Anda di halaman 1dari 11

Nama : Asngat Hidayat

NIM : 20194122074

IRIGASI dan DRAINASE

IRIGASI LAHAN PADI SAWAH

A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Tanaman padi (Oryza Sativa) merupakan tanaman yang menjadi bahan
makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia. Produktivitasnya sendiri sangat
menentukan ketersediaan pasokan pangan dalam negeri. Bahkan dari
pemerintah juga terus mengupayakan pemenuhan kebutuhan pangan dengan
mencanangkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN).
Program P2BN ini tentunya merupakan hasil pertimbangan bahwa pemenuhan
kebutuhan pangan harus berjalan selaras dengan tingkat laju pertumbuhan
penduduk 1,36 % per tahun. Diperkirakan sekitar 95 % prodiksi beras nasional
dipasok dari lahan sawah dan hanya 5 % berasal dari lahan kering, sehingga
pososo lahan sawah masih tetap sangat strategis dalam memenuhi kebutuhan
beras secara nasional di masa mendatang.
Secara fisik, lahan sawah merupakan suatu ekosistem lahan yang relatif
stabil dan mempunyai keberlanjutan (sustainability) sangat tinggi (Kyuma,
2004). Hal ini dicirikan dengan penyediaan hara yang lebih efisien, rendahnya
perkolasi, erosi, dan pencucian hara karena adanya lapisan tapak bajak (plow
pan), terjadinya penambahan hara secara alami dari air irigasi, dan lain-lain.
(Agus dan Setyorini, 2007)
Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani adalah tidak dapat
menyediakan kebutuhan air untuk lahan padi persawahan dengan baik terutama
pada musim kemarau. Hal ini disebabkan berkurangnya debit air singai sebagai
sumber irigasi dan tingginya tingkat evaporasi pada musim kemarau. Maka dari
itu pengelolaan air berperan sangat penting demi mempertahankan dan
meningkatkan produktivitas padi di lahan sawah.

2. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud irigasi padi sawah
b. Bagaimana karakteristik lahan dan tanaman padi sawah
c. Apa saja jenis sistem irigasi padi sawah
3. Tujuan dan manfaat
a. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui karakter padi sawah dan lahan
sawah
2. Mahasiswa dapat mengetahui beragam sistem irigasi yang
dapat diterapkan pada lahan sawah
b. Manfaat
Manfaat dari makalah ini diharapakan dapat menambah wawasan
mengenai padi lahan sawah dan sistem irigasinya.
B. Pembahasan
1. Karakter padi lahan sawah dan lahan sawah
Padi lahan sawah
Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan prodiksi padi di lahan sawah. Profiksi padi sawaj
akan menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress). Gejala
umum akibat kekurangan air antara lain daun padi menggulung, daun terbakar
(leaf scorching), anakan padi berkurang, tanaman kerdil, pembungaan tertunda
dan biji hampa. Kebutuhan air dalam jumlah banyak bagi tanaman padi tidak
lain disebabkan karena karekter tanaman padi yang merupakan tanaman semi-
akuatik. Dengan demikian tanaman padi lebih cocok dan baik jika dalam
pertumbuhannya hingga mendekati masa panen ditanam pada lahan genangan.
Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap
fase pertumbuhannya. Variasi kebutuhan air tegantung juga pada varietas padi
dan sistem pengelolaan lahan sawah. Kebutuhan varietas padi normal dengan
padi hasil persilangan ataupun manipulasi genetik sangat berbeda dalam
jumlah volumenya di setiap fase pertumbuhannya. Pengaturan air untuk sistem
mina-padi (Sleman) berbeda dengan sistem sawah tanpa ikan. Ini berarti
pengelolaan air di lahan sawah tidak hanya menyangkut sistem irigasi, tetapi
juga sistem drainase pada saat tertentu dibutuhkan, baik untuk mengurangi
kuantitas air maupun utnuk mengganti air yang lama dengan air irigasi baru
sehingga memberikan peluang terjadinya sirkulasi oksigen dan hara. Dengan
demikian teknik pengelolaan air perlu secara spesifik dikembangkan sesuai
dengan sistem produksi padi sawah dan pola tanam.
Di Indonesia, tanaman padi umumnya ditanam pada tiga jenis lahan yang
berbeda yaitu (a) sawah beririgasi; (b) sawah tadah hujan; dan (c) sawah rawa
(lebak dan pasang surut). Sistem pengelolaan air pada ketiga macam sistem
tersebut sangat berbeda, karena perbedaan kondisi hidrologi dan kebutuhan air
Lahan sawah
Lahan merupakan faktor produksi utama dan unik karena tidak dapat
digantikan fungsinya dalam usaha pertanian. Lahan sawah mempunyai fungsi
beragam (multifungsi). Secara umum Agus et al., (2004) menjabarkan lahan
sawah mempunyai fungi-fungsi antara lain; ketahanan pangan, penyedia unsur
hara tanaman, memelihara sumberdaya air, mengurangi resiko banjir,
memperbaiki iklim lokal, menjadi habitat flora dan fauna, memlihara nilai
sosial budaya dan daya tarik pedesaan, dan menyediakan lapangan pekerjaan.
Lahan sawah mempunyai tingkat kesuburan tanah yang relatif tinggi
dibanding lahan kering. Hal ini dicirikan dengan penyediaan hara yang lebih
efisien, rendahnya perkolasi, erosi, dan pencucian hara karena adanya lapisan
tapak bajak (plow pan), terjadinya penambahan hara secara alami dari air
irigasi, dan lain-lain. (Agus dan Setyorini, 2007). Namun jika tidak dilakukan
pengelolaan dengan tepat atau over exploitation, lahan sawah sering
mengalami penurunan kesuburan atau produktivitas tanah disebut dengan
tanah sakit atau lelah (soil fatigue). Selain itu, lahan sawah sering mengalami
degradasi akibat pencemaran, baik yang disebabkan limbah agrokimia,
maupun industri, dan domestik (perubahan/perkotaan).
Pengolahan tanah lahan sawah dilakukan dengan cara dilumpurkan
(puddling) pada sawah bukaan baru juga telah diteliti meskipun belum
dikaitkan dengan produksi tanaman padi. Hasil menunjukkan bahwa makin
intensif pelumpuran dilakukan, makin kecil kehilangan air melalui perkolasi
yang berimplikasi pada peningkatan efisiensi pemanfaatan air (Subagyono et
al., 2001). Hal ini disebabkan terbentuknya lapisan tanah kedap yang mampu
menahan air masuk kedalam lapisan yang lebih dalam. Pada tanah yang diolah
(secara puddling) dengan baik mampu menurunkan laju perkolasi hingga 1-3
mm/ hari. Keberadaan lapisan kedap ini sangat bermanfaat untuk efisiensi
penggunaan air lahan sawah dan pada kedalaman >20 cm berpeluaan
meningkatkan produktifitas tanaman yang tinggi karena perakaran tanaman
dapat berkembang lebih sempurna.
Secara hidrologi, kebanyakan lahan sawah genangan masuk dalam
kriteria lahan fluxial yang memiliki karakter sebagai berikut :
- Sumber air seluruhnya atau sebagian berasal dari aliran permukaan,
air sungau dan air hujan langsung
- Dalam keadaan alami tergenang air selama bebrapa bulan yaitu
selama padi ditanam
- Terdapat didaerah lembah, dataran aluvial sungai dan sebagainya
- Drainase permukaan dan drainase dalam (perkolasi) lambat sehingga
genangan air mudah terjadi

2. Pengertian irigasi lahan sawah


Air adalah sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan
hidup semua mahluk hidup. Ketersediaanya juga diperlukan untuk kegiatan
industri, perikanan, pertanian dan usaha-usaha lainnya. Dalam penggunaannya
khususnya dalam bidang pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pangan perlu dilakukan pembangunan di bidang pengairan (bangunan irigasi).
Maka perlu didirikan sistem irigasi dan bangunan bendung.
Untuk irigasi, pengertiannya adalah suatu usaha untuk pemanfaatan air
yang tersedia dari sungai-sungai atau dari sumber air lainnya dengan jalan
menggunakan jaringan irigasi sebagai prasarana pengairan dan pembagi air
tersebut untuk pemenuhan kebutuhan air pertanian (Partowiyoto 1977 dalam
Prihandono,2005). Dalam hal ini, irigasi juga berarti merupakan usaha
penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Adapun tujuan dari irigasi adalah untuk memanfaatkan air irigasi yang
tersedia secara benar yakni seefisien dan seefektif mungkin agar produktifitas
pertanian dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.
Kebutuhan air untuk pertanian atau kebutuhan irigasi adalah besarnya
kebutuhan air pada suatu daerah agar tanaman tersebut dapat tumbuh dengan
baik dan memberikan hasil yang memuaskan (Gandakoesoemah, 1969).
Pengelolaan air di lahan sawah sangat ditentukan oleh kondisi topografi dan
pola curah hujan.
Di Indonesia terdapat kurang lebih 5 juta ha sawah beririgasi. Sebagai
pengguna air terbesar (85%) sawah beririgasi masih dihadapkan kepada
masalah efisiensi, yang disebabkan oleh kehilangan air selama proses
penyaluran air irigasi (distribution losses) dan selama proses pemakaian (field
application losses). Tingkat efisiensi di saluran primer dan sekunder
diperkirakan sebesar 70-87%, saluran tersier anraea 77-81% dan jika
digabungkan dengan kehilangan di tingkat petakan, maka efisiensi
dipenggunaan air secara keseluruhan baru berkisar antara 40-60% (kurnia,
1977 dalam kurnia, 2001).
.
3. Jenis-jenis sistem irigasi padi lahan sawah
Dalam pelaksanaan pemberian air irigasi pada lahan sawah ternyata
mempunyai beragam jenis sistem irigasi yang berbeda-beda antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh kondisi hidrologi di
setiap daerah yang berbeda-beda sehingga pada daerah tertentu yang memiliki
sumber air irigasi yang terbatas terus melakukan inovasi demi terpenuhinya
kebutuhan air untuk lahan pertaniannya. Adapun beragam sistem irigasi pada
lahan sawah antara lain ; irigasi genangan secara terus menerus (continous
flow), iriggasi bergilir (rotational irrigation), dan irigasi berselang ( intetmitted
irrigation)
Irigasi genangan secara terus-menerus (continous flow)
Merupakan sistem irigasi yang banyak diterapkan oleh sebagian besar
petani padi di Indonesia. Sistem irigasi ini dilakukan dengan memberikan air
kepada tanaman dan dibiarkan tergenang mulai beberapa hari setelah tanam
hingga beberapa hari menjelang panen. Penggunaan sistem ini, dengan
mempertimbangkan : penerimaan respon yang baik pada waktu pemupukan,
menekan pertumbuhan gulma, dan menghemat tenaga untuk pengolahan tanah.
Kebanyakan petani di Indonesia menerapkan sistem pengairan ini. Selain tidak
efisien, cara ini juga berpotensi mengurangi efisiensi serapan hara nitrogen,
meningkatkan emisi gas metan ke atmosfer, dan menaikkan rembesan yang
menyebabkan makin banyak air irigasi yang dibutuhkan.
Irigasi bergilir (rotational irrigation)
Sistem irigasi bergilir merupakan teknik irigasi dimana pemberian air
dilakukan pada suatu luasan tertentu untuk periode tertentu, sehingga areal
tersebut menyimpan air yang dapat digunakan hingga periode irigasi
berikutnya dilakukan. Hasil penelitian ditaiwan menunjukkan bahwa teknik
irigasi dengan sistem rotasi dapat menghemat penggunaan air 20-30% tanpa
menyebabkan terjadinya penurunan hasil. Metode ini juga mendukung lebih
baiknya pertumbuhan tanaman dan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan
dan penggunaan tenaga kerja.
Irigasi berselang (intermitted irrigation(alternat wet/dri irrigation))
Sistem irigasi berselang adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi
kering dan tergenang secara bergantian. Teknologi sistem irigasi berselang
merupakan salah satu dari paket teknologi alternatif yang digunakan
mendukung Penglolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah, dimana dalam
sistem irigasi ini tanah diusahakan untuk mendapatkan aerasi beberapa kali
agar tidak terlalu lama dalam kondisi anaerobik yaitu, dengan cara mengatur
waktu pengairan dan pengeringan atau drainase. Sistem irigasi berselang ini
sudah diterapakan di sebagian lahan sawah provinsi Bali. Adapun langkah-
langkahnya secara umum sebagi berikut :
- Pada waktu penanaman hendaknya lahan dalam kondisi macak
macak
- Secara berangsur-angsur tanah diairi setinggi 2-5 cm hingga
tanaman berumur 10 HST
- Air di biarkan dalam petakan tanpa diairi, biasanya kering 5-6 hari
tergantung cuaca
- Kemudian diairi lagi, biarkan seperti pada point 2 dan 3, sampai
tanaman memasuki fase pembungaan
- Pada fase keluar bunga, 10 hari sebelum panen, hingga saat panen
lahan dikeringkan unutk mempercepat dan meratakan pemasakan
gabah.
Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian air irigasi
macak-macak dan tidak secara terus menerus (rotasi) hasilnya tidak berbeda
nyata dengan genangan tinggi secara terus-menerus. Begitu pula pada
penerapan sistem irigasi berselang yang juga dapat menghemat penggunaan air
pada suatu area persawahan dibandingkan dengan irigasi genangan terus
menerus. Dengan demikian, kegiatan irigasi atau pemberian air pada tanaman
padi lahan sawah seharusnya dapat menjangkau area yang lebih luas dengan
kuantitas air yang sama pada biasanya. Hal ini dapat dilakukan jika
metode/sistem irigasi yang biasanya dilakukan oleh sebagian besar petani
Indonesia diubah, tidak lagi dengan cara penggenangan secara terus-menerus.
C. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat kita perhatikan bahwa pada sektor pertanian
khususnya tanaman padi yang ditanam pada lahan sawah yang tergenang
menggunakan volume air yang sangat banyak untuk menunjang pertumbuhan
tanaman hingga panen. Hal ini disebabkan oleh karakteristik tanaman padi
yang semi-akuatik sehingga menuntut untuk dilakukan pemberian air secara
tergenang.
Pada budidaya tanaman padi lahan sawah tersebut resiko kehilangan air
dalam jumlah besar sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara
optimal sangat tinggi, baik karena tingkat perkolasi, infiltrasi dan evaporasi.
Sehingga perlu adanya evaluasi dalam pemberian air bagi tanaman.
Dari ketiga sistem irigasi yag telah dipaparkan di atas dapat kita
simpulkan bahwa budidaya tanaman padi tidak diharuskan pemberian air
tergenang secara terus-menerus. Sehingga hal ini dapat menghemat dalam
penggunaan air pada suatu petak sawah dan juga dari jumlah air yang biasanya
kita gunakan untuk mengairi sawah tergenang secara terus menerus dapat
menjangkau area irigasi yang lebih luas.
Daftar pustaka
Abas, A.I. 1980. Pengaruh Pengelolaan air, pengelolaan tanah dan dosis
pemupukan N terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Kumpulan
makalah Pertemuan Teknis. Proyek Penelitian Tanah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Abas, A.I. dan A. Abdurachman. 1981. Pengaruh pengelolaan air,
pengelolaan tanah, dan pemupukan terhadap padi sawah. Kumpulan
makalah Pertemuan Teknis. Proyek Penelitian Tanah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Diah. S, dkk. Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Litbang. Yogyakarta.
Gandakoesoemah, R. (1969). Irigasi I. Sumur Bandung, Bandung.
Subagyono, K, Abdurachman, A. And Nata Suharta, 2001. Effect of puddling
various Soil Type by Harrows on Physical Properties of New
Developed Irrigated Rice Areas in Indonesia. Proceeding of the
meeting of Indonesian Student Association, Tokyo, Japan.

Anda mungkin juga menyukai