Anda di halaman 1dari 9

Ust. DR.

Lutfi Fathullah, MA
Darussalam-online.com-Shalat berjamaah merupakan amal dan kebiasaan yang
selalu harus diupayakan oleh setiap mumin yang shaleh atau yang berupaya untuk
shaleh. Ketika hal ini diupayakan oleh sekelompok orang, lalu mereka berjamaah di
masjid-masjid besar, ada kenikmatan yang terasa. Enaknya berjamaah, tempat yang
semakin rapi, suara imam yang merdu, bacaannya yang agak panjang, surat dan ayat
bacaannya yang semakin beragam. Namun dibalik itu semua, ada kekurangan yang
semakin terasa.

Ketika suara imam yang enak, bacaannya juga beragam,


namun sayang, semakin beragamnya bacaan imam, semakin tidak mengerti si mamum
ini akan bacaan dan pesan ayat yang dibaca imam.
Berbeda kondisinya ketika dia shalat di tempat biasa, meski suara imamnya kurang
fasih dan kurang merdu, namun yang dibacanya dia hafal dan tahu maksudnya. Itu
karena imam tidak pernah mengganti bacaannya, .. Itu ..dan Itu saja.
Secara konsep, Allah Taala mempersilahkan kita untuk membaca apa yang kita anggap
mudah dari ayat-ayat alquran ketika melakukan shalat. Kata mudah bisa ditafsirkan,
yang mudah dihafal atau sudah dihafal, dapat juga ditafsirkan mudah diingat dan
menjadi ingatan. Mengambil dasar dari Surah Al Muzammil ayat ke 20.
Alhasil, ini menjadi kesepakatan ulama bahwa seorang boleh membaca ayat mana saja
dari alquran dalam shalatnya, minimal satu ayat maksimal tidak terbatas. Dan shalatnya
sah.

Kata mudah dapat diartikan dalam hal jumlah ayat. Ulama Fiqh sepakat bahwa bacaan
minimal dalam shalat adalah 1 ayat. Maksimalnya tidak terbatas.
Batasan yang terbaik adalah kondisi. Jika menjadi imam shalat, terlebih di masjid atau
musholla pasar atau airport, maka pilihan terbaik adalah 3 sampai dengan 5 ayat saja.
Jika shalat sendiri, terlebih shalat malam, maka dipersilahkan untuk membaca sampai
ratusan ayat.
Selain itu, para imam juga sering memilih bacaan sesuai dengan kondisi atau pesan
yang akan disampaikan. Jika shalat isya malam Jumat, maka biasanya imam memilih
3 ayat terakhir di surat al-Jumah yang mengabarkan kewajiban shalat Jumat dan
keutamaannya. Berbeda ketika hari itu menjelang Ramadhan, maka imam akan
membacakan surat al-Baqarah ayat 183 sebagai pesan kewajiban berpuasa
Ramadhan. Demikian seterusnya.
Nah, yang perlu diperhatikan imam adalah masalah urutan. Sebaiknya ayat atau surat
yang dibaca dirunut sesuai dengan urutan yang ada sekarang dalam al-Quran.
Contoh. Imam ingin membaca ayat 78-85 dari surat al-Isra di rakaat pertama, maka
pilihan berikutnya pada rakaat kedua adalah surat setelah al-Isra atau ayat di al-Isra
setelah ayat 85.
Namun demikian, jika ternyata imam membaca mundur, di rakaat pertama baca al-Isra
dan rakaat kedua baca al-Nisa, shalatnya tetap sah menurut semua mazhab. Imam alSyafii hanya menilainya sebagai makruh.

Bacaan Shalat Rasulullah


Surah atau ayat-ayat yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam
shalat-shalatnya sangatlah beragam. Ada yang sangat panjang, ada yang sedang, ada
juga yang pendek. Hal ini paling tidak menunjukkan kebolehan memilih surah dan ayat
yang disukainya.
Dalam hal panjang dan pendeknya bacaan, telah dibedakan oleh Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam antara shalat sendirian dan shalat berjamaah. Beliau bersabda,
Jika di antara kamu shalat mengimami manusia, maka hendaklah
meringkas, karena di antara mereka ada yang lemah, orang sakit, dan orang

tua. Akan tetapi, jika shalat sendirian, maka hendaklah memanjangkan


semuanya. (HR. Bukhari)
Akan tetapi, bukanlah yang dimaksudkan meringkas shalat adalah membaca setiap
rakaatnya dengan surat-surat pendek seperti Al-Ikhlash dan An-Nash atau semisalnya.
Kita harus memahami maksud hadis di atas sebagaimana yang diinginkan oleh
pembuat syariat yang mulia ini. Jika penafsiran suatu hadis diserahkan kepada semua
pihak, niscaya mereka akan berbeda penafsiran dan akan terus berselisih. Misalnya
tentang penafsiran hadis ini, seorang penghafal Alquran akan mengatakan bahwa Surat
Al-Anfal, Surat Yusuf, Surat Yunus, dan semisalnya adalah surat-surat yang pendek
(karena dia telah menghafalnya di luar kepala), sementara orang yang tidak mempunyai
hafalan Alquran akan mengatakan bahwa surat Al-Ghosyiyah, Al-Alaq, Al-Balad, AdhDhuha, dan semisalnya adalah surat-surat yang panjang. Maka mustahil terjadi
kesamaan persepsi dari setiap orang.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui siapakah seseorang yang shalatnya ringkas
(pendek) ketika menjadi imam? Jawabnya tidak lain adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam, sebagaimana dalam sebuah hadis:
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu berkata, Aku tidak pernah shalat bersama
seorang imam pun yang lebih pendek dan lebih sempurna shalatnya
daripada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam tidak hanya memendekkan shalat ketika menjadi imam, tetapi juga
menyempurnakannya. Inilah maksud hadis yang diinginkan, karena demikianlah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menerangkan sabdanya dengan praktik secara
langsung yang dilihat oleh para sahabat setiap hari.
Maka bagi setiap imam hendaklah berupaya melaksanakan shalatnya agar sesuai
dengan sunnah Rasul shalallahu alaihi wa sallam. Shalat yang sesuai dengan sunah
adalah shalat yang pendek tetapi sempurna, bukan shalat yang memperturutkan hawa
nafsunya atau hawa nafsu kebanyakan para makmumnya yang biasanya ingin shalat
secepat mungkin. Seorang imam adalah pemikul amanat manusia, dan orang yang
sedang memikul amanat harus menunaikannya dengan yang sebaik-baiknya, dan
shalat yang paling baik adalah yang sesuai dengan sunnah Rasul Shallallahu Alaihi
Wasallam.

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata, Para ahlul ilmi mengatakan, yang
dianjurkan ketika shalat shubuh adalah membaca thiwalul mufashol, dalam shalat
maghrib membaca qishorul mufashol, dan shalat lainnya (dluhur, ashar, dan isya)
membaca awashitul mufashol. thiwalul mufashol adalah dimulai dari surat Qaf sampai
dengan surat An-Naba, qishorul mufashol adalah dimulai dari surat Adh-Duha sampai
dengan akhir Alquran, dan awashitul mufashol adalah dimulai dari surat An-Naba
sampai dengan Adh-Dhuha. Inilah yang biasa dilakukan Nabi. Boleh juga kadangkadang membaca thiwalul mufashol ketika shalat maghrib, sebagaimana Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam kadang-kadang membacanya pada shalat maghrib. (Liqo
al-Bab al-Maftuh)
Pernyataan di atas didasari oleh sebuah hadits dari jalan Sulaiman bin Yasar dari Abu
Hurairah Radhiyallahu Anhu beliau berkata,
:







Tidak pernah aku melihat orang yang shalatnya lebih mirip dengan shalat
rasulullah shallallahualaihi wasallam selain Fulan (ketika itu di Madinah).
Sulaiman berkata, maka aku pun shalat di belakangnya, ia memperpanjang
dua rakaat pertama dalam shalat zhuhur dan memperpendek sisanya. Ia
juga memperpendek bacaan shalat ashar, dan pada shalat maghrib
membaca surat-surat qishar mufashal, dan pada shalat Isya membaca yang
wasath mufashal, dan pada shalat subuh membaca thiwal mufasshal.(HR.
Ibnu Hibban, dishahihkan Al Albani dalam Sifat Shalat Nabi)
Tetapi ada riwayat-riwayat menarik, diantaranya Rasulullah sering membaca surah alKafirun dan al-Ikhlas dalam banyak kesempatan shalat yang beliau lakukan, termasuk
shalat qobliyah subuh.
: :-

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, beliau berkata: bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam membaca dalam dua rekaat fajar: Qul Ya ayyuhal Kafirun
dan Qul Huwallahu Ahad. (HR. Muslim)
Ada lagi beberapa riwayat seputar bacaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
dalam shalatnya, antara lain:

Dari Adi bin Tsabit berkata, aku mendengar al-Bara ibn Azib Radhiyallahu Anhu
bercerita:



bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam sebuah perjalanan
membaca dalam salah satu dari dua rakaat shalat Isya surah al-Tin wa alZaitun. (HR. al-Bukhari dan Muslim)


Dari Buraidah Radhiyallahu Anhu, beliau berkata: Dahulu Rasulullah Shallallahu


Alaihi Wasallam pernah membaca waktu shalat isya surah Al-Syamsyi wa
dhuhaha dan sejenisnya dari surat-surah yang ada. (HR. al-Tirmizi, alNasai, dan Ahmad)

Dari Quthbah ibn Malik berkata: Saya mendengara Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam membawa dalam shalat subuh pada rakaat pertama: (surat Qof
5:10) (HR. Muslim, al-Tirmizi, al-Nasai dan Ibn Majah)




Dari Jabir ibn Samurah Radhiyallahu Anhu, beliau bercerita bahwa: Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam ketika shalat Dluhur dan Ashar pernah membaca
surah wa al-sama zat al-buruj dan wa al-samai wa al-Tariq dan surah-surah
sejenisnya. (HR. Abu Daud, al-Tirmizi, dan al-Nasai)
Surat-Surat Yang Sering Dibaca Imam
Secara fiqh, imam diperbolehkan membaca 1 ayat atau lebih, bahkan 1 surat atau lebih.
Berdasarkan catatan perjalanan pemateri selama belajar, mengajar, kuliah, menjadi
mamum dan juga menjadi Imam. Perjalanan penulis shalat di Makkah, Madinah, Syam,
Maghrib, Masyriq, Asean, Eropa dan Australia. Dengan imam besar, imam kecil, yang
hafizh dan belum hafizh, yang fasih dan yang tidak fasih. Diantara surat-surat yang
secara penuh sering dibaca imam dalam shalat berjamaahnya adalah sebagai berikut:

1-28 : surat 87- 114 : al-Ala al-Dhuha sampai dengan al-Nas


29 : surat 78 : al-Naba

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

surat
surat
surat
surat
surat
surat
surat
surat
surat
surat
surat

76
75
73
68
67
62
56
57
48
32
31

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

al-Insan
al-Qiyamah
al-Muzzammil
al-Qalam
al-Mulk
al-Jumuah
al-Waqiah
al-Rahman
al-Fath
al-Sajadah
Luqman

Lalu, ketika ditanyakan, apa alasan mereka memilih surat-surat ini, jawabnya ada 4
kemungkinan:

Karena pendeknya,
Karena fadilahnya,
Karena ini yang sering dibaca Rasulullah saw pada kesempatan-

kesempatan tertentu. Contoh: al-Ala dan al-Ghasyiyah pada shalat


Jumat. Al-Sajadah dan al-Insan pada subuh Jumat.
Karena ada pesan yang ingin disampaikan imam melalui surat ini.

Sekali lagi pemateri ingin menegaskan bahwa ayat dan surat yang mana saja yang ada
dalam al-Quran, boleh dibaca dan sah hukum shalatnya.
Adapun surat-surat yang sering dibaca oleh Imam menurut perjalanan shalat pemateri
adalah:
1.

Al-Baqarah 2 : 183-186 berkaitan dengan perintah untuk puasa


Ramadhan
Pesan-pesan utama
1.
Perintah Puasa Ramadhan
2.
Waktu diturunkannya al-Quran.
3.
Perintah untuk berdoa dan janji akan dikabulkan.
Pesan-pesan lainnya
1.
2.
3.

Jumlah hari yang diperintahkan berpuasa Ramadhan.


Kondisi diperbolehkannya seseorang untuk tidak berpuasa.
Perintah untuk mengganti puasa yang ditinggalkan.

4.

Allah menurunkan ajaran-Nya tidak untuk mempersulit manusia.

2.

Al-Baqarah 2 : 254-257 (Perintah Untuk Bersedekah Sebelum Ajal


Datang)
Pesan-pesan utama
1.
Perintah untuk bersedekah sebelum ajal datang.
2.
Ayat Kursi : Kekuasaan Allah swt.
3.
Agama yang diterima Allah adalah Islam.
Pesan-pesan lainnya
1.
2.
3.
4.

Tidak ada paksaan dalam beragama.


Allah penolong orang-orang yang beriman.
Allah yang mengeluarkan orang-orang mumin dari kezaliman.
Setan menggoda dan menjerumuskan manusia dalam kesesatan.

3.
Al-Baqarah 2 : 261-265 (Pahala dan Manfaat Orang Bersedekah)
Pesan-pesan utama
1.
Pahala dan manfaat orang bersedekah.
2.
Syarat sedekah yang makbul.
3.
Pahala Sedekah bisa batal karena cacian.
Pesan-pesan lainnya
1.
2.
3.

Pahala sedekah dan balasannya bisa 10 sampai 700 x lipat.


Perkataan baik juga dikategorikan sedekah.
Menyakiti penerima sedekah dapat membatalkan pahala sedekah.

4.
Al-Baqarah 2 : 283-286 (Langit dan Bumi Adalah Milik Allah)
Pesan-pesan utama
1.
Langit dan bumi adalah milik Allah.
2.
Allah mengetahui hal sekecil apapun juga.
3.
Doa mohon ampun dari berbagai bentuk kesalahan dan kekhilafan.
Pesan-pesan lainnya

1.

Allah Taala bisa memaafkan yang Dia kehendaki, juga tidak


memaafkan orang yang dikehendaki.
2.
Allah tidak membeda-bedakan antara para Rasul-Nya.
3.
Beban syariat yang dipikul manusia, sudah sesuai dengan
kemampuannya.
4.
Pahala dan dosa yang didapat atau dipikul manusia adalah hasil
perbuatannya.

5.
Ali Imran 3 : 18-20 (Ketuhanan Allah)
Pesan-pesan utama
1.
Ketuhanan Allah.
2.
Agama yang diterima Allah adalah Islam.
Pesan-pesan lainnya
1.

Fungsi Rasulullah saw adalah sebagai penyampai, bukan pemberi


hidayah.

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

Ali Imran 3 : 102-108


Ali Imran 3 : 110-115
Ali Imran 3 : 133-136
Ali Imran 3 : 190-194
An-Nisa 4 : 1-6
Al-Maidah 5 : 6-9
Al-Anam 6 : 159-165
Al-Taubah 9 : 128-129
Yusuf 12 : 1-6
Ibrahim 14 : 5-8
Al-Nahl 16 : 125-128
Al-Isra 17 : 1-10
Al-Isra 17 : 78-85
Al-Kahf 18 : 1-13
Al-Kahf 18 : 102-110
Al-Muminun 23 : 1-16
Al-Nur 24 : 35-38

23. Al-Furqan 25 : 72-77


24. Al-Rum 30 : 1-11
25. Luqman 31 : 12-19
26. Al-Ahzab 33 : 21-24
27. Al-Ahzab 33 : 40-48
28. Al-Ahzab 33 : 70-73
29. Yasin 36 : 77-83
30. Saad 38 : 71-88
31. Al-Zumar 39 : 71-74
32. Fussilat 41 : 30-35
33. Al-Fath 48 : 1-6
34. Al-Fath 48 : 27-29
35. Al-Hujurat 49 : 1-6
36. Al-Mujadalah 58 : 9-11
37. Al-Hasyr 59 : 18-24
38. Al-Saff 61 : 10-14
39. Al-Jumuah 62 : 9-11
40. Al-Munafiqun 63 : 9-11
41. Al-Taghabun 64 : 11-18
42. Al-Tahrim 66 : 8-12
Karena itu, jika didapati berbeda dengan sebuah masjid tertentu, maka sangat mudah
untuk dipahami sebabnya. Mungkin karena Imam di masjid anda hafal al-Quran dan
bacanya berkelanjutan dari awal sampai akhir. Atau Imam masjid termaksud hanya
hafal satu-dua surat saja yang dipilihnya sendiri. Atau ayat yang dibacanya merupakan
bagian dari juz ke 29 dan 30 yang pemateri kategorikan, semuanya masuk kategori
standar.
Wallahu Taala Alam (ddn/darussalam-online.com)

Anda mungkin juga menyukai