Anda di halaman 1dari 14

MEMAHAMI PERBEDAAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KLASIK DAN ILMU PENGETAHUAN MODERN SERTA PERKEMBANGAN DAYA ABSTRAKSI MANUSIA

MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah IAD

Disusun Oleh : RAHMA ZULHIDA WINDA HERLINA SURYAPANI A1C110032 A1C110007 A1C110016

Dosen Pembimbing : Dra. St. Wahidah Arsyad

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA PROGRAM STUDI MATEMATIKA 2010

KATA PENGANTAR
Dalam rangka melaksanakan tugas kelompok Ilmu Alamiah Dasar (IAD) kami susun makalah Ilmu Alamiah Dasar (IAD) untuk pegangan presentasi kami di program studi Matematika Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Materi makalah ini disesuaikan dengan materi yang ada pada buku-buku Ilmu Alamiah Dasar (IAD). Diakui bahwa pada makalah ini tentu masih terdapat kekurangan dan kekhilafan. Karena itu, kepada pembaca dan dosen pembimbing dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih. Kepada semua pihak yang telah membantu kami sampaikan ucapan terima kasih. Semoga mereka mendapat imbalan yang lebih baik dari Allah SWT. Amin. Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi mahasiswa UNLAM khususnya dan para pembaca pada umumnya di mana saja berada. Amin. Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar1 Daftar Isi.2 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang..3 1.2 Rumusan Masalah.........3 1.3 Tujuan....................................................................................................................3 Bab II Pembahasan 2.1 Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dari Deskriptif dan Kualitatif hingga Simulatif dan Kuantitatif.4 2.1.1 2.1.2 Tahap Deskriptif dan Kualitatif...4 Tahap Simulatif dan Kuantitatif......................................................................6 2.2 Dinamika Ilmu Pengetahuan Alam...7 2.3 Peranan Matematika dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam Modern.........8 2.4 Peranan Matematika dan IPA dalam Peningkatan Daya Abstraksi Manusia9 Penutup Kesimpulan12 Daftar Pustaka...13

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ilmu Alamiah Dasar adalah ilmu yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dari deskriptif dan kualitatif hingga simulatif dan kuantitatif ? 2. Bagaimanakah dinamika Ilmu Pengetahuan Alam ? 3. Apa peranan Matematika dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam Modern ? 4. Apa peranan Matematika dan IPA dalam peningkatan daya abstraksi manusia ? 1.3 Tujuan Memahami perbedaan Ilmu Pengetahuan Alam Klasik dan Ilmu Pengetahuan Modern serta Perkembangan Daya Abstraksi Manusia.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dari deskriptif dan kualitatif hingga simulatif dan kuantitatif 2.1.1 Tahap Deskriptif dan Kualitatif Kegiatan IPA dimulai dengan observasi dan pencatatan atas gejala-gejala alam yang diamati. Dari pengumpulan hasil observasi ini dapat dilihat kesamaankesamaan atau perbedaan-perbedaan. Kemudian timbul kebutuhan untuk menyederhanakan dengan proses klasifikasi dan stematisasi sehingga diperoleh prinsip-prinsip yang lebih mendasar dan bersifat umum. Klasifikasi adalah proses untuk mengubah data yang terpisah menjadi data yang lebih fungsional. Misalnya kata-kata: jeruk, pisang, bola, merupakan contoh klasifikasi sederhana. Klasifikasi menyatakan kedudukan objek tertentu dalam sebuah kelas. Di samping klasifikasi sederhana terdapat pula system klasifikasi yang lebih kompleks. Misalnya di atas akan disusun berdasarkan suatu tujuan tertentu sebagai berikut. Kalau tujuannya atas dasar dapat menggelinding maka jeruk dan bola tergolong dalam satu klasifikasi. Bila tujuan klasifikasi adalah kelompok buahbuahan maka pisang dan jeruk berada pada satu golongan. Dalam sejarah perkembangan IPA, contoh klasifikasi yang berhasil adalah klasifikasi tumbuhan dan hewan yang membedakan spesies, genus, dan familia. Dalam kimia terdapat klasifikasi unsure yang berupa system periodic unsure yang disusun pertama kali oleh Demiri Mendelejef (1869 Rusia). Setelah pengetahuan yang terkumpul berdasarkan klasifikasi telah cukup banyak, timbul kebutuhan untuk membandingkan. Konsep perbandingan ini merupakan konsep yang lebih tinggi dan lebih efektif. Konsep panas, panjang, kecil, hanya menyatakan kedudukannya pada suatu keadaan tertentu, tetapi konsep lebih panas, lebih panjang, lebih kecil menggambarkan hubungan kedudukan antara objek yang satu jika dibandingkan terhadap objek yang lain.

Pernyataan lebih panjang, lebih panas dan sebagainya ini merupakan contoh suatu konsep perbandingan, kedua konsep di atas, yaitu konsep klasifikasi dan komparatif (perbandingan) masih bersifat kualitatif. Dalam sejarah perkembangan Ilmu Kimia penggunaan metode kualitatif ini pernah menghasilkan suatu teori pembakaran yang dikenal dengan nama teori flogiston (abad ke-18). Menurut teori ini dikatakan bahwa suatu zat dapat terbakar karena zat itu mengandung zat api atau flogiston. Makin banyak suatu zat mengandung flogiston makin mudah terbakar. Arang dianggap sebagai sepenuhnya berisi flogiston. Pada peristiwa pembakaran logam dapat diterangkan secara kualitatif sebagai berikut: 1. Logam dibakar 2. Arang 3. Kapur logam + arang = kapur logam + flogiston = flogiston = logam (flogiston).

Sejumlah peristiwa yang lain yang berhubungan dengan pembakaran dapat diterangkan teori flogiston ini. Namun beberapa kelemahan terdapat dalam teori flogiston ini, di antaranya: 1. Flogiston adalah suatu zat hipotesis sebab tidak dapat dirasa dan diraba. 2. Massa logam bertambah setelah pembakaran menyatakan bahwa flogiston bermassa negative. Kelemahan itu tidak mampu menumbangkan teori flogiston, bahkan masih dapat bertahan lama sekali. Ini disebabkan karena metode penelitian pada waktu itu tekanannya secara kuantitatif sehingga hasil-hasil yang ditunjukkan secara kuantitatif seringkali diabaikan. Pernyataan yang bersifat kualitatif ini kadang-kadang sudah merupakan pengetahuan yang memadai dan bermanfaat terutama untuk bidang di mana metode kuantitatif belum dapat berkembang. Sebagai contoh kaidah-kaidah dalam ilmu social kebanyakan masih berupa pernyataan yang bersifat kualitatif. Ini disebabkan karena kesulitan dalam teknik pengukuran terhadap gejala social. Namun sedikit demi sedikit kesulitan ini dapat diatasi, sehingga ahli-ahli dalam ilmu social dewasa ini telah memasuki tahap yang bersifat kuantitatif.

2.1.2 Tahap Simulatif dan Kuantitatif Misalkan pada tahap kuantitatif kita telah menemukan prinsip bahwa semua logam jika dipanasi akan bertambah panjang. Pernyataan semacam ini memang telah cukup bermanfaat. Tetapi kita masih berusaha untuk mengetahui seberapa banyak bertambah panjangnya. Dengan kata lain timbul kebutuhan untuk mengkuantifikasikan data sehingga dapat diperoleh pengukuran yang lebih teliti dengan tujuan agar kesimpulan yang diperoleh lebih mendekati kebenaran. Untuk memperoleh pengukuran yang saksama dilakukan proses simulasi, yaitu dengan menirukan atau mengulangi peristiwa alam dengan jalan melakukan percobaan-percobaan. Pada contoh di atas tadi, setelah dilakukan percobaan dari beberapa logam diperoleh hubungan sebagai berikut: Lt = L0 (1 + 4t) di mana: Lt = panjang logam pada suhu t L0 = panjang logam pada suhu t0 = koefisien mulai panjang. t = perbedaan suhu (selisih antara t dan t0). Dari persamaan di atas dapat memberikan keterangan yang lebih jelas dan lebih eksak, sebab menunjukkan seberapa bertambah panjangnya logam, yang disebabkan oleh kenaikan suhu tertentu. Contoh lain mengenai keberhasilan metode kuantitatif ini adalah penemuan hukum ketetapan massa oleh Antoine Laurent Lavoirsier (1743-1794). Hukum ini menyatakan bahwa massa zat sebelum dan setelah reaksi senantiasa sama. Hukum ketetapan massa ini dapat menumbuhkan teori flogiston dan menggantinya dengan teori oksidasi. Suatu zat dapat terbakar bukan karena melepaskan flogiston tetapi karena zat itu mengikat oksigen. Sehingga bertambah massanya kapur logam (oksida logam) setelah reaksi bukan karena flogiston bermassa negative, tetapi karena logam mengikat oksigen. Di sini berlaku bahwa massa logam ditambah oksigen sama dengan massa kapur logam atau oksida logam. 6

Metode kuantitatif berkembang sebagai akibat penggunaan matematika dalam IPA sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya control dan daya ramal dari ilmu serta dapat memberikan jawaban yang lebih eksak. Dengan demikian akan menghasilkan pemecahan masalah sehingga menjadi lebih saksama, cermat, tepat, dan hasilnya lebih mendekati kebenaran. Dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh melalui metode kuantitatif menjadi lebih dapat diandalkan. 2.2 Dinamika Ilmu Pengetahuan Alam Telah dikemukakan bahwa kegiatan IPA berawal dari pengamatan dan pencatatan baik terhadap gejala-gejala alam pada umumnya maupun dalam percobaan-percoban yang dilakukan dalam laboratorium. Dari hasil pengamatan atau observasi ini manusia berusaha untuk merumuskan konsep-konsep, prinsipprinsip, hukum, dan teori. Jika dilihat dari arah prosesnya maka dalam hal ini eksperimen mendahului teori. Proses IPA tidak berhenti di sini tetapi dari hasil IPA yang berupa konsep, hukum, dan teori ini masih terbuka kesempatan untuk diuji kebenarannya. Demikian proses IPA berlangsung terus sehingga selalu terdapat mekanisme control, bersifat terbuka untuk selalu diuji kembali dan bersifat kumulatif. Pengetahuan yang diperoleh selalu bertumpu di atas dasar-dasar sebelumnya dalam kerangka yang bersifat kumulatif, sehingga karenanya bersifat konsisten dan sistematis. Dengan kata lain IPA berkembang secara dinamis. Jadi, proses IPA yang dinamis ini oleh karena menggunakan metode keilmuan di mana peranan teori dan eksperimen saling memperkuat. Sebagai contoh: dengan menggunakan teori optic memungkinkan dibuatnya alat-alat optic dengan posisi yang tinggi dan dengan kemampuan yang lebih besar. Selanjutnya dengan alat-alat yang berkemampuan besar ini memungkinkan diperbaruinya teori yang telah ada. Namun demikian manakah yang dipentingkan lebih dahulu, teori atau eksperimen? IPA modern lebih menekankan teori yang mendahului eksperimen. Sebagai contoh teori relativitas Eintein (1905) yang menyatukan hubungan kesetaraan antara massa dengan energi, disusun lebih dahulu baru kemudian diciptakan eksperimen sehingga diketemukan tenaga nuklir. Dengan

demikian IPA modern lebih menekankan kepada masalah melihat masa depan dan berusaha untuk meramalkan gejala-gejala baru secara ilmiah. Keuntungan dari IPA yang dinamis ini adalah perkembangan IPA yang pesat sehingga dalam jangka waktu 10 - 15 tahun pengetahuan IPA telah menjadi lipat dua. Kemajuan IPA ini mendukung perkembangan teknologi yang pada gilirannya dapat menaikkan kesejahteraan manusia. Namun demikian hasil IPA yang banyak ini bila tidak diarahkan pemanfaatannya justru akan merugikan manusia, bahkan dapat menghancurkan peradaban manusia itu sendiri. Beberapa penemuan yang dapat merugikan misalnya senjata nuklir, senjata kimiawi dan biologis serta timbulnya pencemaran udara, air dan tanah, yang dapat mengganggu keseimbangan dan keserasian lingkungan hidup. Pada dasarnya hasil-hasil IPA memang bersifat netral, tetapi pemanfaatannya yang tidak terarah dan tidak terkendali oleh nilai-nilai kemanusiaan adalah sangat berbahaya. Demikian pula, meskipun hasil IPA netral, tetapi keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan eksperimen dan keputusan untuk memilih fakta yang diperlukan adalah tidak bebas dari nilai. Dan di sinilah peranan dan perlunya nilai kemanusiaan yang luhur sangat diperlukan untuk menuntun perkembangan dan pemanfaatan IPA ke arah yang lebih benar. Jadi perkembangan IPA yang dinamis ini di samping banyak memberikan keuntungan juga membawa risiko. Agar risiko sekecil-kecilnya maka arah perkembangan IPA dan pemanfaatan hasil IPA harus dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. 2.3 Peranan Matematika dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam Modern Mengembangkan metode kuantitatif, meningkatkan daya control dan daya ramal dari ilmu serta dapat memberikan jawaban yang lebih eksak. Menghasilkan pemecahan masalah sehingga menjadi lebih saksama, cermat, tepat, dan hasilnya lebih mendekati kebenaran.

2.4 Peranan Matematika dan IPA dalam peningkatan daya abstraksi manusia Dampak atau efek dari ilmu alamiah dan teknologi yang telah dikembangkan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehingga lebih mudah dan menyenangkan dapat bersifat positif artinya benar-benar bermanfaat, dan dapat juga bersifat negative, karena menimbulkan akibat sampingan. Akibat negative itu bila dibiarkan akan membawa malapetaka. Karena itu, manusia setelah mengetahui beberapa hasil ilmu alamiah dan teknologi, mencoba mengatasi juga dengan ilmu alamiah dan teknologi yang baru. a) Sandang Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi telah banyak sumbangannya dalam bidang sandang. Andaikata tidak, maka kita barangkali masih hidup dalam zaman purba di mana manusia masih menggunakan kulit kayu atau daun-daun sebagai penutup tubuh kita. Baik pada abad yang lalu maupun masa kini ilmu pengetahuan alam dan teknologi telah menolong manusia dalam pengadaan sandang berupa mesin-mesin tekstil. Bila pada abad yang lalu mesin-mesin itu dapat mempercepat proses pembuatan tekstil yang umumnya masih terbuat dari kapas, maka pada abad sekarang ini Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi telah mampu menyumbangkan kepada manusia serat-serat sintetis baik yang terbuat dari pokok-pokok kayu yang diproses secara kimiawi menjadi benang (rayon) maupun dari bahan galian misalnya hasil samping sulingan batu bara dan minyak bumi menjadi serat-serat sintetis seperti polyester, popipropilen, polietilin dan sebagainya. Dengan teknologi itu orang tidak perlu menunggu terlalu lama hasil serta tanaman kapas. Dengan serat-serat sintetis itu orang dapat membuat serat tekstil secara besar-besaran dalam waktu yang singkat. Kelemahan-kelemahan dari tekstil sintetis dapat dikurangi dengan teknologi nuklir seperti yang telah diterangkan di muka sehingga hasilnya cukup nyaman sebagai bahan sandang. Dampak negative dari segala penemuan Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi ini sehubungan dengan polimersintetis yaitu bahwa bahan-bahan berupa polimersintetis itu yang dalam kata sehari-hari disebut plastic menimbulkan keuntungan dan kerugian. Keuntungannya sudah jelas kita dapat memproduksi serat tekstil untuk sandang, bahkan hampir semua kebutuhan sehari-hari yang berupa alat

rumah tangga tidak luput dari penggunaan plastic sebagai bahan dasarnya. Yang menjadi masalah sekarang ialah bahwa sampah-sampah plastic itu tidak dapat dihancurkan oleh bakteri-bakteri pembusuk. Sampah-sampah lain yang berasal dari bahan alam dengan cepat dapat dihancurkan oleh bakteri pengurai. Untuk menjawab tantangan ini kiranya perlu diciptakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi yang lebih maju lagi misalnya dengan menciptakan jenis polimer yang dapat dihancurkan oleh bakteri pembusuk dengan jalan mencampur polimer itu dengan suatu bahan lain yang menjadi makanan bakteri pengurai. Cara lain ialah memusnahkan sampah plastic itu dengan membakarnya atau mengolahnya kembali menjadi bahan plastic lagi. b) Papan Di muka dikemukakan bahwa burung camar semua pandai membuat sarang yang begitu indah, namun setelah berabad-abad lamanya ternyata tidak terlihat adanya kemajuan sedikit pun. Burung itu membuat sarangnya secara naluriah. Berbeda dengan manusia yang oleh Tuhan diberi karunia keunggulan berupa akal dan budi. Dengan akal inilah manusia dapat menyempurnakan rumah tinggalnya dari gua-gua alami ke pohon-pohon, kemudian berkembang lagi menjadi rumah di atas tiang-tiang penyangga, dan lebih maju lagi pada masa kini kita telah mampu membuat rumah tembok dengan penuh kenyamanan. Bahkan manusia masa kini telah mampu membuat gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi ke angkasa. Untuk mencapai puncaknya orang tidak perlu meniti tangga langkah demi lagkah, tetapi cukup tekan tombol dan beberapa detik kemudian sampai ke lantai yang ke-60 dan seterusnya. Uraian di atas menunjukkan dampak positif Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi dalam bidang papan. Teknologi selalu mempunyai kelemahan. Sebagai contoh, dengan alat-alat modern, sekarang orang begitu mudah membabat hutan untuk bangunan atau perabot lainnya. Apalagi dengan prinsip ekonomi memperoleh untung sebesarbesarnya membuat orang menjadi lupa, sehingga timbul akibat sampingan dari penebangan hutan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Ilmu Lingkungan. Pohon-pohon yang relative mudah yang seharusnya tidak boleh dibabat, sehingga menimbulkan akibat berantai, mulai dari erosi, pendangkalan sungai, kematian

sumber air, kemerosotan kesuburan tanah, banjir dan selanjutnya rantai itu sampai pada kesengsaraan manusia itu sendiri yang sebenarnya tidak ikut secara langsung menikmati hasil hutan itu. Ini merupakan suatu hal yang mulai terasa di beberapa bagian pulau kita. c) Pangan Dampak positif Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi di bidang pangan jelas dikemukakan di muka, misalnya saja dalam memperoleh bibit unggul yang banyak produksinya dalam waktu relative singkat melalui nuklir. Contoh-contoh lain yaitu penggunaan mekanisasi pertanian di mana orang memungut hasil produksi yang telah besar menggunakan tenaga manusia yang relative lebih sedikit. Sumbangan Ilmu Pengetahuan Alam di bidang pangan pun telah banyak dimanfaatkan orang misalnya dengan cara pemupukan yang tepat dan penggunaan bakteri yang sanggup menunjang akar-akar tanaman mengambil zat hara dengan lebih baik sehingga produksi bertambah banyak. Penggunaan Bioteknologi, misalnya hormone tumbuhan yang mampu memacu tumbuhnya daun, bunga atau buah yang jauh lebih lebat dan sebagainya, juga telah banyak diterapkan dalam dunia pertanian. Dampak negative Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi juga ada, misalnya pemakaian racun pemberantas hama tanaman (pestisida) ternyata tidak saja dapat memberantas hama, tetapi juga membunuh hewan ternak, meracuni hasil panen, meracuni manusia itu sendiri. Tampaknya setiap penggunaan teknologi maju selalu mempunyai dampak negative. Karena itu, kesadaran dan tanggung jawab manusia itu sendiri juga perlu ikut ditingkatkan untuk kepentingan bersama dan generasi yang akan datang, dan di sinilah pentingnya menghayati prinsip-prinsip Ilmu Lingkungan.

11

PENUTUP
Kesimpulan: 2.1 Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dari deskriptif dan kualitatif hingga simulatif dan kuantitatif 2.1.1 Tahap Deskriptif dan Kualitatif Pernyataan yang bersifat kualitatif merupakan pengetahuan yang memadai dan bermanfaat terutama untuk bidang di mana metode kuantitatif belum dapat berkembang. Sebagai contoh kaidah-kaidah dalam ilmu social kebanyakan masih berupa pernyataan yang bersifat kualitatif. Ini disebabkan karena kesulitan dalam teknik pengukuran terhadap gejala social. 2.1.2 Tahap Simulatif dan Kuantitatif Metode kuantitatif berkembang sebagai akibat penggunaan matematika dalam IPA sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya control dan daya ramal dari ilmu serta dapat memberikan jawaban yang lebih eksak. Dengan demikian akan menghasilkan pemecahan masalah sehingga menjadi lebih saksama, cermat, tepat, dan hasilnya lebih mendekati kebenaran. 2.2 Dinamika Ilmu Pengetahuan Alam Perkembangan IPA yang dinamis di samping banyak memberikan keuntungan juga membawa risiko. Agar risiko sekecil-kecilnya maka arah perkembangan IPA dan pemanfaatan hasil IPA harus dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. 2.3 Peranan Matematika dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam Modern Menghasilkan pemecahan masalah sehingga menjadi lebih saksama, cermat, tepat, dan hasilnya lebih mendekati kebenaran. 2.4 Peranan Matematika dan IPA dalam peningkatan daya abstraksi manusia Dampak dari IPA dan teknologi yang telah dikembangkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehingga lebih mudah dapat bersifat positif dan dapat juga bersifat negative. Bila akibat negative dibiarkan akan membawa malapetaka. Karena itu, manusia setelah mengetahui beberapa hasil ilmu alamiah dan teknologi, mencoba mengatasi juga dengan ilmu alamiah dan teknologi yang baru.

DAFTAR PUSTAKA
Hossein, Sayyed. 1993. Menjelajah Dunia Modern. Mizan. Bandung. Margono. 1984. Ilmu Alamiah Dasar. UNS. Surakarta. Purnama, Heri. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Rineka Cipta. Jakarta. Roosmini, Mien. 1990. Ilmu Alamiah Dasar. IKIP. Semarang. Supatmo, A. 1991. Ilmu Alamiah Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai