Anda di halaman 1dari 2

Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKn SD

Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses pendidikan di
sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara konseptual dan operasional.
Menurut bloom untuk mengembangkan nilai dan sikap selain itu bertujuan untuk
mengembangkan pikiran. Seperti dikutip Lickona(1992) diperkenalkan memberi landasan
pentingnya pendidikan nilai di Amerika. Roosevelt mengatakan bahwa “mendidik orang,
hanya tertuju pada pikiran dan bukan moralnya, sama dengan mendidikan keburukan kepada
masyarakat”. Sementara itu Honing mengatakan “Bandul telah berayun kembali dan ide
romantika yang memandang bahwa semua nilai kemasyarakatan adalah ancaman. Tetapi para
pendidik telah lama mengikuti ,asa kegilaan itu, yang pada akhirnya berujung pada peserta
didik ethically illiterate”.
Lebih jauh juga Lickona(1992:6-7)melihat bahwa para pemikir dan pembangunan demokrasi,
sebagai paradigma kehidupan di dunia Barat, berpandangan bahwa pendidikan moral
merupakan aspek yang esensial bagi perkembangan dan berhasilanya kehidupan demokrasi.
Karena demokrasi pada dasarnya merupakan suatu sistem pemerintah dari, oleh dan untuk
rakyat.
Secara teotoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri individu
mengikuti perkembangan usia dan konteks sosial. Piaget membagi beberapa tahapan dalam
dua domain yakni kesadaran mengenai aturan dan pelaksanaan aturan :
1. Usia 0-2 tahun, pada usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat
memaksa.
2. Usia 2-8 tahun, pada usia ini aturan disikapi sebagai hal yang bersifat sakral dan
diterima tanpa pemikiran.
3. Usia 8-12 tahun, pada usia ini aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
Tahapan ada domain pelaksana aturan :
1. Usia 0-3 tahun, pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat
motorik saja.
2. Usia 2-6 tahun, pada usia ini aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih
berorientasi diri sendiri.
3. Usia 6-10 tahun,pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan dari kesepakatan.
4. Usia 10-12 tahun, pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan yang sudah
dihimpun.
Anggapan dasar bahwa anak membangun cara berpikir melalui pengalaman termasuk
pengertian konsep moral seperti keadilan, hak, persamaan, dan kesejahteraan manusia. Dari
penelitian itu Kohlberg merumuskan ada 3 tingkat yang terdiri atas enam tahap
perkembangan moral seperti berikut.
1. Tingkat 1: Prakonvensional
a. Tahap 1 ; Orientasi hukuman dan kepatuhan, ciri moralita pada tahap ini
adalah apapun yang pada akhirnya mendapat pujian atau dihadiahi adalah
baik, dan apapun yang pada akhirnya dikenai hukuman adalah buruk.
b. Tahap 2 ; Orientasi instrumental nisbi, cirinya pada tahap ini seseorang
berbuat baik apabila orang lain berbuat hal yang sama.
2. Tingkat II : Konvensional
a. Tahap 3 ; Orientasi kesepakatan timbal balik. Ciri utamanya bahwa sesuatu
hal dipandang baik dengan pertimbangan untuk memenuhi anggapan orang
lain baik atau baik karena memang disepakati.
b. Tahap 4 ; Orientasi hukum dan ketertiban. Ciri utamanya bahwa sesuatu hal
yang baik itu adalah yang diatur oleh hukum dalam masyarakat dan dikerjakan
sebagai pemenuhan kewajiban sesuai dengan norma hukum tersebut.
3. Tingkat III : Poskonvensional
a. Tahap 5 ; Orientasi kontrak sosial legalistik. Ciri utama sesuatu dinilai baik
bila sesuai dengan kesepakatan umum dan diterima oleh masyarakat sebagai
kebenaran konsensual.
b. Tahap 6 ; Orientasi prinsip etika universal. Ciri utama sesuatu dianggap baik
bila telah menjadi prinsip etika yang universal dari mana norma dan aturan
dijabarkan.
Kohlberg mengajukan pendekatan pendidikan nilai dengan menggunakan klarifikasi nilai
value clarification approach. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa tidak ada jawaban
yang benar satu-satunya terhadap suatu dilema moral tetapi di situ ada nilai yang dipegang
sebagai dasar berpikir dan berbuat. Kedua teori perkembangan moral ini memiliki visi dan
misi yang sama dan sampai dengan saat ini menjadi landasan dan kerangka berpikir
pendidikan nilai di dunia barat yang dengan jelas menitik beratkan pada peranan pikiran
manusia dalam mengendalikan perilaku moralnya dan mengabaikan pertimbangan bahwa di
dunia ini ada nilai regilius yang melandasi kehidupan individu dan masyarakat yang tidak
bisa sepenuhnya di dekati secara rasional.

Anda mungkin juga menyukai