Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam proses pembelajaran, penguasaan pengetahuan dan keterampilan
hidup yang dibutuhkan siswa dalam menghadapi kehidupan rill merupakan tujuan
pendidikan. Tetapi dalam proses pembelajaran dalam kelas, bagaimana siswa dapat
menguasai dan memahami bahan ajar secara tuntas masih merupakan masalah yang
sulit. Hal tersebut dikarenakan bahwa dalam satu kelas para siswa merupakan
makhluk sosial yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Perbedaan tersebut
dapat dilihat dari aspek kecerdasan, pisikologis, dan biologis.
Dari perbedaan tersebut maka dapat menimbulkan beragamnya sikap dan
anak didik di dalam kelas. Menjadi tugas guru bagaimana menjadikan
keanekaragaman karakteristik siswa tersebut dapat diatasi sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Hal itu merupakan tugas bagi guru dalam mengelola
kelas dengan baik. Keterampilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak
hanya tertuang dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode
pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik akan dipengaruhi pula oleh
iklim belajar yang kondusif atau maksimal berkaitan dengan pengaturan orang
(siswa) dan barang.
Banyaknya keluhan guru karena sukarnya mengelola kelas sehingga tujuan
pembelajaran sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perlu terjadi apabila ada
usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam menciptakan iklim belajar yang
kondusif dan maksimal. Misalnya penataan ruang kelas berupa pengaturan/
penataan tempat duduk yang sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung.
Pengelolaan kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar yang baik
pula.
Dari permasalahan tersebut maka kami ingin mengetahui dan memahami
tentang pengelolaan kelas, salah satunya yaitu pengaturan ruangan kelas berupa
penataan tempat duduk siswa.
1

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tim
penulis membatasi masalah yang dirumuskan dalam makalah ini dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar seputar manajemen kelas, yaitu:
1. Apa itu teori ekologi?
2. Apa yang dimaksud dengan perilaku spasial?
3. Bagaimana cara mengelola kelas agar siswa merasa nyaman berada di dalam
kelas?
4. Bagaimana penataan tempat duduk siswa yang efektif sebagai bentuk dari
pengelolaan kelas?
5. Bagaimana menciptakan lingkungan yang positif di dalam kelas?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjawab daripada rumusan
masalah dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan yang diampu
oleh Bapak Dedy Achmad Kurniady, M.Pd.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang tim penulis gunakan dalam menyusun makalah ini adalah
dengan studi literatur yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di
internet. Sumber data sebagai perbandingan diperoleh dari hasil observasi yang
dilakukan oleh tim penulis terhadap ruang kelas di sebuah sekolah dasar.

1.5 Sistematika Penulisan


Adapun yang menjadi sistematika penulisan dalam makalah ini:
BAB I
: Pendahuluan
Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan.
2

BAB II

: Pembahasan
Pada bab ini berisi mengenai pembahasan. Mulai dari teori ekologi,
perilaku spasial, arsitektur untuk belajar hingga arsitektur untuk
bermain.

BAB III

: Analisis
Pada bab ini berisi analisis mengenai pengelolaan kelas, membentuk
kelas yang efektif, kelas sampai dengan manajemen ruang kelas.

BAB IV

: Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Ekologi
Pusat dari pemikiran para ahli teori ekologi adalah gagasan tentang kecocokan
manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang sehingga memungkinkan terjadinya
3

perilaku tertentu. Seting perilaku menurut istilah Roger Barker (dalam Veitch &
Arkkelin, 1995) adalah evaluasi terhadap kecocokan antara lingkungan dengan perilaku
yang terjadi pada konteks lingkungan tersebut.
Menurut Roger Barker (dalam Sarwono, 1992) tingkah laku tidak hanya
ditentukan oleh lingkungan atau sebaliknya, melainkan kedua hal tersebut saling
menentukan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam istilah Barker, hubungan tingkah
laku dengan lingkungan adalah seperti jalan dua arah (two way street) atau
interdependensi ekologi. Selanjutnya Barker mempelajari hubungan timbal balik antara
lingkungan dengan tingkah laku. Suatu hal yang unik pada teori Barker adalah adanya
seting perilaku yang dipandang sebagai faktor tersendiri. Seting perilaku adalah pola
tingkah laku kelompok (bukan individu) yang terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan
tertentu (physical milleu). Misalnya jika suatu ruangan terdapat pintu, beberapa jendela,
serta dilengkapi dengan papan tulis dan meja tulis yang berhadapan dengan sejumlah
bangku yang berderet, maka seting perilaku yang terjadi pada ruang tersebut adalah
rangkaian dari tingkah laku murid yang sedang belajar di ruang kelas.
2.2. Perilaku Spasial (Behavior Environment)
Perilaku spasial adalah tanggapan yang mencakup perasaan dan pikiran yang
kemudian memunculkan tindakan atau perilaku dalam kaitannya dengan objek
lingkungan melalui suatu proses pengalaman tertentu. Pipkin dan La Gory (1983),
menyatakan
memunculkan

bahwa
corak

lingkungan
budaya

merupakan

tertentu.

wadah

Dengan

aktivitas

demikian,

manusia
perilaku

untuk

manusia

sesungguhnya merupakan produk lingkungan, dan sebaliknya lingkungan buatan


merupakan gambaran dari perilaku manusia dalam merespon gejala lingkungan alam
baik bersifat reaktif maupun proaktif. Dalam perilaku spasial, terdapat lima pokok
bahasan, yaitu sebagai berikut:
2.2.1

Perasaan tentang Tempat (Sense of Place)


Kevin Linch (1981) dan teori place dari Markus Zanhd (1999)

menyatakan bahwa makna dan perasaan seseorang tentang tempat (lingkungan),


adalah ketika seseorang mengenal dan memahami lingkungannya, karena
memiliki suatu ciri khusus, keunikan, atau kejelasan tertentu.
2.2.2

Teritorialitas (Territoriality)

Teritorialitas adalah perasaan kepemilikan ruang yang dimiliki oleh


individu maupun kelompok yang didasarkan pada persepsi, usaha, dan
pengendalian yang nyata. Teritorial ini merupakan area yang tetap dan berpusat

a.
b.
c.
d.
e.
f.

pada tempat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teritorial:
Tingkat urgensi kepentingan individu maupun kelompok
Lamanya waktu penguasaan
Kepuasan tingkat kepemilikan
Jumlah kekuatan personalisasi
Kekuatan untuk bertahan dari serangan orang lain
Tingkat kemanfaatannya
Fungsi Teritori:
a. Mengatur persepsi dan kontrol tentang dunia
b. Memperkirakan aturan dan stabilitas
c. Mengarahkan pada suatu perasaan akan perbedaan (sense of personal
identity)
d. Perasaan untuk mengontrol
e. Mengatur privasi
f. Mereduksi stres
2.2.3

Ruang Personal (Personal Space)


Individu selalu menjadi pusat dari ruang personal. Setiap individu

memiliki ruang personalnya masing-masing.


Tiga Fungsi Ruang Personal:
a. Melindungi dan menjaga dari pengaruh yang berpotensi (emotional &
physical).
b. Menyesuaikan input sensori untuk mengatur stimulus yang bersifat indrawi.
c. Komunikasi yang menjadi tingkat kedekatan dan keintiman dengan orang
lain.

Efek Arsitektur Terhadap Ruang Personal:


a. Ukuran ruangan
b. Langit-langit ruangan
c. Partisi (sekat-sekat)
d. Cahaya
e. Lokasi
5

f. Posisi duduk / posisi berdiri


g. Posisi di luar / di dalam
h. Kondisi

2.2.4

Privasi (Privacy)
Konsep privasi sangat berkaitan dengan konsep ruang personal dan

teritorialitas. Ruang personal dan teritorialitas merupakan mekanisme utama


untuk mendapatkan privasi. Privasi adalah kemampuan sesorang atau kelompok
untuk mengendalikan interaksi, untuk memiliki pilihan, dan untuk mendapatkan
interaklsi yang diinginkan (rapoport, 1977).
Kategori Privasi:
a. Solitude : Keadaan bebas dari pengamatan orang lain.
b. Intimacy : Keadaan bersama orang lain tetapi bebas dari dunia luar.
c. Anonymity : Keadaan tidak dikenali, bahkan dalam keramaian.
d. Reserve : Keadaan dimana seseorang membuat batasan psikologis untuk
mengendalikan gangguan yang tidak diinginkan.
Tujuan Privasi:
a. Memberikan perasaan berdiri sendiri, mengembangkan identitas diri.
b. Memberikan kesempatan untuk melepaskan emosi.
c. Membantu mengevaluasi diri sendiri, menilai diri sendiri.
d. Membatasi dan melindungi diri sendiri dari komunikasi dengan orang lain.
2.2.5

Kepadatan (Density) dan Kesesakan (Crowding)


Menurut Holahan (1982), kepadatan (density) adalah sejumlah individu

pada setiap ruang atau wilayah. Altman (1975) membagi kepadatan menjadi
kepadatan dalam dan kepadatan luar. Kepadatan dalam berarti jumlah manusia
dalam suatu ruangan, sedangkan kepadatan luar berarti jumlah orang atau
pemukiman di suatu wilayah.
Kesesakan (crowding) adalah perasaan subyektif individu terhadap
keterbatasan ruang yang ada (Holahan, 1982) atau perasaan subyektif karena
terlalu banyak orang lain di sekelilingnya (Gifford, 1987). Kesesakan muncul
apabila individu berada dalam posisi terkungkung akibat persepsi subyektif
keterbatasan ruang, karena dibatasi oleh sistem konstruksi bangunan dan terlalu
banyaknya stimulus yang tidak diinginkan dapat mengurangi kebebasan masing-

masing individu, serta interaksi antar individu semakin sering terjadi, tidak
terkendali, dan informasi yang diterima sulit dicerna (Cholidah et al., 1996).
Faktor Pengaruh Kesesakan
a. Faktor Personal
Terdiri dari locus of kontrol yang dapat memberikan kontribusi terhadap
munculnya kesesakan. Sedangkan budaya memiliki kaitan tentang persepsi
masyarakat tentang kesesakan itu sendiri. Dan yang terakhir dalam faktor
personal adalah jenis kelamin, ditemukan penelitian bahwa pria memiliki
pengalaman kesesakan lebih dibandingkan wanita karena lebih menunjukan
sikap reaktif terhadap kondisi tersebut.
b. Faktor Sosial
Faktor-faktor ini berkaitan dengan kehadiran dan perilaku orang lain,
formasi koalisi, kualitas hubungan yang berkaitan dengan bagaimana orang
lain memiliki suatu cara berpikir yang sama sehingga kesesakan dapat
berkurang, dan informasi yang tersedia, dalam arti kesiapan individu
tersebut terhadap kesesakan yang akan terjadi. Jika individu tersebut
memiliki informasi sebelumnya tentang kepadatan yang terjadi maka ia akan
merasa lebih siap dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki
informasi sama sekali.

c. Faktor Fisik
Altman (1975), Bell dkk (1978), Gove dah Hughes (1983) mengemukakan
adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga
mempengaruhi kesesakan. Stressor yang menyertai faktor situasional
tersebut seperti suara gaduh, panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana
dan karakteristik setting.

Dampak Kepadatan:
a. Dampak penyakit dan patologi sosial.
b. Dampak pada tingkah laku sosial (agresi, menarik diri, curiga).
c. Dampak pada suasana hati dan produktivitas.

2.3 Arsitektur Untuk Belajar


Untuk merespon Jean Piaget dalam hal menyediakan sarana belajar yang sesuai
dengan perkembangan anak, maka sebuah sekolah terbuka (open-plan) atau sekolah
tanpa dinding yang sebenarnya merupakan sebuah konsep perencanaan yang menarik,
dapat menjawab syarat-syarat yang diajukan Piaget tentang perkembangan anak.
Namun desain seperti itu, harus dipikirkan secara matang karena pusat
aktivitasnya yang terbuka harus dalam jangakauan visual, terhindar dari kebisingan,
serta mempunyai akses sirkulasi dan kontrol yang jelas. Pendidikan terbuka merupakan
konsep pendidikan yang memeiliki filosofi sebagai berikut :
1. Metode pengajaran Kelompok (team teaching)
2. Pengelompokan berdasarkan prestasi daripada kelompok usia
3. Peningkatan isi pelajaran berdasarkan kemauan proses belajar
4. Instruksi bersifat individual
5. Pengajaran yang sesuai dengan inisiatif para siswa
6. Kebebasan atas ruang dan waktu
Sebenarnya, sekolah seperti ini sudah ada di Indonesia dan dipelopori oleh
Srikandi Kembar yang benama Sri Rosiati dan Sri Irianingsih yang dimulai sejak tahun
1996 dengan mendirikan sekolah darurat Kartini. Hanya saja kondisi ruang luar yang
8

tidak memadai, kebisingan yang melewati ambang batas, serta kontrol terhadap anak
didik yang sangat sulit akibat gangguan dari lingkungan sekitar yang sangat padat,
membuat sekolah ini pun ditutupi tripleks dan menjadi tertutup. Penutupan ini memang
jauh lebih baik karena lingkungan terbuka yang jadi pilihan adalah lingkungan yang
kurang baik, yaitu di kolong jembatan layang tol ataupun di pinggir rel kereta api.
Namun, hal itu memang dapat dimaklumi, mengingat tujuan dari sekolah luar ruang ini
pada awalnya adalah untuk membantu para warga miskin kota di pemukiman kumuh
yang tidak sanggup menyekolahkan anaknya di sekolah formal. Namun demikian,
jumlah siswa yang ada telah mencapai lebih dari 2000 orang dan telah ada 5 cabang.
Bahkan jenjang pendidikan yang ada cukup lengkap, mulai dari taman kanak-kanak
sampai SMU sehingga anak didik dijamin tetap bersekolah pada usia wajib belajar .
Oleh sebab itu mengingat banyak hal yang sulit dikontrol pada pendidikan
terbuka luar ruang, sangat mungkin mengaplikasikan filosofis sekolah terbuka tanpa
harus diikuti dengan konsep pendidikan luar ruang, atau sebaliknya, mengadopsi pola
pendidikan terbuka kedalam pendidikan sekolah konvesional. Namun perlu senantiasa
diingat bahwa aplikasi desain sekolah terbuka kedalam sekolah konvensional harus
mengikuti filosofis pendidikkan terbuka.
Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam kaitannya dengan
efektivitas sekolah terbuka. Beberapa penelitian telah mengevaluasi beberapa hal
penting pada model sekolah terbuka melalui observasi perilaku, wawancara dengan
para guru dan para siswa serta membandingkan beberapa sekolah terbuka dan sekolah
konvesional yang menerapkan filosofi pendidikan terbuka. Secara umum, hasilnya
menyatakan bahwa pada sekolah terbuka, para siswa berada dalam lingkungan
pendidikan yang lebih baik, senang karena memiliki pengajar yang memberikan lebih
banyak kebebasan, serta dapat bekerja dan berinteraksi dalam berbagai variasi
kelompok atau lingkungan. Mereka juga merasakan suasana keterbukaan di antara para
pengajar dan memiliki kebersamaan yang lebih baik. Para siswa mempunyai rasa
memiliki yang lebih besar terhadap sekolah dan menunjukkan sikap sangat positif
terhadap semua hal yang berkaitan dengan sekolah tersebut. Akan tetapi,
kekurangannya adalah para siswa mengalami gangguan belajar yang lebih banyak,
seperti suasana yang lebih ribut, gangguan visual, dan sebagainya. Guru beserta
siswanya juga kurang mampu mengontrol lingkungan sekitar mereka sehingga berbagai
9

cara diupayakan agar dapat mengurangi efek negatif yang timbul dari sekolah terbuka
seperti memberikan pembatas-pembatas ruang (partisi) dan menyusun parabot (lay out
furniture) yang menunjukkan teritorialitas kelas.
Oleh sebab itu, adalah baik untuk menciptakan dan mempertahankan suasana
luar dalam sekolah konvesional. Desain kelas radial dengan orientasi sosiopetal akan
membuat siswa memiliki rasa kebersamaan yang lebih baik dengan interaksi yang lebih
intensif daripada desain kelas daripada desain kelas persegi dengan tempat duduk
berbaris yang cenderung membuat malas siswa yang duduk di bagian tengah dan
belakang untuk berinteraksi.
2.4 Arsitektur Untuk Bermain
Wujud arsitektur untuk anak-anak adalah temapat bermain. Apa yang
dibutuhkan anak-anak sesuai tingkatan umurnya dalam lingkungan? Bagaimana
perilaku anak dapat dipengaruhi oleh desain fisik lingkungan? Teori yang dikemukakan
seorang ahli psikologi perkembangan asal Swiss, Jean Piaget 18961980 merupakan
teori yang sering dipakai dalam psikologi perkembangan dan kepribadian anak. Piaget
melakukan penelitian berdasarkan argument bahwa ketika anak-anak berkembang,
mereka membuat interaksi antara dirinya sendiri (inner drives) dengan lingkungan
sekitarnya. Piaget juga mengatakan bahwa perkembangan tersebut merupakan hasil dari
interaksi anak tersebut dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini berarti anak mampu
memanipulasi lingkungan secara aktif dan melihat hasil terhadap manipulasi manipulasi
tersebut. Perkembangan kognitif anak dan pola pikirnya merupakan hasil dari refleksi
terhadap lingkungan sekitar yang berkembang mulai dari pemahaman kongkret
(concrete-opperative) sampai ke tahap abstraksi (abstraction). Perkembangan ini dapat
difasilitasi hanya jika si anak secara aktif menjadi tertarik dan mau mengeksplorasi
lingkungannya. Menurut Piaget kedua pemahaman ini dapat dipengaruhi oleh desain
desain lingkungan fisik baik lingkungan alami maupun binaan dan pemeliharaannya.

BAB III

10

ANALISIS

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memungkinkan seseorang


meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan bakat yang dimilikinya. Lingkungan
sekolah yang baik akan menciptakan tempat belajar yang menyenangkan yaitu dengan
menyediakan fasilitas-fasilitas belajar, sarana dan prasarana yang memadai dalam
proses belajar mengajar (PBM) harus senantiasa menciptakan hubungan yang harmonis
dengan siswa. Kondisi lingkungan sekolah yang memadai dan menyenangkan akan
menimbulkan minat belajar siswa sehingga siswa akan memperoleh prestasi belajar
yang optimal. Sebaliknya, tanpa adanya kondisi lingkungan sekolah yang memadai dan
menyenangkan akan menimbulkan rendahnya minat siswa untuk belajar sehingga
prestasi yang dicapai tidak optimal.
3.1 Pengelolaan kelas/penataan ruang kelas
Salah satu bentuk manajemen kelas maka sangat penting bagi guru dalam
mengelola kelas dan penataan ruang yang terlihat asri, rapi, indah sehingga membuat
anak kerasan didalam kelas, dan pembelajaran lebih menyenangkan. Ada beberapa
manfaat penataan ruang kelas yang menarik antara lain: siswa tidak akan merasa jenuh,
akan betah dalam kelas anak akan lebih termotivasi dalam belajar serta dapat
menumbuhkan kreatifitas untuk mendesain kelas yang lebih rapi.
Adapun kelebihan dan kekurangan belajar di dalam dan di luar kelas, antara
lain:
Dalam kelas

Luar kelas

Kelebihan :

Kelebihan :

1. Anak lebih konsentrasi

1. Pikiran lebih jernih

2. Tugas guru tidak terlalu repot

2. Pembelajaran akan terasa menyenangkan

3. Pengorganisasian siswa lebih terjamin

3. Pembelajaran lebih variatif

4. Mudah dalam pengawasan

4. Belajar lebih rekreatif


5. Belajar lebih riil
6. Anak lebih mengenal pada dunia nyata dan
luas
11

7. Tertanam image bahwa dunia sebagai


kelas
8. Wahana belajar akan lebih luas
Kekurangan :

9. Kerja otak lebih rileks


Kekurangan :

1. Anak merasa bosan

1. Siswa akan kurang konsentrasi

2. Partisipasi individu kurang

2. Pengelolaan siswa akan lebih sulit

3. Penemuan dan akslerasi cenderung


tergiring terkondisi oleh guru
4. Eksploritasi guru terbatas

terkondisi.
3. Waktu akan tersita (kurang tepat waktu)
4. Penguatan konsep kadang terkontaminasi
oleh siswa lain/kelompok lain
5. Guru lebih intensif dalam membimbing
6. Akan muncul minat yang semu

Dalam proses PBM di perlukan suasana yang menyenangkan sehingga aspirasi


anak terbangun. Pemanfaatan ruangan kelas dan pemberdayaan lingkungan sekitar
merupakan rumah kedua,oleh karena itu sangat perlu dikelola dengan baik.

3.2 Membentuk Kelas Yang Efektif


Dalam membentuk kelas yang efektif, selain guru dan murid ada 2 komponen
lain yang menentukan yaitu lingkungan fisik dan manajemen ruang kelas.
3.2.1. Lingkungan Fisik
3.2.1.1. Penataan Ruang Kelas
Empat prinsip dasar dalam penataan ruang kelas (Evertson, Emmer &
Worsman) adalah :

1. Kurangi kepadatan di area yang menjadi lalu lalang.


Yang termasuk area ini adalah area belajar kelompok, bangku murid, meja
guru dan lokasi penyimpanan pinsil, rak buku dan komputer. Sebisa
mungkin, pisahkanlah area itu satu sama lain dan pastikan juga hal tersebut
mudah didatangi.
12

2. Pastikan guru bisa melihat semua murid.


Ini bertujuan agar guru bisa memonitor murid secara cermat.
3. Materi yang sering digunakan harus mudah di akses.
Tujuannya untuk meminimalkan waktu persiapan dan perapihan juga
mengurangi keterlambatan dan gangguan aktivitas.
4. Pastikan semua murid dapat melihat presentasi kelas.
Guru harus mengatur letak dan posisi murid sedemikian rupa sehingga
murid bisa melihat presentasi dengan jelas. . Tetapkanlah dimana anda dan
siswa akan mengambil tempat ketika presentasi seluruh kelas terjadi. Untuk
aktivitas ini, siswa seharusnya tidak perlu memindahkan kursi atau menoleh.
Untuk mencari tahu seberapa baik siswa anda bisa melihat dari tempat
mereka, duduklah dikursi mereka dibagian yang berbeda-beda dari ruangan
tersebut.
3.2.1.2. Gaya Penataan Kelas
Ada beberapa model penyusunan ruang kelas adalah sebagai berikut:
1. Gaya Auditorium, semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini
mengurangi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak kemana saja.
2. Gaya Tatap Muka, murid saling menghadap. Kemungkinan gangguan dari
murid besar sekali.
3. Gaya Seminar, sejumlah besar murid (biasanya 10 orang) duduk disusun
lingkaran, persegi atau bentuk U. ini efektif jika guru ingin agar murid
berbicara satu sama lainnya atau bercakap cakap dengannya.
4. Gaya Offset, murid biasanya 34 orang duduk dibangku tetapi tidak
berhadapan langsung satu sama lain. Cocok untuk gaya pembelajaran
kooperatif.
5. Gaya Klaster, biasanya 48 murid bekerja dalam kelompok kecil. Cocok
untuk pembelajaraan kolaboratif.
3.2.1.3. Langkah Mendesain Kelas
Berikut ini langkah-langkah mendesain kelas (Weinstein,1997; Weinstein
& Mignano 1997)
13

1. Pertimbangkan apa yang akan dilakukan murid. Jika kita akan mengajar TK
atau SD, kita perlu menciptakan setting untuk membaca dengan suara
keras,mengajar membaca secara berkelompok, tempat untuk berbagi
pandangan,pengajaran matematika, dan tempat pelajaran keterampilan dan
seni.
2. Buat gambar rencana tata ruang. Sebelum kita memindahkan perabot,
buatlah gambar beberapa rancangan tata ruang, kemudian pilih salah satu
gambar yang menurut kita paling baik.
3. Libatkan murid dalam perencanaan tata ruang kelas. Kita dapat
merencanakan tata ruang kelas sebelum sekolah dimulai. Tetapi setelah
sekolah dimulai, baiknya kita tanyakan kepada murid tentang rencana yang
sudah kita buat sebelum masuk sekolah. Jika murid member saran yang
masuk akal, maka ada baiknya kita mencoba.
4. Cobalah rancangan dan bersikaplah fleksibel dalam mendesainnya.
Evaluasilah efektivitas tata ruangan kita, beberapa minggu setelah masuk
sekolah. Misalnya mengatur posisi murid setengah lingkaran agar dapat
mengurangi keributan.
3.2.1.4. Tata Letak Meja dan Bangku Dalam Proses Belajar Di Kelas
Walaupun banyak formasi tata letak meja dan bangku, namun kami
memilih formasi huruf U sebagai formasi yang paling efektif. Formasi ini dapat
digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru dan/atau
melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan
langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan
pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U
dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi.
Berikut contoh formasi huruf U :

14

3.2.2. Manajemen Ruang Kelas.


3.2.2.1. Menciptakan lingkungan yang positif untuk pembelajaran
Siswa membutuhkan lingkungan yang positif untuk pembelajaran. Kami
akan membahas strategi umum manajemen kelas untuk menyediakan
lingkungan ini cara-cara menetapkan dan menegakkan peraturan secara efektif,
serta strategi yang positif untuk membuat siswa bekerja sama.
Strategi umum meliputi penggunaan gaya demokratis dan manajemen
aktivitas kelas secara efektif.
1. Gaya Manajemen Kelas Yang Demokratis (Authoritative Classroom
Management Style)
Berasal dari gaya pengasuhan. Dalam konteks sosial dan perkembangan
sosioemosional. Sama halnya dengan orang tua yang demokratis, guru yang
demokratis memiliki siswa yang cenderung percaya diri, menunda
15

kegembiraan, akrab dengan teman sebaya, dan menunjukkan harga diri yang
tinggi. Strategi demokratis memicu siswa untuk menjadi peikir dan pelaku
yang mandiri, namun masih melibatkan pemantauan yang efektif.
2. Gaya Manajemen Kelas Otoriter (Authoritarian Classroom Management
Style)
Bersifat membatasi dan menghukum. Fokusnya adalah mempertahankan
suasana di dalam kelas dari pada pengajaran dan pembelajaran. Guru yang
otoriter menetapkan batas dan kendali yang tegas terhadap siswa serta
memiliki sedikit pertukaran verbal dengan siswa. Siswa yang dalam kelas
otoriter cendrung merupakan pelajar yang pasif, tidak bisa memulai
aktivitas, mengungkapkan kecemasan tentang perbandingan sosial, dan
memiliki keterampilan komunikasi yang buruk.
3. Gaya

Manajemen

Kelas Yang

Permisif

(Permissive

Classroom

Management Style)
Memberi siswa banyak kebebasan, tetapi memberi mereka sedikit dukungan
untuk mengembangkan keterampilan belajar atau mengatur keterampilan
mereka. Tidak mengherankan siswa di kelas permisif cendrung memiliki
ketrampilan akademis yang tidak memadai dan pengendalian diri yang
rendah.
Secara keseluruhan, gaya demokratis akan lebih bermanfaat bagi murid
daripada gaya otoriter dan permisif. Gaya demokratis akan membantu murid
menjadi pembelajar yang aktif , percaya diri, akrab dengan teman sebaya dan
mampu mengendalikan diri.

16

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keterampilan pengelolaan kelas perlu dimiliki oleh guru, karena hal ini akan
membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran sendiri. Pengelolaan kelas adalah
kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas
yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan
maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management)
lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan
barang/fasilitas.
Salah satu bentuk pengelolaan kelas adalah penatan tempat duduk, dimana
penatan tempat duduk perlu memperhatikan lingkungan fisik kelas dan juga
keanekaragaman karakteristik siswa, serta mempertimbangkan kesesuaian metode yang
digunakan dengan tujuan akhir dari pembelajaran itu sendiri.
Kondisi dan posisi tempat duduk dapat menentukan tingkat aktivitas belajar
siswa di kelas. Hal tersebut disebabkan karena tempat duduk yang nyaman akan
membantu siswa untuk tenang dalam belajar dan apat pula menimbulkan gairah belajar
siswa.
4.2 Saran
Kiranya perlu menjadi perhatian bagi guru dan bahkan calon pengajar bahwa
keterampilan mengelola kelas salah satunya penataan tempat duduk harus dikuasai.
Pengelolaan kelas menyangkut kepada menciptakan iklim atau kondisi belajar yang
kondusif dan maksimal. Melalui penatan tempat duduk yang tepat diharapkan akan
menfasilitasi siswa untuk belajar dengan aktif. Adapun saran yang dapat dilakukan
dalam penatan tempat duduk seperti membentuk huruf U.

17

DAFTAR PUSTAKA

Amri. (2012). Makalah Manajemen Kelas. [Online]. Dapat diakses di: http://amriblogamriblog.blogspot.com/2012/02/makalah-manajemen-kelas.html
Astuti, Amin. (2010). Menciptakan Kondisi yang Efektif Dalam Diskusi Kelas. Online].
Dapat diakses di: http://astutiamin.wordpress.com/2010/09/02/b-menciptakankondisi-yang-efektif-dalam-diskusi-kelas-sains/
Bell P., Greene T., Fisher, J., & Baum, A. (1996). Environmental Psychology. Ft. Worth:
Harcourt Brace.
Cholidah, Lilih; Ancok, Djamaludin; dan Haryanto. (1996). Psikologika Nomor 1 :
Hubungan Kepadatan Dan Kesesakan Dengan Stres Dan Intensi Prososial Pada
Remaja Di Pemukiman Padat.
Krasner, Leonard. (1980). Environmental Design and Human Behavior: A Psychology
of the Individual in Society. New York: Pergamon Press.
Margi. (2011). Contoh Manajemen dan Pengelolaan Ruang. Online]. Dapat diakses di:
http://margi-world.blogspot.com/2011/03/contoh-manajemen-dan-pengelolaanruang.html

18

HASIL DISKUSI

1. Bagaimana desain formasi huruf U jika diterapkan di TPA yang pada dasarnya
anak-anaknya suka berlari-lari?
-

Masalah anak berlari-lari bukan termasuk manajemen kelas, tetapi


bagaimana guru/pengajar tersebut dapat mengontrol murid-muridnya. Oleh
karena itu formasi huruf U dapat diterapkan.

2. Seberapa efektif desain formasi huruf U tersebut?


-

Sangat efektif, karena murid dapat secara jelas melihat guru atau media
visual yang ditampilkan. Selain itu guru juga dapat mengontrol secara
cermat seluruh murid. Tidak selamanya juga media visual terletak di depan
kelas.

3. Apa maksud dari kurangi kepadatan di area yang menjadi lalu lalang media
yang sering digunakan harus mudah di akses. Kemudian apa hambatan dari
inovasi tersebut?
-

Yang termasuk area lalu lalang adalah bangku murid, meja guru, rak sepatu
atau buku, dll. Sebisa mungkin semua itu dipisahkan, tetapi mudah
dijangkau.

Contoh media tersebut misalnya LCD. Selama ini kita harus melalui
administrasi yang panjang untuk menggunakan LCD, seharusnya setiap

19

kelas memiliki LCD yang sudah terpasang permanen. Namun kendala


keamananlah yang menjadikannya sulit terealisasikan.
-

Hambatannya jika formasi ini diterapkan pada kelas yang kecil atau murid
yang banyak. Tetapi mungkin bisa dibuat menjadi dua baris.

20

Anda mungkin juga menyukai