Anda di halaman 1dari 14

SISTEM BUDIDAYA SURJAN

Dosen Pengampu : Eva Kristinawati, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :

Aghnia Mey Azahra (18030174026)

Candra Ainur Rofiq (18030174030)

Bintari Tri Ambarwati (18030174098)

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah maka Kami dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat
waktu.
Berikut ini Kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Sistem Budidaya
Surjan”. Dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Konservasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan di prodi Pendidikan Matematika semester 2 dengan Dosen pengampu mata kuliah
adalah…... Kami berharap dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajarinya.
Melalui kata pengantar ini Kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon memaklumi
bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang Kami buat kurang tepat atau
menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini Kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Surabaya, 08 Maret 2019


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani,
utamanya petani padi baik pada lahan irigasi, lahan tadah hujan, lahan kering, lahan rawa pasang
surut, dan rawa lebak. Namun sampai sekarang, 60 % produksi nasional masih dipasok dari
lahan-lahan subur di Pulau Jawa yang notabene adalah lahan irigasi. Sedangkan lahan-lahan di
luar Jawa, terutama lahan rawa lebak masih dipandang sebagai lahan marjinal, sehingga lahan
tersebut kurang diperhatikan. Hal tersebut berakibat pada produksi maupun kontribusinya yang
masih kurang.

Nampaknya produksi beras nasional kedepan tidak akan cukup bila hanya dipasok dari
lahan-lahan subur saja, mengingat perkembangan penduduk yang terus naik sebesar 1,5% per
tahun. Sementara itu, pertanian pada tahun 2006 baru mencapai 0,89% untuk Pulau Jawa dan
1,91% untuk Luar Jawa. Sehingga upaya peningkatan produksi sebesar dua juta ton dalam
program P2BN tentu akan sulit dicapai tanpa mengikut sertakan lahan rawa lebak yang punya
potensi sangat besar, tetapi pemanfatannya belum optimal (Alihamsyah dan Ar-Riza, 2004).

Hal diatas akan semakin nampak jika dikaitkan dengan berbagai kendala atau masalah
yang dihadapi dalam tahun-tahun terakhir. Menurut Pasaribu (2007), sedikitya ada sembilan
masalah yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan bidang pertanian yakni degradasi lahan
dan air, alih fungsi lahan, adanya fragmentasi lahan pertanian, adanya krisis infrastruktur, adanya
variabilitas iklim, adanya krisis SDM pertanian, adanya krisis sarana produksi, krisis
pembiayaan, serta adanya krisis kualitas produksi dalam bidang pertanian.

Kondisi yang telah terjadi sekarang sangat merisaukan masa depan sistem pertanian
Indonesia. Sebenarnya, petani padi lahan rawa telah mempunyai pengalaman yang diperoleh dari
berbagai pengamatan dan kegiatan yang telah dikerjakan dalam masa yang lama dari generasi ke
generasi, sehingga mereka mempunyai kearifan dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan,
yang sering disebut sebagai ”kearifan ekologi” maupun ”kearifan lokal” (Soemarwoto,1982).
Sehingga kearifan lokal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi untuk menciptakan
inovasi teknologi baru dalam memajukan pembangunan pertanian, khususnya di lahan rawa.

Sistem pertanian yang baik dilakukan di lahan rawa ialah sistem surjan. Sistem surjan
merupakan suatu cara pengelolaan tanah dan air yang disesuaikan dengan kondisi alam setempat
wilayah itu berada. Keberhasilan usaha tani di lahan rawa sangat ditentukan oleh kondisi cuaca
setempat dan daerah sekitar karena berpengaruh langsung pada kondisi air rawa. Air rawa yang
menyurut secara perlahan akan memudahkan petani untuk menentukan saat tanam yang tepat,
tetapi air rawa yang menyurut berfluktuasi tidak teratur akibat curah hujan yang sangat fluktuatif,
sehingga akan menyulitkan petani dalam menentukan saat tanam yang tepat (Ar-Riza 2000).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu system surjan ?
2. Bagaimana pengelolaan system surjan ?
3. Apa kekurangan dan kelebihan pada system surjan ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui cara penerapan multiple cropping
tanaman padi sawah dengan jagung di lahan rawa dengan sistem surjan yang mengarah pada
pertanian berkelanjutan.
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA
Sistem budidaya surjan adalah salah satu sistem pertanaman campuran yang dicirikan
oleh perbedaan tinggi permukaan bidang tanam pada suatu luasan lahan. Perbedaan ketinggian
ini minimal 50 cm.

Dalam bahasa Inggris, sistem ini disamakan dengan alternating bed system. Bidang
tanam ini dibuat memanjang sehingga dari atas akan tampak seperti garis berselang-seling,
karena masing-masing bidang tanam yang berbeda tingginya ditanami oleh komoditi tanam yang
berbeda. Dari bentuk garis-garis inilah nama surjan dipakai. Hal ini dikarenakan mirip dengan
pola strip pada pakaian tradisional berbahan lurik dari Yogya.

Dalam sistem surjan, bidang yang rendah disebut lembah dan yang tinggi disebut bukit.
Lembah biasanya ditanami padi pada musim hujan. Pada musim kemarau, lembah ditanami
palawija. Hal ini brtujuan untuk memanfaatkan sisa kelembaban air yang tersisa. Bagian bukit
dapat ditanami bermacam-macam komoditi, biasanya palawija atau rumput pakan ternak.

Di beberapa tempat di Jawa yang memiliki lahan sawah, bagian bukit ditanami pohon
buah-buahan, seperti mangga atau jeruk. Pada tempat-tempat yang sering mengalami surplus air
pada musim penghujan, bagian lembah digunakan sebagai pengontrol kelebihan air, menjadi
penampung kelebihan air. Tanaman yang tumbuh di bagian bukit akan selamat dari genangan air
yang tinggi.

Dalam sistem pertanian surjan di lahan rawa, yang terpenting dilakukan ialah pengaturan
drainase dan irigasinya. Hal itu dikarenakan lahan rawa memiliki kelebihan air yang cukup
banyak, sehingga pembuangan air harus dilakukan secara kontinyu agar jumlah air sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Jumlah air yang paling banyak ialah di daerah bagian bawah atau tabukan
yang merupakan tempat penanaman padi sawah. Walaupun padi sawah membutuhkan air yang
cukup banyak, namun bila berlebih akan berakibat buruk pada tanaman. Sedangkan di bagian
atas atau guludan merupakan tempat penanaman jagung dan bagian tersebut tidak digenangi air.
Sehingga, irigasi diutamakan pada bagian atas atau guludan agar tanaman tidak kekurangan air.

Penerapan sistem surjan di lahan rawa merupakan suatu pemanfaatan lahan marjinal,
sehingga lahan tersebut mampu memberikan produk yang beragam karena ditanami beberapa
jenis tanaman. Dampak penerapan sistem tumpang sari di lahan surjan ialah mampu mengangkat
nilai ekonomi masyarakat dan mampu mengatasi masalah pangan serta memperbaiki ketahanan
pangan nasional.
BAB 3 ISI

A. Hasil

Sistem pertanian yang telah diterapkan masyarakat cukup banyak dan telah disesuaikan
dengan keadaan lingkungan masing-masing daerah. Salah satunya ialah sistem pertanian surjan.
Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi
tanaman di dataran rendah seperti lahan rawa. Berdasarkan sistem pembuatan, surjan dapat
dibagi menjadi dua cara pembuatan yaitu :

1. Yang dibuat sekaligus

2. Yang dibuat secara bertahap (tukungan).

Dalam pembuatan sitem pertanian surjan diperlukan tenaga kerja yang banyak, sehingga
juga memerlukan biaya yang besar. Oleh karena itu, petani tradisional banyak memilih cara
bertahap dengan membuat tukungan atau gundukan. Dengan dimensi awal lebar bawah 2-3 m,
tinggi 0,5-0,6 m dan setiap musim panen dilebarkan dan ditinggikan. Apabila tanaman yang
dibudidayakan cukup besar, maka tukungan ini dihubungkan atau tersambung memanjang satu
sama lain membentuk surjan.

Pembuatan sistem pertanian surjan juga disesuaikan dengan jenis tanah yang ada. Untuk
tanah sulfat masam, potensial pengolahan tanah dan pembuatan surjan sebaiknya dilakukan
secara hati-hati dan bertahap. Guludan dibuat secara bertahap dan tanahnya diambil dari lapisan
atas yang dimaksudkan untuk menghindari oksidasi pirit. Untuk tanah gambut, tekstur lapisan
tanah dibawahnya sangat menentukan dalam pola pemanfaatan lahannya. Arah surjan disarankan
memanjang timur-barat agar tanaman (padi) pada bagian tabukan mendapat penyinaran matahari
yang cukup. Untuk mempertahankan bentuk dan produktivitasnya, surjan setiap musim atau
setiap tahun dilibur atau disiram lumpur yang diambil dari sekitarnya.

B. Pembahasan

Pembuatan sistem pertanian surjan juga disesuaikan dengan jenis tanah yang ada. Untuk
tanah sulfat masam, potensial pengolahan tanah dan pembuatan surjan sebaiknya dilakukan
secara hati-hati dan bertahap. Guludan dibuat secara bertahap dan tanahnya diambil dari lapisan
atas yang dimaksudkan untuk menghindari oksidasi pirit. Untuk tanah gambut, tekstur lapisan
tanah dibawahnya sangat menentukan dalam pola pemanfaatan lahannya. Arah surjan disarankan
memanjang timur-barat agar tanaman (padi) pada bagian tabukan mendapat penyinaran matahari
yang cukup. Untuk mempertahankan bentuk dan produktivitasnya, surjan setiap musim atau
setiap tahun dilibur atau disiram lumpur yang diambil dari sekitarnya.

Penerapan sistem surjan umumnya dilakukan di lahan rawa. Dalam upaya untuk
meningkatkan daya guna lahan rawa, dapat dikembangkan dengan tanaman padi dan non padi
(multiple croping). Tanaman padi yang dimaksid ialah padi sawah yang di tumpang sari dengan
tanaman jagung. Tanaman padi dapat ditanam di areal sawah, sedangkan tanaman jagung dapat
ditanam di lahan keringnya. Prinsip pengelolaan seperti ini disebut dengan pengelolaan multiple
cropping pada sistem pertanian surjan di lahan rawa.

A. Pengelolaan Lahan Rawa dengan Sistem Surjan

Sistem pertanian surjan merupakan suatu cara pengelolaan tanah dan air yang disesuaikan
dengan kondisi alam setempat. Namun, yang perlu diperhatikan dalam sistem tersebut adalah
penerapan pola tanam tumpang sari yang berkelanjutan dan produktif dalam waktu lama,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan generasi masa depan. Dengan penerapan sistem surjan,
maka lahan akan menjadi lebih produktif dengan menghasilkan produk yang beragam. Hal
tersebut dikarenakan pada lahan surjan akan tersedia dua tatanan lahan, yaitu : (1) lahan tabukan
yang tergenang untuk menanam padi, (2) lahan guludan sebagai lahan kering untuk tanaman
jagung.

Penerapan sistem surjan di daerah dataran rendah berupa rawa, dalam pengelolaannya
perlu dilakukan dengan cermat sesuai dengan prinsip pengelolaan yang tepat. Hal tersebut
dikarenakan tiap kondisi lahan yang memiliki berbagai kendala agrofisik. Genangan air di lahan
dataran rendah dapat dibedakan yang dipengaruhi oleh air pasang dan yang hanya dipengaruhi
oleh curah hujan. Sehingga, karena pengaruhnya berbeda, maka akan sedikit berbeda pula dalam
penerapannya.

Surjan merupakan sistem berbentuk lajur-lajur yang terdiri atas tanah tinggi sebagai
bedengan atau guludan, yang berselang-seling dengan tanah rendah sebagai tabukan atau parit
saluran. Penampang melintang berbentuk trapesium atau empat pesegi panjang yang tergantung
macam tanah yang membentuknya dan dinyatakan dalam kemiringan. Ada dua macam cara
untuk menentukan jarak antar parit surjan. Cara pertama, surjan dipandang sebagai lahan dengan
irigasi parit (furrow irrigation) dan cara kedua guludan surjan sebagai lahan budi daya tanaman,
dikelola secara intensif dengan dukungan kecukupan air sepanjang hari.

Dalam penerapan sistem pertanian surjan, surjan bagian bawah atau tabukan mempunyai
ukuran lebih lebar dari parit surjan sempit. Ukuran bagian bawah antara lain 5-15 m, 12-14 m
atau 10-20 m dan lajur ini dialokasikan untuk ditanami padi sawah. Sedangkan bagian atas
dengan ukuran dari 3-6 m dan tinggi guludan yakni 0,6 m. Lajur ini ditanami tanaman jagung
atau tanaman lain, khususnya hortikultura guna menerapkan sistem multiple croping di lahan
rawa. Oleh karena itu, selain memanfaatkan lahan rawa yang dinilai marjinal, tumpang sari
dengan sistem surjan juga mampu memperbaiki ketahanan pangan ke arah keberlanjutan.
B. Pengeloaan Irigasi dan Drainase pada Sistem Surjan

Prinsip pengelolaan sistem surjan dilahan rawa terutama harus mampu mengelola sistem
irigasi dan drainasenya. Hal ini dikarenakan lahan rawa merupakan daerah dataran rendah yang
memilki kelebihan air dalam jumlah yang banyak , sehingga dibutuhkan saluran drainase guna
mengoptimalkan kebutuhan air tanaman. Di samping itu, persiapan pembuatan irigasi
dimaksudkan agar pemberian air ke petak lahan dapat dilaksanakan dengan baik, terutama bagi
guludan atau bagian atas. Sehingga, sistem irigasi dan drainase sangat penting di lahan pertanian
surjan, namun yang paling penting ialah sistem drainasenya karena lahan rawa memiliki
kelebihan air yang cukup banyak.

Beberapa yang perlu diperhatikan dalam persiapan pembuatan irigasi dengan sistem
surjan dilahan rawa :

a. Jaringan yang terdiri dari bangunan dan saluran dipastikan berfungsi dengan baik dengan
pemeliharaan dan perbaikan seperlunya.

b. Untuk musim penghujan khususnya, saluran pembuangan atau drainase harus benar-benar
berfungsi dengan baik, dengan pemeliharaan dan perbaikan, serta kelebihan air hujan dapat
dibuang.

c. Kesiapan kegiatan operasi dan pemeliharaan yang dilkelola oleh organisasi P3A, sesuai
dengan kebutuhan dan pola tanam.

Rencana pemberian air di petak surjan dan tahapan pemeliharaan yang sesuai dengan tingkatan
teknis pembagian dan pemberian air, dibedakan atas tiga macam, yakni :

a. Jaringan sederhana atau belum teknis. Jenis ini belum ada bangunan tersier, saluran
pembawa dan pembuang belum terpisah. Setiap sawah dapat mengambil air langsung dari
saluran tersier. Air dapat dialirkan ke petak, dan kelebihan air dapat dibuang.

b. Jaringan semiteknis. Jenis ini telah memiliki bangunan tersier, saluran pembawa dan
pembuang sudah terpisah. Sekelompok sawah mempunyai satu tempat pengambilan di saluran
tersier, air dapat diatur namun belum dapat diukur.

c. Jaringan teknis. Jenis ini bangunan tersier sudah ada, saluran pembawa dan pembuang sudah
terpisah, dapat untuk rotasi baik antar sub tersier atau antar petak kuarter, air dapat diatur dan
diukur.

C. Pengaturan Pola Tanam pada Sistem Surjan

Dalam melakukan budidaya, perlu adanya penyusunan pola pertanaman pada satu petak
lahan dalam siklus satu tahun dan pelaksanaan masa tanam musim penghujan atau kemarau. Hal
ini ditetapkan dengan jadwal tanam sesuai dengan program jaringan utama. Sistem surjan
berkembang di daerah irigasi di tempat- tempat tertentu sesuai dengan kondisi setempat yang
mendukung, misalnya penanaman jagung dengan irigasi sederhana, semiteknis maupun teknis.
Tanaman jagung ini dibudidayakan di musim kemarau dengan sistem surjan sempit, sedangkan
penanaman padi dilaksanakan di musim penghujan.

D. Pelaksanaan Sistem Surjan di Lahan Rawa/lebak

Lahan rawa semakin penting peranannya dalam upaya mempertahankan swasembada


beras dan mencapai swasembada bahan pangan lainnya. Hal ini mengingat semakin
berkurangnya lahan subur untuk area pertanian di Pulau Jawa akibat alih fungsi lahan ke
perumahan dan keperluan non pertanian lainnya. Potensi lahan rawa di Indonesia mencapai 14
juta hektar, terdiri dari rawa dangkal seluas 4.166.000 ha, rawa tengahan seluas 6.076.000 ha,
dan rawa dalam seluas 3.039.000 ha (Adhi, et al., dalam Rafieq, 2004). Sebagian lahan rawa ini
belum dimanfaatkan untuk usaha pertanian sehingga potensi pengembangannya masih sangat
besar.

Rawa secara khusus diartikan sebagai kawasan rawa dengan bentuk wilayah berupa
cekungan dan merupakan wilayah yang dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai (levee) atau
antara dataran tinggi dengan tanggul sungai. Bentang lahan rawa menyerupai mangkok yang
bagian tengahnya paling dalam dengan genangan paling tinggi. Semakin ke arah tepi sungai atau
tanggul semakin rendah genangannya. Pada musim hujan genangan air dapat mencapai
tinggiantara 4-7 meter, tetapi pada musim kemarau lahan dalam keadaan kering, kecuali dasar
atau wilayah paling bawah. Pada musim kemarau muka air tanah di lahan rawa lebak dangkal
dapatmencapai > 1 meter sehingga lebih menyerupai lahan kering (upland).

Lahan rawa dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2.000-
3.000mm per tahun dengan 6-7 bulan basah (bulan basah = bulan yang mempunyai curah hujan
bulanan> 200 mm) atau antara 3-4 bulan kering (bulan kering = bulan yang mempunyai curah
hujan bulanan.

Potensi pertanian di lahan rawa cukup luas dan beragam. Watak dan ekologi masing-
masing lokasi dan tipologi lahan rawa merupakan faktor penentu dalam penyusunan pola
tanamdan jenis komoditas yang dibudidayakan. Pola tanam dan jenis komoditas yang
dikembangkan dilahan rawa dapat didasarkan pada tipologi lahan.

Lahan rawa sebagian besar dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya padi yang dapat
dipilah dalam pola (1) padi sawah timur (sawah rintak) dan (2) padi sawah barat (sawah surung).
Sawah timur pada musim hujan tergenang sehingga hanya ditanami pada musim kemarau. Sawah
timur ini umumnya ditanami padi rintak, yaitu padi sawah irigasi yang berumur pendek (high
yielding variety) seperti varietas IR 42, IR 64, IR 66, cisokan, ciherang, cisanggarung,
mekongga, kapuas, lematang, margasari (tiga varietas terakhir merupakan padi spesifik rawa
pasang surut) dengan hasil rata-rata 4-5 ton per hektar.
Lahan rawa mempunyai peran penting dalam upaya mempertahankan swasembada beras
dan mencapai swasembada pangan lainnya mengingat semakin berkurangnya lahan subur untuk
area pertanian. Kata lebak diambil dari bahasa jawa yang berarti lembah atau tanah rendah. Rawa
lebak secara khusus diartikan sebagai kawasan rawa dengan bentuk wilayah berupa cekungan
dan merupakan wilayah yang dibatasi oleh satu atau dua tanggul sungai atau antara dataran
tinggi dengan tanggul sungai.

Pada musim hujan genangan air dapat mencapai tinggi antara 4-7 meter, tetapi pada
musim kemarau lahan dalam keadaan kering, kecuali dasar atau wilayah paling bawah. Pada
musim kemarau, muka air tanah di lahan rawa lebak dangkal dapat mencapai kurang dari satu
meter sehingga menyerupai lahan kering. Lahan rawa lebak dipengaruhi oleh iklim tropika basah
dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun denga 6-7 bulan basah (bulan basah adalah
bulanyang mempunyai curah hujan bulanan lebih dari 200 mm) atau antara 3-4 bulan kering
(bulan kering adalah bulan yang mempunyai curah hujan bulanan kurang dari 200 mm).

E. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Surjan


a. Kelebihan Sistem Surjan
1. Petani mendapat keuntungan ganda, mendapat hasil 2 macam tanaman.
2. Meratakan dan mendayagunakan tenaga kerja keluarga tani sepanjang tahun.
3. Sistem budidaya surjan dibarengi rotasi tanaman yang dapat memutuskan siklus hidup
hama dan penyakit tanaman.
4. Dapat kompromi dengan kondisi air yang permukaannya naik saat musim hujanataupun
pasang naik.
b. Kelemahan Sistem Surjan
1. Terjadi persaingan unsur hara antar tanaman.
2. Pertumbuhan tanaman akan saling menghambat.
BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan
diversifikasi tanaman di dataran rendah seperti lahan rawa. Sistem surjan adalah salah satu
contoh usaha penataan lahan untuk melakukan diversifikasi tanaman di lahan rawa. Berdasarkan
sistem pembuatan, surjan dapat dibagi menjadi dua cara pembuatan yaitu (1) yang dibuat
sekaligus, dan (2) yang dibuat secara bertahap (tukungan).

Dalam pembuatan sitem pertanian surjan diperlukan tenaga kerja yang banyak, sehingga
juga memerlukan biaya yang besar. Apabila tanaman yang dibudidayakan cukup besar, maka
tukungan ini dihubungkan atau tersambung memanjang satu sama lain membentuk surjan.

Lahan rawa mempunyai potensi yang besar dan berpeluang besar bagi pengembangan
usaha pertanian sekaligus untuk peningkatan pendapatan petani. Potensi dan peluang tersebut
dapat di aktualisasikan dengan cara melakukan kegiatan penataan lahan dan komoditas, berdasar
karakteristiknya yaitu dengan menerapkan sistem pertanaman multiple cropping dengan
menggunakan sistem surjan. Penataan lahan sistem surjan dengan multiple cropping ini telah
berkembang cukup pesat di lahan rawa seperti di Kalimanatan Selatan. Hal ini dikarenakan
selain dapat mendukung usaha pertanian diversifikasi juga dapat meningkatkan pendapatan
petani. Di sejumlah daerah lainnya yang mempunyai lahan rawa, pada umumnya belum
mempunyai informasi detail tentang teknologi penataan lahan sistem surjan, sehingga usaha
pertaniannya masih bersifat monokultur dengan pendapatan yang masih relatif rendah.

Sistem surjan adalah salah satu contoh usaha penataan lahan untuk melakukan
diversifikasi tanaman di lahan rawa. Berdasarkan sistem pembuatan, surjan dapat dibagi menjadi
dua cara pembuatan yaitu (1) yang dibuat sekaligus, dan (2) yang dibuat secara bertahap
(tukungan).

B. Saran
Penataan lahan perlu dilakukan untuk membuat lahan tersebut sesuai dengan kebutuhan
tanaman yang akan dikembangkan. Dalam melakukan penataan lahan perlu diperhatikan
hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola pemanfaatannya. Penataan lahan erat
hubungannya dengan sistem petanian yang akan digunakan. Hal itu dikarekan apabila sistem
pertaniannya sesuai dengan keadaan lingkungan, maka akan memberikan dampak yang posistif,
terutama pada tingkat produktivitas dan jumlah produksi.

Yang perlu diperhatikan dalam menggunakan system ini adalah penerapan pola tanam
tumpang sari yang berkelanjutan dan produktif dalam waktu lama. Dengan penerapan system
surjan, maka lahan akan menjadi lebih produktif karena pada lahan tersebut akan tersedia dua
tatanan lahan, yaitu : (1) lahan tabukan yang tergenang (digunakan untuk menanam padi adatu
digabungkan dengan budidaya ikan) (2) lahan guludukan sebagai lahan kering(digunakan untuk
budidaya palawija, buah-buahan, tanaman tahunan/perkebunan).
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Rachman. 1984. Sistem Surjan di Kabupaten Daerah Tingkat II Demak, Jawa Tengah

Anwarhan dan S. Sulaiman. 1985. Pengembangan Pola Usahatani di Daerah Lahan Pasang Surut
dalam rangka peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 4(4).

Ar-Riza, I. 2002. Peningkatan Produksi Padi Lebak. Makalah Seminar Nasional. Perhimpunan
Agronomi Indonesia, PERAGI, tanggal 29-30 Oktober 2002 di Bogor.

Balittra. 2004. Balai Penelitian Pertanian Lahan rawa. Laporan tahunan 2005

Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2007. Laporan Tahunan
tahun 2006

Nazemi, S. Saragih dan Y. Rina. 2003. Laporan akhir proyek penelitian sumber daya lahan rawa.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjar baru.

Purwanto, S. 2006. Kebijakan Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Dalam prosiding seminar
nasional Pengelolaan Lahan Terpadu. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
lahan pertanian. Banjarbaru

Rina, Y, Noorginayuwati dan S.Antar lina. 2006. Analisis Finansial Usahatani Jeruk pada Sistem
Surjan di Lahan Pasang Surut. Jakarta : Gramedia Pustaka

Swamps-II. 1991. Farming Systems in Indonesia’s tidal swamps. Res.Highlights 1987- 1990.
AARD-Swamps-II project. Jakarta: Oxword

Widjaya, Adhi, dkk. 1992. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai: Potensi,
Keterbatasan dan Pemanfaatan. Dalam prosiding “Pertemuan Nasional Pengembangan Lahan
Pertanian Pasang Surut dan Rawa . Cisarua, 3- 4 Maret 1992.

Anda mungkin juga menyukai