Anda di halaman 1dari 32

TAWURAN ANTAR SISWA SEKOLAH

Dosen Pengampuh : Irene Hendrika, R.S.Psi, M.Psi

Oleh : Kelompok 2

Sinusi Tampang ( 216118)

Melda Tosuling (216118)

Rasni Bandaso’ (216118)

Bertrilia (216118)

Wahyuni Reski (216118374)

Resliyanti Boro (2161198353)

Reski Yospa (216118)

Kelas : E7

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TORAJA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kehadirat-
Nya yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada saya sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Berikut
ini akan kami persembahkan sebuah makalah yang berjudul “ Tawuran Antar
Siswa Sekolah”
Saya menyadari sekali bahwa makalah ini jauh dari ketidaksempurnaan
baik dari segi bentuk penyusunannya ataupun secara keseluruhannya. Apabila
terdapat salah penulisan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesarnya
karena kami juga masih dalam tahap belajar. Dengan demikian, kami ingin
mengucapkan terimakasih untuk para pembaca yang telah ,membaca makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang baik untuk kita semua.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. i

Daftar isi.......................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah ..................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

Bab II Landasan Teori .................................................................................. 4

2.1 Pengertian Bimbingan ......................................................................... 4


2.2 Pengertian Konseling .......................................................................... 6
2.3 Pengertian Tawuran ........................................................................... 7
2.4 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Tawuran ...................................... 8
2.5 Tujuan Tawuran .................................................................................. 13
2.6 Hubungan BK dalam Kasus Tawuran .................................................
2.7 Tujuan BK untuk Kasus Tawuran ......................................................
2.8 Fungsi BK untuk Kasus Tawuran ......................................................
2.9 Pendekatan yang Digunakan dalam BK untuk Kasus Tawuran .........

Bab III Pembahasan ....................................................................................

Bab IV Penutup .............................................................................................

Kesimpulan dan Saran .....................................................................................

Lampiran .........................................................................................................

Daftar Pustaka .................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam suatu
perkembangan manusia. Dikatakan remaja ketika ia berada diantara masa
kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa remaja ini, seseorang akan
melakukan pencarian jati diri mereka. Remaja biasanya mulai melakukan
perilaku untuk mencoba-coba karena ia memiliki tingkat rasa penasaran
yang tinggi.
Pada masa remaja ini tidak jarang remaja melakukan tingkah laku yang
dianggap melanggar aturan yang ada. Dalam hal ini biasa disebut dengan
kenakalan remaja. Dikatakan sebagai kenakalan remaja, apabila tindak
perbuatan sebagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama dan
norma-norma masyarakat sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain,
mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya
sendiri (Willis, 2010: 90).
Mengingat perkembangan zaman yang sudah maju seperti saat ini, dapat
mempengaruhi jenis-jenis kenakalan yang dilakukan oleh para remaja. Jenis-
jenis kenakalan remaja yang marak pada saat ini diantaranya membolos saat
sekolah, merokok, minum minuman keras, pencurian, pencopetan, pemerasan,
penyalahgunaan narkoba, perkelahian antar teman atau bahkan perkelahian
antar sekolah, pergaulan bebas dan masih banyak lagi yang lainnya.
Tawuran merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak lama.Tawuran
dapat diartikan sebagai perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh
kelompok ataupun secara bersama-sama. Istilah tawuran sudah tidak asing lagi
bagi masyarakat Indonesia. Masalah tawuran ini tidak sesuai dengan pancasila
sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. Padahal seharusnya setiap warga
Indonesia harus menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan.
Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi
semenjak terciptanya geng-geng sekelompok anak muda. Mereka tidak merasa
bahwa perbuatan tawuran yang dilakukan sangatlah tidak terpuji dan bisa
menggangu ketenangan dan ketertiban masyarakat. Sebaliknya, mereka malah
merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya.
Seharusnya seorang pelajar yang berpendidikan tidak melakukan tindakan
yang tercela seperti itu.
Biasanya permusuhan antar sekolah itu terjadi dimulai dari masalah yang
kecil. Dikarenakan remaja yang masih labil tingkat emosinya justru mereka
menanggapi sebagai sebuah tantangan. Masalah kecil tersebut bisa berupa
saling mengejek ataupun masalah memperebutkan seorang wanita. Pemicu
lain biasanya adanya rasa dendam. Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi
para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa
sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama
baik sekolah. Sebenarnya jika dilihat lebih dalam lagi, salah satu akar
penyebabnya adalah permasalahan yang dihadapi individu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Tawuran ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab tawuran antara pelajar / siswa sekolah ?
3. Apa tujuan dari tawuran ?
4. Bagaimana hubungan BK dalam kasus tawuran ?
5. Apa fungsi BK untuk kasus tawuran ?
6. Apa pendekatan yang digunakan dalam BK untuk kasus tawuran ?
7. Bagaimana penanganan BK untuk kasus tawuran ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan permasalah diatas antara lain :
1. Menjelaskan pengertian dari tawuran
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab tawuran antar pelajar / siswa sekolah
3. Mengetahui tujuan dari tawuran
4. Mengetahui bagaimana hubungan BK dalam kasus tawuran
5. Mengetahui fungsi BK untuk kasus tawuran
6. Mengetahui pendekatan yang digunakan dalam BK untuk kasus tawuran
7. Mengetahui bagaimana penaganan BK untuk kasus tawuran
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bimbingan

Secara etimologis, kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata


“guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti
“Menunjukkan”, “Membimbing”, “Menuntun”, ataupun “Membantu”. Sesuai
dengan istilahnya, maka secara umum, bimbingan dapat diartikan sebagai
suatu bantuan atau tuntunan.
Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan
pengertian yang saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, untuk
memahami pengertian bimbingan, perlu dipertimbangkan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli berikut:
a. Menurut Frank Parson, 1951 bahwa bimbingan merupakan bantuan
yang diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri,
dan memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam
jabatan yang dipilihnya.
b. Menurut Chiskolm, bimbingan membantu individu untuk lebih
mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.
c. Menurut Bernad dan Fullmer, 1969 bahwa bimbingan merupakan
kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi secara
individu.
d. Menurut Mathewson, 1969 bahwa bimbingan merupakan pendidikan
dan pemgembangan yang menekankan proses belajar yang
sistematik.
e. Winkel (2005:27) mendefinisikan bimbingan : pertama, usaha
melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman, dan
informasi tentang dirinya sendiri. Kedua, cara untuk memberikan
bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan
secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk
perkembangan pribadinya. Ketiga, sejenis pelayanan kepada
individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan,
menetapkan tujuan dengan tepat, dan menyusun rencana yang
realistis sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan
memuaskan diri dalam lingkungan tempat mereka hidup. Keempat,
proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam
hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang
dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan
menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan
lingkungan.
f. Prayitno dan Erman Amti mengemukakan bahwa bimbingan
merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-
anak, remaja, maupun dewasa. Tujuannya adalah orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan
mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang
ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
g. Djumhur dan Moh. Surya, (1975 : 15) berpendapat bahwa bimbingan
adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan
sistematis kepada individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. Dengan demikian, individu tersebut memiliki
kemampuan untuk memahami dirinya (self understanding),
kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), dan
kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) sesuai
dengan potensi atau kemampuanya dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


bimbingan pada prinsipnya merupakan proses pemberian banuan yang
dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang
individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman
tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan
menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2.2 Pengertian Konseling

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka


antarab dua orangdalam mana konselor melalui hubungan itu dengan
kemampuan-kemampuan khusus yangdimilikinya, menyediakan situasi
belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat
ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan pribadimaupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar
bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-
kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan
suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan
klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang,
meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang
untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap
ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna
bagi dirinya.
Prayitno dan Erman Amti (2004 : 105) menjelaskan definisi konseling
sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli (disebut konsuler) kepada individu yang sedang
mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya
maslah yang dihadapi klien.
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi
hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai
perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses
tersebut dapat terjadi setiap waktu. (Division Of Conseling Psychologi) .

2.3 Pengertian Tawuran


Secara Etimologis Dalam kamus bahasa Indonesia “ Tawuran” dapat
diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan
“Pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga penegrtian tawuran
pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana
perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar.
Secara Umum Tawuran adalah suatu tindakan anarkis yang dilakukan
oleh dua kelompok dalam bentuk perkelahian massal di tempat umum
sehingga menimbulkan keributan dan rasa ketakutan (teror) pada warga yang
ada di sekitar tempat keladian perkara tawuran.
Tawuran sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan
pelajar adalah seorang manusia yang belajar. Dan “Kelompok” adalah
sekumpulan orang yang mengidentifikasikan satu sama lain dan merasa
bahwa mereka saling memiliki. Suatu kelompok ketika dua atau lebih orang
berinteraksi selama lebih dari beberapa saat, saling mempengaruhi satu sama
lain melalui beberapa cara dan memikirkan diri mereka sebagai kta sehingga
pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang
sedang belajar.
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja
diggolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja . kenakalan remaja
dalam hal perkelahian, dapat digolonggkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu
situasional dan sistematik.
a. Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul
akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara tepat.
b. Dilekuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. disini ada aturan, norma dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti anggotanya, termasuk berkelahi.
Sebagai anggota tumbuh kebangga apabila dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada
masa remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah geng yang
mana dari pembentukan geng inilah para remaja bebas melakukan apa
saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia
berada di lingkup kelompok teman sebayanya.
Tawuran merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja yaitu
kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan
yang dapat menyebabkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya
sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur
17 tahun.
Menurut Ridwan tawurann pelajar di definisikan sebagai perkelahian
massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa
lainnya dari sekolah yang berbeda. Tawuran terbagi dalam 3 bentuk 1)
tawuran pelajar yang telah memiliki rasa permusuhan secara turun temurun.
2) tawuran satu sekolah melawan satu perguruan yang di dalamnnya terdapat
jenis beberapa sekolah dan 3) tawuran pelajar yang sifatnya insidental yang
dipicu oleh situasi dan kondisi tertentu.

2.4 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Tawuran


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Tawuran Menurut
Kartono (2006) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
perkelahian antar kelompok atau tawuran, dan faktor-faktor itu terbagi ke
dalam dua jenis yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa atau pelajar sebagai
remaja. Faktor internal dari dalam diri remaja ini berupa faktor-faktor
psikologis sebagai manifestasi dari aspek-aspek psikologis atau kondisi
internal individu yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang
keliru dalam menanggapi nilai-nilai di sekitarnya. Faktor ini di antaranya:
1. Mengalami krisis identitas (identity crisis)
Krisis identitas ini menunjuk pada ketidakmampuan pelajar
sebagai remaja dalam proses pencarian identitas diri. Identitas diri
yang dicari remaja adalah bentuk pengalaman terhadap nilai-nilai
yang akan mewarnai kepribadiannya. Jika tidak mampu
menginternalisasi nilai-nilai positif ke dalam dirinya, serta tidak dapat
mengidentifikasi dengan figur yang ideal, maka akan berakibat
buruk, yakni munculnya penyimpangan-penyimpangan perilaku
tersebut.

2. Memiliki kontrol diri yang lemah (weakness of self control)


Remaja kurang memiliki pengendalian diri dari dalam, sehingga
sulit menampilkan sikap dan perilaku yang adaptif sesuai dengan
pengetahuannya atau tidak terintegrasi dengan baik. Akibatnya
mengalami ketidakstabilan emosi, mudah marah, frustrasi, dan
kurang peka terhadap lingkungan sosialnya. Sehingga ketika
menghadapi masalah, mereka cenderung melarikan diri atau
menghindarinya, bahkan lebih suka menyalahkan orang lain, dan
kalaupun berani menghadapinya, biasanya memlih menggunakan
cara yang paling instan atau tersingkat untuk memecahkan
masalahnya. Hal inilah yang seringkali dilakukan remaja, sehingga
tawuran dianggap sebagai sebuah solusi dari permasalahannya.

3. Tidak mampu menyesuaikan diri (selfmal adjustment)


Pelajar yang melakukan tawuran biasanya tidak mampu
melakukan penyesuaian dengan lingkungan yang kompleks, seperti
keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai
perubahan di berbagai kehidupanlainnya yang semakin lama semakin
bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih
tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir
terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkannya.
4. Gangguan berpikir dan Intelegensi pada diri remaja
Berpikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan
adaptasi wajar terhadap tuntutan lingkungan dan juga upaya
memecahkan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak
remaja tidak mampu mengoreksi pikiran-pikirannya yang salah dan
tidak sesuai dengan realita yang ada. Anak yang sehat pasti mampu
membetulkan kekeliruan sendiri dengan jalan : berpikir logis, dan
mampu membedakan fantasi dengan kenyataan. Sebaliknya, orang
yang terganggu jiwanya akan memperalat pikirannya untuk membela
dan membenarkan gambaran-gambaran semu dan tanggapan salah.
Akibatnya reaksi dan tingkah laku anak menjadi salah kaprah.
Intelegensia adalah kecerdasan seseorang atau kesanggupan
seseorang untuk membimbing dan memberi keputusan. Anak yang
berperilaku nakal ini pada umummnya mempunyai intelegensia
verbal lebih rendah dan ketinggalan dalam pencapaian hasil-hasil
skolatik. Dengan kecerdasan yang rendah dan wawasan sosial yang
kurang tajam, mereka mudah sekali terseret oleh ajakan buruk untuk
melakukan perilaku jahat seperti melakukan perkelahian.

5. Gangguan perasaan/ emosional pada anak- anak remaja


Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan, dan
menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan.
Jika perasaan tadi tidak terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia
: sebaliknya jika keinginan dan kebutuhannya tidak terpenuhi, ia
mengalami kekecewaan dan banyak frustasi. Perasaan memegang
peranan penting, bahkan primer. Karena itu memperhatikan perasaan
anak remaja yang tengah berkembang juga perasaan orang lain adalah
sama dengan memperhatikan kebutuhan serta keinginan manusiawi
mereka.
b. Faktor Eksternal
Di samping faktor internal atau faktor psikologis sebagai remaja,
faktor lain yang juga dapat menyebabkan remaja terlibat dalam tawuran
adalah kondisi eksternal (kondisi di luar diri remaja), yakni lingkungan
sosialnya. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan sosial pelajar
ini, antara lain :
1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari
orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan
yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi
remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah
kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak
harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang
dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa
tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang
kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia
terutama pada masa remaja.

Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994). Berdasarkan hasil


penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja
dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang
baik bagi anak (hawari, 1997). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak
berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak
(hawari, 1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan
anaknya untuk selalu berprilaku baik.

2. Faktor Sekolah
Di sekolah anak-anak berjam-jam lamanya setiap hari harus
melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan
sehingga mereka menjadi jemu, jengkel, dan apatis. Dewasa ini
sekolah masih banyak berfungsi sebagai ‘ Sekolah dengar’ daripada
memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas, kreativitas,
dan intentivitas anak. Sehingga sekolah tidak membangun dinamisme
anakdan tidak merangsang kegairahan belajar anak. Kurikulum selalu
berubah dan tidak menentu, sangat membingungkan para pengajar dan
murid sendiri, serta jelas mengganggu proses belajar anak. Akibaatnya
anak menjadi jemu belajar, menjadi cepat jenuh, dan lelas secara
psikis.
Sekolah adalah sebagai media atau perantara bagi pembinaan
jiwa anak-anak, atau dengan kata lain sekolah itu bertanggung jawab
atas pendidikan anak-anak, baik pendidikan keilmuan maupun
pendidikan tingkah laku. Banyaknya atau bertambahnya kenakalan
anak-anak secara tidak langsung menunjukkkan kurang berhasilnya
sistem pendidikan di sekolah-sekolah.
Ketika pelajar di kelas sering mengalami frustasi dan tekanan
batin karena merasa dikekang ketat oleh disiplin mati disekolah.
Anak-anak harus patuh terhadap perintah orangtua agar bersekolah
secara teratur dan berdisiplin. Akan tetapi, anak tidak menemukan
kesennangan dan kegairahan belajar di kelas. Apabila jika mereka
banyak melihat ketidakadilan peraturan . sebagai akibatnya, anak jadi
ikut-ikutan tidak mematuhi semua aturan, ingin jadi bebas liar, mau
berbuat semaunya sendiri, menjadi agresif, juga suka melakukan
perkelahian di luar sekolah untuk melampiskan kedongkolan dan
frustasinya.
3. Faktor Lingkungan

lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi


perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah
yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak
baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola
kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi
anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu
senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa
mengakibatkan tawuran.

4. Lingkungan Teman Sebaya


Setiap pelajar memiliki perilaku yang berbeda, dan setiap
perilaku yang terbentuk pada diripelajar merupakan cerminan dari
lingkungan pertemanannya. Mereka berkelompok karena mereka
merasakan sebuah perasaan senasib. Perasaan senasib tersebut
menimbulkan sebuah solidaritas yang sifatnya fanatikdan simbolik.
Mereka yang tidak bisa memenuhi tuntutan solidaritas tidak akan
terekrut dalam kelompok-kelompok yang ada. Di sinilah mereka harus
menunjukkan jati diri eksistensi mereka. Minuman keras, narkoba,
dan perkelahian bukan sekedar eksperimentasi, melainkan juga
menjadi semacam metode simbolik untuk bisa diterima oleh
kelompok-kelompok yang ada. Tanpa kelompok-kelompok itu,
mereka akan mengalami perasaan kesepian yang mendalam karena
teralienasi baik oleh kelompok manusia dewasa maupun seusia
mereka.

2.5 Tujuan Tawuran

Ada beberapa hal atau tujuan siswa sekolah melakukan aksi tawuran baik
itu sesama teman sekolahnya atau dengan siswa di sekolah lain, antara lain :

1. Ingin mempertahankan kekuasaan di daerah kekuasaanya.


2. Ingin merasa kelompoknya diakui dan disegani oleh kelompok lain
3. ingin melampiaskan amarahnya untuk menyelesaikan masalah yang di
hadapi
4. ingin menyembuhkan perasaan yang di alami misalnya orang tua yang
bercerai atau anak broken home dengan cara melakukan tawuran.
5. Ingin menghindar dari suasana atau hirup pikuk sekolah
2.6 Hubungan Bimbingan Konseling dalam Kasus Tawuran
2.7 Tujuan Bimbingan Konseling dalam Kasus Tawuran

2.8 Fungsi Bimbingan Konseling untuk kasus Tawuran


Fungsi merupakan bagian utama dari cabang kerja yang selanjutnya
terbagi menjadi aktivitas. Dengan demikian yang dimaksud dengan fungsi
Bimbingan Konseling adalah hal-hal yang terkait dengan aktivitas yang
dilakukan dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Adapun Fungsi Bimbingan Konseling yang cocok digunakan dalam kasus-
kasus tawuran yang terjadi antar siswa atau pelajar sekolah antara lain :
1. Fungsi Pencegahan ( Preventif)
Layanan bimbingan dan konseling dapat berfungsi pencegahan artinya :
Merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi
pencegahan ini layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa
agar terhindar dari berbagai masalah perilaku menyimpang siswa sseperti
melakukan aksi tawuran yang dapat menghambat perkembangannya.
Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi,
program bombingan karir , inventarisasi data, dan sebagainnya. Selain itu
fungsi pencegahan yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai maslah yang mungkin terjadi dan
berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui
fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara
menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya.

2. Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan
Konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh
pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa,
pemahaman ini mencakup :
a) Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua,
guru, dan guru pembimbing
b) Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan
keluarga dan sekolah) terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan
guru pembimbing.
c) Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (teruama di dalamnya
informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan/atau karier dan informasi
budaya / nilai-nilai terutama oleh siswa

3. Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun
mungkin saja siswa maih menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah
fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling
yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai
permasalahan yang dialami siswa. Yaitu fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam
berpikir, berperasaan dan bertindak. Konselor melakukan intervensi
(memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berpikir
yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendk yang produktif dan
normatif.

4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan


Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang
diberikan dapat membantu siswa dalam memelihara dan mengembangkan
keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam
fungsi ini hal-hal yang dipandang positif agar tetap baik dan mantap.
Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai
potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya
secara mantap dan berkelanjutan. Pada fungsi pemeliharaan yaitu fungsi
bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga
diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-
kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktifitas diri.
Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang
menarik, rekreatif dan falkukatatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
Pada fungsi pengembangan ini bimbingan dan konseling yang sifatnya
lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya.

2.9 Pendekatan yang digunakan dalam Bimbingan Konseling untuk kasus


Tawuran
Menurut Shertezer dan Stone (1982) Bimbingan adalah proses
membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan
lingkungan hidupnya. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada
inividu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien. (Prayitno dan Erman Amti, 2004:
105).
Jadi, Teknik-teknik atau pendekatan bimbingan dan konseling adalah
cara atau metode yang dilakukan untuk membantu, mengarahkan atau
memandu seseorang atau sekelompok orang agar menyadari dan
mengembangkan potensipotensi dirinya, serta mampu mengambil sebuah
keputusan dan menentukan tujuan hidupnya dengan cara berinteraksi atau
bertatap muka.
Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan
dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara dalam
serangkaian pertemuan langsung dan tatap muka antara guru/konselor dengan
klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya,
mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan
dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan
yang optimal, sehingga ia dapat mencapai kebahagiaan pribadi dan
kemanfaatan sosial.
Pada umumnya teknik-teknik atau pendekatan yang dipergunakan
dalam bimbingan mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara
kelompok (group guidance) dan pendekatan secara individual (Individual
Guidance Counseling).
a. Bimbingan Kelompok (Group Guidance)
Teknik ini dipergunakan dalam membantu siswa atau sekelompok
siswa memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok,
yaitu yang dirasakan bersama oleh kelompok atau bersifat individual
yaitu dirasakan oleh individu sebagai anggota kelompok.
Tehnik ini membawa keuntungan pada diri siswa diantaranya;
1) Menghemat waktu dan tenaga.
2) Menciptakan kesempatan bagi semua siswa untuk berinteraksi
dengan konselor, yang memungkinkan siswa lebih berkeinginan
membicarakan perencaan masa depan atau masalah pribadi-social.
3) Menyadarkan siswa bahwa kenyataan yang sama juga dihadapi oleh
teman-temannya, sehingga mereka terdorong untuk berusaha
mengahadapi kenyataan itu bersama-sama dan saling
mendiskusikannya.
Ada beberapa teknik dalam bimbingan kelompok, antara lain seperti :
1. Home room programe
Yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar
guru dapat mengenal peserta didiknya lebih baik, sehingga dapat
membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas
dalam bentuk pertemuan antara guru dengan siswa diluar jam-jam
pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu.
Dalam program home room ini hendaknya diciptakan suatu situasi
yang bebas dan menyenangkan,sehingga murid-murid dapat
mengutarakan perasaannya seperti dirumah.
2. Karyawisata/ field trip
Kegiatan rekreasi yang dikemas denga metode mengajar untuk
bimbingan kelompok dengan tujuan siswa dapat memperoleh
penyesuaian dalam kelompok untuk dapat kerjasama dan penuh
tanggungjawab.
3. Kegiatan kelompok
Kegiatan kelompok merupakan tehnik yang baik dalam
bimbingan, karena kelompok memberikan kesempatan kepada
individu untuk berpatisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak
kegiatan tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam
kelompok. Untuk mengembangkan bakat.
4. Organisasi Siswa
Keorganisasian baik dalam lingkungan pendidikan maupun
dilingkungan masyarakat. Melalui organisasi ini banyak masalah
individual maupun kelompok dapa diselesaikan. Dalam organisasi
murid mendapat kesempatan untuk belajar mengenal berbagai aspek
kehidupan sosial. Mengaktifkan murid dalam mengembangkan
bakat kepemimpinan disamping memupuk rasa tanggungjawab dan
harga diri.
5. Sosiodrama
Sosiodrama dipergunakan sebagai suatu teknik didalam
memecahkan masalah-masalah sosial dengan melalui kegiatan
bermain peranan. Di dalam sosiodrama ini individu akan
memerankan suatu peranan tertentu dari suatu masalah sosial.
6. Psikodrama
Psikodrama adalah tehnik untuk memecahkan masalah-masalah
psychis yang dialami oleh individu. Dengan memerankan suatu
peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam dirinya
dapat dikurangi atau dihindari. Kepada sekelompok murid
dikemukakan suatu cerita yang didalamnya tergambarkan adanya
ketegangan psychis yang dialami individu 7). Remedial teaching
Bentuk penambahan pelajaran, pengulangan kembali, latihan-
latihan, penekanan aspek-aspek tertentu.Hal ini tergantung dari jenis
dan tingkat kesulitan belajar yang dialami siswa.
b. Individual Guidance Counseling (Bimbingan Konseling Individu)
Bimbingan konseling individu yaitu bimbingan konseling yang
memungkinkan klien mendapat layanan langsung tatap muka dalam
rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan yang sifatnya pribadi
yang dideritannya. Dalam konseling ini hendaknya konselor bersikap
penuh simpati dan empati. Simpati artinya menunjukkan adanya sikap
turut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh klien. Dan empati artinya
berusaha menempatkan diri dalam situasi diri klien dengan segala
masalah-masalah yang dihadapinya. Dengan sikap ini klien akan
memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada konselor. Dan ini sangat
membantu keberhasilan konseling. (Arintoko, 2011 : 6) Selain tekhnik-
teknik yang dilakukan sebagai pendekatan terhadap permasalahan-
permasalahan sosial siswa di sekolah, harus dilakukan juga tekhnik-
tekhnik sebagai upaya memaksimalkan potensi siswa antara lain dapat
dilakukan dengan cara:
1. Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami
kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau
benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu
individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung,
kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon
posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran
dengan bimbingan konselor.
2. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral
yang memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari
ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks.
Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat
secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan
perilaku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-
respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi
desensitisasi sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang
digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif
biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang
berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
3. Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan
buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien
agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan
kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang
disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya
perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki
dengan stimulus yang tidak menyenangkan
4. Pembentukan Perilaku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk Perilaku baru
pada klien, dan memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam
hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model,
dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau
lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang hendak
dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari
konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
5. Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk
mendialogkan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu
kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :
Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak. Kecenderungan
bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.
Kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh”.
Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.
Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah. Melalui
dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada
akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia
berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
6. Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien
agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada
memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain. Dalam teknik ini
konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan dan
kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat.
7. Adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya
dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih
bersifat pendisiplinan diri klien.
8. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model
perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan
perilakunya sendiri yang negatif. (Geral Corey, 2005 : 36-38 )
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penanganan Bimbingan dan Konseling Untuk Kasus Tawuran Antara


Siswa Sekolah
Dalam upaya menangani mengenai kasus tawuran antar siswa sekolah,
perlu adanya kolaborasi atau kerjasama dari berbagai pihak yang terkait yaitu,
orang tua, masyarakat, dan para pendidik di sekolah. Kolaborasi ini dilakukan
guna meminimalkan kasus perkelahian pelajar yang semakin meningkat.
Kolaborasi dengan orang tua guna untuk melakukan pengawasan terhadap
pergaulan anak, tugas-tugas perkembangan anak dan perubahan sikap
maupun tingkah laku pada anak. Terkait dengan upaya preventif dan upaya
lain yang relevan perlu adanya keikutsertaan dan kerjasama masyarakat agar
penyebarluasan upaya tersebut dapat mencapai sebagian terbesar anggota
masyarakat sekitar, khususnya anak-anak usia remaja.
Di sekolah sangat banyak ditemukan siswa yang yang bermasalah,
dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang
merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani
siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan perkelahian antar
siswa sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan
disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk
pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta
sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata
tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah
sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa.
Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus
mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan
perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah
bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang
terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu
pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan
disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera,
penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih
mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai
layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui
Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa
pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan
interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang
bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami
dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna
tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Selain itu, dengan kolaborasi yaitu dapat dengan pembinaan mental
siswa, konselor membantu menemukan solusi bagi siswa yang mempunyai
masalah sehingga persoalan-persoalan siswa yang tadinya dapat jadi pemicu
sebuah tawuran dapat ditangani atau di cegah. Guru BK juga dapat berperan
sebagai mediator pihak yang terlibat perkelahian, jika dapat diselesaikan
secara baik-baik maka selesaikanlah secara kekeluargaan tanpa harus
menggunakan kekerasan, namun apabila itu sudah menyangkut masalah
serius atau berbau kriminal dapat di ahli tangankan kepada pihak-pihak yang
berwajib, karena tidak semua masalah dapat ditangani oleh konselor.
Ada beberapa cara Konselor yang dapat dilakukan untuk memberantas atau
Menanggulangi Tawuran anatar pelajar/siswa antara lain :
a. Membuat peraturan sekolah yang tegas
Bagi siswa siswi yang terlibat dalam tawuran akan dikeluarkan dari
sekolah. Jika semua siswa terlibat tawuran maka sekolah akan
memberhentikan semua siswa dan melakukan penerimaan siswa baru dan
pindahan. Setiap pelajar siswa siswi harus dibuat takut dengan berbagai
hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran. Bagi
yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainnya juga harus
diberi sanksi.
b. Memberikan Pendidikan anti Tawuran
Pelajar diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan akar-
akan penyebab tawuran dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa
kekerasan jika terjadi suatu hal, selalu berperilaku sopan dan melaporkan
rencana pelajar-pelajar badung yang merencanakan penyerangan terhadap
pelajar sekolah lain. Jika diserang diajarkan untuk mengalah dan tidak
melakukan serangan balasan, kecuali terpaksa.
c. Memisahkan Pelajar Berotak Kriminal dari Yang Lain
Setiap manusia memiliki sifat bawaan masing-masing. Ada yang
baik, yang sedang, dan ada yang kriminal. Daripada menularkan sifat
jahatnya kepada siswa yang lain lebih baik diidentifikasi dari awal dan
dilakukan bimbingan konseling tingkat tinggi untuk menghilangkan sifat-
sifat jahat dari diri siswa tersebut. Jika tidak bisa dan tetap berpotensi
tinggi membahayakan yang lain segera keluarkan dari sekolah.
d. Kolaborasi Belajar Bersama Antar Sekolah
Selama ini belajar di sekolah hanya di situ-situ saja sehingga tidak
saling kenal mengenal antar pelajar sekolah yang satu dengan yang
lainnya. Seharusnya ada kegiatan belajar gabungan antar sekolah yang
berdekatan secara lokasi dan memiliki kecenderungan untuk terjadi
tawuran.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tawuran adalah suatu tindakan anarkis yang dilakukan oleh dua
kelompok dalam bentuk perkelahian massal di temapat umum. faktor yang
menyebabkan tawuran berasal dari dalam dan dari luar individu siswa, yaitu
keluarga, sekolah, dan lingkungan. Tawuran itu tidak ada sisi positifnya bagi
kita. Merugikan buat kita karena tawuran tidaklah mencerminkan kita sebagai
orang yang terdidik.
Dengan berbagai terobosan-terobosan baru dalam hal kegiatan
menanggulangi tawuran pelajar antar sekolah secara perlahan akan
menciptakan persepsi di mana tawuran itu adalah kegiatan bodoh yang sia-sia
sehingga tidak layak ikut serta. Diharapkan lama-kelamaan tawuran akan
segera punah dari dunia pelajar indonesia.

B. Saran
Dalam menyikapi tawuran antar pelajar tersebut, peran aktif orang tua
dan sekolah sangat dibutuhkan. Seorang anak mendapatkan pendidikan
pertama dalam lingkungan keluarga dan akan menghabiskan waktunyalebih
banyak di sekolah untuk mengikuti proses belajar. Disinilah dituntut pihak
orang tua harus ekstra dalam memberikan pengajaran nilai dan moral, arahan
yang baik bersifat mendidik serta perhatian agak anak tersebut tidak merasa
diacuhkan. Pihak sekolah pundalam hal ini juga tidak kalah penting
peranannya dalam bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang
baik bagi pelajar dalam mengasah kemampuan dan mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya. Pihak masyarakat dan pemerintah pun harus
menyadari perannya dalam menciptakan situasi yang kondusif dan
memberikan pengawasan di lingkungan sekitar.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/jppp83858bed71full.pdf

https://lib.unnes.ac.id/22253/1/3301411037-S.pdf

http://digilib.uinsby.ac.id/10648/4/bab%201.pdf

https://www.scribd.com/document/127506989/Tawuran-Antar-Pelajar

Anda mungkin juga menyukai