Anda di halaman 1dari 2

Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKn SD

Roosevelt, mengatakan bahwa “Mendidik orang, hanya tertuju pada pikirannya


dan bukan moralnya, sama dengan mendidikkan keburukan kepada masyarakat”.
Sementara itu, Honing mengatakan bahwa “Bandul telah berayun kembali dari ide
romantika yang memandang bahwa semua nilai kemasyarakatan adalah ancaman.
Dua kutipan tersebut memberikan landasan bahwa pendidik di dunia Barat
mempunyai keyakinan bahwa pendidikan nilai, etika, moral sangat penting sebagai
salah satu wahana sosiopedagogis dalam menjamin kelangsungan hidup masyarakat,
bangsa, dan negara.
Berpijak dengan penuh kesadaran pada pemikiran tersebut, sekolah diharapkan
mampu mengambil peran yang aktif dalam merancang dan melaksanakan pendidikan
nilai moral yang bersumber dari kebajikan dan keadaban demokrasi.
Bagaimana nilai moral berkembang dalam diri individu?
Secara teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu
mengikuti perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam kaitannya dengan usia, Piaget
merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan sebagai berikut :
Tahapan pada domain kesadaran mengenai aturan:
1. Usia 0 – 2 tahun: Pada usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat
memaksa.
2. Usia 2 – 8 tahun: Pada usia ini aturan disikapi sebagai hal yang bersifat sakral dan
diterima tanpa pemikiran.
3. Usia 8 – 12 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
Tahapan pada domain pelaksanaan aturan:
1. Usia 0 – 2 tahun: Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat
motorik saja.
2. Usia 2 – 6 tahun: Pada usia ini aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih ber
orientasi diri sendiri.
3. Usia 6 – 10 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan dari
kesepakatan.
4. Usia 10 – 12 tahun: Pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah
dihimpun.
Di lain pihak, Lawrence Kohlberg, Professor pada Harvard University, USA,
mengajukan postulat atau anggapan dasar bahwa anak membangun cara berpikir
melalui pengalaman termasuk pengertian konsep moral seperti keadilan, hak,
persamaan, dan kesejahteraan manusia.
Dari penelitiannya, Kohlberg merumuskan adanya tiga tingkat (level) yang
terdiri atas enam tahap (stage) perkembangan moral seperti berikut.
1. Tingkat I : Prakonvensional (Preconventional)
a. Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan. Ciri moralita pada tahap ini
adalah apapun yang pada akhirnya mendapat pujian atau dihadiahi adalah baik,
dan apapun yang pada akhirnya dikenai hukuman adalah buruk.
b. Tahap 2: Orientasi instrumental nisbi. Ciri moralita pada tahap ini adalah
seseorang berbuat baik apabila orang lain berbuat baik padanya, dan yang baik
itu adalah sesuatu bila satu sama lain berbuat hal yang sama.
2. Tingkat II: Konvensional (Conventional)
a. Tahap 3: Orientasi kesepakatan timbal balik. Ciri utama moralita pada tahap
ini adalah bahwa sesuatu hal dipandang baik dengan pertimbangan untuk
memenuhi anggapan orng lain baik atau baik karena memang disepakati.
b. Tahap 4: Orientasi hokum dan ketertiban. Ciri utama moralita pada tahap ini
adalah bahwa sesuatu hal yang baik itu adalah yang diatur oleh hokum dalam
masyarakat dan dikerjakan sebagai pemenuhan kewajiban sesuai dengan
norma hukum tersebut.
3. Tingkat III: Poskonvensional (Postconventional)
a. Tahap 5: Orientasi kontrak sosial legalistik. Ciri utama moralita pada tahap ini
adalah bahwa sesuatu dinilai baik bila sesuai dengan kesepakatan umum dan
diterima oleh masyarakat sebagai kebenaran konsensual.
b. Tahap 6: Orientasi prinsip etika universal. Ciri utama moralita pada tahap ini
adalah bahwa sesuatu dianggap baik bila telah menjadi prinsip etika yang
bersifat universal dari mana norma dan aturan dijabarkan

Kedua teori perkembangan moral ini memiliki visi dan misi yang sama dan
sampai dengan saat ini menjadi landasan dan kerangka berpikir pendidikan nilai di
dunia barat yang jelas menitikberatkan pada peranan pikiran manusia dalam
mengendalikan perilaku moralnya.

Anda mungkin juga menyukai