Anda di halaman 1dari 16

STUDI KASUS KONFLIK ANTAR KELOMPOK

UNTUK MEMENUHI UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH ……………………………

DISUSUN OLEH :

…………………………

NIM : ………………..

KELAS : ………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya
atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang
dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Begitu pula halnya dengan para peserta didik, dalam proses kehidupannya pasti
mengalami konflik baik konflik yang datang dari dalam individu maupun dari luar individu,
konflik pribadi, konflik sosial.
Konflik dapat bersifat konstruktif (memberikan manfaat) jika dalam diri individu
maupun kelompok dapat mengambil sisi positif dari konflik yang timbul. Sebaliknya,
konflik dapat berubah menjadi destruktif jika dalam diri individu maupun kelompok tidak
mau menyelesaikannya.
Oleh karena itu para peserta didik perlu mendapatkan bimbingan dari orang yang
lebih dewasa salah satunya adalah guru bimbingan konseling (konselor) agar para peserta
didik dapat menyelesaikan konflik yang timbul. Bimbingan adalah proses yang terus
menerus dalam membantu pekembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara
maksimum dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi diri sendiri
maupun bagi masyarakat. Menurut Arthur J.Jones sepeti yang dikutip oleh Dr.Tohari
musnamar (1985:4)
Bimbingan sebagai pertolongan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal
membuat pilihan–pilihan penyesuaian diri dalam pemecahan problem-problem.
Tujuan bimbingan adalah memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa “dalam
rangka upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan”. (Prayitno 1997:23).
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi,di maksudkan agar peserta didik mengenal
kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis
sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut , sebagai manusia yang normal di dalam
setiap diri individu selain memiliki hal hal yang positif tentu ada yang negatif. Pribadi yang
sehat adalah apabila ia mampu menerima dirinya sebagaimana adanya dan mampu
mewujudkan hal-hal positif sehubungan dengan penerimaan dirinya itu, jika seorang peserta
didik mengenal diri kurang berprestasi dibandingkan dengan kawan-kawannya, maka
hendaknya dia tidak menjadi putus asa, rendah diri dan lain sebagainya, melainkan justru
lebih bersemangat lagi mengejar ketertinggalannya dalam meraih prestasi pada bidang yang
diminatinya.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan di maksudkan agar peserta didik
mengenal lingkungan secara obyektf, baik lingkungan sosial dan ekonomi, lingkungan
budaya yang sangat erat dengan nilai-nilai dengan norma-norma maupun lingkungan fisik
dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif dan dinamis pula. Pengenalan
lingkungan meliputi keluaraga, sekolah, lingkungan alam dan masyarakat sekitar lingkungan
yang lebih luas di harapkan dapat menunjang proses penyesuaian diri peserta didik dengan
lingkungan dimana ia berada dan dapat memanfaatkan kondisi lingkungan secara optimal
untuk mengembangkan diri secara mantap dan berkelanjutan.
Sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan di maksudkan agar peserta
didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya
baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karier maupun bidang budaya, keluarga
dan masyarakat.

B. Pengertian Konflik
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya
keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak
secara berterusan. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika
masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri
dan tidak bekerjasama satu sama lain.

C. Pengertian Studi Kasus


Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci
terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu
peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu
pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.
Sementara Yin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan
pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus
hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti
berusaha menernukan sernua variabel yang penting.
Pelaksanaan studi kasus dengan mengumpulkan data secara lengkap, bersifat
rahasia, dikerjakan secara terus-menerus (intensif), secara ilmiah dan diadakan dengan
memperoleh data dari berbagai pihak (Hayinah, 1992:107).
Studi kasus memberikan kesempatan kepada praktikan untuk lebih mengenal
keadaan lien secara menyeluruh dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan
data. Dari data yang terkumpul dugunakan untuk menentukan jenis kesulitan yang
dialami oleh klien dan sumber penyebab masalah, serta menentukan jenis
layanan/bantuan yang sesuai dengan masalah klien.
Dalam laporan studi kasus ini, diperoleh pemahaman yang mendalam mengenai
diri klien sehingga mempermudah pemecahan masalah klien sebab idalamnya terdapat
menglasifikasikan masalah sehingga jelas jenis masalah yang dihadapi klien.

D. Tujuan Studi Kasus


Tujuan dilaksanakannya studi kasus :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik.
2. Untuk mengetahui peranan guru Bimbingan dan Konseling dalam menyelesaikan
konflik yang terjadi di sekolah.

E. Konfidensialitas
Untuk melaksanakan suatu program layanan bimbingan dan konseling, maka
setiap guru pembimbing atau  konselor harus memperhatikan dan menjalankan asas-asas
yang ada dalam bimbingan konseling, itu merupakan kode etik yang harus diketahui dan
berpegang teguh pada asas itu dan asas yang dimaksud yaitu asas kerahasiaan. Oleh sebab
itu hasil dari laporan studi kasus ini yang mengenai semua data-data tentang peserta didik
memang secara sengaja tidak dicantumkan dengan jelas data. Hal ini  bermaksud untuk
menjamin kerahasiaan masalah yang dialami oleh peserta didik yang bersangkutan.
Informasi dan data-data mengenai konseli dalam proses pemberian bantuan juga
dirahasiakan dan apabila dalam penyajiaan dari studi kasus ini terdapat kesamaan dengan
identitas atau masalah dengan orang lain hal itu hanya secara kebetulan saja.

F. Identifikasi Kasus
1. Proses Penemuan Kasus
Pada awalnya (hari Kamis pagi, 12 Oktober 2017) wali kelas X IPS 1
menceritakan kepada konselor bahwa beliau mendapatkan informasi (lewat whatsapp
messenger) dari wali murid bahwa salah seorang perwaliannya yang bernama NS
mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kakak kelasnya yaitu kelas XI.
Menurut informasi dari wali kelas juga bahwa NS akan disidang (istilah mereka adalah
forum) oleh kakak kelasnya pada hari itu sepulang sekolah.
Melihat masalah yang dihadapi klien ternyata menyangkut masalah bullying dan
konflik antar kelompok yang melibatkan beberapa orang dari kelas X dan XI maka
konselor memutuskan untuk mengangkatnya menjadi studi kasus. Konselor
menawarkan bantuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien, awalnya
klien tidak mau terbuka dan jujur tentang permasalahan yang dihadapi namun akhirnya
klien bersama dengan 7 orang temannya datang kepada konselor pada saat istirahat
kedua untuk menceritakan permasalahan yang terjadi dan setelah diberikan pengertian
akhirnya klien yang berjumlah 8 orang tersebut bersedia untuk dibantu.

2. Identitas Klien
a. Nama : NSA
Kelas : X IPS 1
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Bukittinggi, 31 Desember 2001
Agama : Islam
Alamat : Jakarta Timur

b. Nama : ND
Kelas : X IPS 1
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 19 Juli 2002
Agama : Islam
Alamat : Jakarta Timur

c. Nama : DAA
Kelas : X IPS 1
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 7 Oktober 2002
Agama : Islam
Alamat : Jakarta Selatan

d. Nama : AMP
Kelas : X IPS 1
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 11 Mei 2002
Agama : Islam
Alamat : Bekasi

e. Nama : RAP
Kelas : X IPA 3
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 4 April 2002
Agama : Islam
Alamat : Jakarta Timur

f. Nama : MCY
Kelas : X IPA 3
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 19 September 2002
Agama : Islam
Alamat : Jakarta Timur

g. Nama : MIT
Kelas : X IPA 3
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 15 Maret 2002
Agama : Kristen
Alamat : Jakarta Timur

h. Nama : DJA
Kelas : X IPA 3
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 12 Desember 2002
Agama : Islam
Alamat : Jakarta Timur

3. Gambaran Keunikan Kasus


Para klien yang terdiri dari 8 orang merupakan peserta didik kelas X dari 2 kelas
yang berbeda. Mereka merupakan teman satu kelompok bermain atau istilah mereka
adalah 1 geng. Secara fisik mereka berpenampilan biasa saja tidak ada yang istimewa, 2
orang memakai jilbab yaitu NSA dan DJA serta 1 orang yang bertubuh tinggi yaitu
DAA. Mereka mengalami bullying dari kakak kelas karena “celotehan” mereka di
media sosial. Orang tua NSA khawatir dengan keselamatan anaknya karena NSA
bercerita bahwa mereka akan disidang oleh kakak-kakak kelasnya.
BAB II

GEJALA DAN PEMILIHAN KASUS

A. Gejala
Gejala merupakan penjelasan tingkah laku yang tampak dan tidak tampak serta
keterangan lain yang memperkuat teridentifikasinya kasus. Masalah-masalah tersebut dapat
berupa pendapat ahli atau berdasarkan pada munculnya kesenjangan antara tujuan dan
kemampuan dari individu.
Berdasarkan hasil wawancara, para klien menunjukkan gejala :
1. Ketakutan karena akan disidang oleh kakak kelas.
2. Bingung apa yang harus dilakukan untuk menghadapi kakak kelas.
3. Bimbang harus memenuhi tuntuta dari kakak kelas atau tidak.
4. Serba salah akan melaporkan kepada pihak sekolah atau tidak.

B. Alasan Pemilihan Kasus


Berdasarkan gejala yang tampak yaitu para klien ketakutan, bingung serta
bimbang apa yang harus dilakkukan serta serba salah maka konselor tertarik untuk
mengeksplor lebih lanjut. Dan konselor juga merasa tertarik dalam pemilihan kasus ini
karena didasari oleh motif tertentu yaitu :
1. Permasalahan para klien dapat terselesaikan.
2. Aksi bullying yang terjadi di sekolah dapat dihentikan dan tidak menjadi tradisi turun
temurun.
3. Bagi para klien, dapat memahami diri mereka dan permasalahan yang mereka hadapi.
BAB III
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

A. Pengumpulan Data
Dalam rangka untuk memberikan bimbingan kepada para klien, maka diperlukan
data yang relevan dengan masalah yang dihadapi para klien guna memenuhi keperluan
analisis. Untuk itu konselor menggunakan teknik/metode untuk mendapatkan gambaran
yang lengkap dan menyeleruh tentang para klien yaitu wawancara yang dilakukan kepada :
1. Wali Kelas X IPS 1 sebagai sumber informasi awal.
2. Para klien yang berjumlah 8 orang.
3. Kakak kelas 11 yang berjumlah 3 orang.

B. Penyajian Data
1. Wawancara dengan wali kelas
Berdasarkan informasi dari wali kelas (setelah apel pagi), NS hari Kamis tanggal
12 Oktober 2017 sepulang sekolah akan disidang oleh kakak kelasnya yaitu kelas XI.
Informasi ini diperoleh wali kelas dari oran tua NS. Wali kelas tidak mendapat informasi
siapa nama kakak kelas yang akan menyidang NS. Wali kelas memohon bantuan kepada
konselor untuk menanyakan kepada NS tentang permasalahan yang dihadapi sehingga
bisa timbul konflik dengan kelas XI. Selain meminta bantuan kepada konselor, wali
kelas juga akan berusaha untuk mencari info kepada kelas XI ada kejadian apa.
Pada saat istirahat pertama, wali kelas kembali menemui konselor untuk
melaporkan informasi yang diperoleh dari kelas XI bahwa tidak ada masalah apa-apa
antara kelas X dan XI.

2. Wawancara dengan para klien


Setelah mendapatkan info dari wali kelas, konselor langsung meminta NS untuk
ke ruang BK. Di ruang BK, NS bercerita bahwa tidak ada masalah apapun dengan kelas
XI. Memang benar bahwa kelas XI mendatangi kelasnya tapi hanya untuk urusan ekskul
tari Saman. Konselor hanya bisa menyarankan jika ada masalah sebaiknya segera
diselesaikan atau jika tidak bisa menyelesaikan sendiri, bisa meminta bantuan kepada
guru, wali kelas atau guru BK.
Pukul 12.25 setelah konselor selesai melaksanakan bimbingan klasikal di kelas X
IPA 3, tiba-tiba RAP, MCY, MIT, DJA mendatangi konselor di luar kelas dengan
kondisi ketakutan dan bingung ingin bercerita atau tidak. Konselor mengajak mereka ke
ruang BK tapi mereka takut nanti ketahuan oleh kakak kelas XI bahwa mereka mengadu
ke guru. Mereka mau ke ruang BK tapi secara diam-diam dan satu persatu nanti setelah
selesai sholat dzuhur.
Setelah sholat dzuhur, akhirnya 8 orang klien satu persatu berkumpul di ruang BK
dan menceritakan semua kepada konselor. Mereka bercerita bahwa mereka beberapa kali
diintimidasi oleh kakak kelas yang bernama RD, TFR, SNF, RTR sering mengintimidasi
mereka di toilet putri. RD, TFR, SNF, RTR yang memang 1 geng menanyakan kepada
klien satu persatu di toilet putri apa yang dibicarakan via line grup oleh kelompok
mereka. Bahkan RD, TFR, SNF dan RTR memeriksa handphone salah satu klien untuk
mencari tahu perihal chat mereka. Akhirnya RD, TFR, SNF dan RTR meminta untuk
mengadakan pertemuan (istilah mereka adalah forum). Para klien meminta mereka agar
jangan membocorkan rahasia ini kepada siapapun karena mereka takut akan
memperburuk keadaan mereka. Bagi konselor, kondisi ini tidak bisa didiamkan karena
dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan terjadi kekerasan fisik
karena ini menyangkut kekuatan dari dua kelompok (geng)
Setelah konselor mendengarkan cerita mereka, konselor memutuskan untuk
menindaklanjuti kasus ini kepada wakil kesiswaan sebelum terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Wakil kesiswaan kemudian memanggil RD, TFR, SNF dan RTR ke ruang
BK untuk memperoleh informasi lebih lanjut.

3. Wawancara dengan kelas XI


RD, TFR, SNF dan RTR menceritakan kepada konselor dan wakil kesiswaan
bahwa mereka tersinggung dengan kata-kata dari para klien yang mengolok-olok mereka
di medsos, bahkan mereka masih menyimpan buktinya.
Berhubung hari itu juga ada rapat guru tentang pembuatan soal HOTS dari LPMP
dan waktu sudah menunjukkan pukul 14.00, akhirnya kesiswaan meminta agar mereka
pulang sekolah langsung pulang dan permasalahan ini akan diselesaikan esok hari.
BAB IV

PROSEDUR PEMBERIAN BANTUAN

Dalam usaha memberi bantuan kepada klien, konselor harus memperhatikan


kebutuhan klien agar bantuan yang diberikan berhasil dengan baik. untuk itu perlu pengumpulan
data yang relevan dan komprehesif serta menginterpretasikan data tersebut dengan tepat.

Adapun langkah-langkah dalam membantu mengatasi permasalahan klien adalah :

A. Analisis
Analisis merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang diri klien beserta
latar belakangnya. Informasi atau data yang dikumpulkan mencakup segala aspek
kepribadian klien, langkah analisis dilakukan untuk memperoleh pemahaman tentang klien.
Berdasarkan data yang telah terkumpul maka analisis data yang dilakukan
berdasarkan data tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai kasus yang
ditangani sekaligus untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari proses penanganan
kasus siswa tersebut.
Dari hasil wawancara yang dilakukan diketahui bahwa :
1. Kasus ini merupakan konflik antar kelompok yaitu kelompok kelas X dan XI.
2. Kasus ini berawal dari saling sindir di medsos.

B. Sintesis
Sintesis adalah usaha untuk merangkum, menggolong-golongkan, dan
menghubung-hubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis yang telah disusun
rapi sehingga menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri peserta didik. Dari sintesis
ini akan diperoleh pemahaman secara keseluruhan tentang siapa diri peserta
didik sebenarnya, serta gambaran masalah apa yang dihadapi peserta didik.
Berdasarkan data yang terkumpul, dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor pendukung :
Para klien adalah anak-anak yang terbuka, dengan kesediaan mereka menceritakan
masalah yang dihadapinya dengan konselor.
2. Faktor penghambat :
Kedua kelompok ini tidak langsung menceritakan masalah ini kepada guru di sekolah
(wali kelas, kesiswaan atau guru BK) sehingga permasalahan ini jadi meruncing dan
berlarut-larut. Kelompok kelas XI menunjukkan senioritasnya dengan mengintimidasi
adik kelas dan memilih menyelesaikan permasalahan ini dengan cara mereka sendiri.
Kelompok kelas X karena masih peserta didik baru, memilih pasrah menerima
penyelesaian yang diajukan oleh kelas XI.
C. Diagnosis
Diagnosis merupakan suatu tahap yang ditempuh untuk mencari, menemukan
masalah dan menentukan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah.
Berdasarkan data yang telah didapat, penyebab timbulnya masalah peserta
didik adalah penggunaan medsos yang tidak tepat.

D. Prognosis
Prognosis merupakan suatu tahap untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi apabila permasalahan yang dihadapi peserta didik tidak segera mendapat
bantuan.
1. Apabila masalah yang dihadapi para klien tidak segera teratasi, maka kemungkinan yang
dapat terjadi adalah :
a. Kelompok kelas X akan terus menerus merasa ketakutan dan akan mengakibatkan
mereka tidak mau masuk sekolah.
b. Jika para klien tidak masuk sekolah, maka prestasi belajar di sekolah juga akan
menurun.
c. Perkelahian antar kelompok.
d. Jika sampai terjadi perkelahian, maka para orang tua akan menuntut pihak sekolah
karena tidak mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di sekolah.
2. Apabila masalah klien dapat segera diatasi, maka yang akan terjadi adalah :
a. Ketakutan para klien terhadap kelas XI dapat teratasi.
b. Para klien dapat rajin masuk sekolah dan prestasi belajar mereka tidak terganggu.
c. Hubungan antara kelas X dan XI dapat terjalin dengan baik sebagai satu keluarga
sekolah.
BAB V
USAHA PEMBERIAN BANTUAN

Berdasarkan data tentang klien yang telah terkumpulkan dan dianalisis maka
langkah brikutnya adalah memberikan treatment atau usaha bantuan kepada klien. Adapun
bantuan tersebut meliputi :

A. Bantuan yang Dilakukan


1. Konseling Kelompok
Menurut Prayitno, konseling kelompok adalah kegiatan kelompok yang
mengandung unsur utama kehidupan kelompok, yaitu tujuan kelompok, anggota
kelompok, pemimpin kelompok, dan aturan kelompok, untuk mengembangkan pribadi
semua peserta dan peralihan-peralihan lainnya melalui perubahan dalam masalah
pribadi. Tujuan konseling kelompok adalah pengembangan pribadi, dan pemecahan
masalah pribadi yang dialami oleh anggota kelompok.
Teknik yang digunakan adalah teknik verbal dengan diskusi. Diskusi kelompok
merupakan salah satu tehnik yang pelaksanaannya para anggota dalam kelompok
mendapat kesempatan untuk mendiskusikan pemecahan suatu masalah. Setiap siswa
sebagai anggota mendapat kesempatan untuk ikut andil atau menyumbangkan pikirannya
dalam setiap memecahkan masalah. Diskusi diarahkan untuk memecahkan masalah dan
dibutuhkan adanya suatu keputusan sebagai suatu hasil kegiatan kelompok. Para peserta
dalam kelompok akan mengemukakan masalahnya, mengadakan perumusan masalah
dengan sistematis, menganalisis dan melihat kemungkinan pemecahan masalah yang
paling baik yang dapat disetujui oleh semua anggota.

2. Mempertemukan (mediasi) antara kelompok kelas X dan kelompok kelas XI


Hari Jumat 13 Oktober 2017, dipertemukan kelompok kelas X dan kelas XI yang
didampingi oleh konselor, konselor kelas XI dan wakil kesiswaan. Dalam pertemuan
tersebut masing-masing kelompok mengemukakan pendapatnya mengapa sampai terjadi
konflik, bahkan kelompok kelas XI sampai membawa bukti print out hasil screenshot
percakapan line. Kelompok kelas XI bersikukuh untuk tetap memperpanjang masalah ini
karena mereka sudah terlanjur sakit hati dengan kata-kata yang dilontarkan oleh
kelompok kelas X di line.
Konselor dan wakil kesiswaan mencoba memberikan pengertian dan masukan jika
masalah ini sampai diperpanjang. Konselor juga memberikan informasi tentang efek
negatif penggunaan sosial media.
Akhirnya setelah melalui pembicaraan yang cukup panjang, kelompok kelas XI
meminta waktu untuk bisa berbicara secara pribadi dengan kelompok kelas X. Akhirnya
konselor dan wakil kesiswaan memberikan waktu untuk mereka selama 30 menit dengan
catatan tidak ada kekerasan, tekanan dan sifatnya hanya untuk mengklarifikasi. Mereka
menyetujui persyaratan dari kami.
Setelah 30 menit, akhirnya kami kembali dan menanyakan hasil yang diperoleh
dari pembicaraan mereka. Mereka mengatakan bahwa masalah mereka sudah selesai,
mereka sudah saling memaafkan intinya adalah salah paham dan salah persepsi.

B. Usaha Tindak Lanjut


Setelah memberikan beberapa bantuan pada para klien, konselor melakukan usaha
tindak lanjut yang berisikan kegiatan lanjutan dari usaha yang telah diberikan. Hal ini
bertujuan agar konselor dapat mengetahui efektifitas bantuan yang diberikannya pada klien.
Usaha tindak lanjut ini dilakukan melalui wawancara. Dengan melakukan wawancara
konselor dapat mengetahui efektifitas bantuan yang diberikan pada klien. Dari wawancara
yang diberikan oleh konselor kepada klien dapat diketahui tentang hasil yang telah dicapai.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil dan bahasan yang telah diuraikan di awal dapat ditarik beberapa
kesimpulan yang nantinya dapat memperkaya untuk pelaksanaan kegiatan studi kasus
selanjutnya. Kesimpulan yang dapat diambil dari laporan studi kasus ini adalah :
1. Studi kasus merupakan salah satu bentuk kegiatan pendukung dalam bimbingan
konseling yang harus dikuasai oleh konselor untuk menyelesaikan masalah siswa. Dalam
studi kasus diharapkan konselor mampu menyelesaikan masalah yang kompleks yang
tidak selesai hanya dengan konseling saja. Studi kasus yang konselor laksanakan melalui
beberapa tahap yaitu analisis data, sintesis, diagnosis, (identifikasi masalah dan etiologi),
prognosis, treatment (pemberian bantuan) dan follow up (usaha tindak lanjut).
2. Dalam laporan studi kasus ini, masalah yang dihadapi para klien adalah konflik antar
kelompok yang melibatkan kelompok kelas X dan kelompok kelas XI yang disebabkan
karena penggunaan sosial media yang tidak tepat.
3. Pemberian bantuan dalam studi kasus ini adalah dengan konseling kelompok dan
mediasi antara kelas X dan kelas XI.
4. Hasil yang dicapai dari pemberian bantuan ini adalah konflik antar kelompok ini sudah
terselesaikan dan hubungan mereka membaik sehingga tidak terjadi bullying yang
berkelanjutan.

B. Saran
Sebagai akhir dari laporan studi kasus ini, konselor menyampaikan beberapa saran antara
lain :
1. Bagi konselor
a. Diharapkan dapat menjalin hubungan yang baik dengan guru bidang studi, wali kelas
dan orang tua agar lebih dapat meningkatkan kerjasama untuk memperhatikan,
memahami dan mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi siswa.
b. Penerimaan, empati, dan hubungan baik dengan klien sangat dibutuhkan dalam
proses konseling sehingga klien mau membuka diri terhadap konselor dan bekerja
sama untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien.
c. Konselor hendaknya bersikap netral dan melaksanakan azas kerahasiaan dalam
menanggapi masalah yang diceritakan oleh klien.
2. Bagi pengembangan ilmu.
Laporan studi kasus hendaklah bisa menjadi sarana bagi seluruh pihak khususnya yang
berada dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling untuk belajar memahami setiap
individu dan lingkungannya, terutama individu yang bermasalah dan membutuhkan
bantuan, sehingga ilmu yang diperoleh menjadi lebih berkembang dan memperkaya
pengetahuan akan keberadaan bimbingan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling. Bandung: CV Pustaka Setia 2010

Depdiknas. Bimbingan dan Konseling di sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan Dirjen


Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Jakarta 2008

Rosjidan. 1994. Modul Pendekatan Modern Dalam Konseling. Malang: PBB FIP           IKIP


Malang

Universitas Negeri Malang. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Praktik Pengalaman Lapangan Bidang


Studi Bimbingan Dan Konseling. Malang: UPT Program Pengalaman Lapangan.

Hidayah, Nur. 1998. Pemahaman Individu: Teknik Non Tes. Malang: FIP Universitas Negeri
Malang.

Widada dan Hayinah.1991. Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.Malang: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang.

Daruma, A. Razak Dkk. 2002. Studi Kasus. Makassar: FIP Universitas Negeri Makassar.

Prayitno, & Amti Erman. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai