Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KONSEP MANAGEMEN STRESS

Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah BK Industri yang di

Ampu oleh :

Susiati, M.Pd.,Kons.

Disusun Oleh :

ILHAM NOVALIS AKBAR 201801500541


YULIYANTI 201801500465
IRFAN RAMDHANI 201801500511
MAULIDA YUNIA 201801500583

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN
SOSIAL
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
JAKARTA
2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
LATAR BELAKANG ............................................................................................................................. 4
I. PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
II. TUJUAN ......................................................................................................................................... 4
III. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... 5
BAB II .......................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 6
1. Teori Stress ................................................................................................................................. 6
2. Stress pada Setiap Peiode Kehidupan ...................................................................................... 9
3. Gejala Stress ............................................................................................................................. 11
4. Faktor-Faktor Penyebab atau Pemicu Stress (Stressor) ...................................................... 11
5. Pengelolaan Manajemen Stress .............................................................................................. 15
6. Macam-Macam Coping ........................................................................................................... 17
BAB III....................................................................................................................................................... 20
PENUTUP .............................................................................................................................................. 20
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan segenap kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan
Konseling Industri.
Penulis menyadari baik isi maupun penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang. Harapan penulis, semoga
makalah ini dapat dipergunakan demi kemajuan ilmu pengetahuan kita bersama.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, Januari 2021

Penulis
BAB I
LATAR BELAKANG
I. PENDAHULUAN
Stres merupakan fenomena psikofisis yang manusiawih artinya stres
itu bersifat inheren pada diri setiap orang dalam menjalankan kehidupan
sehari – hari. Stress dialami setiap orang dengan tidak mengenal jenis
kelamin,usia,kedudukan,jabatan, atau status social-ekonomi. Stres biasa
dialami oleh bayi,anak- anak,remaja atau dewasa,pejabat atau warga
masyarakat biasa,pengusaha atau karyawan ,seriap pria maupun wanita.

Stres dapat memberikan pengeruh positif maupun negative terhadap


individu. Pengeruh positif dari stress adalah mendorong individu untuk
melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran dan menghasilkan
pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah menimbulkan
perasan – perasan tidak peraya diri, dan penolakan ,marah atau depresi, yang
kemudian memicu mumculnya penyakit seperti sakit kepala,sakit
perut,insomnia tekanan darah tinggi atau stroke.

II. TUJUAN
1. Mengantisipasi kemungkinan munculnya penyebab stress.
2. Mencegah terjadinya stress pada individu dan organisasi secara keseluruhan.
3. Mengelola stress agar tidak menimbulkan akibat yang lebih buruk.
4. Memulihkan individu dan atau organisasi dari stress.
III. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Teori stress ?
2. Bagaimana Stress pada setiap periode kehidupan ?
3. Bagaimana Gejala stress ?
4. Apa saja Factor-faktor penyebab atau pemicu stress
5. Bagimana Pengelolaan (manajemen) stress ?
6. Apa saja Macam-macam coping ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Stress
Stress merupakan fenomena psikofisik yang manusiawi. Artinya,
stress itu bersifat inheren pada diri setiap orang dalam menjalani kehidupan
sehari-sehari. Stress dialami oleh setiap orang dengan tidak mengenal jenis
kelamin, usia, kedudukan, jabatan, atau status sosial-ekonomi. Stress bisa
dialami oleh bayi, anak-anak, remaja, atau dewasa; pejabat atau warga
masyarakat biasa; pengusaha atau karyawan; serta pria maupun wanita.

Dr Selye mencatat adanya tiga bentuk stress:

A. Eustress

Adalah bahan penting dalam memotivasi kita untuk melakukan


pekerjaan istimewa. Hal itu adalah stress positif yang memberi energy
kepada kita dan meningkatkan focus dari kemotivasian kita. Stress itu
ditimbulkan oleh situasi yang akan tingkat emosinya dapat kita kendalikan,
seperti presentasi makalah dan pertunjukkan music. Bila dikondisikan, stress
itu cenderung meningkatkan kreativitas dan produktivitas kita.

B. Distress

Adalah respon stress yang destruktif dan negative. Distress


ditimbulkan oleh respons kita terhadap situasi yang tampaknya di luar
kendali dan pengaruh kita. Ketika kita merasakan takut, butuh melepas zat
yang memicu urutan kejadian yang meningkatkan denyut nadi kita, yang
oleh beberapa orang dinamakan fenomena “melawan atau kabur.
C. Hyperstress

Adalah keadaan distress terus menerus yang mengakibatkan dampak


negative terhadap hubungan, kesehatan dan kinerja. Hyperstress
menyebabkan kelelahan, sakit lambung, serangan jantung dan gangguan
psikologis.

Stress dapat memberikan pengaruh positif dan negative terhadap


individu. Pengaruh positif dari stress adalah mendorong individu untuk
melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan
pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah menimbulkan
perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah, atau depresi, yang
kemudian memicu munculnya penyakit seperti sakit kepala, sakit perut,
insomnia, tekanan darah tinggi, atau stroke.

Teori dasar tentang stress dapat disimpulkan ke dalam tiga variabel pokok, yaitu :

A. Variabel stimulus

Variabel ini dikenal pula dengan engineering approach (pendekatan


rekayasa), yang mengonsepsikan stress sebagai uatu stimulus atau tuntutan
yang mengancam (berbahaya), yaitu tekanan dari luar terhadap individu
yang dapat menyebabkan sakit (mengganggu kesehatan). Dalam model ini,
stress dapat juga disebabkan oleh stimulasi eksternal, baik sedikit maupun
banyak.

B. Variabel respons

Variabel inidisebut pula dengan physiological approach (pendekatan


fisiologis) yang didasarkan pada model triphase dari Hans Selye. Ia
mengembangkan konsep yang lebih spesifik tentang reaksi manusia terhadap
stressor, yang ia namakan GAS (general adaption syndrome), yaitu
mekanisme respons tipikal tubuh dalam merespons rasa sakit, ancaman, atau
stressor lainnya.

GAS terdiri atas tiga tahap. Pertama, reaksi alarm, yang terjadi ketika
organisme merasakan adanya ancaman, yang kemudian meresponsnya
dengan fight atau flight. Kedua, resistance, yang terjadi apabila stress itu
berkelanjutan. Di sini, terjadi perubahan fisiologis yang melakukan
keseimbangan sebagai upaya mengatasi ancaman. Ketiga, exhaustion, yang
terjadi apabila stress terus berkelanjutan di atas periode waktu tertentu,
sehingga organisme mengalami sakit (menurut Selye, organisme memiliki
keterbatasan untuk melawan stress).

Selye mendefinisikan stress sebagai the state which manifests itself by


the GAS, atau the nonspecific response of the body to any demand made
upon it. Selanjutnya, ia mengemukakan bahwa stress merupakan hal yang
esensial bagi kehidupan. Tanpa stress tidak ada kehidupan, namun kegagalan
dalam mereaksi stressor merupakan pertanda kematian.

C. Variabel interaktif

Variabel ini meliputi dua teori, yaitu :

a. Teori interaksional

Teori ini memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek


keterkaitan antara individu dengan lingkungannya, dan hakikat hubungan
antara tuntutan pekerjaan dengsn kebebasan mengambil keputusan.
b. Teori transaksional

Teori ini memfokuskan pembahasannya kepada aspek-aspek kognitif


dan afektif individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya, serta gaya-
gaya “coping” yang dilakukannya.

2. Stress pada Setiap Peiode Kehidupan


A. Stress pada masa bayi

Situasi stress yang umumnya dialami oleh bayi merupakan pengaruh


lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar). Selain itu, juga karena adanya
keharusan bagi bayi untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan aau peraturan
orang tua. Dalam menyesuaikan diri terhadap tuntutan tersebut, ia harus
mengendalikan dorongan-dorongan alamiah atau nalurinya. Tuntutan atau
peraturan yang harus diikuti bayi itu di antaranya menerima penyapihan dari
ibunya, belajar cara makan dan mematuhi jadwal waktunya, serta berlatih
buang air pada tempatnya dan bercebok setelahnya (toilet raining).

Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut ternyata


tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui proses yang tidak jarang
menimbulkan kesulitan. Pada proses penyesuaian diri inilah, bayi sering
mengalami stress. Factor lain yang dapat menyebabkan stress pada bayi
adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu yang ditandai dengan
perlakuan ibu yang kasar, marah-marah, atau kurang memperhatikan
kebutuhannya.
B. Stress pada masa anak

Stress pada anak-anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah,


atau teman mainnya. Stress yang bersumber dari keluarga antara lain
kurangnya curahan kasih sayang dari orang tua dan perubahan status
keluarga (seperti dari serba kecukupan menjadi serba kekurangan, atau
broken home).

Sedangkan sumber stress yang berasal dari sekolah di antaranya sikap


atau perlakuan guru yang kasar, kurang berhasil dalam bidang akademis,
tidak naik kelas, kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas dari guru, dan
keadaan sekolah yang kurang kondusif untuk belajar (seperti bising, kumuh,
atau kurang sehat).

C. Stress pada masa remaja

Ada kepercayaan yang sudah popular di masyarakat bahwa masa


remaja merupakan masa stress dalam perjalanan hidup seseorang. Sumber
utama terjadinya stress pada masa ini adalah konflik atau pertentangan
antara dominasi peraturan dan tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja
untuk bebas atau independence dari peraturan tersebut.

Banyaknya reaksi penyesuaian remaja yang negative merupakan


pernyataan dari upaya-upaya untuk mencapai kebebasan tersebut. Gejala-
gejala umum tentang kesulitan remaja dalam menyesuaikan diri ini antara
lain membolos dari sekolah, bersikap keras kepala atau melawan dan
berbohong.
D. Stress pada masa dewasa

Stress yang dialami oleh orang dewasa pada umumnya bersumber dari
beberapa factor. Di antaranya adalah karena kegagalan perkawinan,
ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga, masalah nafkah hidup atau
kehilangan pekerjaan (seperti di-PHK), ketidakpuasan dalam hubungan seks,
penyimpangan seksual suami atau istri, perselingkuhan suami atau istri,
keadaan hamil, menopause, gangguan kesehatan fisik dan anak yang nakal.

3. Gejala Stress
Gejala stress digolongkan menjadi dua yakni golongan fisik dan
psikis. Gejala fisik di antaranya ditandai dengan sakit kepala, sakit lambung
(maag), hipertensi (darah tinggi), saking jantung atau sakit berdebar-debar,
insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera
makan, dan sering buang air kecil.

Sedangkan gejala psikis dari stress meliputi rasa gelisah atau cemas,
kurang dapat berkonsentrasi dalam belajar atau bekerja, sikap apatis (masa
bodoh), sikap pesimis, hilang rasa humor, bungkam seribu bahasa, malasa
belajar atau bekerja, sering melamun, dan sering marah-marah atau bersikap
agresif (baik secara verbal, seperti kata-kata kasar dan menghina; maupun
nonverbal, seperti menampar, menendang, membanting pintu, dan
memecahkan barang-barang).

4. Faktor-Faktor Penyebab atau Pemicu Stress (Stressor)


Factor pemicu stress diklarifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu
sebagai berikut:
A. Stressor fisik biologis

Beberapa factor penyebab stress dari fisik antara lain penyakit yang
sulit disembuhkan, cacat fisik atau salah satu anggota tubuh kurang
berfungsi, wajah yang tidak cantik atau ganteng, dan postur tubuh yang
dipersepsi tidak ideal (seperti terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk).

B. Stressor psikologis

Stressor psikologi ditandai dengan negative thinking atau berburuk


sangka, frustasi (kekecewaan karena gagal dalam memperoleh sesuatu yang
diinginkan), iri hati atau dendam, sikap permusuhan, perasaan cemburu,
konflik pribadi, dan keinginan di luar kemampuan.

C. Stressor sosial

Stressor sosial meliputi tiga hal. Pertama, ilkim kehidupan keluarga,


seperti hubungan antara anggota keluarga yang tidak harmonis (broken
home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal,
anak yang nakal (seperti suka melawan kepada orang tua, sering membolos
dari sekolah, mengonsumsi minuman keras, dan menyalahgunakan obat-obat
terlarang), sikap dan perlakuan orang tua yang keras, salah seorang anggota
keluarga mengidap gangguan jiwa, dan tingkat ekonomi keluarga yang
rendah.

Kedua, factor pekerjaan, seperti kesulitan mencari pekerjaan,


pengengguran, terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), perselisihan
dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan
kemampuan, serta penghasilan yang tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan
sehari-hari.
Ketiga, iklim lingkungan, seperti maraknya kriminalitas (pencurian,
perampokan, dan pembunuhan), tawuran antar kelompok (pelajar,
mahasiswa, atau warga masyarakat), harga kebutuhan pokok yang mahal,
kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara
yang sangat panas atau dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang
kotor, (bau sampah di mana-mana) atau kondisi perumahan yang buruk,
kemacetan lalu lintas, bertempat tinggal di daerah banjir atau rentang
longsor, serta kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil.

Rounded Rectangle: Respons Emosional :

Rasa marah, rasa cemas, rasa tkut, kehilangan semangat, dan duka
cita.

Keterkaitan antara stressor, respons, dan dampak stress dapat dilihat pada bagan
berikut :

Berikut adalah penjelasan mengenai hubungan ketiga macam respons


tersebut terhadap stress sebagaimana dalam gambar tersebut :

a. Respons emosional

Untuk mengetahui hubungan antara stress dengan emosi, Caspi,


Bolger, dan Ecken (Weitten&Lloyd, 1994) melakukan penelitian terhadap
96 orang wanita sekitar tahun 1980 mengenai pengalaman stress dan suasana
hati mereka. Diketahui stress dapat menimbulkan suasana hati yang negative
(tidak nyaman). Menurut Wolfook dan Richardson (1978), reaksi emosi itu
meliputi perasaan kesal, marah, cemas, takut, murung, sedih, dan duka cita.

b. Respons fisiologis

Respons fisiologis meliputi beberapa hal sebagai berikut :


1) The fight or flight respons, yaitu reaksi fisiologis terhadap ancaman dengan
memobilisasi organisme untuk melawan (fight) atau menghindari (flight)
anacaman atau sesuatu yang membahayakan.
2) The general adaptation syndrome, yaitu respons tubuh terhadap stress, yang
terdiri atas tiga tahap : alarm, resistance, dan exhaustion.
3) Brain-body pathway, dilakukan dengan dua jalan yaitu jalan pertama
ditempuh melalui system saraf otomatis dan jalan kedua melibatkan
komunikasi langsung antara otak dan system endocrine.

c. Respons behavioral

Respons behavioral (tingkah laku atau aktivitas) terhadap stress


umumnya melibatkan coping, yaitu berbagai upaya untuk menuntaskan,
mengurangi, atau menoleransi tuntutan-tuntutan yang menyebabkan stress.
Factor-factor yang mengganggu kestabilan stress organisme berasal dari
dalam yang terdiri dari bilogis dan psikologis, maupun dari luar yang terdiri
dari factor lingkungan. Berikut penjelasannya :

1) Factor biologis. Stressor biologis meliputi factor-faktor genetika,


pengalaman hidup, ritme biologi, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan,
penyakit, dan abnormalitas adaptasi.
2) Factor psikologis. Factor psikologis yang diduga menjadi pemicu stress di
antaranya sebagai berikut persepsi, perasaan dan emosi, situasi, pengalaman
hidup, keputusan hidup, perilaku (behavior), respons perlawanan (fight) dan
melepaskan atau melarikan diri (flight), reaksi perlawanan (fight reaction),
reaksi melepaskan diri (flight reaction), dan diam (immobility).
3) Factor lingkungan. Factor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, biotik,
dan sosial.
5. Pengelolaan Manajemen Stress
Pengelolaan stress disebut juga dengan istilah coping. Menurut R.S.
Lazarus dan Folkman: coping adalah proses mengelola tuntutan (internal
atau eksternal) yang ditaksir sebagai beban karena di luar kemampuan
individu. Coping terdiri atas upaya-upaya yang berorientasi pada kegiatan
dan dan intrapsikis untuk mengelola (seperti menuntaskan, tabah,
mengurangi, atau menimbulkan) tuntutan internal dan eksternal serta konflik
di antaranya.

Faktor-faktor yang mempengarui coping sebagai upaya mereduksi


atau mengatasi stress adalah sebagai berikut :

A. Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat diartikan sebagai pemberian bantuan atau


pertolongan terhadap seseorang yang mengalami stress dari orang lain yang
memiliki hubungan dekat (saudara atau teman). Menurut Rietschlin (Shelley
E. Taylorm, 2003), dukungan sosial berarti pemberian informasi dari orang
lain yang dicintai atau mempunyai kepedulian, serta memiliki jaringan
komunikasi atau kedekatan hubungan, seperti orang tua, suami istri, teman,
dan orang-orang yang aktif dalam lembaga keagamaan.

House (1981) mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki empat


fungsi, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Emotional support, yang meliputi pemberian curahan kasih sayang,


perhatian, dan kepedulian.
b. Appraisal support, yang meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan
mengembangkan kesadaran akan masalah yang dihadapi, termasuk usaha-
usaha untuk mengklarifikasi hakikat masalah tersebut, dan memberikan
umpan balik tentang hikmah dibalik masalah tersebut.
c. Informational support, yang meliputi nasihat dan diskusi bagaimana
mengatasi atau memecahkan masalah.
d. Instrumental support, yang meliputi bantuan material, seperti memberikan
tempat tinggal, meminjamkan uang, dan menyertai berkunjung ke biro
layanan sosial.

B. Kepribadian

Tipe atau karakteristik kepribadian seseorang mempunyai pengaruh


yang cukup berarti terhadap coping atau usaha mengatasi stress yang
dihadapi. Di antara tipe atau karakteristik keperibadian tersebut adalah
sebagai berikut :

a. Hardiness (ketabahan atau daya tahan)

Hardiness dapat diartikan sebagai tipe kepribadian yang ditandai


dengan sikap komitmen, internal locus control, dan kesadaran terhadap
tantangan (challenge). Suzanne, Kobasa (1979), sebagai pencetus istilah
hardiness, menjelaskan ketiga karakteristik tersebut : Commitment, yaitu
keyakinan seseorang tentang sesuatu yang seharusnya ia lakukan. Internal
locus control, yaitu dimensi kepribadian tentang keyakinan atau persepsi
seseorang bahwa keberhasilan atau kegagalan yang dialami disebablan oleh
factor internal (berasal dari dirinya sendiri) sedangkan eksternal locus
control merupakan keyakinan seseorang bahwa kesuksesan atau kegagalam
yang dialaminya berasal dari factor luar. Challenge, yaitu kecenderungan
persepsi seseorang terhadap situasi, atau tuntutan yang sulit atau mengancam
sebagai suatu tantangan, (peluang) yang harus dihadapi.
b. Optimis (optimism)

Optimis merupakan kecenderungan umum untuk mengharapkan hasil-


hasil yang baik (Weitern atau Lloyd, 1994:90). Sikap optimis
memungkinkan seseoramg dapat meng-cope secara lebih afektif, dan dapat
mereduksi dampaknya, yaitu jatuh sakit.

c. Humoris

Orang yang senang terhadap humor (humoris) cenderung lebih toleran


dalam menghadapi situasi stress daripada orang yang tidak senang humor
(orang yang bersikap kaku, dingin, pemurung, atau pemarah). Dalam
studinya tentang beberapa cara coping, McCrae (1984) menenmukan bahwa
40% sikap humor itu dapat mengurangi stress. Dixon (1980) mengemukakan
bahwa humor, joke, atau kecewa berfungsi upaya untuk menilai kembali
situasi stress dengan cara yang kurang mengancam, dan dapat melepaskan
emosi-emosi negative yang terpendam (seperti perasaan marah).

6. Macam-Macam Coping
Coping terhadap stress itu ada yang positif atau konstruktif, ada juga
yang negative. Berikut penjelasan masing-masing :

A. Coping negative

Menurut Weitten Lloyd, coping negative meliputi beberapa hal.


Pertama, giving up (withdraw), melarikan diri dari kenyataan atau situasi
stress, yang bentuknya seperti sikap apatis, kehilangan semangat, atau
perasaan tak berdaya, dan meminum-minuman keras atau mengonsumsi
obat-obat terlarang. Kedua, agresif, yaitu berbagai perilaku yang ditujukan
untuk menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Ketiga,
memanjakan diri sendiri (indulging yourself) dengan berperilaku
konsumerisme yang berlebihan, seperti makan yang enak, merokok,
menenggak minuman keras, dan menghabiskan uang untuk berbelanja.
Keempat, mencela diri sendiri (blaming yourself), yaitu mencela atau
menilai negative terhadap diri sendiri sebagai respons terhadap frustasi atau
kegagalan dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan. Kelima, mekanisme
pertahanan diri (defense mechanism), yang bentuknya seperti menolak
kenyataan dengan cara melindungi diri dari suatu kenyataan yang tidak
menyenangkan (seorang perokok mengatakan bahwa rokok merusak
kesehatan hanya teori belaka); berfantasi, rasionalisasi, dan
overcompensation.

B. Coping positif

Coping positif atau coping yang konstruktif diartikan sebagai upaya-


upaya untuk menghadapi situasi stress secara sehat. Coping yang positif-
konstruktif ini memiliki beberapa ciri : Pertama, menghadapi masalah secara
langsung, mengevaluasi alternative secara nasional dalam upaya
memecahkan masalah tersebut. Kedua, menilai atau mempersepsi situasi
stress didasarkan kepada pertimbangan yang rasional. Ketiga,
mengendalikan diri (self-control) dalam mengatasi masalah yang dihadapi.

Coping yang konstruktif dapat dilakukan melalui beberapa


pendekatan atau metode, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Rational-emotive therapy
Terapi ini merupakan pendekatan terapi yang memfokuskan pada
upaya untuk ubah pola berpikir klien yang irasional sehingga mengurangi
gangguan emosi atau perilaku yang maladaptive.

b. Meditasi

Meditasi merupakan latihan mental untuk memfokuskan kesadaran


atau perhatian dengan cara nonanalisis.

c. Relaksasi

Menurut penelitian para ahli seperti Lehrer & Woolfook (1984),


relaksasi dapat mengatasi kekalutan emosional dan mereduksi masalah
fisiologis (gangguan atau penyakit fisik).

d. Mengamalkan ajaran agama sebagai wujud keimanan kepada Tuhan

Orang yang taat beragama atau memiliki keimanan kepada Tuhan


mampu mengelola hidup dan kehidupannya secara sehat, wajar, normative,
serta dapat menghadapi situasi stress secara positif dan konstruktif.[3]
BAB III
PENUTUP
a. KESIMPULAN

Dari materi yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwa stress


merupakan fenomena psikofisik yang manusiawi. Artinya, stress itu bersifat
inheren pada diri setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-sehari.
Stress dialami oleh setiap orang dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia,
kedudukan, jabatan, atau status sosial-ekonomi. Stress bisa dialami oleh
bayi, anak-anak, remaja, atau dewasa; pejabat atau warga masyarakat biasa;
pengusaha atau karyawan; serta pria maupun wanita.

Demikian makalah yang bisa kami sampaikan tentang “Manajemen


Stress”. Sekiranya isi dalam makalah ini dapat memberikan pemahaman
dalam khazanah intelektual kita. Mohon maaf apabila ada kesalahan
penulisan dalam makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.

b. DAFTAR PUSTAKA

Farid Mashudi, Psikologi Konseling (Jogjakarta : IRCiSoD, 2013).


Hlm 184
Dale Carnegie & Associates, Overcoming Worry and Stress, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2016). Hlm 106-107

Farid Mashudi, Psikologi Konseling (Jogjakarta : IRCiSoD, 2013).


Hlm 185-233

Anda mungkin juga menyukai