PENDAHULUAN
BAB II
: Pembahasan
Pada bab ini berisi mengenai pembahasan. Mulai dari teori ekologi,
perilaku spasial, arsitektur untuk belajar hingga arsitektur untuk
bermain.
BAB III
: Analisis
Pada bab ini berisi analisis mengenai pengelolaan kelas, membentuk
kelas yang efektif, kelas sampai dengan manajemen ruang kelas.
BAB IV
: Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Ekologi
Pusat dari pemikiran para ahli teori ekologi adalah gagasan tentang kecocokan
manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang sehingga memungkinkan terjadinya
3
perilaku tertentu. Seting perilaku menurut istilah Roger Barker (dalam Veitch &
Arkkelin, 1995) adalah evaluasi terhadap kecocokan antara lingkungan dengan perilaku
yang terjadi pada konteks lingkungan tersebut.
Menurut Roger Barker (dalam Sarwono, 1992) tingkah laku tidak hanya
ditentukan oleh lingkungan atau sebaliknya, melainkan kedua hal tersebut saling
menentukan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam istilah Barker, hubungan tingkah
laku dengan lingkungan adalah seperti jalan dua arah (two way street) atau
interdependensi ekologi. Selanjutnya Barker mempelajari hubungan timbal balik antara
lingkungan dengan tingkah laku. Suatu hal yang unik pada teori Barker adalah adanya
seting perilaku yang dipandang sebagai faktor tersendiri. Seting perilaku adalah pola
tingkah laku kelompok (bukan individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan
tertentu (physical milleu). Misalnya jika suatu ruangan terdapat pintu, beberapa jendela,
serta dilengkapi dengan papan tulis dan meja tulis yang berhadapan dengan sejumlah
bangku yang berderet, maka seting perilaku yang terjadi pada ruang tersebut adalah
rangkaian dari tingkah laku murid yang sedang belajar di ruang kelas.
2.2. Perilaku Spasial (Behavior Environment)
Perilaku spasial adalah tanggapan yang mencakup perasaan dan pikiran yang
kemudian memunculkan tindakan atau perilaku dalam kaitannya dengan objek
lingkungan melalui suatu proses pengalaman tertentu. Pipkin dan La Gory (1983),
menyatakan
memunculkan
bahwa
corak
lingkungan
budaya
merupakan
tertentu.
wadah
Dengan
aktivitas
demikian,
manusia
perilaku
untuk
manusia
Teritorialitas (Territoriality)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
pada tempat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teritorial:
Tingkat urgensi kepentingan individu maupun kelompok
Lamanya waktu penguasaan
Kepuasan tingkat kepemilikan
Jumlah kekuatan personalisasi
Kekuatan untuk bertahan dari serangan orang lain
Tingkat kemanfaatannya
Fungsi Teritori:
a. Mengatur persepsi dan kontrol tentang dunia
b. Memperkirakan aturan dan stabilitas
c. Mengarahkan pada suatu perasaan akan perbedaan (sense of personal
identity)
d. Perasaan untuk mengontrol
e. Mengatur privasi
f. Mereduksi stres
2.2.3
2.2.4
Privasi (Privacy)
Konsep privasi sangat berkaitan dengan konsep ruang personal dan
pada setiap ruang atau wilayah. Altman (1975) membagi kepadatan menjadi
kepadatan dalam dan kepadatan luar. Kepadatan dalam berarti jumlah manusia
dalam suatu ruangan, sedangkan kepadatan luar berarti jumlah orang atau
pemukiman di suatu wilayah.
Kesesakan (crowding) adalah perasaan subyektif individu terhadap
keterbatasan ruang yang ada (Holahan, 1982) atau perasaan subyektif karena
terlalu banyak orang lain di sekelilingnya (Gifford, 1987). Kesesakan muncul
apabila individu berada dalam posisi terkungkung akibat persepsi subyektif
keterbatasan ruang, karena dibatasi oleh sistem konstruksi bangunan dan terlalu
banyaknya stimulus yang tidak diinginkan dapat mengurangi kebebasan masing-
masing individu, serta interaksi antar individu semakin sering terjadi, tidak
terkendali, dan informasi yang diterima sulit dicerna (Cholidah et al., 1996).
Faktor Pengaruh Kesesakan
a. Faktor Personal
Terdiri dari locus of kontrol yang dapat memberikan kontribusi terhadap
munculnya kesesakan. Sedangkan budaya memiliki kaitan tentang persepsi
masyarakat tentang kesesakan itu sendiri. Dan yang terakhir dalam faktor
personal adalah jenis kelamin, ditemukan penelitian bahwa pria memiliki
pengalaman kesesakan lebih dibandingkan wanita karena lebih menunjukan
sikap reaktif terhadap kondisi tersebut.
b. Faktor Sosial
Faktor-faktor ini berkaitan dengan kehadiran dan perilaku orang lain,
formasi koalisi, kualitas hubungan yang berkaitan dengan bagaimana orang
lain memiliki suatu cara berpikir yang sama sehingga kesesakan dapat
berkurang, dan informasi yang tersedia, dalam arti kesiapan individu
tersebut terhadap kesesakan yang akan terjadi. Jika individu tersebut
memiliki informasi sebelumnya tentang kepadatan yang terjadi maka ia akan
merasa lebih siap dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki
informasi sama sekali.
c. Faktor Fisik
Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes (1983) mengemukakan
adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga
mempengaruhi kesesakan. Stressor yang menyertai faktor situasional
tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana
dan karakteristik setting.
Dampak Kepadatan:
a. Dampak penyakit dan patologi sosial.
b. Dampak pada tingkah laku sosial (agresi, menarik diri, curiga).
c. Dampak pada suasana hati dan produktivitas.
tidak memadai, kebisingan yang melewati ambang batas, serta kontrol terhadap anak
didik yang sangat sulit akibat gangguan dari lingkungan sekitar yang sangat padat,
membuat sekolah ini pun ditutupi tripleks dan menjadi tertutup. Penutupan ini memang
jauh lebih baik karena lingkungan terbuka yang jadi pilihan adalah lingkungan yang
kurang baik, yaitu di kolong jembatan layang tol ataupun di pinggir rel kereta api.
Namun, hal itu memang dapat dimaklumi, mengingat tujuan dari sekolah luar ruang ini
pada awalnya adalah untuk membantu para warga miskin kota di pemukiman kumuh
yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya di sekolah formal. Namun demikian,
jumlah siswa yang ada telah mencapai lebih dari 2000 orang dan telah ada 5 cabang.
Bahkan jenjang pendidikan yang ada cukup lengkap, mulai dari taman kanak-kanak
sampai SMU sehingga anak didik dijamin tetap bersekolah pada usia wajib belajar .
Oleh sebab itu mengingat banyak hal yang sulit dikontrol pada pendidikan
terbuka luar ruang, sangat mungkin mengaplikasikan filosofis sekolah terbuka tanpa
harus diikuti dengan konsep pendidikan luar ruang, atau sebaliknya, mengadopsi pola
pendidikan terbuka kedalam pendidikan sekolah konvesional. Namun perlu senantiasa
diingat bahwa aplikasi desain sekolah terbuka kedalam sekolah konvensional harus
mengikuti filosofis pendidikkan terbuka.
Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan
efektivitas sekolah terbuka. Beberapa penelitian telah mengevaluasi beberapa hal
penting pada model sekolah terbuka melalui observasi perilaku, wawancara dengan
para guru dan para siswa serta membandingkan beberapa sekolah terbuka dan sekolah
konvesional yang menerapkan filosofi pendidikan terbuka. Secara umum, hasilnya
menyatakan bahwa pada sekolah terbuka, para siswa berada dalam lingkungan
pendidikan yang lebih baik, senang karena memiliki pengajar yang memberikan lebih
banyak kebebasan, serta dapat bekerja dan berinteraksi dalam berbagai variasi
kelompok atau lingkungan. Mereka juga merasakan suasana keterbukaan di antara para
pengajar dan memiliki kebersamaan yang lebih baik. Para siswa mempunyai rasa
memiliki yang lebih besar terhadap sekolah dan menunjukkan sikap sangat positif
terhadap semua hal yang berkaitan dengan sekolah tersebut. Akan tetapi,
kekurangannya adalah para siswa mengalami gangguan belajar yang lebih banyak,
seperti suasana yang lebih ribut, gangguan visual, dan sebagainya. Guru beserta
siswanya juga kurang mampu mengontrol lingkungan sekitar mereka sehingga berbagai
9
cara diupayakan agar dapat mengurangi efek negatif yang timbul dari sekolah terbuka
seperti memberikan pembatas-pembatas ruang (partisi) dan menyusun parabot (lay out
furniture) yang menunjukkan teritorialitas kelas.
Oleh sebab itu, adalah baik untuk menciptakan dan mempertahankan suasana
luar dalam sekolah konvesional. Desain kelas radial dengan orientasi sosiopetal akan
membuat siswa memiliki rasa kebersamaan yang lebih baik dengan interaksi yang lebih
intensif daripada desain kelas daripada desain kelas persegi dengan tempat duduk
berbaris yang cenderung membuat malas siswa yang duduk di bagian tengah dan
belakang untuk berinteraksi.
2.4 Arsitektur Untuk Bermain
Wujud arsitektur untuk anak-anak adalah temapat bermain. Apa yang
dibutuhkan anak-anak sesuai tingkatan umurnya dalam lingkungan? Bagaimana
perilaku anak dapat dipengaruhi oleh desain fisik lingkungan? Teori yang dikemukakan
seorang ahli psikologi perkembangan asal Swiss, Jean Piaget 18961980 merupakan
teori yang sering dipakai dalam psikologi perkembangan dan kepribadian anak. Piaget
melakukan penelitian berdasarkan argument bahwa ketika anak-anak berkembang,
mereka membuat interaksi antara dirinya sendiri (inner drives) dengan lingkungan
sekitarnya. Piaget juga mengatakan bahwa perkembangan tersebut merupakan hasil dari
interaksi anak tersebut dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini berarti anak mampu
memanipulasi lingkungan secara aktif dan melihat hasil terhadap manipulasi manipulasi
tersebut. Perkembangan kognitif anak dan pola pikirnya merupakan hasil dari refleksi
terhadap lingkungan sekitar yang berkembang mulai dari pemahaman kongkret
(concrete-opperative) sampai ke tahap abstraksi (abstraction). Perkembangan ini dapat
difasilitasi hanya jika si anak secara aktif menjadi tertarik dan mau mengeksplorasi
lingkungannya. Menurut Piaget kedua pemahaman ini dapat dipengaruhi oleh desain
desain lingkungan fisik baik lingkungan alami maupun binaan dan pemeliharaannya.
BAB III
10
ANALISIS
Luar kelas
Kelebihan :
Kelebihan :
terkondisi.
3. Waktu akan tersita (kurang tepat waktu)
4. Penguatan konsep kadang terkontaminasi
oleh siswa lain/kelompok lain
5. Guru lebih intensif dalam membimbing
6. Akan muncul minat yang semu
1. Pertimbangkan apa yang akan dilakukan murid. Jika kita akan mengajar TK
atau SD, kita perlu menciptakan setting untuk membaca dengan suara
keras,mengajar membaca secara berkelompok, tempat untuk berbagi
pandangan,pengajaran matematika, dan tempat pelajaran keterampilan dan
seni.
2. Buat gambar rencana tata ruang. Sebelum kita memindahkan perabot,
buatlah gambar beberapa rancangan tata ruang, kemudian pilih salah satu
gambar yang menurut kita paling baik.
3. Libatkan murid dalam perencanaan tata ruang kelas. Kita dapat
merencanakan tata ruang kelas sebelum sekolah dimulai. Tetapi setelah
sekolah dimulai, baiknya kita tanyakan kepada murid tentang rencana yang
sudah kita buat sebelum masuk sekolah. Jika murid member saran yang
masuk akal, maka ada baiknya kita mencoba.
4. Cobalah rancangan dan bersikaplah fleksibel dalam mendesainnya.
Evaluasilah efektivitas tata ruangan kita, beberapa minggu setelah masuk
sekolah. Misalnya mengatur posisi murid setengah lingkaran agar dapat
mengurangi keributan.
3.2.1.4. Tata Letak Meja dan Bangku Dalam Proses Belajar Di Kelas
Walaupun banyak formasi tata letak meja dan bangku, namun kami
memilih formasi huruf U sebagai formasi yang paling efektif. Formasi ini dapat
digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru dan/atau
melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan
langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan
pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U
dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
Berikut contoh formasi huruf U :
14
kegembiraan, akrab dengan teman sebaya, dan menunjukkan harga diri yang
tinggi. Strategi demokratis memicu siswa untuk menjadi peikir dan pelaku
yang mandiri, namun masih melibatkan pemantauan yang efektif.
2. Gaya Manajemen Kelas Otoriter (Authoritarian Classroom Management
Style)
Bersifat membatasi dan menghukum. Fokusnya adalah mempertahankan
suasana di dalam kelas dari pada pengajaran dan pembelajaran. Guru yang
otoriter menetapkan batas dan kendali yang tegas terhadap siswa serta
memiliki sedikit pertukaran verbal dengan siswa. Siswa yang dalam kelas
otoriter cendrung merupakan pelajar yang pasif, tidak bisa memulai
aktivitas, mengungkapkan kecemasan tentang perbandingan sosial, dan
memiliki keterampilan komunikasi yang buruk.
3. Gaya
Manajemen
Kelas Yang
Permisif
(Permissive
Classroom
Management Style)
Memberi siswa banyak kebebasan, tetapi memberi mereka sedikit dukungan
untuk mengembangkan keterampilan belajar atau mengatur keterampilan
mereka. Tidak mengherankan siswa di kelas permisif cendrung memiliki
ketrampilan akademis yang tidak memadai dan pengendalian diri yang
rendah.
Secara keseluruhan, gaya demokratis akan lebih bermanfaat bagi murid
daripada gaya otoriter dan permisif. Gaya demokratis akan membantu murid
menjadi pembelajar yang aktif , percaya diri, akrab dengan teman sebaya dan
mampu mengendalikan diri.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keterampilan pengelolaan kelas perlu dimiliki oleh guru, karena hal ini akan
membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran sendiri. Pengelolaan kelas adalah
kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas
yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan
maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management)
lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan
barang/fasilitas.
Salah satu bentuk pengelolaan kelas adalah penatan tempat duduk, dimana
penatan tempat duduk perlu memperhatikan lingkungan fisik kelas dan juga
keanekaragaman karakteristik siswa, serta mempertimbangkan kesesuaian metode yang
digunakan dengan tujuan akhir dari pembelajaran itu sendiri.
Kondisi dan posisi tempat duduk dapat menentukan tingkat aktivitas belajar
siswa di kelas. Hal tersebut disebabkan karena tempat duduk yang nyaman akan
membantu siswa untuk tenang dalam belajar dan apat pula menimbulkan gairah belajar
siswa.
4.2 Saran
Kiranya perlu menjadi perhatian bagi guru dan bahkan calon pengajar bahwa
keterampilan mengelola kelas salah satunya penataan tempat duduk harus dikuasai.
Pengelolaan kelas menyangkut kepada menciptakan iklim atau kondisi belajar yang
kondusif dan maksimal. Melalui penatan tempat duduk yang tepat diharapkan akan
menfasilitasi siswa untuk belajar dengan aktif. Adapun saran yang dapat dilakukan
dalam penatan tempat duduk seperti membentuk huruf U.
17
DAFTAR PUSTAKA
Amri. (2012). Makalah Manajemen Kelas. [Online]. Dapat diakses di: http://amriblogamriblog.blogspot.com/2012/02/makalah-manajemen-kelas.html
Astuti, Amin. (2010). Menciptakan Kondisi yang Efektif Dalam Diskusi Kelas. Online].
Dapat diakses di: http://astutiamin.wordpress.com/2010/09/02/b-menciptakankondisi-yang-efektif-dalam-diskusi-kelas-sains/
Bell P., Greene T., Fisher, J., & Baum, A. (1996). Environmental Psychology. Ft. Worth:
Harcourt Brace.
Cholidah, Lilih; Ancok, Djamaludin; dan Haryanto. (1996). Psikologika Nomor 1 :
Hubungan Kepadatan Dan Kesesakan Dengan Stres Dan Intensi Prososial Pada
Remaja Di Pemukiman Padat.
Krasner, Leonard. (1980). Environmental Design and Human Behavior: A Psychology
of the Individual in Society. New York: Pergamon Press.
Margi. (2011). Contoh Manajemen dan Pengelolaan Ruang. Online]. Dapat diakses di:
http://margi-world.blogspot.com/2011/03/contoh-manajemen-dan-pengelolaanruang.html
18
HASIL DISKUSI
1. Bagaimana desain formasi huruf U jika diterapkan di TPA yang pada dasarnya
anak-anaknya suka berlari-lari?
-
Sangat efektif, karena murid dapat secara jelas melihat guru atau media
visual yang ditampilkan. Selain itu guru juga dapat mengontrol secara
cermat seluruh murid. Tidak selamanya juga media visual terletak di depan
kelas.
3. Apa maksud dari kurangi kepadatan di area yang menjadi lalu lalang media
yang sering digunakan harus mudah di akses. Kemudian apa hambatan dari
inovasi tersebut?
-
Yang termasuk area lalu lalang adalah bangku murid, meja guru, rak sepatu
atau buku, dll. Sebisa mungkin semua itu dipisahkan, tetapi mudah
dijangkau.
Contoh media tersebut misalnya LCD. Selama ini kita harus melalui
administrasi yang panjang untuk menggunakan LCD, seharusnya setiap
19
Hambatannya jika formasi ini diterapkan pada kelas yang kecil atau murid
yang banyak. Tetapi mungkin bisa dibuat menjadi dua baris.
20