Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dasar (basic education) merupakan jenjang pendidikan yang

melandasi jenjang pendidikan menengah yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah

Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam

mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan,

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai

kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.

Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam

pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan

sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan

16
17

diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan

nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program

Pembelajaran (RPP) yang sudah ada. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam

pendidikan budaya dan karakter bangsa (PBKB) sebagai berikut:

Tabel 1.1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya


dan Karakter Bangsa

No Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan prilaku yang patut dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan Cara berfikir, bersikap, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, bertindak, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
18

menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan


mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajigan bagi dirinya
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa).

Catatan:
Sekolah dan guru dapat menambah atau pun mengurangi nilai-nilai tersebut sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang dilayani sekolah dan hakekat materi SK/KD dan materi bahasan suatu mata pelajaran.
Meskipun demikian, ada 5 nilai yang diharapkan menjadi nilai minimal yang dikembangkan di setiap
sekolah yaitu nyaman, jujur, peduli, cerdas, dan tangguh/kerjakeras.

Dalam era globalisasi dan abad teknologi informasi, perubahan yang sangat

cepat dan kompleks dalam bidang pendidikan merupakan fakta dalam kehidupan

siswa dalam bermasyarakat. Sejalan dengan perubahan, baik dalam tatanan makro

nasional maupun global, sistem dan praktek pendidikan pun harus mengalami

perubahan secara mendasar. Melalui pendidikan diharapkan pula dapat

mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja dan memiliki modal

intelektual yang tinggi sehingga dapat mengembangkan potensinya(

Yuliariatiningsih, 2004 : 27 ).

Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini.

Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi
19

orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau

orang jahat”. Anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orang tualah anak-anak

tumbuh dan menemukan jalannya. Dalam lima tahun pertama yang disebut dengan

The Golden Years, seorang anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk

berkembang. Di masa-masa inilah, anak seyogyanya mulai diarahkan. Sebagai orang

tua yang proaktif, orang tua hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkenaan

dengan perkembangan anak. Sebelum memasuki bangku sekolah, anak terbiasa

memandang dan mempelajari segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya atau yang

dialaminya sebagai suatu kesatuan yang utuh (holistik), mereka tidak melihat semua

itu secara parsial (terpisah-pisah). Sayangnya, ketika memasuki situasi belajar secara

formal di bangku sekolah dasar, mereka disuguhi oleh berbagai ilmu atau mata

pelajaran yang terpisah satu sama lain sehingga mereka terkadang mengalami

kesulitan untuk memahami fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat dan

alam sekitarnya. Penyelenggaraan pendidikan dengan menekankan pada

pembelajaran yang memisahkan penyajian antar satu mata pelajaran dengan mata

pelajaran lainnya akan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius terutama bagi

siswa usia sekolah dasar sehingga memberikan pengalaman belajar yang bersifat

artificial atau pengalaman belajar yang dibuat-buat.

Oleh karena itu, proses pembelajaran pada satuan pendidikan sekolah dasar,

terutama untuk kelas-kelas awal, harus memperhatikan karakteristik anak yang akan

menghayati pengalaman belajar tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh.

Pengemasan pembelajaran harus dirancang secara tepat karena akan berpengaruh


20

terhadap kebermaknaan pengalaman belajar anak. Pengalaman belajar yang

menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual baik di dalam maupun antar

matapelajaran, akan memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan

lebih bermakna (meaningful learning).

Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep pendekatan pembelajaran yang

melibatkan beberapa mata pelajaran dalam satu kesatuan yang terikat oleh tema untuk

memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi anak. Pembelajaran tematik

diyakini sebagai pendekatan yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan anak. Pembelajaran terpadu secara efektif akan membantu

menciptakan kesempatan yang luas bagi siswa untuk melihat dan membangun

konsep-konsep secara sederhana yang ada di lingkungan sekitarnya dalam kehidupan

nyata mereka sehari-hari.

Namun dalam pelaksanaannya, pembelajaran terpadu atau tematik ini ternyata

masih banyak mengalami masalah dan hambatan di lapangan. Pelaksanaan

pembelajaran tematik di kelas I-III tidak berjalan sesuai dengan ketentuan Standar Isi

Permediknas No. 22 Tahun 2006, karena guru-guru mengalami kesulitan dalam

menyusun silabus sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(KD) yang ditetapkan dalam Standar Isi. Selain itu guru-guru mengalami kesulitan

dalam mengalokasikan waktu yang harus dipergunakan dalam seminggu, karena tidak

ada ketentuan alokasi waktu untuk setiap tema yang ditetapkan. Hal ini disebabkan

guru-guru belum memahami esensi dan praktek pembelajaran tematik. Mereka

umumnya belum mendapat pelatihan yang cukup memadai dalam pelaksanaan


21

pembelajaran tematik (Puskur, 2007). Keberhasilan pembelajaran tematik ditentukan

pula oleh kemampuan dan pemahaman guru mengenai pembelajaran tematik,

disamping latar belakang pendidikan guru juga memberikan pengaruh yang cukup

berarti. Hal ini menyebabkan pelaksanaan pembelajaran tematik belum bisa

dilaksanakan secara utuh (Hesti, 2008).

Beberapa permasalahan lain dalam implementasi pembelajaran tematik

misalnya, guru mengalami kesulitan mengintegrasikan beberapa pelajaran, guru

masih memisahkan mata pelajaran dengan alokasi jam pelajaran yang jelas (McBride

and Silverman, 1992), serta dalam hal pelaksanaan tesnya dilakukan secara terpisah

berdasarkan tes terstandar (Berlin, 1994). Tantangan yang lain adalah bahwa

pembelajaran tematik membutuhkan lebih dari satu buku teks, dan guru masih

menggunakan buku teks yang terpisah (Berlin,1994; Kyle 1985). Guru-guru

sebaiknya menambah materi tentang kurikulum yang mendukung pembelajaran

tematik (McBride and Silverman, 1992) dalam Hendrawati.

Hal tersebut menyebabkan aplikasi pembelajaran IPA tidak dihubungkan

dengan pelajaran lain, misalnya Matematika. Sehingga pengalokasian waktu dalam

penyusunan rencana pembelajaran dan pembelajaran itu sendiri dibutuhkan untuk

mengajarkan konsep Matematika demikian pula aktivitas IPA (McBride and

Silverman, 1992). Dilain pihak, siswa menyenangi pembelajaran tematik. Sementara

guru, administrator dan orangtua khawatir apakah siswa benar-benar belajar atau
22

hanya sekedar bermain. Hal ini menuntut diterapkannya suatu program hubungan

masyarakat yang baik (Berlin,1994).

Pembelajaran tematik jika dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar

akan memberikan peluang bagi pengembangan proses pembelajaran IPA. Hal ini

diungkapkan oleh Collin dan Dixon (1991) dalam Hendrawati bahwa pembelajaran

terpadu berdasarkan pada pendekatan inkuiri dengan melibatkan siswa ke dalam

perencanaan, eksplorasi dan sharing/berbagi pengetahuan bersama. Hal ini sejalan

dengan landasan filosofis pembelajaran terpadu yang berlandaskan paham

konstruktivisme yang menyatakan bahwa pembelajaran bermakna dikonstruksi oleh

siswa sebagai hasil dari pengalamannya dalam menghadapi lingkungannya, melalui

skema atau struktur kognitif yang akan menyatukan pemahaman dunianya (Saunders,

1992) dalam Hendrawati. Dengan demikian, bahwa mata pelajaran IPA dapat

dikembangkan bersama-sama dengan mata pelajaran lain dalam model pembelajaran

tematik atau terpadu, sehingga pembelajaran IPA dapat dilaksanakan sesuai dengan

hakikatnya.

Untuk itu dalam proses pembelajaran metode, strategi, atau kegaiatan

pembelajaran yang dilakukan oleh guru seyogyanya adalah sesuatu yang benar-benar

tepat dan bermakna untuk memperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan tahap

perkembangan anak dalam menyampaikan sesuatu, baik berupa pananaman sikap,

mental, prilaku, kepribadian maupun kecerdasan. Agar tujuan dari proses

pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan, maka guru sebelumnya

harus benar-benar mengerti dan paham tentang model pembelajaran tematik,


23

memahami cara menerapkan model pembelajaran tematik, mengerti konsep dari

tematik, agar dalam aplikasinya tidak terjadi kekeliruan sehingga berpengaruh pada

keluaran “hasil” bagi peserta didik.

Berdasarkan pemasalahan diatas, peneliti akan mencoba menerapkan model

pembelajaran tematik dalam pelajaran IPA di kelas II SD. Karena menurut Kunandar

dalam Guru Profesional (2007 :331) model pembelajaran tematik merupakan suatu

strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan

pengalaman yang bermakna kepada siswa. Pendekatan tematik adalah sebuah cara

untuk tidak membatasi anak dalam sebuah mata pelajaran dalam mempelajari sesuatu.

Misalnya, sambil belajar menyanyi seorang anak belajar alfabet. Atau sambil belajar

mengenal hewan ia juga belajar mewarnai. Ketika proses pembelajaran berlangsung,

peserta didik tidak merasa sedang mempelajari satu mata pelajaran saja. Hal itu

diharapkan agar peserta didik dapat memperoleh berbagai pengetahuan atau

keterampilan hanya dalam satu pertemuan saja. Kunandar (2007:315) dalam Tarmizi

model pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan, yaitu :

1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta

didik.

2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan

dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
24

4. Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan

persoalan yang dihadapi.

5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerjasama.

6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan

orang lain.

7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang

dihadapi dalam lingkungan peserta didik.

Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA, bahasa

Indonesia, matematika dan SBK melalui penerapan model pembelajaran tematik,

penulis memiliki data nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) hasil belajar siswa

tuntas dan belum tuntas pada tahun ajaran 2011/2012, sebagai berikut:

Tabel 1.2.
Hasil UTS (Ulangan Tengah Semester) Kelas/Semester I/I Pada Pelajaran IPA,
Bahasa Indonesia, Matematika, dan SBK Tahun Ajaran 2011-2012

Nilai UTS Keterangan T / BT


No Nama Siswa MT SB
IPA BI MTK SBK IPA BI
K K
1. Arifah A. 78 95 80 75 T T T T
2. Armanda S.F. 80 85 80 75 T T T T
3. Bagas S. 66 96 80 75 BT T T T
4. Chintya A. 56 84 80 70 BT T T T
5. Damar Esha P. 56 48 60 70 BT BT BT T
6. Dwi Nur J. 55 60 40 70 BT BT T T
7. Ega Seftiani L. 72 90 80 75 T T T T
8. Fariz W.M. 40 70 60 70 BT T T T
9. Gilang W. 60 70 80 70 BT T T T
10. Julia Triska N. 60 70 40 75 BT T T T
11. Kurnia 65 80 60 70 T T T T
25

12. Neira Amanda P. 60 84 75 75 BT T T T


13. Nova Fitriyani 60 90 85 75 BT T T T
14. Nuravni Setia P. 50 75 80 75 BT T T T
15. Putra Rama 60 80 75 75 BT T T T
16. Ruth Santika U. 70 90 82 70 T T T T
17. Soraya Sholehah 68 84 70 80 T T T T
18. Surya Ramadhan 60 60 40 70 BT BT BT T
19. Tatum Haqul 50 60 40 70 BT BT BT T
20. Wahyu A.W. 80 92 80 75 T T T T
21. Fitri Sri A. 60 70 85 75 BT T T T
22. Lili Cecilia S. 50 80 40 75 BT T BT T
23. Rahmat Hidayat 40 75 60 75 BT T BT T
24. Daffa Nabila K. 70 70 75 80 T T T T
25. Dila Sajar Nurul 65 65 80 75 T BT T T
26. Intan Rinjani 65 60 68 70 T BT T T
27. Muhamad Rizki 60 70 60 70 BT T BT T

Jumlah 1656 2053 2395 1980


Rata-rata 61,34 88,70 88,70 73,33

IPA B.Ind. MTK SBK


KKM
64 68 63 66

Keterangan: T = Tuntas dan BT = BelumTuntas


Bahasa
IPA Matematika SBK
Indonesia
Keterangan T BT T BT T BT T BT
Jumlah 11 16 21 6 21 6 27 -
Persentase 40,75% 59,26% 77,77% 22,22% 77,77% 22,22% 100% -

Dari data nilai hasil pembelajaran IPA menunjukkan siswa yang tuntas 11

orang (40,75%) belum tuntas 16 orang (59,26%), mata pelajaran bahasa Indonesia

yang menunjukkan siswa yang tuntas 21 orang (77,77%) belum tuntas 6 orang

(22,22%), mata pelajaran matematika yang menunjukkan siswa yang tuntas 21 orang

(77,77%) belum tuntas 6 orang (22,22%) dan mata pelajaran SBK semua siswa tuntas

dengan perolehan persentase (100%). Batas KKM yang ditetapkan apabila siswa
26

meraih nilai 64 untuk mata pelajaran IPA, nilai 68 untuk mata pelajaran bahasa

Indonesia, nilai 63 untuk mata pelajaran matematika dan nilai 66 untuk mata

pelajaran SBK.

Berdasarkan data pada tabel di atas dan fenomena yang terjadi dilapangan,

maka diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui sekaligus membuktikan apakah

penerapan model pembelajaran tematik dalam menunjang proses pembelajaran IPA,

bahasa Indonesia, matematika dan SBK khususnya untuk meningkatkan hasil belajar

para siswanya, sehingga SD tersebut dapat menghasilkan peserta didik yang benar-

benar berkualitas serta memahami materi ajar. Tujuan akhirnya adalah agar peserta

didik dapat mengaplikasikan apa yang dipelajarinya, agar dapat menyelesaikan

persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

identifikasi masalah yang dapat ditentukan adalah sebagai berikut :

1. Pengalaman belajar siswa yang kurang mendukung terciptanya kemauan

belajar.

2. Rendahnya hasil belajar siswa.

3. Kurangnya minat guru untuk menerapkan model pembelajaran yang

tepat.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah
27

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dibatasi masalah sebagai

berikut :

a. Meneliti hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA, Bahasa Indonesia,

Matematika dan SBK melalui penerapan model pembelajaran tematik di

kelas II SD. Negeri Kebonsari 2.

b. Meneliti aktivitas belajar siswa dalam pelajaran IPA, Bahasa Indonesia,

Matematika dan SBK melalui penerapan model pembelajaran tematik di

kelas II SD. Negeri Kebonsari 2.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah dengan penerapan model pembelajaran tematik pada pelajaran IPA,

Bahasa Indonesia, Matematika dan SBK dapat meningkatkan hasil belajar

siswa ?

2. Apakah dengan penerapan model pembelajaran tematik pada pelajaran IPA,

Bahasa Indonesia, Matematika dan SBK dapat meningkatkan aktivitas siswa ?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


28

1. Untuk mengetahui dengan penerapan model pembelajaran tematik pada

pelajaran IPA, Bahasa Indonesia, Matematika dan SBK dapat meningkatkan

hasil belajar siswa.

2. Untuk mengetahui dengan penerapan model pembelajaran tematik pada

pelajaran IPA, Bahasa Indonesia, Matematika dan SBK dapat meningkatkan

aktivitas siswa.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan di SD Negeri Kebonsari 2 Kecamatan

Cimahi Tengah Kota Cimahi ini memiliki beberapa manfaat, yaitu :

1) Bagi Peneliti: Penelitian ini menjadi pengalaman, sebagai masukan sekaligus

sebagai pengetahuan untuk mengetahui upaya meningkatkan hasil belajar siswa

melalui model pembelajaran tematik

2) Bagi Guru: Dengan menggunakan model pembelajaran tematik dapat menambah

wawasan guru dalam proses pembelajaran.

3) Bagi Siswa: Dengan penelitian ini diharapkan hasil belajar siswa meningkat.

4) Bagi Pembaca: Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi

untuk melakukan penelitian berikutnya.

F. Definisi Operasional

Penulis memberikan batasan-batasan istilah dalam judul yang berbunyi “Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Tematik


29

Pada Pelajaran IPA, Matematika, Bahasa Indonesia dan SBK kelas II Sekolah Dasar

Kota Cimahi Tahun Pelajaran 2010-2011 (Studi Kasus Penelitian Tindakan Kelas)”

untuk menghindari salah penafsiran terhadap judul penelitian ini.

Istilah-istilah yang perlu mendapatkan kejelasan arti adalah sebagai berikut:

1. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Jadi hasil belajar adalah suatu kemampuan atau

keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami

aktivitas belajar (Sudjana, 1990 : 22 ) dalam Sumadi. Hasil belajar siswa melalui

Penerapan Model Pembelajaran Tematik pada pelajaran IPA siklus 1 dengan

perolehan rata-rata 66,11 siklus 2 dengan perolehan rata-rata 71,48, pelajaran bahasa

Indonesia siklus 1 dengan perolehan rata-rata 59,25 siklus 2 dengan perolehan rata-

rata 66,66, mata perajaran matematika siklus 1 dengan perolehan rata-rata 48,14

siklus 2 dengan perolehan rata-rata 85,18 dan untuk penilaian mata pelajaran SBK

baik siklus 1 perolehan rata-rata 75 siklus 2 perolehan rata-rata 80,11.

2. Pembelajaran Tematik

Pembelajaran Tematik adalah pembelajaran terpadu lintas bidang studi yang

menggunakan tema sebagai pengikat kegiatan pembelajaran (BSNP, 2006). Dalam

penelitian ini pembelajaran tematik mengintegrasikan empat mata pelajaran, yaitu:

Matematika, Bahasa Indonesia, IPA dan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
30

Pembelajaran tematik ini dikemas menjadi 2 kali pertemuan tatap muka, dengan

alokasi waktu 5 x 35 menit per kegiatan tatap muka.

3. Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan yang berupa fakta-

fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

penemuan. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar diharapkan dapat menjadi wahana bagi

siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar (Depdiknas 2003:2).

4. Bahasa Indonesia

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

peserta didik untuk berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,

baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya

kesastraan manusia Indonesia (BSNP, 2006 : 317).

5. Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
31

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama

(BSNP, 2006 : 416).

6. SBK (Seni Budaya dan Keterampilan)

Pendidikan seni budaya dan keterampilan diberikan di sekolah karena

keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan

peserta didik yang terletak pada pemberian pengalaman estetika dalam bentuk

kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan:belajar dengan

seni,””belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” (BSNP, 2006: 611).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Ada bermacam-macam pendapat orang tentang belajar, hal ini disebabkan

adanya kenyataan bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam.

Berdasarkan kenyataan di atas, terdapatlah banyak definisi belajar yaitu :


32

a. Belajar adalah key term, ‘istilah kunci’ yang paling vital dalam setiap usaha

pendidikan, sehingga tanpa belajar yang sesungguhnya tak pernah ada

pendidikan. Sebagai suatu proses,, belajar selau mendapat tempat yang luas dalam

berbagai displin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan, misalnya

psikologi pendidikan dan psikologi belajar. Karena demikian pentingnya arti

belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi belajar pun

diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai

proses perubahan manusia itu.(Syah,hal 59)

b. Belajar menurut Skinner (1985) dalam Sagala (2008 : 14) adalah “Learning is a

process of progresive behavior adaption” yaitu bahwa belajar itu merupakan

suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif. Belajar juga dipahami

sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih

baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam belajar

ditemukan adanya hal berikut:

1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar,

2) Respons si pelajar,

3) Konsekwensi yang bersifat menggunakan respons tersebut, baik

konsekwensinya sebagai hadiah maupun teguran maupun hukuman.

c. Piaget (Dimyati dan Mudjiono, 2008 :11) berpendapat bahwa pengetahuan

dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan

lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi

dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.


33

d. Hamalik (1983:2), mendefinisikan belajar adalah “suatu pertumbuhan atau

perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku

yang baru berkat pengalaman dan latihan.”

Jadi belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu kearah yang lebih

baik yang bersifat relatif tetap akibat adanya interaksi dan latihan yang dialaminya.

Ciri khas bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar ialah dengan adanya

perubahan pada diri orang tersebut, yaitu dari belum mampu menjadi mampu.

Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan berbagai aspek, yaitu:

1) Perubahan aspek pengetahuan yaitu semata-mata mengetahui apa yang dilakukan

dan bagaimana melakukannya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu.

2) Perubahan aspek keterampilan yaitu kemampuan untuk mengkoordinasi mata,

jiwa, jasmaniah ke dalam suatu perbuatan yang kompleks sehingga dapat

melakukan tugasnya dengan mudah, misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari

tidak terampil menjadi terampil.

3) Perubahan aspek sikap yaitu respon emosi seseorang terhadap tugas tertentu yang

dihadapinya, misalnya dari ragu-ragu menjadi mantap/yakin, dari tidak sopan

menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi terpelajar (Usman, 2000: 5).

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi hasil belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil

belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang
34

merupakan bukti dari usaha yang telah dilakukan. Keberhasilan belajar siswa dalam

mencapai tujuan pembelajaran dapat diwujudkan dengan nilai.

Benyamin S. Bloom membagi hasil belajar menjadi tiga taksonomi yang disebut

dengan ranah belajar, yaitu:

a. Ranah kognitif (cognitive domain) yang mencakup: ingatan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

b. Ranah afektif (affective domain) yang mencakup : penerimaan, penanggapan,

penilaian, pengorganisasian dan pembentukan pola hidup.

c. Ranah psikomotorik (psychomotoric domain) yang mencakup: persepsi, kesiapan,

gerakan terbimbing, gerakan biasa, gerakan kompleks, penyesuaian, dan

kreatifitas. (Sudjana, 1990:22)

Menurut menurut Dimyati (2002: 3) dalam Sumadi Hasil belajar merupakan

hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak

mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar

merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Salah satu upaya

mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil belajar siswa itu sendiri. Bukti dari

usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah hasil belajar

yang biasa diukur melalui tes.

Perolehan hasil belajar oleh siswa tidak sama karena banyak faktor yang

mempengaruhi belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa

diantaranya:
35

1) Faktor intern yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar

dari diri siswa yang sedang belajar. Faktor intern ini meliputi:

a. Kondisi fisiologis yaitu meliputi panca indera dan kondisi jasmaniah yang

melatarbelakangi aktifitas belajar seperti gizi yang cukup dan lain-lain.

b. Kondisi psikologis yang meliputi antara lain motivasi, konsentrasi dan reaksi.

2) Faktor ekstern yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat

mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor ini meliputi antara lain:

a. Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga yang kondusif terhadap aktiviatas belajar siswa, maka

memungkinkan siswa untuk aktif belajar. Misalnya, orang tua mendisiplinkan

diri pada setiap habis maghrib untuk membaca buku bersama anak-anak.

Kebiasaan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap pengalaman belajar anak

selanjutnya, baik di sekolah maupun di perpustakaan.

b. Lingkungan Masyarakat

Masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak

usia sekolah, dalam lingkungan masyarakat yang disiplin dalam menjaga

anak-anak untuk belajar secara intensif, maka akan berpengaruh pada aktivitas

belajar siswa.

c. Lingkungan Sekolah

Kondisi sekolah yang mampu menumbuhkan persaingan positif bagi

siswa akan dapat memberikan nilai yang memungkinkan siswa untuk

belajar secara aktif, misalkan sekolah memberikan hadiah bagi yang


36

aktif belajar di sekolah, dengan aktivitasnya itu mampu berhasil.

Sardiman (1990: 30)

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada

akhirnya akan menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, sikap

dan keterampilan. Dalam arti bahwa perubahan kemampuan merupakan indikator

untuk mengetahui hasil belajar siswa. Dan dari beberapa pendapat di atas maka dapat

dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia

menerima suatu pengetahuan yang berupa angka (nilai). Jadi aktivitas siswa

mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa

adanya aktivitas siswa maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik,

akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa rendah.

2. Mengajar

a. Pengertian Mengajar

Mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses mengatur atau mengorganisasi

lingkungan yang ada di sekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan

mendorong anak didik melakukan proses belajar. Mengajar menurut William H.

Burton (dalam Sagala. S, 2008 : 61) adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan

pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Mengajar juga

dapat diartikan sebagai penggunaan secara interaktif sejumlah komponen sebagai

usaha mencapai tujuan yang diinginkan. Kegiatan mengajar memerlukan suatu

metode mengajar yang tepat agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan

sebaik-baiknya.
37

b. Metode Mengajar

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan (Djamarah, 2000: 53). Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara

mengajar untuk mencapai tujuan.

Semakin baik metode mengajar seorang guru maka semakin efektif pula

pencapaian tujuannya. Seorang guru harus menetapkan terlebih dahulu metode yang

sesuai dengan materi yang diajarkan sebelum mengajar di kelas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan metode tersebut yaitu:

1) Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya

2) Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya

3) Situasi dengan berbagai keadaaan

4) Fasilitas dengan berbagai kualitasnya

5) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.

Seorang guru harus mempertimbangkan paduan faktor-faktor di atas untuk

menentukan metode mengajar yang paling baik dan sesuai serta memperhatikan

batas-batas kebaikan dan kelemahan metode tersebut.

B. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Tematik

Pembelajaran terpadu merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) lebih dikenal dengan sebutan pembelajaran tematik. Dasar

pertimbangan pelaksanaan pembelajaran tematik ini merujuk pada tiga landasan,

yaitu landasan filosofis, psikologis, dan yuridis.


38

Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga

aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme.

Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada

pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah

(natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat

pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran.

Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia.

Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena,

pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari

seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing

siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang

berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya

sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat

siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.

Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan

psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan

diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang

diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap

perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal

bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan

bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.


39

Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai

kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di

sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada

setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan

bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

Tidak ada definisi tentang pembelajaran terpadu yang sama satu dengan yang

lain. Jacobs (Sa’ud, 2006) dalam Hendrawati memandang pembelajaran terpadu

sebagai pendekatan kurikulum interdisipliner (interdisciplinary curriculum

approach). Pembelajaran terpadu adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran

sebagai suatu proses untuk mengaitkan dan mempadukan materi ajar dalam suatu

mata pelajaran atau antar mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak,

kebutuhan dan minat anak, serta kebutuhan dan tuntutan lingkungan sosial keluarga.

Pada perspektif bahasa, pembelajaran terpadu sering diartikan sebagai pendekatan

tematik (thematic approach). Pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai proses dan

strategi yang mengintegrasikan isi bahasa (membaca, menulis, berbicara, dan

mendengar) dan mengkaitkannya dengan mata pelajaran yang lain. Konsep ini

mengintegrasikan bahasa (language arts contents) sebagai pusat pembelajaran yang

dihubungkan dengan berbagai tema atau topik pembelajaran (Sa’ud, 2006) dalam
40

Hendrawati. Pembelajaran terpadu juga sering disebut pembelajaran koheren (a

coherent curriculum approach), yang memandang bahwa pembelajaran terpadu

merupakan pendekatan untuk mengembangkan program pembelajaran yang

menyatukan dan menghubungkan berbagai program pendidikan. Definisi lain tentang

pendekatan terpadu adalah pendekatan holistik (a holistic approach) yang

mengkombinasikan aspek epistemologi, sosial, psikologi, dan pendekatan pedagogi

untuk pendidikan anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga, antara pribadi

dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domain-domain pengetahuan.

Pada dasarnya model pembelajaran terpadu merupakan sistem pembelajaran

yang memungkinkan siswa baik individual maupun kelompok aktif mencari,

menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna

dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik

atau eksplorasi tema menjdai pengendali di dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan

berpartisipasi di dalam eksplorasi tema tersebut, para siswa belajar sekaligus

melakukan proses dan siswa belajar berbagai mata pelajaran secara serempak.

Sedangkan, UNESCO memberikan definisi tentang pembelajaran terpadu seperti

yang dikemukakan oleh Anna Poedjadi (Karli, 2003) dalam Hendrawati bahwa

pengajaran terpadu terdiri dari pendekatan-pendekatan di mana konsep dan prinsip

pembelajaran disajikan dalam satu paket pembelajaran sehingga tampak adanya satu

kesatuan pemikiran ilmiah dan fundamental.


41

Menurut Fogarty (1991) dalam bukunya How To Integrate The Curricula , ada

10 macam model pembelajaran terpadu, seperti : fragmented (penggalan), connected

(keterhubungan), nested (sarang), sequenced (pengurutan), shared (irisan), webbed

(jaring laba-laba), threaded (bergalur), integrated (terpadu), immersed (terbenam),

dan networked (jaringan kerja).

Pembelajaran tematik model Jaring Laba-laba (Spider Webbed) adalah model

pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik (Fogarty, 1991).

Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Setelah

tema disepakati, maka dikembangkan menjadi subtema dengan memperlihatkan

keterkaitan dengan bidang studi lain. setelah itu dikembangkan berbagai aktivitas

pembelajaran yang mendukung. Tema merupakan pengikat setiap kegiatan

pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran.

Dengan demikian model ini merupakan model yang mempergunakan pendekatan

tematik lintas bidang studi. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai

mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “Pengalaman” dapat ditinjau dari berbagai mata

pelajaran seperti IPA, Matematika, Bahasa Indonesia dan Seni Budaya dan

Keterampilan. Sedangkan menurut (Depdiknas, 2007 : 226) Tema adalah pokok

pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Selanjutnya menurut

Kunandar (2007:311), “Tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan

berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.” Dalam pembelajaran, tema

diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh,
42

memperkaya perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran yang

melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang

bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari

aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.

Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajatan terpadu yang menggunakan tema

sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam beberapa mata pelajaran dan

diberikan dalam satu kali tatap muka.

Penetapan tema dilakukan dengan dua cara (BSNP, 2006). Pertama, tema

ditentukan terlebih dahulu yaitu dari lingkungan yang terdekat dengan siswa, dimulai

dari hal yang termudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang

kompleks, dan dari hal yang konkrit menuju ke hal yang abstrak. Cara ini dilakukan

untuk kelas-kelas awal SD/MI (kelas I dan II). Tema-tema yang dikembangkan

seperti: diri sendiri, keluarga, lingkungan, permainan, serta tumbuhan dan hewan.

Setelah tema ditentukan kemudian dilakukan pemetaan kompetensi dasar dan

indikator yang diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Kedua, tema

ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang terdapat dalam

masing-masing mata pelajaran. Penetapan tema dapat dilakukan dengan melihat

kemungkinan materi pelajaran yang dianggap dapat mempersatukan beberapa

kompetensi dasar pada beberapa matapelajaran yang akan dipadukan. Ketiga,

menetapkan jaringan tema, penyusunan silabus dan penyusunan rencana

pembelajaran (RPP). Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 2.1. tentang alur

penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu


43

Menetapkan kajian Membuat matriks


yang akan dipadukan atau bagan hubungan
kompetensi dasar dan
tema atau topik
pemersatu
Mempelajari standar
kompetensi dan
kompetensi dasar Merumuskan
bidang kajian indikator
pembelajaran tematik

Memilih/menetapkan
Menyusun silabus
tema atau topik
pemersatu

Menyusun rencana
pelaksanaan
pembelajaran tematik
Gambar 2.1. Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Tematik

(Sumber Puskur)

Keunggulan model ini antara lain, Tersedia waktu lebih banyak untuk

pembelajaran. Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan

dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran. Hubungan

antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami. Dapat

ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas

pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas. Guru dapat

membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek kehidupan.Guru

bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut

pandang. Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada


44

kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi

(Depdiknas, 2007). Sedangkan kelemahan model ini antara lain, Guru dituntut

memiliki keterampilan yang tinggi. Selain itu tidak setiap guru mampu

mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran

secara tepat sehingga guru terfokus pada kegiatan sehingga materi atau konsep

menjadi terabaikan. Jadi, perlu ada keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan

materi pelajaran.

Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi

kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk

memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari

seluruh bahasan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif

menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu

dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka.

Pembelajaran tematik ternyata dapat menjadi solusi dalam upaya pemerintah

Indonesia meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya di kelas rendah. Beberapa

penelitian tindakan kelas seperti yang telah dilakukan oleh Lely Halimah (2000)

dalam Hendrawati, menyatakan bahwa pelaksanaan model pembelajaran terpadu unit

tematik ini, telah dapat menumbuh kembangkan keberanian dan kemampuan peserta

didik dalam berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia secara produktif

(berbicara). Nirva Diana (1999) dalam Hendrawati mengungkapkan pula bahwa

pembelajaran terpadu jaring laba-laba dapat mencapai tujuan pengajaran yang

berkenaan dengan penguasaan konsep juga banyak menghasilkan efek nuturan,


45

sejalan dengan penelitian Dwi Yuli Susanti (2008) dalam Hendrawati bahwa melalui

pembelajaran tematik hasil belajar Matematika siswa mengalami peningkatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryanti dan Wahono (2007) dalam Hendrawati

mengungkapkan bahwa siswa yang belajar melalui pembelajaran tematik secara utuh

dengan ditunjang oleh bahan ajar yang disusun secara tematik dapat meningkatkan

hasil rerata IPA yang relatif tinggi pada siswa kelas 1 di semester 1, tidak kalah

dengan rerata mata pelajaran lain yang diintegrasikan.

B. Kaitan Pembelajaran Tematik dengan Standar Isi

Dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum yang dikeluarkan Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP, 2006), dijelaskan bahwa untuk kelas I, II, dan III SD

pembelajaran dilaksanakan melalui pendekatan tematik. Mata pelajaran yang

harus dicakup melalui Struktur kurikulum SD/MI disajikan pada Tabel 2.1

Kelas dan Alokasi Waktu


Komponen
I II II IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 3
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Keterampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, olah raga, dan
4
Kesehatan
B. Muatan Lokal 2
C. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah 26 27 38 32
*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran

Tabel 2.1. Struktur Kurikulum SD/MI


46

Dalam pembelajaran tematik, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

termuat dalam standar isi harus dapat tercakup seluruhnya karena sifatnya masih

minimal. Sesuai dengan petunjuk pengembangan kurikulum tingkat satuan

pendidikan (KTSP), standar itu dapat diperkaya dengan muatan lokal atau ciri

khas satuan pendidikan yang bersangkutan.

C. Tinjauan Tentang IPA Terpadu

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris, yaitu natural

science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA), berhubungan dengan alam atau

bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu

pengetahuan alam (IPA) atau science pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu

tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.

Dalam pembelajaran sains di sekolah dasar menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan

untuk ”mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk

mempeloreh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar

Menurut Albert V. Baez, Poedjiadi. A (dalam Hermawati. D, 2007 : 16)

pengajaran Sains Terpadu atau integrated science teaching adalah :


47

consist of the approaches in wich the concept and principle of sciences are presented

so as to express the fundamental unity of scientific thought and to avoid premature or

undue stress on the distinctions between the varios scientific fields.

Dari ungkapan di atas, penulis menjelaskan secara garis besar bahwa

pembelajaran sains di jenjang pendidikan dasar terdiri atas konsep dan pengetahuan

berpikir ilmiah, sehingga anak mempunyai pandangan yang utuh dan menyeluruh

tentang alam. Meskipun diakui bahwa melalui pembelajaran sains terpadu, anak tidak

dapat mempelajari alam secara mendalam. Bagi siswa Sekolah Dasar penerapan

pembelajaran sains terpadu cukup relevan digunakan karena karekteristik anak

Sekolah Dasar masih pada tahapan pra operasional dan konkrit.

Secara konstektual sains dalam pembelajaran di Sekolah Dasar mengacu pada

pemahaman sains sebagai suatu proses, sikap, dan produk, maka program

pembelajaran sains yang dilaksanakan terkait pada ketiganya, yaitu kemampuan

terkait dengan penugasan sains, penguasaan proses sains, dan penguasaan sikap-sikap

sains (jiwa ilmuwan) (Nugraha. A, 2008 : 94).

Sejumlah penelitian mengindikasikan bahwa keterpaduan antara pembelajaran

sains dengan membaca dan Matematika telah menghasilkan dampak positif bagi

siswa. Dalam artikel yang berjudul “Science Process Skills, How can teaching

science process skills improve student performance in reading, language arts, and

mathematics?”, Dr.Karen Ostlund (EJSE, 1998) dalam Hendrawati mengemukakan


48

beberapa hasil penelitian mengenai hubungan antara keterampilan proses sains

dengan perkembangan bahasa dan Matematika sebagai berikut:

1) Hubungan antara Kegiatan membaca dengan Sains

a) Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman langsung dalam pembelajaran

sains dimana salah satunya siswa berinteraksi secara langsung dengan

material/bahan belajar dapat menjadi sarana atau memfasilitasi perkembangan

kemampuan berbahasa siswa (Wellman, 1978). Kegiatan membaca dan

aktivitas sains menekankan pada kemampuan berpikir dan keduanya

melibatkan proses berpikir. Ketika guru membantu siswa mengembangkan

keterampilan proses sains, proses membaca secara simultan juga turut

dikembangkan (Mechling & Oliver, 1983 and Simon & Zimmerman, 1980).

b) Pembelajaran sains menyediakan alternatif strategi mengajar yang dapat

memotifasi siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca (Wellman,

1978).

c) Penelitian tentang hubungan antara menulis kreatif dan pengalaman sains

menunjukkan bahwa ketika siswa menulis bahan bacaannya sendiri, maka

skor menulis siswa mengalami peningkatan secara signifikan (Jenkins, 1981).

2) Hubungan antara Matematika dengan sains

a) Sains dan Matematika memiliki keterpaduan. Matematika secara luas dapat

diartikan sebagai bahasa sains. Perkembangan kemampuan logika Matematika

dan pemecahan masalah adalah tujuan pembelajaran sains dan Matematika.


49

(National Council of Teachers of Mathematics, 1980 and National Science

Teachers Association, 1964 & 1983).

b) Sains dan Matematika saling menguatkan, dengan cara memfasilitasi

perkembangan kognitif menjadi lebih baik (Almy, 1966).

c) Penelitian menunjukkan bahwa keragaman pengalaman sains dapat

memfasilitasi perkembangan kognitif siswa dari satu level ke level

selanjutnya. Hubungan antara Matematika dan sains diperkuat dengan fakta

bahwa pencapaian dalam Matematika berhubungan dengan tingkatan

perkembangan kognitif (Stafford & Renner, 1976).

d) Melibatkan siswa dalam kegiatan hands-on dimana siswa menghitung dan

memanipulasi objek, menyediakan pengalaman yang berkontribusi bagi

pemahaman mereka terhadap angka/bilangan. Dengan demikian, pengalaman

sains memberikan manfaat bagi perkembangan dasar Matematika dalam hal

operasi Matematika, diantaranya menghitung lebar permukaan, korespondensi

satu-satu, mengurutkan dan mengklasifikasikan (Campbell, 1972).

e) Penelitian menunjukkan bahwa sains dapat digunakan untuk memperluas

pendekatan mengajar pemecahan masalah dalam Matematika. Dengan

berusaha untuk mengungkapkan masalah sains dalam kehidupan sehari-hari

adalah upaya yang potensial untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah siswa, dan memberikan manfaat bagi siswa untuk memecahkan

masalah dalam berbagai keadaan.(Coffia, 1971 & Shann, 1977).


50

f) Melalui pengalaman sains, siswa dapat mengaplikasikan Matematika ke

dalam masalah kehidupan sehari-hari. Pada tingkatan sekolah dasar, guru

dapat menyediakan pengalaman hands-on dan kegiatan sains yang

memfasilitasi pembelajaran konsep aritmetika seperti pengurutan,

pengelompokkan dan pecahan (Mechling & Oliver, 1983).

D. Desain Pembelajaran Tematik Pada Tema ”Pengalaman”

Menurut BSNP (2006) kegiatan pengembangan model pembelajaran tematik

tipe Spider Webbed dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan mendesain: (1)

perencanaan pembelajaran, (2) prosedur pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian

pembelajaran yang tepat.

Langkah-langkah dalam mengembangkan model perencanaan pembelajaran

tematik tipe spider webb pada tema “Pengalaman” yaitu: (1) Menetapkan beberapa

mata pelajaran yang akan dipadukan, (2) Mempelajari kompetensi dasar dan indikator

dari mata pelajaran yang akan dipadukan, (3) Memilih dan menetapkan tema/topik

pemersatu, (4) Membuat bagan keterhubungan (untuk model tematik) kompetensi

dasar dan tema/topik pemersatu, dan (5) Menyusun silabus pembelajaran terpadu.

Desain pelaksanaan pembelajaran tematik dapat dituangkan ke dalam Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang terdiri dari tiga kegiatan, yaitu (1) kegiatan

pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan akhir/tindak lanjut. Fungsi kegiatan

pendahuluan terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif

yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran yaitu: (1)


51

menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, (2) melaksanakan

kegiatan apersepsi, dan (3) penilaian awal (pre-test). Kegiatan inti merupakan

kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran terpadu yang menekankan pada

proses pembentukan pengalaman belajar siswa (learning experiences). Pengalaman

belajar bisa dalam bentuk: (1) kegiatan tatap muka, yang dimaksudkan sebagai

kegaiatan pembelajaran yang dialkukan dengan mengembangkan bentuk-bentuk

interaksi langsung antara guru dengan siswa, (2) kegiatan non-tatap muka yang

dimaksudkan sebagai kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam berinteraksi

dengan sumber belajar lain yang bukan kegiatan interaksi guru-siswa. Faktor-faktor

yang harus diperhatikan dalam kegiatan akhir yaitu: (1) Kegiatan akhir dalam

pembelajaran terpadu tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk menutup

pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan

tindak lanjut, (2) Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan

hasil belajar siswa, (3) Waktu yang tersedia untuk kegiatan ini relatif singkat, oleh

karena itu guru perlu mengatur dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Secara

umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu diantaranya

kegiatan: (1) mengerjakan evaluasi (post-test), (2) melaksanakan dan mengkaji

penilaian akhir, (2) melaksanakan tindak lanjut pembelajaran melalui kegiatan

pemberian tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, (3) menjelaskan

kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa, membaca materi pelajaran

tertentu, dan memberikan motivasi atau bimbingan belajar, (4) mengemukakan


52

tentang topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang, dan (5) menutup

kegiatan pembelajaran.

Perangkat pendukung lainnya dalam mendisain pembelajaran tematik tipe

spider webb pada tema “Pengalaman” adalah materi pembelajaran. Momentum

pemilihan materi pembelajaran, perlu dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai

dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, materi pelajaran/bahan ajar dipilih dan

digunakan dalam proses belajar apabila sesuai dan menunjang tercapainya tujuan.

Berdasarkan hal tersebut maka disusunlah sebuah perangkat bahan ajar tematik

dengan tema “Pengalaman” yang digunakan oleh siswa selama kegiatan pembelajaran

berlangsung. Di dalamnya terdapat uraian materi dan latihan soal serta lembar kerja

siswa.

Berikut ini adalah desain pembelajaran tematik tipe spider webb (jejaring tema)

pada tema “Pengalaman”. Pengembangan desain pembelajaran dilakukan berdasarkan

langkah-langkah yang telah diuraikan sebelumnya. Secara lebih detail RPP dan bahan

ajar yang digunakan dalam pembelajaran dapat dilihat pada lampiran.


JEJARING TEMA ”PENGALAMAN”

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK (TIPE SPIDER WEBBED)

KELAS 2 SEMESTER 1

Bahasa Indonesia IPA

Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar


Membaca 1.2. Menunjukkan perubahan bentuk
dan wujud benda akibat dari kondisi
3.1. Menyimpulkan isi teks pendek (10-15 tertentu)
kalimat) yang dibaca dengan membaca
lancar Indikator
Indikator
1.2.1. Menyebutkan benda-benda di
1.1.1. Membacakan teks pendek dengan sekitar yang dapat berubah
lafal dan intonasi yang tepat dan bentuk ataupun tidak
siswa menyimak dengan sungguh- 1.2.2. Menjelaskan perubahan bentuk
sungguh dan wujud benda.
1.1.2. Menyuruh salah seorang siswa 1.2.3. Mengidentifikasi benda-benda
membaca teks pendek sesuai yang disekitar yang dapat berubah
dicontohkan guru dan siswa lain bentuk berdasarkan percobaan
menyimak dengan sungguh-
sungguh.
1.1.3. Menjawab pertanyaan sesuai isi teks
yang didengarkan
1.1.4. Menyimpulkan isi teks pendek yang
dibaca dengan beberapa kalimat.
PENGALAMAN

Matematika

Kompetensi Dasar Seni Budaya dan Keterampilan

Seni Musik
2.1. Menggunakan alat ukur waktu
dengan satuan jam Kompetensi Dasar
Indikator 4.2. Mengekpresikan diri melalui alat
musik atau sumber bunyi
2.1.1. Membaca jam yang
sederhana.
menunjukkan waktu tepat
2.1.2. Membuat jam Indikator

4.2.1. Melakukan tepuk bervariasi


4.2.2. Menyanyikan lagu yang sesuai
dengan tanda dinamik.

Gambar 2.2 Jaring Laba-laba Tema “Pengalaman”

53
54

Berdasarkan gambar 1 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, dalam

proses pembelajaran tematik pada mata pelajaran IPA guru memberikan sebuah

tema. Seperti contoh diatas, tema yang disampaikan adalah tentang hewan dan

tumbuhan. Berdasarkan tema tersebut guru mengaitkannya dengan beberapa mata

pelajaran lainnya, seperti bahasa indonesia, matematika, IPA dan seni budaya dan

keterampilan, atau dapat juga dihubungkan dengan mata pelajaran yang lainnya.

Dengan melakukan hal tersebut, diharapkan siswa dapat berpikir secara divergen.

Siswa dapat melatih kemampuan berpikirnya, berpikir kritis, melatih keterampilan

dan kreativitasnya. Sehingga dapat menambah pengetahuan siswa, dalam waktu

yang bersamaan siswa dapat belajar beberapa mata pelajaran sekaligus, yang

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya.


55

DAFTAR PUSTAKA

Alya, Qonita. (2008). Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar.


Bandung: PT Indah Jaya Adipratama Anggota IKAPI.
Arikunto, Suharsimi. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Atmanegara, Nurhusni. (2009). Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Tematik Pada pelajaran IPA Kelas II SD
Muhammadiyah Negeri Sukonandi Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta.
Proposal PGSD Universitas Negeri Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Model Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dan Model Silabus Mata Pelajaran SD/MI .
Jakarta:BP. Cipta Jaya.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2007). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Sekolah Dasar Mata Pelajaran IPA SD/MI.
Jakarta:Depdiknas.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2007). Standar Proses untuk
Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta:Depdiknas.
Bloom, B., Englehart, M. Furst, E., Hill, W., & Krathwohl, D. (1956). Taxonomy
of educational objective: the classification of education goals. Hanbook I:
cognitive domain. New York, Toronto: Longmans, Green. [online].
Tersedia: http://chiron.valdosta.edu/whuitt/col/cogsys/bloom.html. [04
Mei 2011].
Charbonneau, Manon P. (1995). The Integrated Elementary Classroom, a
developmental Model of education for the 21st century. United States: A
Simon & Schuster Company

Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. (1999). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Emuttaqie. [2008] . Pengertian dan hakekat Pembelajaran [online] tersedia dalam
http://elmuttaqie.wordpress.com. [04 Februari 2011].

Fogarty, Robin. (1991). The Mindful School. How to Integrate the Curricula.
Palatine,Illinois: IRI/Skylight Publishing,Inc.
Golan, Joe. (2009). Pengertian Belajar [online] tersedia joegolan.wordpress.com.
[04 Mei 2011].
Hamalik, Oemar. (1999). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
56

Hendrawati, Sri. (2009). Penerapan Model Pembelajaran Tematik Tipe


SpiderWebbed Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep IPA Dan
Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar. UPI: Tesis, tidak
diterbitkan.
Hermawati. (2007). Pembelajaran IPA Terpadu. [online]. Tersedia dalam
s_paud_0603989_chapter 2. [04 Mei 2011].
I.G.A.K. Wardani, dkk. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Kasbolah, Kasihani. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdikbud.
Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Kepala Pusat Kurikulum.
Kunandar. (2007). dalam Nurhusni Atmanegara (Proposal). Pengertian
Pembelajaran Tematik. Yogyakarta.
Kunandar. (2007). dalam Nurhusni atmanegara. Guru Profesional. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan ). (2010). Pendekatan
Pembelajaran. [online]. Tersedia dalam
http://lpmpjogja.diknas.go.id/index [15 Januari 2011].
Mulyasa. (2010). Praktik Penelitian Tindakan Kelas Menciptakan Perbaikan
Berkesinambungan. Bandung: Rosda.
Muslich, Masnur. (2009). Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas Itu Mudah.
Jakarta : Bumi Aksara.
Nasution, Noehi. (1994). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Poerwadarminta. (1983) dalam BSNP (2006). Tema Pada Pembelajaran Tematik.
Jakarta: BP. Cipta Jaya.
Pusat Kurikulum . (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Standar Kompetensi
Sekolah Dasar Mata Pelajaran Sains/IPA SD/MI. Jakarta:Depdiknas.
Pudyastuti, Retno, dkk. (2011). Makalah Inovasi Pendidikan. Fakultas Keilmuan
dan Ilmu Pendidikan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Rahman. (2010). IPA dan Model-model Pembelajaran [online] Tersedia dalam
rahmandhdukey.blogspot.com. [04 Februari 2011].
Ramdhan,Tarmizi. [2008] Model Pembelajaran Tematik Kelebihannya [online]
tersedia http://tarmizi.wordpress.com. [04 Februari 2011].
57

Sa’ud, Udin Syaefudin. (2006). Bahan Belajar Mandiri I: Konsep Dasar


Pembelajaran Terpadu. UPI: Program Peningkatan Kualifikasi Guru
SD/MI Multi sistem .
Sa’ud, U.S. (2010). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sagala, Syaiful. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sriwilujeng, dkk. Pembelajaran Terpadu dengan Pendekatan tematik Untuk
SD/MI Kelas II, 2007. Malang : PT Gelora Aksara Pratama.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukayati. (2004). Pembelajaran Tematik di SD merupakan Terapan dari
Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat
Pengembangan dan Penataran (PPG). Tidak diterbitkan.
Sulipan. (2009). Statistika Penelitian. Bandung: Universitas Pasundan, tidak
diterbitkan.
Suhermanto. (2008). Contoh Penelitian Tindakan Kelas [online] tersedia dalam
www.scribd.com.creative writing . [04 Februari 2011].
Sumadi, (2011). Pengertian Hasil Belajar Menurut Para Ahli [online] tersedia
www.scribd.com/d0c/51282702/. [03 Maret 2011].
Sukayati. (2004). Pembelajaran Tematik Di SD Merupakan Terapan dari
Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan
dan Penataran Guru (PPG).Tidak diterbitkan.
Supratiningsih, Wahyuni dan Deliyani. (2009). Tematik. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Bahasa.
Usman, U. dan Setawati, L. (1993). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja RosdaKarya.
Tohardi. (2008). Petunjuk Praktis Menulis Skripsi. Bandung: cv. Mandar Maju.
UURI. (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: [online]. Tersedia dalam
http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf. [04 Februari 2011].
Yuliatiningsih. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Mata
Pelajaran Sains di Sekolah Dasar. Bandung: Jurnal Pendidikan Dasar.
[Neni Nurdiani].
58

Anda mungkin juga menyukai