Anda di halaman 1dari 6

Sifat Takbir Intiqal Dalam Shalat

muslim.or.id /26470-sifat-takbir-intiqal-dalam-shalat.html

Yulian 9/15/2015
Purnama

Pada tulisan yang telah lalu, telah dibahas tata cara takbiratul ihram. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana
sifat takbir dalam shalat yang selain takbiratul ihram. Selain takbiratul ihram, ada beberapa takbir yang lain di
dalam shalat, yang disebut dengan takbir intiqal. Intiqal artinya perpindahan, dikatakan demikian karena takbir-
takbir ini dilakukan ketika perpindahan dari satu gerakan wajib ke gerakan wajib yang lain. Syaikh Abdul Aziz Ath
Tharifi menjelaskan, perpindahan antara rukun dan antara gerakan wajib dalam shalat tidak dilakukan kecuali
dengan ucapan takbir. Dikecualikan berdasarkan ijma, ketika beranjak dari rukuk. Karena ketika itu disyariatkan
mengucapkan tahmid (bukan takbir, pent.) (Shifatu Shalatin Nabi , 113).

Diam sejenak sebelum rukuk

Sebelum membahas takbir intiqal, sedikit kita bahas mengenai saktah (diam) sebelum takbir intiqal. Ulama
Hanabilah dan Syafiiyyah menganjurkan saktah sebelum mengucapkan takbir ketika hendak rukuk. Syaikh Ibnu
Al Utsaimin mengatakan, disunnakan sebelum rukuk untuk diam sejenak. Namun bukan diam yang lama,
sekadar cukup untuk menenangkan jiwa (sebelum rukuk) (Syarhul Mumthi, 3/86). Sedangkan Malikiyyah dan
Hanafiyah berpendapat hal tersebut tidak disyariatkan.

Masalah ini didasari oleh hadits dari Samurah bin Jundub radhiallahuanhu,

aku mengingat ada dua saktah (berhenti sejenak) dalam shalat, pertama ketika imam bertakbir hingga ia
membaca (Al Fatihah), dan ketika ia selesai membaca Al Fatihah serta surat, ketika hendak rukuk (HR. Abu
Daud 777).

1/6
Namun hadits ini diperselisihkan derajatnya, karena dalam sanadnya terdapat Al Hasan bin Yassar yang
meriwayatkan dari Samurah. Syaikh Abdul Haqq Al Isybili menyatakan, sima Al Hasan dari Samurah di
benarkan oleh Ali bin Al Madini, namun diingkari oleh para ulama yang lain. Yang rajih insya Allah, Al Hasan
tidak mendengar dari Samurah sebagaimana dikatakan oleh Ad Daruquthni setelah membawakan hadits ini: Al
Hasan diperselisihkan sima-nya dari Samurah. Yang tepat, ia hanya mendengar satu hadits saja dari Samurah,
yaitu hadits tentang aqiqah. Sehingga hadits ini dhaif karena inqitha. Hadits ini didhaifkan oleh Al Albani dalam
Dhaif Abu Daud. Maka yang tepat, tidak dianjurkan untuk diam sejenak sebelum rukuk secara khusus.

Namun hal ini masuk dalam keumuman tuntunan Nabi Shallallahualaihi Wasallam dalam membaca Al Quran,
yaitu beliau berhenti setiap selesai satu ayat. Sebagaimana hadits dari Ummu Salamah radhiallahuanha:

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam biasanya membaca Al Quran dengan memotongnya satu ayat satu
ayat (HR. Abu Daud 4001, Ad Daruquthni 1/651, dishahihkan Al Albani dalam Ashlu Shifati Shalatin Nabiy
1/293).

Syaikh Al Albani menjelaskan, yang menunjukkan disyariatkannya saktah dalam hal ini (sebelum rukuk) adalah
penjelasan yang telah lalu bahwa tuntunan Nabi Shallallahualaihi Wasallam dalam membaca Al Quran yaitu
beliau berhenti pada setiap ayat. Dan saktah ini, dikatakan oleh Ibnul Qayyim, sekadar bisa membuat jiwanya
kembali (siap untuk rukuk, pent.) (Ashlu Shifati Shalatin Nabiy 2/601).

Hukum takbir selain takbiratul ihram

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum takbir selain takbiratul ihram atau takbir intiqal menjadi tiga
pendapat:

1. Pendapat pertama, hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat jumhur ulama.


2. Pendapat kedua, hukumnya wajib. Merupakan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.
3. Pendapat ketika, hukumnya wajib pada shalat fardhu, namun sunnah pada shalat sunnah. Ini pendapat
yang lain dari Imam Ahmad.

Pendapat yang mewajibkan berdalil dengan hadits Abu Hurairah,

. :
. : . :

Rasulullah Shallallahualaihi Wassalam ketika shalat, beliau bertakbir saat berdiri, kemudian bertakbir ketika
akan rukuk dan mengucapkan: samiallahu liman hamidah, yaitu ketika ia mengangkat punggungnya dari ruku.
Dan ketika sudah berdiri beliau mengucapkan rabbanaa wa lakal hamd. Kemudian beliau bertakbir ketika akan
bersujud. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya (bangun dari sujud). Kemudian beliau bertakbir lagi
ketika akan bersujud. Kemudian bertakbir lagi ketika mengangkat kepalanya (bangun dari sujud). Kemudian
beliau melakukan hal itu dalam semua rakaat hingga selesai shalat (HR. Al Bukhari 789).

Juga hadits,

shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat (HR. Al Bukhari 631, 6008).

Hadits ini menggunakan kata perintah sehingga para ulama mengatakan bahwa hukum asal tata cara shalat
Nabi Shallallahualaihi Wasallam adalah wajib. Namun jumhur ulama menjawab, bahwa kaidah fiqhiyyah
mengatakan,


2/6
perintah menunjukkan hukum wajib, kecuali ada qarinah yang menyimpangkan dari hukum wajib

Dan ada 2 qarinah (isyarat) yang menyimpangkan dari wajibnya hal tersebut:

1. Qarinah pertama, tidak ternukil riwayat bahwa praktek takbir yang dilakukan Rasulullah Shallallahualaihi
Wasallam tersebut dilakukan secara terus-menerus.
2. Qarinah kedua, terdapat banyak riwayat dari para sahabat bahwa mereka biasa meninggalkan takbir
intiqal.

dari Imran bin Hushain, ia berkata bahwa ia pernah shalat bersama Ali bin Abi Thalib di Bashrah. Ia berkata:
Orang ini mengingatkan kita pada cara shalat yang biasa kita dipraktekkan bersama Rasulullah
Shallallahualaihi Wasallam. Dan ia menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah beliau senantiasa bertakbir
ketika naik dan ketika turun (HR. Al Bukhari 784).

Hadits ini menunjukkan bahwa sebagian sahabat biasa meninggalkan takbir intiqal, sehingga ketika ada
sahabat yang senantiasa ber-takbir intiqal mereka teringat bahwa demikianlah praktek shalat Rasulullah
Shallallahualaihi Wasallam. Bukan karena para sahabat tersebut meninggalkan tuntunan Rasulullah, namun
karena mereka memahami bahwa takbir intiqal bukanlah sesuatu yang wajib.

: ! : ,

dari Abu Salamah, bahwasanya Abu Hurairah bertakbir dalam shalat setiap kali naik dan setiap kali turun. Maka
kami pun bertanya: Wahai Abu Hurairah, takbir apa ini? Beliau menjawab: inilah cara shalat Rasulullah
Shallallahualaihi Wasallam (HR. Muslim 392).

Abu Salamah adalah tabiin. Maka atsar ini juga menunjukkan bahwa sebagian tabiin biasa tidak ber-takbir
intiqal.

: : : ,

dari Ikrimah, ia berkata: aku pernah shalat bermakmum pada seorang Syaikh di Mekkah. Ia bertakbir sebanyak
22 kali dalam shalatnya. Aku pun berkata kepada Ibnu Abbas: orang ini dungu. Ibnu Abbas sontak berkata:
tsakilatka ummuk (betapa ruginya dirimu)! Ini sunnah-nya Abul Qasim Shallallahualaihi Wasallam (HR. Al
Bukhari 788).

Ikrimah adalah seorang tabiin, yang merupakan murid senior Ibnu Abbas radhiallahuanhuma. Atsar ini
menunjukkan bahwa Ikrimah dan Ibnu Abbas tidak memandang takbir intiqal sebagai suatu kewajiban,
walaupun memang tuntunan dari Rasulullah adalah demikian.

Selain itu juga terdapat atsar-atsar lain yang menunjukkan bahwa Umar bin Al Khathab, Umar bin Abdil Aziz, Al
Qasim bin Muhammad, Salim bin Abdillah, dan Said bin Jubair tidak menyempurnakan takbir (itmaam at takbir),
atau dengan kata lain mereka meninggalkan takbir intiqal (lihat Sifat Shalat Nabi lit Tharifi, 115).

Dari keterangan-keterangan ini, kita ketahui bahwa para salaf memahami bahwa takbir intiqal bukanlah hal yang
wajib dilakukan, dan telah masyhur diantara mereka bahwa mereka terkadang meninggalkannya. Sehingga
pendapat yang rajih dalam hal ini adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa takbir intiqal
hukumnya sunnah. Wallahu alam.

Hukum mengangkat tangan ketika takbir saat hendak rukuk

Raful yadain atau mengangkat kedua tangan ketika takbir saat hendak rukuk hukumnya sunnah. Ini adalah
pendapat jumhur ulama, dari Syafiiyyah, Hanabilah, pendapat terakhir dari Imam Malik, Al Auzai dan para
ulama Syam dan Hijaz (Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah 23/130, Ashlu Sifati Shalatin Nabiy 2/611). Dalil-
3/6
dalil mengenai disyariatkannya raful yadain dalam hal ini sangat banyak hingga mencapai derajat mutawatir.
Diantara dalilnya hadits dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma,

Nabi Shallallahualaihi Wasallam biasanya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk ruku dan ketika
mengangkat kepala setelah ruku, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya (HR. Bukhari 735).

Juga hadits dari Malik bin Huwairits radhiallahuanhu,

Nabi Shallallahualaihi Wasallam ketika shalat beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Ketika
hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya. Dan ketika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau
mengangkat kedua tangannya (HR. Al Bukhari, 737).

Demikian juga praktek para sahabat Nabi Shallallahualaihi Wasallam. Imam Al Bukhari memiliki kitab khusus
yang berjudul Qurratu Ainain bi Rafil Yadain fis Shalah atau sering disebut Juz Rafil Yadain yang
menyebutkan riwayat-riwayat mengenai mengangkat kedua tangan ketika takbir dalam shalat. Di dalamnya
beliau mengatakan:

demikian juga diriwayatkan dari 17 orang sahabat Nabi Shallallahualaihi Wasallam bahwa mereka mengangkat
tangannya (ketika takbir) (Juz Rafil Yadain, 7). Kemudian beliau menyebutkan nama-nama sahabat Nabi
tersebut.

Namun mengangkat tangan ini juga tidak sampai wajib hukumnya karena sebagian sahabat Nabi terkadang
meninggalkannya. Diantaranya Ibnu Umar radhiallahuanhu, yang meriwayatkan hadits tentang raful yadain,
beliau terkadang meninggalkannya. Dari Muhajid, ia berkata:

aku pernah shalat bermakmum pada Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia tidak pernah mengangkat kedua
tangannya kecuali pada takbir yang pertama dalam shalat (takbiratul ihram) (HR. Ath Thahawi dalam Syarh
Maanil Atsar, 1357, dengan sanad yang shahih).

Juga riwayat dari Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, ia berkata:

Ali (bin Abi Thalib) radhiallahuanhu pernah mengangkat tangan pada takbir pertama dalam shalat, kemudian
setelah itu tidak mengangkat tangannya lagi (HR. Ath Thahawi dalam Syarh Maanil Atsar , 1358, dengan sanad
yang hasan).

Sebagian ulama berpendapat mengangkat tangan ketika takbir hendak rukuk tidak disyariatkan, sebagian lagi
berpendapat hal ini mansukh. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas berikut:

: :
:

Waki menuturkan kepadaku, Sufyan menuturkan kepadaku, dari Ashim bin Kulaib, dari Abdurrahman bin Al
Aswad, dari Alqamah, ia berkata bahwa Ibnu Masud berkata: Apakah kalian ingin aku ajarkan shalat
sebagaimana shalatnya Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam?. Lalu beliau shalat dan tidak mengangkat
tangannya kecuali sekali saja.

Walaupun seluruh perawinya adalah perawi Shahih Muslim, para ulama berselisih pendapat mengenai
keshahihan hadits ini. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hazm, dihasankan oleh At Tirmidzi, dan dilemahkan oleh

4/6
Ibnul Mubarak, Abu Hatim Ar Razi, Al Bukhari, Abu Daud, Ad Daruquthni, dan Ibnu Hibban. Yang menjadi
permasalahan adalah status perawi Ashim bin Kulaib, dugaan tadlis Sufyan Ats Tsauri dan dugaan inqitha
antara Abdurrahman bin Al Aswad dan Alqamah serta penyelisihan riwayat ini terhadap riwayat-riwayat yang
menetapkan raful yadain.

Adapun mengenai Ashim bin Kulaib, beliau dikatakan oleh Ali bin Al Madini: tidak bisa dijadikan hujjah jika
bersendirian. Dan dalam hal ini Ashim bersendirian. Ibnu Hajar berkata: Shaduq, tertuduh berpemahaman irja.
Namun para ulama yang lain mentsiqahkannya, seperti Yahya bin Main, Al Fasawi, An Nasai, Ahmad bin
Hambal, Al Waqidi. Maka insya Allah yang tepat Ashim bin Kulaib adalah perawi yang tsiqah. Kemudian Sufyan
Ats Tsauri memang termasuk mudallis namun beliau sangat sedikit melakukan tadlis dan hukum asalnya
muhtamal bil ittishal (dianggap bersambung riwayatnya). Dan Adz Dzahabi dalam As Siyar menetapkan bahwa
Abdurrahman bin Al Aswad meriwayatkan dari Alqamah. Demikian pula Al Mizzi dalam Tahdzibul Kamal.

Maka ringkasnya, wallahu alam, hadits Ibnu Abbas ini shahih. Sebagaimana dikatakan Al Albani dalam Ashlu
Sifati Shalatin Nabiy (2/612).

Namun tetap tidak tepat jika mengatakan bahwa mengangkat tangan ketika takbir tidak disyariatkan atau sudah
mansukh. Syaikh Al Albani menjelaskan: tidak samar lagi tentang suatu kaidah ushul fiqih yang disepakati oleh
ulama Hanafiyah dan juga yang berseberangan dengan Hanafiyah (dalam hal ini), serta para pengikut pendapat
dimansukhnya raful yadain, yaitu kaidah: tidak boleh menetapkan nasakh selama nash yang nampak
bertentangan masih bisa dijamak. Dan hal tersebut masih memungkinkan untuk dilakukan dalam kasus ini,
dengan dua sisi:

Pertama, kita katakan bahwa Nabi Shallallahualaihi Wasallam terkadang mengangkat tangannya dan ini yang
paling sering dipraktekkan, dan terkadang beliau meninggalkannya

Kedua, penetapan lebih didahulukan daripada penafian. Dan ini pun suatu kaidah ushuliyah juga (Ashlu Sifati
Shalatin Nabiy, 2/612).

Kesimpulannya, yang lebih rajih adalah pendapat yang menyatakan bahwa disyariatkan mengangkat tangan
ketika takbir saat hendak rukuk dan hukumnya sunnah tidak sampai wajib, namun lebih afdhal jika
meninggalkannya sesekali.

Sifat-sifat lainnya

Mengenai sifat-sifat lainnya yang mencakup:

Lafadz takbir
Ukuran suara takbir
Cara mengangkat kedua tangan
Sifat jari-jari dan telapak tangan ketika mengangkat tangan
Ukuran tinggi mengangkat tangan
Apakah takbir dahulu atau mengangkat tangan dahulu

Semua ini sama sebagaimana sifat takbiratul ihram yang sudah dijelaskan pada artikel yang telah lalu.

Semoga bermanfaat.

Referensi

Ashlu Sifati Shalatin Nabi Shallallahualaihi Wasallam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Asy
Syamilah

5/6
Sifatu Shalatin Nabi Shallallahualaihi Wasallam, Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi
Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah , Asy Syamilah
Qurratu Ainain bi Rafil Yadain fis Shalah, Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Asy Syamilah
Asy Syarhul Mumthi ala Zaadil Mustaqni, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Asy Syamilah

Artikel ini adalah bagian dari Kumpulan Artikel Sifat Shalat Sesuai Tuntunan Nabi .

***

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

Copyright 2017 Muslim.Or.Id. All Rights Reserved.

6/6

Anda mungkin juga menyukai