul Authar, Asy-
Syaukani 2 : 219 )
3. Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla telah menjawab / membahas mengenai hadits Abu
Bakrah, (menurutnya) bahwa hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah / alasan /
argumentasi oleh mereka dalam hal tersebut (yaitu termasuk rakaat asalkan mendapat
ruku) kerana pada hadits tersebut tidak dinyatakan cukup (terhitung) rakaat. ( Aunul
Mabud, Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 146 ).
Menurut Asy-Syaukani : Dalam hadits tersebut tidak ada dalil / bukan dalil yang menguatkan
pendapat mereka, kerana sebagaimana (dimaklumi) tidak ada perintah mengulangi (rakaat), tapi
juga tidak menyatakan terhitung rakaat. Adapun Nabi mendoakan kepadanya agar lebih
bersungguh-sungguh, itu tidak berarti terhitung satu rakaat. ( Aunul Mabud, 3:146 )
Adapun dalil-dalil pendapat kedua ini, bahwa seorang disebut masbuk apabila tertinggal bacaan
al-Fatihah bukan tertinggal ruku adalah:
:
1. { .
{3:147,
Dari Abi Hurairah ra, bahwasanya ia berkata : Jika engkau mendapatkan suatu kaum sedang
ruku, maka tidak terhitung rakaat . ( H.R Al-Bukhari, Aunul Mabud 3 : 147 )
Imam Syaukani berkata: Telah diketahui sebelumnya bahwa kewajiban membaca Al-Fatihah
itu untuk imam dan makmum pada setiap rakaat. Dan kami telah menjelaskan bahwa dalil-dalil
tersebut sah untuk dijadikan hujjah bahwa membaca Al-Fatihah itu termasuk syarat sahnya
sholat. Maka siapa saja yang mengira bahwa sholat itu sah tanpa membaca al-Fatihah, ia
haruslah menunjukkan keterangan yang mengkhususkan dalil-dalil tersebut.
1. . } {
Dari Qatadah, bahwa Nabi SAW membaca Fatihatil Kitab pada setiap rakaat . ( H.R At-
Tirmidzi )
1.
:

{ .
{ 2: 167,
Dari Abi Hurairah, dari Nabi SAW, ia bersabda : Apabila kamu mendengar Iqamah, pergilah
untuk sholat, dan kamu mesti tenang, santai serta tidak terburu-buru. Apa yang kamu dapati
(bersama imam) sholatlah, dan apa yang ketinggalan (dari imam), maka sempurnakanlah . (
H.R Al-Jamaah, Fathul Bari 2 : 167 )
Menurut Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari : Hadits tersebut dapat
dijadikan dalil / alasan bahwa orang yang mendapatkan imam sedang ruku tidak dihitung rakaat,
kerana ada perintah untuk menyempurnakan (apa-apa) yang ketinggalan, sedangkan (dalam hal
ini) jelas makmum ketinggalan (tidak ikut berdiri dan membaca fatihah). (Fathul Bari : 2: 170)
Imam Syaukani berkata : Dengan ini, jelaslah kelemahan alasan-alasan pendapat Jumhur Ulama
yang menyatakan bahwa siapa yang mendapatkan imam dalam keadaan ruku, termasuk rakaat
bersamanya (imam) dan dapat dihitung satu rakaat sekalipun tidak mendapat bacaan (Al-
Fatihah) sedikitpun. ( Aunul Mabud, Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 147 )
Inilah Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, salah seorang mujtahid serta tokoh agama, beliau
berpendapat bahwa yang mendapat ruku (bersama-sama dengan imam) tidak dihitung
mendapat rakaat, sampai ia membaca Fatihatul Kitab (dengan sempurna), maka ia mesti
mengulangi lagi rakaat (yang tidak sempat membaca Al-Fatihah) setelah imam salam. ( Aunul
Mabud, Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 152 )

1. 3. Waktu Berdirinya Orang yang Masbuk untuk Menyempurnakan Rakaat yang


terlewat.
Menurut Madzhab Hanafi :
Seorang yang masbuk berdiri untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal bukanlah setelah
dua salam, tetapi menunggu selesainya imam, dan diam sejenak sampai imam bangkit untuk
melaksanakan sholat sunnah jika setelahnya ada sholat sunnah. Atau membelakangi mihrab jika
setelahnya tidak ada sholat sunnah. Atau berpindah dari tempatnya.
Dan tidak boleh berdiri sebelum salam setelah tasyahud kecuali di beberapa kondisi: apabila
seorang pengukur tanah takut kehilangan masanya. atau yang memiliki kebutuhan takut keluar
dari waktunya. Apabila yang masbuk pada sholat jumat khawatir masuk pada waktu ashar. Atau
masuk sholat zhuhur pada sholat id, atau terbit matahari pada sholat shubuh. Ataupun khwatir
berhadats. Maka bagi yang tersebut itu boleh untuk tidak menunggu selesainya imam.
Menurut Madzhab Maliki:
Seorang yang masbuk berdiri untuk menyempurnakan rakaatnya yang terlewat setelah imam
salam. Apabila ia berdiri sebelum imam salam, maka sholatnya batal. (Ad-Dasuki 1/345)
Menurut MAdzhab Safii:
Disunnahkan bagi yang masbuk untuk menyempurkan rakaat yang tertinggal setelah imam
menyelesaikan kedua salamnya. Jika ia berdiri setelah imam selesai mengucapkan:
Assalamualaikum, pada salam pertama, maka boleh. Jika ia berdiri sebelum imam
mengucapkan dua salam maka sholatnya batal. Sekalipun ia berdiri setelah imam mengucapkan
salam sebelum selesai membaca: alaikum, maka hukumnya seperti apabila ia berdiri sebelum
imam mengucapkan dua salam. (Roudhoh at-Tholibin 1/378 dan Majmu, 3/487)
Menurut Madzhab Hanbali:
Seorang yang masbuk berdiri untuk menyempurnakan rakaat yang luput setelah salam kedua
imamnya. Jika ia berdiri sebelum salam imam dan tidak kembali untuk berdiri setelah salamnya.
Maka sholatnya berubah menjadi sunnah. (Syarah Muntaha Al-Iradat 1/248 dan al-Inshaf, 2/222)

Menyempurnakan Rakaat yang Tertinggal.


Jumhur Ulama (Hanafiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah) berpendapat bahwa apa yang didapati
seorang masbuk dari sholatnya bersama imam maka itu adalah akhir sholatnya. Dan apa yang
disempurnakan oleh seorang masbuk adalah rakaat awal sholatnya. (Al-Bahru Raiq, 1/313, Asy-
Syarh Ash-Shagir 1/458, dan Al-Inshaf 4/225)
Menurut Madzhab Syafii; Apa yang didapati masbuk dari sholat bersama imam maka itu adalah
awal sholatnya. Dan apa yang disempurnakannya setelah imam salam adalah akhirnya.
Berdasarkan sabda Rosulullah: Maka apa yang kamu dapati (bersama imam) sholatlah, dan apa
yang kamu luput (bersama imam) maka sempurnakanlah. Dan penyempurnaan sesuatu itu
tidaklah ada kecuali setelah permulaannya. Berdasarkan ini, apabila ia sholat shubuh bersama
imam pada rakaat yang kedua kemudian qunut bersama imam, maka ia harus mengulang qunut.
Kalau ia mendapati satu rakaat sholat magrib bersama imam, maka tasyahud yang keduanya itu
sunnah, karena ia menempati tasyahudnya yang pertama. Dan tasyahudnya bersama imam lil
mutabaah (mengikuti) hal itu adalah hujjah bahwa apa yang ia dapati bersama imam adalah
permulaan sholatnya. (Mugni Al-Muhtaj 1/206)

1. 4. Mengangkat Imam Pada Sholat Masbuq?


Pada dasarnya tidak apa-apa seorang yang masbuk menjadi imam. Apabila seseorang datang
untuk sholat berjamaah, sedangkan imam dan jamaahnya sudah selesai melaksanakan shalat.
Kemudia ia mendapatkan seorang masbuk yang sedang menyempurnakan rakaat yang
tertinggal, maka ia berdiri disamping kanannya dan menjadikan orang yang masbuk itu imam
untuknya supaya mendapatkan pahala berjamaah. Maka insya Allah hal tersebut sah.
Pada contoh seperti ini, Syaikh Bin Baz berkata : Tidak apa-apa akan hal tersebut insya Allah
menurut yang shohih. Dan ia berkata: Dianjurkan baginya sholat bersama yang masbuk
dimana ia berdiri disamping kanannya. Dengan semangat untuk mendapatkan fadhilah sholat
berjamaah. Dan orang yang masbuk merubah niatnya menjadi imam, maka tidaklah mengapa
pada hal tersebut menurut ucapan para ulama yang paling shohih. (Kitab Ad-Dawah 2/117)
Tapi bagaimana jika mengangkat yang masbuk menjadi imam untuk yang masbuk. Misalkan ada
tiga orang masbuk. Setelah imam salam, kemudian mereka berdiri untuk menyempurnakan
rakaat yang tertinggal dan mengangkat imam dari salah seorang diantara mereka. Maka dalam
hal ini terdapat perbedaan pendapat.
Pendapat Pertama:
Menurut pendapat ini, mengangkat yang masbuk menjadi imam pada sholat masbuk itu tidak
boleh, bahkan sebagian dari mereka mengkategorikannya kepada perbuatan bidah. Hal tersebut
dikarenakan tidak adanya satu pun dalil yang menjelaskan secara shorih bahwa Rosulullah
memerintahkan atau mencontohkannya.
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, di dalam Buku Risalah Bidah, hal. 190, menyatakan:
Bidah ini tegas-tegas telah menyalahi Sunnah: Nabi shallahualaihi wa sallam bersama
Mughirah bin Syubah pernah menjadi masbuq di dalam peperangan Tabuk. Ketika
Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat memberi salam (selesai shalat), kemudian
Nabi shallahualaihi wa sallam dan Mughirah menyempurnakan satu rakaat yang tertinggal
sendiri-sendiri tidak membuat jamaah. (Hadits riwayat Muslim dan lain-lain.)
Pendapat Kedua:
Pendapat ini membantah pernyataan pendapat pertama, bahwa tidak boleh mengangkat imam
pada sholat masbuk. Pendapat ini merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dari Mugirah bin Syubah diamana hadits ini menjelaskan bahwa Mugirah bersama Rosulullah
pernah masbuq. Adapun hadits tersebut sebagai berikut:













.



Artinya: Dari muqhirah bin syubah dari ayahnya dia berkata: Rasulullah tertinggal (dari
rombongan pasukan) dan aku tertinggal bersama beliau, ketika beliau selesai dari hajatnya,
beliau bertanya apakah kamu ada air? Maka aku bawakan ember (tempat bersuci), kemudian
membasuh kedua telapak tanganya, wajahnya dan menyingkap lengannya, namun lengan
jubahnya terlalu sempit, maka beliau mengeluarkan tangannya dari bahwa jubah, dan
meletakkan jubahnya di atas bahunya, kemudian beliau membasuh kedua lengannya dan
mengusap ubun-ubunnya, dan bagian atas surbannya serta kedua khufnya (semacam kaos kaki
dari kulit), kemudian beliau naik (kendaraan) dan akupun naik, ketika kami sampai pada
rombongan kaum (para sahabat), mereka sedang shalat yang diimami oleh Abdurrahman bin
Auf, dan sudah selesai satu rakaat, ketika (Abdurrahman bin Auf) menyadari kedatangan
Rasulullah, dia mundur, maka Rasulullah memberi isyarat kepadanya, maka (Abdurrahman bin
Auf) meneruskan tetap mengimami shalat mereka, maka ketika Abdurrahman bin Auf salam
(selesai shalat), Rasulullah berdiri, dan aku berdiri, kami ruku (menyempurnakan) rakaat yang
tertinggal. (HR. Imam Muslim, 2/123 Bab Al-Mashu ala An-Nashiyah wa al-Imamah no: 81)























































Artinya: Bahwasannya Muqhirah bin Syubah menceritakan, bahwa dia berperang bersama
Rasulullah Saw diperang Tabuk. Mughirah berkata; Rasulullah hendak membuang hajat,
kemudia mencari tempat yang tertutup, maka aku bawakan satu ember air sebelum shalat subuh,
ketika beliau kembali, aku tuangkan air dari ember itu ketangannya, beliau membasuh tiga kali,
kemudian membasuh wajahnya, kemudian menyingsingkan jubahnya untuk mengeluarkan
lengannya, akan tetapi lengan jubah itu sempet, maka Rasulullah memasukan tangannya
kedalam jubahnya dan mengeluarkannya dari bawah jubah, maka beliau membasuh kedua
tangannya sampai kedua sikunya, kemudian beliau berwudlu di atas khuf (maksudnya tidak
membasuh kaki, tapi beliau cukup mengusap bagian atas khuf (semacam kaos kaki yang terbuat
dari kulit), kemudian beliau bergegas (menyusul rombongan), Mughirah berkata: akupun
bergegas bersama beliau, maka kami mendapati romobongan (para sahabat) sedang shalat
shalat, dan Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam mereka, dan sudah masuk rakaat terakhir.
Maka ketika Abdurrahman bin Auf salam dan selesai shalat, Rasulullah menyempurnakan
shalatnya, maka hal itu membuat kaum muslimin keheranan (Rasulullah menjadi mamum),
merekapun memperbanyak tasbih, maka ketika Rasulullah selesai shalat, beliau menghadap
kepada para sahabat dan berkata: ahsantum (kalian telah berbuat benar), Mughirah berkata:
atau beliau waktu itu mengatakan: kalian benar, dimana mengajak manusia untuk shalat tepat
pada waktunya. (HR. Imam Muslim 2/107 no: 105)
Itulah diantara dalil pendapat kedua ini yang menjelaskan bahwa Rosulullah dan Mugirah
masbuk kemudian mereka menyempurnakan rakaat yang tertinggal secara berjamaah. Hal
teresebut seperti yang disebutkan dalam hadits :

yang artinya : Rasulullah berdiri, dan
aku berdiri, kami ruku (menyempurnakan) rakaat yang tertinggal.
Penggunaan dhamir nahnu secara makna asal (hakiki) menunjukkan bahwa orang pertama dan
ketiga (yang dibicarakan) melakukan suatu perbuatan secara bersama-sama. Berarti melakukan
rakaat shalat yang ketinggalan itu dengan berjamaah. Apabila tidak diartikan demikian harus
menunjukkan qarinah (keterangan pendukung). Sebagai perbandingan kita lihat penggunaan
dhamir yang sama pada kalimat sebelumnya dalam riwayat Muslim.
Oleh karena iltu lah pendapat ini berpegang pada hadits tersebut, bahwa seorang masbuk boleh
mengangkat imam pada sholat masbuk. Kemudian juga didukung dengan hadits yang
menjelaskan tentang keutamaan sholat berjamaah.

Wallahu alamu bi As-Shawab


Walhamdu lillahi rabbilalamin

MARAJI
1. Al-Qomus Al-Muhith lil-Fairuzabadi (al-Allamah Mujiddin Muhammad bin Yaqub al-
Fairuzabadi Asy-Syiraji 729-817 H)
2. Al-Mausuah Al-Fiqhiyyah Wuzarah al-Auqaf wa Asy-syuun Al-Islamiyyah
3. Al-Fih Al-Islamiy wa Adillatuh (Dr. Wahbah Az-Zuhaili) Daar Al-Fikr-
4. Aunul MAbud Syarh Sunan Abu Dawud (Al-Allamah Abu Thayyib Muhammad
Syamsu al-Haq al-Azhim Abadi bersama Syarh al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)
Maktabah Asslafiyyah-
5. Nailul Authar Min Asrari Muntafa Al-Akhbar (Muhammad bin Ali bin Muhammad
Asy-Syaukani 1173-1250 H); Daar Ibnu Affan, Daar Ibnu Al-Qoyiim
6. Radd Al-Muhtar Ala Ad-Dar Al-Mukhtar Syarh Tanwiir Al-Abshar (Muhammad Amin
yang masyhur dengan Ibnu Abidin); Daar Alam Al-Kutub Riyadh
7. Majmuah al-Fatawa (Syaikh Islam Taqiyyuddin Ahmad bin Taimiyyah Al-Harrani)
8. Al-Muntafa Syarh Muwaththa Malik (Al-Qodhi Abu Al-Walid Sulaiman bin Khalaf bin
Saad bin Ayyub Al-Baaji, wafat tahun 494 H); Daar al-Kutub Al-Alamiyyah
9. Mugni Al-Muhtaj ila Marifati Maani Alfazh al-Manhaji (Syaikh Syamsuddin
Muhammad bin Al-Khathiib Asy-Syarbini ) Ala Matni Minhaj Ath-Thalibin (Imam Abu
Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi asy-Syafii); Daar al-Marifah Bairut Lebanon
10. Al-Wajiz fi Fiqhi Al-Imam Asy-SyafiI (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad Al-Gozali); Daar al-Arqam bin Abi Al-Arqam Bairut Lebanon
11. Al-Mugni (Ibnu Qudamah)
12. Limadza Nusholli (Syaikh Muhammad Ahmad Ismail Al-Muqaddam); Daar Al-Aqidah
13. Fiqi Sunnah (Sayyid Sabiq); Daar Alfath lil-Alam Al-Arabi
14. Syarh Shohih Muslim (Imam Nawawi); Daar At-Taufiqiyyah li At-Turats
15. Fathu Al-Bari fi Syarhi Shohih Al-Bukhori (Ibnu HAjar al-Atsqolani); Daar Mishr li
Ath-Thabaah
Iklan
By Pwk. PP. Persis Mesir Posted in Fiqh, Kolom
43

Navigasi pos
Isbal Dalam Prespektif Ulama
PELANTIKAN DEWAN PENGURUS PERWAKILAN PIMPINAN PUSAT PERSATUAN
ISLAM MESIR MASA JIHAD 2011-2012
43 comments on MASBUQ DALAM SHOLAT
DAN PERMASALAHANNYA
1. imad Al-Husaeni
November 22, 2011 @ 9:40 pm
Subhanalloh ustad ini ,, sayah kagum ! pokoknya mah rojuulun masya Alloh niatkan
hati untuk selalu berjuang d jalan ilahi rabbi .
terima kasih info nya ., ,,,..
Balas
2. Misra
Februari 23, 2012 @ 10:48 pm
Terimakasih ustadz
Balas
o Pwk. PP Persis Mesir
Februari 29, 2012 @ 1:36 pm
sama sama
Balas
3. Abdu Rajab
Maret 23, 2012 @ 3:53 am
bagaimana dengan bacaannya.apakah juga mengikuti imam, misalnya imam sdh masuk
tahiyat akhir apakah saya mengikutinya?
Balas
o baban
Juli 30, 2013 @ 3:41 am
juila imaamu li utamma bihi dijadikannya seorang imam adalah untuk diikuti,
apabila kamu mendapati imam sedang ruku maka ruku, apabila sujud maka sujud.
tidak ada masalah ketika seorang makmun melakukan 3 kali tasyahud karena
masbuk, dan para ulama juga tidak membedakan bacaan tasyahud awal dan akhir,
baik mau sampai shalawat atau sebelum shalawat.
Balas
4. Kaos Bukhari Muslim
Mei 2, 2012 @ 6:21 am
Makasih atas infonya yang bermanfaat. Jazakallah
Balas
5. Abu Abdirrohman
Mei 10, 2012 @ 6:20 am
Pada kesimpulan akhir diatas ustadz sudah menjelaskan sandaran dari sisi bahasa/ lughah.
Pertanyaan saya, siapakah ulama yang berpendapat seperti ini? dan di kitab manakah
penjelasan tersebut bisa saya baca? Mohon jawabannya, supaya hati saya menjadi lapang
dengan adanya ikhtilaf ini. Jazakalloh khair
Balas
6. Abu_Miska
Juni 6, 2012 @ 6:39 am
ulama mana yang berpendapat mengangkat imam pada sholat masbuk (untuk sesama
masbuk)?? jangan2 hanya pendapat sepihak yang tidak ada pendahulunya dikalangan
para ulama, apalagi hanya bersandar pada masalah lughah
Balas
7. Nabhan
Juni 26, 2012 @ 9:14 am
assalamu alaikum pak ust.
saya mau tanya pak ust pertanyaan ini masih mnegganjel pikiran saya
pak ust. .. kalo kita masbuk.. solat jumat berjamaah dimasjid kita dapati imam sudah
tasyahud akhir. belum salam ..kita sebagai makmum baiknya berniat apa ya ?..karena
kalau kita berniat solat jumat berjamaah ..kita gak dapat 2 rokaat berjamah(timbul
keyakinan solat jumat kita kurang sempurna.
2. kalau kita berniat solat solat zuhur berjamaah hukumnya gimana? karena niat kita beda
dengan imam??? atas jawabanya saya ucapkanterima kasih
Balas
o mulyadi.yurid
Desember 5, 2012 @ 7:09 am
Ya niat sholat jumat dan ikuti imam tahyat akhir imam. maka kita termasuk
jamaah sholat jumat,,, hanya saja kita belum mendapat satu rakaatpun maka kita
harus melaksanakan sholat dua rakat sebagaimana sholat jumat. sesuai dengan
hadits diatas yaitu ; Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW
telah bersabda : Apabila kamu datang untuk shalat, padahal kami sedang sujud,
maka bersujudlah, dan jangan kamu hitung sesuatu (satu rakaat) dan siapa yang
mendapatkan ruku, bererti ia mendapat satu rakat dalam sholat (nya). ( H.R
Abu Dawud 1 : 207, Aunul Mabud Syarah Sunan Abu Dawud 3 : 145 )
Balas
8. ali
Agustus 15, 2012 @ 10:14 am
mau tanya kalo qt ketinggalan 2 rekaat cara untuk melengkapi rekaat yang tertinggal
tersebut bagaimana?pada rekaat pertama berdiri atau duduk tasyahud
Balas
o baban
Juli 30, 2013 @ 3:48 am
coba dicermati
1.berarti anda masuk ketika imam sedang dalam rakaat ke 3, betul ? karena anda
tertinggal dua rakaat. yang menjadi permasalahanya apakah ketika anda join
tertinggal bacaan al-fatihahnya atau anda tidak sempat membaca al-fatihahnya
maka menurut pendapat ini anda bukan tertingal 2 rakaat tapi 3 rakaat, maka
penyempurnaanya para rakaat pertama anda masyuk tasyahud awal dst.
klo kita mengambil pendapat pertamaapakah ketika anda join tertinggal bacaan al-
fatihahnya atau anda tidak sempat membaca al-fatihahnya maka menurut
pendapat ini anda bukan tertingal 2 rakaat tapi 3 rakaat, maka penyempurnaanya
para rakaat pertama anda masyuk tasyahud awal dst.
adapun pendapat kedua selama anda masih mendapati ruku bersama imam pada
rakaat ke 3 maka, rakaat yang teritnggal tetap 2 rakaat, penyempurnaanya pada
rakaat pertama anda berdiri lagi dst.
Balas
9. Muadz Royyan Abdurrahman
Desember 20, 2012 @ 9:24 am
ada kok dalil yang membolehkan shalat tanpa fatihah. saya gak tau lafadznya tapi kira-
kira bunyinya ada seorang lelaki yang mengikuti bacaan imam dan dilarang Rasulullah
bukankah maknanya dia tidak wajib baca fatihah? dan saya ingin tanya kenapa hadis ke
tiga tak bisa dijadikan hujah?
Balas
o Muadz Royyan Abdurrahman
Desember 20, 2012 @ 9:29 am
dan bacalah yang mudah bagimu dari al-quran. kalau yang di maksud tida ada
shalat bisa saja yang di maksud shalatnya tidak diterima bukan tidak sah inilah
pendapat imam hanafi
Balas
baban
Juli 30, 2013 @ 3:35 am
logikanya mas klo sudah tahu gak bakal diterima ngapain juga dilanjut,
maka tidak sah atau batal lebih utama.
10. Kais Muhammad
Januari 15, 2013 @ 5:59 am
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif ; Sesungguhnya ia melihat Zaid bin Tsabit masuk
masjid ketika imam ruku, maka beliaupun berjalan sambil ruku hingga
memungkinkannya mencapai shaf. Beliau bertakbir (takbiratul ikhram) lalu ruku.
Kemudian ia berjalan sambil ruku hingga mencapai shaf. Hadits/atsar ini diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi II/9083/106 dan sanadnya shahih.
[3]. Dari Zubair bin Wahb ia bercerita : Saya bersama Abdullah yakni Ibnu Masud-
keluar dari rumahnya menuju masjid. Ketika kami sampai ketengah-tengah masjid, imam
ruku. Maka Abdullah (bin Masud) bertakbir dan ruku, sayapun ruku bersamanya.
Kemudian kami berjalan sambil ruku hingga (manakala) kami mencapai shaf, disaat
jamaah shalat mengangkat kepalanya (itidal). Setelah imam selesai shalat, saya berdiri
(lagi) karena saya beranggapan bahwa saya belum mendapat rakaat. Maka Abdullah (bin
Masud) mengamit tangan saya dan menahan saya (supaya tetap duduk). Lantas (seusai
shalat) beliau berkata : Sesungguhnya engkau telah mendapatkan rakaat.
Riwayat diatas dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf I/99/1-2. Begitu
juga dikeluarkan oleh Abdur Razaq II/283/3381, Ath-Thahawi dalam Syarh Al-Maani
I/231-232, Ath-Thabrani dalam Al-Mujamul Kabir III/32/1 dan Al-Baihaqi dalam
Sunnannya II/90-91 dengan sanad yang Shahih.
[4]. Dari Utsman bin Al-Aswad, ia mengatakan : Saya bersama Abdullah bin Tamim
masuk masjid. Maka imam ruku, saya dan Abdullah bin Tamim ruku, kami berjalan
sambi ruku hingga masuk kedalam shaf. Ketika shalat telah usai, Amr bertanya kepada
saya : Yang engkau lakukan tadi, dari siapa engkau mendengarnya? Saya menjawab :
Dari Mujahid, ia berkata : Sesungguhnya saya melihat Ibnu Az-Zubair melakukannya
(Riwayat ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dan sanadnya shahih).
Balas
11. Dikin
Februari 12, 2013 @ 3:49 am
afwan ustad,jazakallahu khairan atas ilmunya..saya tdk begitu faham ttng ini, jamaah yg
masbuk.contoh : ada 3 orang masbuk,yg pertama ketinggalan 1rakaat,yg kedua
ketinggalan 2rakaat,dan yg ketiga ketinggalan 3rakaat dlm shalat maghrib..kalau orng
pertama menyempurnakan rakaat,sampai pada tasyahud akhir,apakah 2orang
disebelahnya yg mengangkat imam mengikuti tasyahud akhir juga?syukron..
Balas
12. islam newbie
Maret 16, 2013 @ 9:08 am
apakah masbuq sholat itu berdosa?
Balas
13. aswadi
April 15, 2013 @ 4:41 am
Assalamualaikum wr wb pak ustadz
Mohon di jelaskan masalah masbuq dalam sholat
Saya Sholat isa berjamaah di masjid, imam sholat sudah rokaat yang kedua,imam sholat
sudah membaca bacaan surat alquran hampir selesai membaca namun belum rukuk ,
saya belum sempat membaca alfatekhah kemudian imam sholat rukuk saya ikut rukuk
Rakaat dan Bacaan saya untuk menyempurnakan sholat isya sebagai berikut:
Saya dalam masbuq sholat belum mendapat dua rakaat, harus menyempurnakan
rakaat sebanyak 3 rakaat, 1 rakaat kemudian tasyahud awal,2 rakaat kemudian
tasyahud akhir
setelah imam tasyahud akhir mengucapkan assalamualaikum wr.wb yang pertama saya
langsung berdiri kemudian saya membaca
alfatekhah tanpa membaca surat alquran kemudian rukuk,itidal sujud, kemudian duduk
tasyahud awal
setelah tasyahud awal saya berdiri lagi untuk rakaat yang ketiga dan keempat bacaan
untuk rakaat yang ketiga dan rakaat yang keempat sama seperti rakaat yang kedua,
sampai tasyahud akhir kemudian salam
Demikian sholat isya saya
Mohon penjelasan apakah sholat isya saya sudah benar sesuai dengan masbuq dalam
sholat
Terima kasih atas penjelasanya
Wassalammualaikum wr.wb
ASWADI
Jatiwaringin, pondok Gede, Bekasi
Balas
14. khalid
Agustus 9, 2013 @ 1:59 am
hadits yang menyatakan nabi saw membaca surat fatihah pada setiap rakaat bukan dalil
masbuq. dalil yang menyatakan tidak ada shalat tanpa fatihah bukan berarti rakaat tapi
salat dari takbiratul ihram sampai salam. dalil masbuq yang ada adalah pendapat yang
pertama. walloh alam.
Balas
o Azhar
Juli 19, 2016 @ 6:36 am
Memang kalau kita pelajari sepertinya ada pertentangan; karena disatu hal ada
kewajiban untuk membaca alfatihah dalam sholat, tapi hal lain kita membaca
hadits2 sahih tentang bagaimana para sahabat mengamalkan masbuq.
Jika ketentuan kewajiban membaca alfatihah dipahami sebagai syarat untuk
seluruh rakaat sholat (tidak terkecuali saat masbuq), maka sholat para sahabat
tidak sah. Akan tetapi tidak ada riwayat hadits yg menjelaskan Rasulullah
mengkoreksi cara masbuq para sahabat. Artinya cara sahabat mengamalkan
masbuq itu sudah benar.
Jazakallahu khoir
penjelasan antum menjadi penjelas dan menjembatani pemahaman yg seolah
bertentangan.
wallahu alam.
Balas
15. adhi
Desember 5, 2013 @ 4:09 am
terus kesimpulan nya yang benar yang mana???
apakah pendapat 1
atau pendapat 2
harap pencerahanya ..
Balas
16. ragil
Februari 21, 2014 @ 4:15 am
trimakasih banyak atas penjelasannya
Balas
17. Widodo
Februari 27, 2014 @ 8:10 am
afwan, untuk pendapat kedua kok nggak dinukilkan pendapat dari siapa ? afwan mungkin
ulama yang menjelaskan dan memakai pendapat kedua Siapa ? karena hal seperti ini
membuat jadi mengambang..
Balas
18. Ping-balik: sholat dalam kendaraan | Ayo Sholat Tepat Waktu
19. travelumroh bandung
Juni 30, 2014 @ 5:58 am
terima kasih artikelnya sangat membantu, sekarang saya paham tentang masbuq.. syukron
Balas
20. fera
Juli 17, 2014 @ 8:14 am
sangat memuaskan
Balas
21. Farhan
September 21, 2014 @ 3:22 am
ustadz saya mau request dong tentang takbiratul ihram dan problematikanya.
Balas
22. Prijatmodjo
Maret 20, 2015 @ 3:54 pm
Sempurnanya shalat adalah: berdiri mnghdp kiblat, takbiratul ihram, doa iftitah, baca al
ftihah dst sampai salam. Sedangkan klo ikut shalat berjamaah kan datangilah dengan
tenang, imam rukuk, rukuklah, imam sujud, sujudlah, dan yang belum sempurna
sempurnakanlah. Nah, yang menjadi tolak ukur kesempurnaan shalat kan bacaan al
fatihah. Klo al fatihah ketinggalan sebagian ataupun keseluruhannya, ya,, itulah belum
sempurna namanya, berarti rakaatnya tidak sempurna, berarti harus disempurnakan
sesudah imam salam. kan begitu. Betul nggak, ustadz? Mohon dikoreksi bila salah.
Balas
o Azhar
Juli 19, 2016 @ 6:15 am
Kita lihat bagaimana para sahabat memahami dan mengamalkan cara masbuq.
Kalau menggunakan definisi ; masbuq harus sempurna alfatihah, tentunya
Rasulullah sudah memberitahu para sahabat dan para sahabat tidak melakukan
masbuq seperti yg mereka amalkan.
Tapi kenyataannya para sahabat yg langsung di bimbing oleh Rasulullah
mengamalkan seperti yg mereka amalkan, yakni rukuk bersama imam dan
dihitung sebagai rakaat.
Balas
23. Ujae
April 12, 2015 @ 2:26 am
Mohon penjelasan, sy agak bingung, dalam masalah masbuq Abu Hurairoh sebenarnya
masuk ke golongan ulama yg mana, pendapat yang pertama (jumhur) atau yang kedua???
Balas
24. wahyu ependi
September 15, 2015 @ 6:45 pm
mohon penjelasan tentang masbuq. pengalaman saya begini waktu sholat shubuh, saya
datang imam sedang baca fatihah pada ayat ke 4 dst.dan saya tertinggal baca fatihah tapi
rakaatan sholat tidak tertinggal.dan setelah sholat saya di kasih tahu sama jamaah di
sebelah saya yang notebene seorang ustad yang hafal dan fasih tentang hadist lalu dia
menyuruh saya untuk masbuq karena tertinggal baca fatihah alasan dia fatihah itu wajib
barang siapa tertinggal baca fatihah oleh imam otomatis dia tertinggal satu
rakaat.sedangkan saya baca thadiat di atas di katakan kalao kita terlambat ruku apalagi
sujud dan tasjul kita di wajibkan masbuq.itu saya faham betul,kalau kita terlambat baca
fatihah apakah di wajibkan masbuq?..mohon penjelasannya
Balas
25. tb. m. taufiq haqiqi
Oktober 16, 2015 @ 10:20 am
maaf alangkah baiknya setiap ada arti hadits dilenngkapi dengnan
ayat&sanadnya..,,,,,,, mksh
Balas
26. RustadjaloPSDARajagaluh
Desember 28, 2015 @ 8:10 am
Reblogged this on djalosaputra and commented:
mantabbb
Balas
27. Djalo saputra
Desember 28, 2015 @ 8:11 am
mantabbb
Balas
28. firman hambali
Desember 29, 2015 @ 12:35 am
Baarokallohu ustadz
Balas
29. agung sutrisno
Desember 30, 2015 @ 12:23 am
ijin copy paste ustad,
Balas
30. Abu Hufazh
Maret 2, 2016 @ 12:54 am
Maa syaa alloh.. syukron atas penjelasan antum ustadz Barokallohu fiik
Balas
31. Satrio Memayu Bawono
Mei 11, 2016 @ 10:07 am
Pak Ustd bila kita datang kemasjid sedangkan imam sudah rukuk dan kita setelah
takbirotul ikrom ikut rukuk dan strnya ternya imam sdh pada rekaat ke 4 apa yg hrs saya
lakukan. Apakah tergolong jamah atau tdk mohon penjelasan
Balas
32. Araby ismail
Mei 24, 2016 @ 4:33 pm
Syukron, artikelnya sangat bermanfaat,banyak ilmu yg kita peroleh.
Balas
33. adhytia fitrizal
Juli 2, 2016 @ 9:12 am
Assalamualaikum warohmatullahiwabarokatuh, salam kenal, saya mau bertanya tentang
tata cara jadi masbuk dalam sholat tarawih, yang apabila tertinggal 3 rakaat, apakah
stelah witir di genapkan 1 rakaat kemudian salam, dan menambah 3rakaat kekurangan,
apakah bisa di jadikan 1 salam saja, dan setelah menambah kekurangan, di tutup dengan
witir kembali, nah jumlah witir yangdi maksud itu dilakukan sama seperti jumlah witir
yang imam lakukan seblmnya ya?? Mohon pencerahan pak ustad, terimakasih..
Balas
34. herman
Juli 13, 2016 @ 10:39 am
Bagaimana kalau setiap waktu orang itu masbuq..mohon infonyaapakah ada pahala
lebih sedangkan kita supaya mengsegerakan sholat
Balas
35. Edi
Januari 18, 2017 @ 2:05 pm
Jika masbuk di angkat jadi imam, apakah posisi yg makmum harus mundur?
Terimakasih

https://pwkpersis.wordpress.com/2011/11/17/masbuq-dalam-sholat-dan-permasalahannya/
MAMUM MASBUQ
Pertanyaan
Seseorang yang masbuq mendapatkan imam sedang membaca pertengahan surat Al Fatihah atau
surat setelah Al Fatihah, atau ia mendapatkan imam ketika ruku. Pertanyaannya: Apakah ia
mendapat rakaat itu?

(Katanya Al Albani berpendapat, bahwa orang yang masbuq itu mendapat rakaat itu. Ana belum
membaca alasan-alasan yang dikemukakan oleh beliau rahimahullah. Tapi sekiranya benar
beliau berpendapat demikian, bagaimana dengan hadits-hadits yang ada pada ana:

:




.

Adli Shidqie bin Minhat dari Malaysia,


Santri Persatuan Islam 1 Bandung.

Jawaban.
Memang benar, bahwa Syaikh Al Albani rahimahullah berpendapat demikian. Yaitu dalam kitab
Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no: 229. Adapun alasan beliau ialah riwayat dari para sahabat
yang -Insya Allah- sebagiannya akan kami sebutkan.

Dalam masalah: mamum masbuq (terlambat) mendapati imamnya ruku, apakah dihitung
mendapatkan rakaat? Telah terjadi perbedaan pendapat diantara ulama, yaitu ada dua pendapat
ulama.

PENDAPAT PERTAMA.
Mendapatkan rakaat. Karena mamum masbuq (terlambat) dapat rakaat, jika dia mendapatkan
ruku bersama imam, sebelum imam menegakkan tulang punggungnya.

Ini merupakan pendapat mayoritas ulama Salaf (dahulu) dan Khalaf (yang datang kemudian).
Demikian juga pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy Syafii, Imam Ahmad bin
Hambal, serta disepakati para pengikut madzhab empat. Hal ini juga diriwayatkan dari para
sahabat: Ali, Ibnu Masud, Zaid, dan Ibnu Umar. Pendapat ini juga dirajihkan oleh Imam Ibnu
Abdil Barr, Imam Nawawi, Ash Shanani, Asy Syaukani pada pendapat kedua, Syaikh Bin Baaz,
Syaikh Al Albani dan lainnya. [1]

Pendapat inilah yang lebih kuat, insya Allah.

Adapun diantara dalil-dalil pendapat ini ialah:

Hadits dari Al Hasan:

( )






Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, bahwa dia sampai kepada Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam ketika beliau sedang ruku, lalu dia ruku sebelum sampai ke shaf (lalu dia berjalan
menuju shaf). Kemudian dia menyebutkan hal itu kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
lantas beliau bersabda, Semoga Allah menambahkan semangat terhadapmu, dan janganlah
engkau ulangi. [HR Bukhari, no. 783. Tambahan dalam kurung riwayat Abu Dawud no. 684]

Para ulama berbeda pendapat tentang makna sabda Nabi , karena dapat dibaca:

a. janganlah engkau mengulangi). Sehingga maknanya janganlah engkau mengulangi


shalatmu, karena sudah sah.
b. janganlah engkau berlari; terburu-buru.

c. janganlah engkau kembali). Sehingga maknanya janganlah engkau kembali terburu-


buru memasuki ruku sebelum sampai di shaf. Atau janganlah engkau kembali terlambat.

Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata,Maknanya menurut ahli ilmu ialah,Semoga Allah
menambahkan semangat terhadapmu menuju shalat, dan janganlah engkau kembali terlambat
dari shalat. [2]

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,Bahkan larangan itu kembali kepada apa yang telah
disebutkan sebelumnya. Yaitu: ruku sebelum sampai shaf. [3]

Demikian juga Ash Shanani memahami sebagaimana Ibnu Qudamah tersebut.[4]

Tetapi pendapat Ibnu Qudamah rahimahullah ini tertolak dengan banyaknya atsar (riwayat) dari
para sahabat yang melakukan hal ini. Seperti: Abu Bakar Ash Shiddiq, Zaid bin Tsabit, Abdullah
bin Masud, dan Abdullah bin Zubair. Yaitu ketika mereka mendapatkan imam dalam keadaan
ruku, maka mereka bertakbir lalu ruku, dan berjalan ke shaf dalam keadaan ruku. Riwayat-
riwayat itu shahih dan disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash
Shahihah no. 229, yang -insya Allah- sebagiannya akan kami sebutkan di bawah nanti.

Ash Shanani rahimahullah berkata: Telah diperselisihkan oleh ulama, tentang makmum yang
mendapatkan imam ruku, lalu dia ruku bersama imam. Apakah gugur (kewajiban) membaca Al
Fatihah pada rakaat itu bagi orang yang mewajibkan Al Fatihah, sehingga dihitung
mendapatkan rakaat itu. Atau tidak gugur, sehingga tidak dihitung mendapatkan rakaat. Ada
yang berpendapat: rakaat itu dihitung, karena dia mendapatkan imam sebelum imam
mengangkat punggungnya. Ada juga yang berpendapat: itu tidak dihitung, karena Al Fatihah
telah terlepas darinya.

Kami telah membicarakan hal itu dalam masalah tersendiri. Dan yang lebih kuat -menurut kami-
ialah mencukupi (yaitu dihitung dapat rakaat, red.). Diantara dalilnya, ialah hadits Abu Bakrah,
yang dia ruku ketika orang-orang lain ruku, lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
membenarkannya atas hal itu. [5]

Apapun makna kalimat di atas, di dalam hadits ini nyata, bahwa Abu Bakrah menjadi mamum
masbuq mendapatkan imam (yaitu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam) sedang ruku, lalu dia
ruku bersama imam, dan beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkannya
menambah rakaat lagi. Demikianlah dalil dalam masalah ini.

Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa salla :

Jika kamu mendatangi shalat, padahal kami sedang sujud, maka sujudlah, dan janganlah kamu
menghitungnya sesuatu (mendapatkan rakaat). Dan barangsiapa mendapatkan rakaat (ruku),
maka dia mendapatkan shalat. [HR Abu Dawud no. 893. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/169].

Sabda Nabi : Barangsiapa mendapatkan rakaatan (rakaat atau ruku), maka dia mendapatkan
shalat, dapat bermakna:

a. Orang yang shalat mendapatkan satu rakaat kemudian waktunya habis, maka shalatnya sah.
b. Mamum masbuq mendapatkan satu rakaat terakhir dari shalat jamaah, maka dia mendapat
pahala shalat jamaah tersebut.
c. Mamum masbuq mendapatkan ruku bersama imam, sebelum imam bangkit dari rukunya,
dia mendapatkan rakaat tersebut.

Makna ketiga ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain dengan lafazd

Barangsiapa mendapatkan rakatan (ruku) [6], maka dia mendapatkan shalat, sebelum imam
menegakkan tulang punggungnya. [HR Abu Dawud no. 893. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/169]

Zaid bin Wahb berkata,Aku keluar bersama Abdullah yakni: Ibnu Masud- dari rumahnya
menuju masjid. Ketika kami sampai di tengah masjid, imam ruku. Lalu Abdullah bertakbir dan
ruku, dan aku ruku bersamanya. Kemudian dalam keadaan ruku kami berjalan sehingga
sampai shaf, ketika orang-orang mengangkat kepala mereka. Setelah imam menyelesaikan
shalatnya, aku berdiri, karena aku menganggap tidak mendapatkan rakaat. Namun Abdullah
memegangi tanganku dan mendudukanku, kemudian berkata,Sesungguhnya engkau telah
mendapatkan (rakaat). [7]

PENDAPAT KEDUA.
Tidak mendapatkan rakaat. Karena mamum masbuq (terlambat) mendapatkan rakaat, jika
dapat membaca Al Fatihah, atau mendapatkan imam berdiri sebelum ruku.

Di antara dalilnya ialah:


Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam

Tidak (sah atau sempurna) shalat bagi orang yang tidak membaca fatihatul kitab. [HR Bukhari,
no. 756; Muslim no. 394; dan lainnya dari Ubadah bin Ash Shamit].

Diantara ulama yang berpendapat demikian ialah Imam Bukhari, Ibnu Hazm, dan satu pendapat
dari Asy Syaukani. [8]

Walaupun hadits ini shahih, namun tidak dapat dipakai sebagai dalil dalam masalah ini. Karena
dalil-dalil dari pendapat pertama secara tegas menunjukkan, bahwa mamum yang mendapatkan
imam ruku, berarti ia mendapatkan rakaat tersebut. Wallahu alam.

Dengan keterangan di atas nampaklah, bahwa pendapat pertama lebih kuat. Wallahu alam.

Adapun hadits yang antum bawakan, yaitu:

Hadits Pertama

:



:

Dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, Jika engkau mendapatkan orang-orang sedang ruku, hal itu tidak dihitung rakaat.
[HR Bukhari].

Keterangan kami.
1. Kami sudah berusaha mencari hadits tersebut di dalam Shahih Bukhari, namun kami tidak
mendapatkannya. Maka kami harap antum memberitahukan sumber pengambilan hadits tersebut.
Perlu kita ingat, jangan sampai kita menisbatkan hadits yang tidak benar kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam.

2. Yang kami ketahui, riwayat di atas merupakan ucapan Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dalam kitab Khairul Kalam Fil Qiraah Khalfal Imam. Dikenal dengan Juz ul Fil
Qiraah.

Imam Bukhari berkata:


Maqil bin Malik telah menceritakan kepada kami. Dia berkata,Abu Awanah telah
menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ishaq, dari Abdurrahman bin Al Araj, dari Abu
Hurairah, dia berkata:

Dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,Jika engkau mendapatkan orang-orang sedang ruku, hal itu tidak dihitung rakaat.
[9]

Karena riwayat ini tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya, maka tidak
boleh dikatakan riwayat Imam Bukhari saja. Karena kebiasaan ulama ahli hadits, jika
menyebutkan riwayat Imam Bukhari, itu berarti terdapat di dalam Shahihnya, yang memang
hadits-hadits di dalamnya merupakan hadits-hadits shahih. Adapun jika suatu riwayat disebutkan
oleh Imam Bukhari dalam selain kitab Shahihnya, maka harus disebutkan dengan lengkap,
karena memang tidak ada jaminan keshahihan riwayat tersebut.

Adapun sanad riwayat ini, dhaif sebagaimana disebutkan Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al
Ahadits Shahihah no. 229. Kedhaifan itu karena perawi bernama Maqil bin Malik dinyatakan
matruk (ditinggalkan haditsnya) oleh Al Azdi. Tidak ada yang menganggapnya tsiqah
(terpercaya), kecuali Ibnu Hibban. Sedangkan Ibnu Hibban terkenal tasahulnya (mempermudah
menyatakan tsiqah terhadap perawi hadits). Demikian juga Muhammad bin Ishaq seorang
mudallis (perawi yang sering menyamarkan hadits). Maka, ketika dia meriwayatkan dengan
ananah (dari Fulan), riwayatnya tidak diterima; karena tidak menyebutkan secara tegas, bahwa
dia menerima riwayat tersebut.

Kemudian seandainya riwayat ini shahih, tetapi bertentangan dengan pendapat para sahabat
lainnya yang banyak dan lebih alim, maka (penjelasannyanya, red.) sebagaimana keterangan
sebelum ini.

Hadits Kedua yang antum tanyakan.

Barangsiapa mendapatkan imam di dalam ruku, hendaklah dia ruku ersamanya, dan hendaklah
dia mengulangi rakaat. [HR Tirmidzi].

Jawaban kami:
Sebagaiman jawaban sebelumnya, kami sudah berusaha mencari hadits ini dalam Sunan
Tirmidzi, namun tidak mendapatkannya. Maka kami harap antum memberitahukan sumber
pengambilan hadits tersebut. Untuk memudahkan -kalau memungkinkan- secara lengkap, juz,
halaman, dan nomor haditsnya. Wallahu alam.

KESIMPULAN
Dari keterangan di atas jelaslah, bahwa pendapat yang lebih kuat, jika mamum mendapatkan
ruku imam, maka dia mendapatkan rakaat tersebut. Wallahu alam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VII/1424H/2003M Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat Shalatul Jamaah, 96-98, karya Dr. Said bin Ali bin Wahf Al Qahthani
[2]. Al Istidzkar 6/250
[3]. Al Mughni 2/77
[4]. Subulus Salam 2/34
[5]. Subulus Salam 2/34
[6]. Kata rakah di sini, artinya ruku sesuai dengan kelanjutan hadits
[7]. Shahih, riwayat Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazaq, Ath Thahawi, Ath Thabrani, dan Al Baihaqi.
Dinukil dari Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah no. 229
[8]. Lihat Juzul Qiraah Khalfal Imam; Al Muhalla 2/274-278; Nailul Authar 2/511-514
[9]. HR Bukhari dalam Juz ul Fil Qiraah, no. 284, Penerbit Darul Kutubil Ilmiyyah, Beirut,
tanpa tahun
Sumber: https://almanhaj.or.id/2254-mamum-masbuq.html

Anda mungkin juga menyukai