Anda di halaman 1dari 5

A.

Teori Perkembangan Moral Kohlberg

Teori moral adalah sikap dan perilaku individu yang didasari oleh nilai nilai hukum yang berada di
lingkungan tempat dia hidup. Jadi individu dapat dikatakan dapat memiliki teori moral adalah ketika
individu sudah hidup dengan mentaati hukum hukum yang berlaku di tempat dia hidup.

Sedangkan menurut Lawrence Kohlberg , tahapan perkembangan teori moral adalah ukuran dari
tinggi rendahnya teori moral individu berdasarkan perkembangan penalaran teori moralnya. Teori
perkembangan moral kohlberg yang dikemukakan oleh Psikolog Kohlberg menunjukan bahwa perbuatan
moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal hal lain yang
berhubungan dengan norma kebudayaan (Sunarto,2013:176).

Selain itu Psikolog Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku
moral ( Moral Bahavior ). Dalam perkembangannya Psikolog Kohlberg juga menyatakan adanya tingkat
tingkat yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan. Tingkat Teori perkembangan moral Kohlberg
adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral individu dari segi proses penalaran yang mendasarinya bukan
dari perbuatan moral. Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai stadium perkembangan dengan tingkat yang teridentifikasi yaitu dapat
dijelaskan sebagai berikut.

a. Masa Moral Pre konvesional

Pada masa pertama ini, individu sangat tanggap terhadap aturan aturan budaya, misalnya aturan
aturan baik atau buruk, salah atau benar, dsb. Individu akan mengaitkan aturan aturan tersebut sesuai
dengan akibat yang akan dihadapi atas perbuatan yang dilakukan. Individu juga menilai aturan aturan
tersebut berdasarkan kekuatan fisik dari yang menerapkan aturan aturan tersebut. Pada masa
prekonvensional ini dibagi menjadi dua masa yaitu :

1. Masa Punishment and Obedience Orientation

Pada masa ini, secara umum individu menganggap bahwa konsekuensi yang ditimbulkan dari
suatu perbuatan sangat menentukan baik buruknya suatu perbuatan yang dilakukan, tanpa melihat sisi
individunya. Perbuatan perbuatan yang tidak diikuti dengan konsekuensi dari perbuatan tersebut, tidak
dianggap sesuatu hal yang buruk.

2. Masa Instrumental Relativist Orientation atau Hedonistic Orientation

Pada masa ini, suatu perbuatan dikatakan benar apabila perbuatan tersebut mampu memenuhi
kebutuhan untuk diri sendiri maupun individu lain, serta perbuatan tersebut tidak merugikan. Pada masa
ini hubungan antar individu digambarkan sebagaimana hubungan timbal balik dan perbuatan terus
terang yang menempati kedudukan yang cukup penting.

b. Masa Masa Konvensional


Pada masa perkembangan moral konvensional, memenuhi harapan keluarga, kelompok, masyarakat,
maupun bangsanya merupakan suatu perbuatan yang terpuji. Perbuatan tersebut dilakukan tanpa harus
mengaitkan dengan konsekuensi yang muncul, tetapi dibutuhkan perbuatan dan loyalitas yang sesuai
dengan harapan harapan pribadi dan tertib sosial yang berlaku.

Pada masa ini, usaha individu untuk memperoleh, mendukung, dan mengakui keabsahan tertib
sosial sangat ditekankan, serta usaha aktif untuk menjalin hubungan baik antara diri dengan individu lain
maupun dengan kelompok di sekitarnya. Pada masa konvensional ini dibagi menjadi dua masa yaitu:

3. Masa Interpersonal Concordance atau Good Boy/ Good Girl Orientation

Pandangan individu pada masa ini, perbuatan yang bermoral adalah perbuatan yang
menyenangkan, membantu, atau perbuatan yang diakui dan diterima oleh individu lain. Jadi, setiap
individu akan berusaha untuk dapat menyenangkan individu lain untuk dapat dianggap bermoral.

4. Masa Law and Order Orientation

Pada masa ini, pandangan individu selalu mengarah pada otoritas, pemenuhan aturan aturan,
dan juga upaya untuk memelihara tertib sosial. Perbuatan bermoral dianggap sebagai perbuatan yang
mengarah pada pemenuhan kewajiban, penghormatan terhadap suatu otoritas, dan pemeliharaan tertib
sosial yang diakui sebagai satu satunya tertib sosial yang ada.

c. Masa Masa Postkonvensional

Pada masa ketiga ini, terdapat usaha dalam diri individu untuk menentukan norma norma dan
prinsip prinsip moral yang memiliki validitas yang diwujudkan tanpa harus mengaitkan dengan otoritas
kelompok maupun individu dan terlepas dari hubungan individu dengan kelompok. Pada masa ketiga ini,
di dalamnya mencakup dua masa perkembangan moral, yaitu:

5. Masa Social Contract, Legalistic Orientation

Masa ini merupakan masa kematangan moral yang cukup tinggi. Pada masa ini perbuatan yang
dianggap bermoral merupakan perbuatan perbuatan yang mampu merefleksikan hak hak individu dan
memenuhi ukuran ukuran yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat luas.
Individu yang berada pada masa ini menyadari perbedaan individu dan pendapat. Oleh karena itu, masa
ini dianggap masa yang memungkinkan tercapainya musyawarah mufakat. Masa ini sangat
memungkinkan individu melihat benar dan salah sebagai suatu hal yang berkaitan dengan norma norma
dan pendapat pribadi individu. Pada masa ini, hukum atau aturan juga dapat dirubah jika dipandang hal
tersebut lebih baik bagi masyarakat.

6. Masa Orientation of Universal Ethical Principles

Pada masa yang tertinggi ini, moral dipandang benar tidak harus dibatasi oleh hukum atau
aturan dari kelompok sosial atau masyarakat. Tetapi, hal tersebut lebih dibatasi oleh kesadaran individu
dengan dilandasi prinsip prinsip etis. Prinsip prinsip tersebut dianggap jauh lebih baik, lebih luas dan
abstrak dan bisa mencakup prinsip prinsip umum seperti keadilan, persamaan HAM, dsb.

d. Tidak ada Karakter Tradisional

Dalam teorinya, Psikolog Kohlberg menolak konsep pendidikan norma/ karakter tradisional yang
berdasarkan pada pemikiran bahwa ada seperangkat kebajikan seperti kejujuran, kesabaran, dsb yang
menjadi landasan perilaku moral. Konsep tersebut dinorma tidak membimbing individu untuk
memahami kebajikan mana yang sungguh baik untuk diikuti.

Oleh karena itu, Psikolog Kohlberg mengajukan pendekatan pendidikan norma dengan menggunakan
pendekatan klasifikasi norma yang bertolak dari asumsi bahwa tidak ada satu satunya jawaban yang
benar terhadap suatu persoalan moral, tetapi di dalamnya ada norma yang penting sebagai dasar
berpikir dan bertindak.

e. Terdapat Kriteria Moral

Psikolog Kohlberg mengklaim bahwa teorinya (tentang perkembangan moral) tidak hanya menjadi
psikologi tetapi juga “filsafat moral”. Teorinya ini menyatakan tidak hanya bertindak dalam fakta
“melebihkan masa tertinggi dari pertimbangan (moral) mereka secara keseluruhan”, tetapi juga bahwa
masa ini adalah “secara objektif dapat lebih baik atau lebih memadai” daripada masa sebelumnya
“dengan kriteria moral yang pasti”.

B. Teori Perkembangan Moral Piaget

Kata moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Kata mos jika akan dijadikan kata
keterangan atau kata sifat lalu mendapat perubahan dan belakangannya, sehingga menjadi “morris”
kepada kebiasaan moral dan lain-lain dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan moral dan lain-
lain, dan moral adalah kata nama sifat kebiasaan itu, yang semula berbunyi moralis. Kata sifat tidak akan
berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari selalu dihubungkan dengan barang lain. Begiu pula kata
moralis dalam dunia ilmu lalu dihubungkan dengan scientia dan bebrunyi scientis moralis, atau
philosophia moralis. Karena biasanya orang-orang telah mengetahui bahwa pemakaian selalu
berhubungan dengan kata-kata yang mempunyai arti ilmu. Maka untuk mudahnya disingkat jadi moral.
Perkata diartikan dengan ajaran kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Dengan demikian moral dapat diartikan
ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan.

Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tentang apa


yang seharusnya dilakukan oleh orang dalam berinteraksi dengan orang lain. Para pakar perkembangan
anak mempelajari tentang bagaimana anak-anak berpikir, berperilaku dan menyadari tentang aturan-
aturan tersebut. Minat terhadap bagaimana perkembangan moral yang dialami oleh anak membuat
Piaget secara intensif mengobservasi dan melakukan wawancara dengan anak-anak dari usia 4-12 tahun.
Ada dua macam studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai perkembangan moral anak dan remaja:
1. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng, sambil mempelajari
bagaimana mereka bermain dan memikirkan aturan-aturan permainan.

2. Menanyakan kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-aturan etis, misalnya mencuri,


berbohong, hukuman dan keadilan.

Dari hasil studi yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak berpikir
dengan 2 cara yang sangat berbeda tentang moralitas, tergantung pada kedewasaan perkembangan
mereka Piaget mengemukakan bahwa seorang manusia dalam kehidupannyaakan mengalami rentangan
perkembangan moral sbb :

1. Tahap heteronomous

Seseorang yang pada saat awal kehidupannya belum memiliki pendirian yang kuat dalam
menentukan sikap dan perilaku atau dapat dikatakan bahwa dalam mnentukan pilihan keputusan sebuah
perilaku masih dilandasi oleh anekaragam dan sering bertukarnya ketentuan dan kepentingan. Contoh :
anak kecil jika ditanya pilih warna merah atau kuning . Maka antara jawaban pertama kedua dan
seterusnya besar kemungkinan akan berbeda.

 Ø Heteronomous Morality

Merupakan tahap pertama perkembangan moral menurut teori Piaget yang terjadi kira-kira pada
usia 4-7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak boleh
berubah, yang lepas dari kendali manusia.

Pemikir Heteronomous menilai kebenaran atau kebaikan perilaku dengan mempertimbangkan akibat
dari perilaku itu, bukan maksud dari pelaku. Misal: memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih
buruk daripada memecahkan 1 gelas dengan sengaja, ketika mencoba mencuri sepotong kue. Pemikir
Heteronomous yakin bahwa aturan tidak boleh berubah dan digugurkan oleh semua otoritas yang
berkuasa.

Ketika Piaget menyarankan agar aturan diganti dengan aturan baru (dalam permainan kelereng),
anak-anak kecil menolak. Mereka bersikeras bahwa aturan harus selalu sama dan tidak boleh diubah.
Meyakini keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan dilanggar, hukuman akan
dikenakan segera. Yakin bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan hukuman.

2. Tahap Autonomous

Seorang anak telah memiliki sikap dan perilaku moralitasnya yang tercermin dari dirinya dan telah
didasari oleh pendiriannya sendiri. Contoh : anak yang menginginkan sebuah mainan dia akan tetap
berusaha memainkan mainan tersebut meskipun harus antri menunggu giliran .

 Ø Autonomous Morality
Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang diperlihatkan oleh anak-anak yang
lebih tua (kira-kira usia 10 tahun atau lebih). Anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-
hukum diciptakan oleh manusia dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang harus mempertimbangkan
maksud-maksud pelaku dan juga akibat-akibatnya.

Bagi pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai yang terpenting. Anak-anak yang lebih
tua, yang merupakan pemikir Autonomos, dapat menerima perubahan dan mengakui bahwa aturan
hanyalah masalah kenyamanan, perjanjian yang sudah disetujui secara sosial, tunduk pada perubahan
menurut kesepakatan. Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya terjadi apabila
seseorang yang relevan menyaksikan kesalahan sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.

Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi lebih pintar dalam berpikir
tentang persoalan sosial, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dan kerja sama. Pemahaman
sosial ini diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang saling memberi dan menerima.
Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggota memiliki kekuasaan dan status yang sama,
merencanakan sesuatu dengan merundingkannya, ketidaksetujuan diungkapkan dan pada akhirnya
disepakati. Relasi antara orang tua dan anak, orang tua memiliki kekuasaan, sementara anak tidak,
tampaknya kurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan selalu diteruskan dengan cara
otoriter. Untuk memperjelas teori Piaget yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini

Anda mungkin juga menyukai