Anda di halaman 1dari 26

RESUME BUKU

STILISTIKA KARYA SOEDIRO SATOTO

www.sastra33.blogspot.com 1
IDENTITAS BUKU

1. Judul Buku : Stilistika


2. Penulis : Soediro Satoto
3. Penerbit : STSI Press
4. Tahun Terbit : 1995
5. Kota Terbit : Surakarta

www.sastra33.blogspot.com 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengantar
Bahasa merupakan media utama yang membedakan seni sastra dengan
cabang-cabang seni yang lainnya, bahasa merupakan alat komunikasi. Fungsi
bahasa adalah untuk memberikan acuan pada pengalaman-pengalaman pemakainya.
Pada prinsipnya, seni sastra dapat dipandang dari dua segi kemungkinan:
a. Seni sastra dipandang sebagai bagian dari seni pada umumnya. Pendekatan yang
dipakai femonologi atau ganzheit.
b. Pada umumnya seni sastra dipandang sebagai bagian dari ilmu bahasa.
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode struktural, atau struktural
dinamik, yang lebih dikenal dengan istilah semiotika. Stilistika merupakan bidang
linguistik yang mengemukakan teori dan metodologi pengkajian atau enganalisisan
formal sebuah teks sastra, termasuk dalam pengertian extended.

B. Filsafat Keindahan (Estetika)


Estetika berasal dari kata Yunani ‘aesthesis’, berarti perasaan atau
sensitivitas. Sekarang, estetika diartikan segala pemikiran filosofis tentang seni
sehingga estetika juga disebut filsafat seni atau filsafat pendidikan. Estetika, etika,
dan logika membentuk trilogi ilmu-ilmu normatif dalam filsafat.
Teks sastra dipandang sebagai alat estetika. Masalah-masalah di luar teks
sastra (ekstrinsik) banyak diperhitungkan sebagai tolok ukur apakah sastra itu baik
dan indah. Fungsi sastra di sini lebih ditekankan dari segi kegunaan dan
kemanfaatannya (fungsi ‘utile’).
Sebagai bahan baku, bahasa dalam sastra merupakan objek kajian, yang
memiliki nilai terminal. Masalah-masalah yang berada dalam teks (intrinsik) itulah
yang menjadi objek utama dalam pengkajiannya. Fungsi sastra di sini lebih
ditekankan dari segi kenikmatannya (fungsi ‘dulce’).

www.sastra33.blogspot.com 3
1. Periodisasi Estetika
a. Periode Platonis atau Dogmatis
Periode platonis atau dogmatis merupakan tahap pembentukan
pertama. Periode ini berlangsung sejak Socrates (w 399 SM) hingga
Baumgarten (1714-1762). Baumgarten yang pertama-tama memberi istilah
Yunani ‘Aesthetika’; dalam bahasa inggris ‘Aesthetics’; diindonesiakan
menjadi ‘Estetika’.
b. Periode Kritika
Periode kritika ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu:
1) Sebelum Emanuel Kant,
2) Zaman Emanuel Kant,
3) Sesudah Emanuel Kant.
c. Periode Positif Dewasa ini
Sejarah estetika menurut pembabakan Croce terbagi ke dalam tiga
periode:
1) Periode sebelum Kant.
2) Periode Kant beserta para pengikutnya.
3) Periode pisitif dewasa ini. Periode positif memiliki ciri sangat membenci
metafisika.
Abad estetika dewasa ini secara sistematika dibedakan ke dalam:
1) Estetika bawah (von oben), tidak akan dapat tersistematikan secara rapi
tanpa mengabaikan beberapa keganjilan pikiran. Tokoh penting dalam
periode estetika atas adalah Nietzsche. Karya-karyanya: Die geburt der
Tragodie, Der Fall Wagner, Also Sprach Zarathustra, dan
Unzeitgemaesse Betrachtungen.
2) Estetika atas (von unten). Gustav Theodor Fechner (1807-1887) dari
Jerman orang yang mengusulkan nama estetika induktif ‘von unten’
sebagai alternatif lain dari estetika metafisika lama ‘von oben’ untuk
menentukan konsepsi yang tepat mengenai hakikat dari keindahan yang
objektif.
3) Estetika dari bawah ke atas (von unten nach oben). Aliran estetika dari
bawah ke atas berupaya memadukan antara tuntutan-tuntutan pemikiran

www.sastra33.blogspot.com 4
yang filosofis dengan keharusan metode penyelidikan secara positif dan
terdapat dalam psikologis dan sosiologi muncullah nanti: ‘psiko-estetik’
dan ‘sosio-estetik’.
2. Objek Estetika
Yang menjadi objek utama secara langsung dari estetika adalah
keindahan, baik keindahan alam maupun keindahan seni.
3. Metode dan Pendekatan Estetika
Metode dan pendekatan estetika di sini lebih ditekankan pada objek
estetikanya yaitu karya sastra. Berdasarkan diagram model Abrams, metode dan
pendekatan karya sastra dapat dirumuskan ke dalam empat model sebagai
berikut:
a. Pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri secara
otonom atau mandiri. Pendekatan ini disebut pendekatan objektif.
b. Pendekatan yang menitikberatkan pada diri sastrawan. Pendekatan demikian
disebut pendekatan ekspresif.
c. Pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca atau publik. Pendekatan ini
disebut pendekatan pragmatik.
d. Pendekatan yang menitikberatkan pada alam semesta. Pendekatan ini disebut
pendekatan mimetik.

C. Stilistika, Retorika, Wacana, Logika dan Bahasa


Stilistika (Stylistics) adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya
bahasa di dalam karya sastra. Stilistika sebagai cabang ilmu sastra yang meneliti
stail atau gaya, dibedakan ke dalam: stilistika deskriptif dan stilistika genetik.
Stilistika genetik atau individual (L. Spitzer) memandang stail, gaya (style)
sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi. Lewat analisis terinci (motif, pilihan
kata) terhadap sebuah karya dapat dilacak visi batin seseorang pengarang, yaitu cara
ia mengungkapkan sesuatu. Analisis ini agak mirip dengan psichoanalisis Sigmund
Freud.
Stilistika deskriptif (Ch. Bally), mendekati (approach) gaya (style) sebagai
keseluruhan daya ungkapan psikis yang terkandung dalam suatu bahasa, dan

www.sastra33.blogspot.com 5
meneliti nilai-nilai ekspresif khusus yang terkandung dalam suatu bahasa, yaitu
secara morfologis, sintaksis, semantis.
Panuti Sudjiman, Edito (1984: 80) memberi batasan wacana (discourse)
adalah ungkapan pikiran yang beruntun, secara lisan atau tulisan, tentang suatu
pokok.
Logika dan Bahasa
Kedudukan dan fungsi bertutur adalah:
1) sebagai pembeda antara manusia dan binatang,
2) menyangkut kegiatan sosial budaya, dan
3) berfungsi informatif.
Ada tiga komponen dalam proses berkegiatan tutur yaitu:
1) penutur (komunikator),
2) tutur atau topik tutur,
3) penanggap atau penerima tutur (komunikan).

www.sastra33.blogspot.com 6
BAB II
RETORIKA

A. Kegiatan Bertutur dan Retorika


1. Kegiatan Bertutur
Kegiatan bertutur itu pada dasarnya adalah kegiatan manusia
membahasakan seesuatu. Sesuatu tersebut lebih lanjut disebut topik tutur. Ada
dua jenis bentuk bahasa yang bisa dipakai orang untuk membahasakan topik
tutur yaitu, bahasa lisan dan bahasa tulis.
2. Pemanfaatan Retorika
Pada dasarnya ada tiga bentuk cara untuk orang untuk memanfaatkan
retorika, yaitu:
a. Secara Spontan atau Intuitif
Bentuk ini biasa dipakai dalam pembicaraan sehari-hari, atau salam
situasi tidak resmi, dan ragam bahasa, ulasan, dan gaya tuturnya lebih
bersifat spontan.
b. Secara Tradisional Konvensional
Bentuk ini dipakai karena meniru orang-orang terdahulu, dan ditiru
karena dianggap baik atau mungkin karena penuturnya merupakan tokoh
idola.
c. Secara Terencana
Bentuk retorika antara lain: ekposisi atau pemaparan, argumentasi,
deskripsi atau pelukisan, narasi atau penceritaan, dan yang terpenting adalah
persuasi atau peyakinan.

B. Pengertian Retorika
1. Istilah Retorik
Di tempat asalnya Yunani, istilah retorika ditulis ‘retoric’. Itulah
sebabnya mengapa I Gusti Ngurah Oka (Bandung, 1976: 24) menulisnya ke
dalam bahasa Indonesia ‘Retorik’.

www.sastra33.blogspot.com 7
2. Keragaman Pengertian Retorika
Pengertian retorika berdasarkan sejarah perkembangannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Retorika Attic
Retorika adalah kecakapan berpidato di muka umum. Disebut
retorika attic karena retorika ini populer di Semenanjung Attic, daerah
Yunani.
b. Retorika Sofis
Menurut kelompok sofis, retorika adalah alat untuk memenangkan
suatu kasus melalui kegiatan tutur. Prinsip-prinsip retorika yang diajarkan
oleh kaum sofis antara lain:
1) Seorang penutur harus pandai memanfaatkan argumentasi.
2) Penutur harus cakap, terampil, dan fasih berbahasa.
3) Penutur harus pandai memanfaatkan emosi penanggap tutur sebaik-
baiknya.
4) penutur harus pandai membakar semangat penanggap tutur.
5) Keseluruhan tindak, usaha, dan sarana dalam kegiatan bertutur harus
diarahkan ke satu tujuan yaitu kemenangan.
c. Retorika Aristoteles atau Retorika Tradisional
Menurut Aristoteles, retorika adalah ilmu yang mengajar orang,
keterampilan menemukan sarana persuasif yang objektif dari suatu kasus.
Ada empat buah fungsi dasar retorika Aristoteles:
1) Memadu orang mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai
kemungkinan pemecahan suatu kasus.
2) Membimbing orang memahami kondisi kejiwaan penanggap tutur.
3) Membimbing orang menganalisis suatu kasus secara sistematis objektif
untuk menemukan sarana persuasi yang efektif, untuk meyakinkan
penanggap tutur.
4) Mengajarkan orang cara-cara yang efektif untuk mempertahankan
gagasan hasil penganalisisan kasus tersebut.
Tujuan retorika Aristoteles, untuk meyakinkan penanggap tutur akan
kebenaran kasus yang terkandung di dalam topik tutur. Sejalan dengan

www.sastra33.blogspot.com 8
fungsi dan tujuannya, metode yang digunakan adalah metode ilmiah, yaitu
metode yang mengajarkan pendekatan masalah dari dua segi yaitu segi
dalam (internal), dan segi luar (eksternal).
d. Retorika Modern
Jika retorika tradisional bertujuan mempersuasi pihak lain, maka
retorika modern tidak bisa menerima persuasi itu sebagai tujuan akhir
retorika. Tujuan retorika modern adalah membina kerja sama, saling
pengertian, dan kedamaian antarmanusia. Dalam bentuk ini retorika adalah
ilmu yang mengajarkan orang menggarap masalah tutur secara heuristik
untuk membina saling pengertian dan kerja sama.
3. Penyempitan dan Penyimpangan Pengertian Retorika
Adapun yang dimaksud dengan penyempitan dan penyimpangan
pengertian retorika antara lain:
a. penyamaan retorika dengan pengkajian sastra,
b. retorika sebagai gaya bahasa (stilistika) dan gaya bertutur,
c. retorika dipandang sebagai pedoman karang mengarang, dan
d. retorika sebagai kecakapan bersilat lidah.
4. Pengertian Dasar Retorika
Pokok-pokok pengertian dasar retorika adalah:
a. Retorika adalah salah satu cabang ilmu yang mandiri.
b. Rujuan retorika modern adalah membina berkembangnya saling pengertian,
kerja sama, dan kedamaian bagi manusia dalam hidup bermasyarakat.
c. fungsi retorika memberikan bimbingan kepada penutur untuk
mempersiapkan, menata, dan menampilkan tuturnya, sebagai tahap-tahap
yang harus dilalui dalam proses kegiatan bertutur.
“Retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang
efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina
saling pengertian dan kerja sama serta kedamaian dalam kehidupan
masyarakat”.

www.sastra33.blogspot.com 9
C. Renungan
1. Strategi Retorika dan Gambaran tentang Manusia
Carl Rogers, seorang psikoterapis mengemukakan pandangannya tentang
manusia bahwa tiap-tiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Ia memandang manusia atas dasar dugaan bahwa manusia harus
memegang teguh keyakinannya, dan tentang dunia macam apakah yang
disukainya.
2. Kebutuhan Retorika Modern
Menguasai retorika itu sangat penting, bukan hanya menguasai teori
tentang retorika dan bagaimana seorang itu berkomunikasi, tetapi menguasai
proses komunikasi itu sendiri. Sebagai suatu proses, retorika bermula dengan
dorongan niat manusia untuk berkomunikasi berbagai pengalaman dengan orang
lain.

www.sastra33.blogspot.com 10
BAB III
LOGIKA DAN BAHASA

A. Hubungan Logika dan Bahasa


1. Tugas dan Objek Logika
Tugas logika adalah memberikan penerangan bagaimana seharusnya
orang berpikir (Poedjawiyatna, 1978:2). Sedang objek penyelidikan logika
adalah manusia itu sendiri. Dengan kata lain bahwa tujuan mempelajari logika
adalah memecahkan masalah atau mencari jawab permasalahannya yang dapat
dirumuskan: bagaimana seharusnya manusia dapat berpikir dengan baik dan
benar.
2. Logika dan Bahasa
Pengetahuan sebagai hasil proses tahu manusia baru tampak nyata
apabila dikatakan. Artinya diungkapkan dalam bentuk kata atau bahasa. Dalam
ilmu pengetahuan, bahasa harus mampu mengungkapkan maksud si penutur
dengan setepat-tepatnya. Bahasa ilmu pengetahuan harus logis. Ilmu berarti
pengetahuan-tahu, sebagai hasil proses berpikir harus mengikuti aturan-aturan,
yaitu logika.

B. Argumentasi
Argumentasi adalah suatu keahlian untuk mempengaruhi pendapat atau sikap
orang lain, agar mereka itu percaya atau bertindak sesuai dengan apa yang
dimaksudkan oleh pengarang atau pembicara. Gorys Keraf mengemukakan bahwa
sasaran-sasaran dasar ditetapkan oleh setiap pengarang argumentasi adalah:
a. Argumentasi itu harus mengandung kebenaran bagi perubahan sikap atau
keyakinan yang diargumentasikan.
b. Pengarang harus berusaha untuk menghindari setiap istilah yang dapat
menimbulkan prasangka-prasangka.
c. Pada saat pertama pengarang menggunakan sesuatu istilah, ia harus
membatasi pengertian-pengertian dari istilah yang dipergunakan itu.
d. Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan
diargumentasikan.

www.sastra33.blogspot.com 11
1. Dua Macam Argumentasi
Ada dua macam argumentasi yaitu argumentasi deduktif (deductive
argument), dan argumentasi induktif (inductive argumentasi)
Logika artinya ‘bernalar’. Penalaran (reasoning) ialah proses mengambil
kesimpulan (conclition, inference) dari bahan bukti (argument) atau petunjuk,
evidensi (evidence), atau apa yang dianggap bahan bukti atau evidence. Ada dua
jalan untuk mengambil kesimpulan yaitu lewat proses induksi dan lewat proses
deduksi.
Penalaran lewat induksi ialah penalaran yang berawal pada hal-hal yang
khusus atau spesifik dan berakhir pada yang umum. Sedangkan penalaran
deduktif ialah penalaran dari hal-hal yang umum ke hal-hal khusus. Penalaran
deduksi adalah silogisme yang terjadi dari bagian:
a. Premis mayor: suatu generalisasi yang meliputi semua unsur kategori,
banyak diantaranya atau hanya beberapa unsurnya.
b. Premis minor: penyamaan suatu objek atau ide dengan unsure yang dicakup
oleh premis mayor.
Kesimpulan: gagasan yang dihasilkan oleh penerapan generalisasi dalam
premis mayor pada peristiwa yang khusus dalam premis minor.

2. Fakta, Evidensi, Pernyataan atau Penegasan, dan Opini


Fakta (fact) atau kenyataan adalah peristiwa yang sebenarnya sebagai
lawan dari sesuatu yang khayal atau dongengan.
Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk
membuktikan adanya sesuatu. Pengertian fakta dalam kedudukannya sebagai
sebuah evidensi tidak boleh dikacaukan dengan pernyataan atau penegasan.
Pernyataan tidak berpengaruh apa-apa terhadap sebuah evidensi. Ia hanya
menegaskan apakah fakta itu benar atau salah.
Sebuah evidensi baru dapat diandalkan kebenarannya setelah melalui
pengujian sebagai berikut:
a. Fakta adalah sesuatu yang terjadi atau sesuatu yang ada variasinya, fakta-
fakta yang digunakan mungkin sama, tetapi evidensinya bisa lain.

www.sastra33.blogspot.com 12
b. Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi, perlu
diadakan peninjauan atau observasi singkat terhadap fakta-fakta tersebut.
c. Untuk lebih meyakinkan fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi.
d. Kalau pun sukar dilaksanakan, dapat juga melalui kesaksian-kesaksian, baik
saksi biasa maupun saksi ahli (autoritas).

C. Sesat Nalar (Fallacy)


Penggunaan kata ‘sesat’ dalam ‘sesat nalar’ agak berbeda dengan kata
‘salah’, karena hasil yang diperoleh bukan akibat kesalahan penalarannya sebagai
suatu konsep, melainkan karena kesesatan akibat tidak lurusnya proses penarikan
kesimpulan berdasarkan aturan logika. Sesat nalar adalah gagasan perkiraan
kepercayaan atau kesimpulan yang sesat atau salah.
Ada beberapa jenis sesat nalar yang dapat kita saksikan dalam karangan,
yaitu :
1. Deduksi yang Salah
Sesat nalar yang sangat umum terjadi, ialah kesimpulan yang salah dalam
silogisme (silogisme semu) yang berpremis salah atau tidak mematuhi aturan
logika. Contoh :
- Tiko bukan dosen yang baik, karena mahasiswa yang tidak lulus mata kuliah
yang diampunya lebih dari 20%.
2. Generalisasi yang Salah
Sesat nalar jenis ini disebut juga induksi yang salah, karena secara jumlah
(kuantitatif), jumlah percontohnya (sample) tidak memadai (ingat: kadang-
kadang per contoh yang terbatas memungkinkan generalisasi yang tidak sahih).
Contoh :
- Bangsa Indonesia itu bangsa tempe.
- Orang China penjajah ekonomi.
Dalam kedua contoh diatas perlu diberikan perwatasan misalnya: beberapa,
banyak, sebagian kecil, sebagian besar, dan sebagainya.

www.sastra33.blogspot.com 13
3. Pemikiran atau ini, atau itu
Sesat nalar jenis ini berpangkal pada keinginan untuk melihat masalah yang
rumit dari sudut pandangan (yang bertantangan) saja. Isi peryataan ini jika tidak
baik, tentu buruk; jika tidak benar tentu salahh; jika tidak ini tentu itu. Contoh:
- Jika senang, masuklah; tetapi jika tidak senang keluarlah dari Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
4. Salah Nilai atau Penyebab
Generalisasi induksi sering disusun berdasarkan pengantar terhadap hukum
kausal (sebab akibat). Salah nilai atas penyebaran yang sangat biasa terjadi ialah
sesat nalar yang disebut ‘post hoc, ergo propter hoc’, sesudah itu, maka karena
itu. Contoh:
- Tersangka meninggal dalam tahanan; maka ia mati karena ditahan.
Salah tafsir sering juga mendasari salah nilai atas penyebaban. Misalnya dalan
tahayul. Contoh:
- Pedagang muda itu selalu sakses usahanya sebab sebelum bekerja ia selalu
mencium telapak kaki ibunya.
5. Analogi yang Salah
Analogi ialah usaha pembanding dan merupakan upaya yang berguna untuk
mengembangkan perenggang. Namun, analogi tidak membuktikan apa-apa dan
analogi yang salah dapat menyelesaikan, karena logikanya yang salah. Contoh:
- Rektor harus bertindak seperti seorang jendral, menguasai anak buahnya
agar disiplin dan dipatuhi.
6. Penyampaian Masalah
Sesat nalar jenis ini terjadi jika argumentasi tidak mengenai pokok masalahnya;
atau jika kita menukar pokok masalah dengan pokok lain; atau jika kita
menyeleweng dari garis yang telah ditentukan dalam kerangka pokok
masalahnya. Contoh :
- KB tidak perlu, karena masih banyah daerah di Indonesia yang masih
sangat sedikit penduduknya.
7. Pembenaraan Masalah Lewat Pokok Sampingan
Sesat nalar di sini muncul jika argumentasi menggunakan okok yang tidak
langsung berkaitan atau yang remeh untuk membenarkan pendiriannya. Contoh :

www.sastra33.blogspot.com 14
- Orang boleh melanggar lalu lintas, sesab polisi lalu lintas juga sering
melanggarnya.
8. Argumentasi ‘ad homonim’
Sesat nalar jenis ini terjadii jika dalam berargumentasi kita melawan orangnya,
bukan masalahnya. Khusus di bidangg politik argumentasi ini banyak dipakai.
Contoh :
- Pelarangan beredar terhadap buku tertentu (meskipun isinya baik)
karena pengarangnya bekas pencuri atau narapidana.
9. Himbauan pada Wibawa dan Keahlian yang Patut Disaksikan
Dalam pembahasan masalah, oarang sering berlindung pada wibawa orang lain,
pejabat, atau kalangan ahli saat menyampaikan dan menggungkapkan
argumentasinya. Contoh :
- Saya telah mendapat petunjuk dari seseorang insinyur, yang kini menjadi
Menteri Kebudayaan, bahwa ekonomi dunia kini berada di persimpangan
jalan.
10. Non-Requisite
Sesat nalar jenis ini, dalam argumenttasi mengambil kesimpulan bedasarkan
premis yang tidak ada relevansinya.
Contoh :
- Kampus merupakan tempat berkumpulnya para cendekiawan; karena itu, di
dalamnya tidak mungkin ada kebodohan.

D. Renungan
Bahasa sekaligus merupakan ‘bagian’ tak terpisahkan dengan budaya
manusia. Di sini bahasa mempunyai fungsi sosial, sekaligus fungsi kultural. Sebagai
alat penyampaian hasil kebudayaan dari generasi ke generasi, bahasa harus
komunikatis, lancar, tepatguna, berdayaguna, berhasilguna, dan logis.
Pikir berpengaruh pada bahasan, dan beegitu pula bahasa berpengaruh pada
pikir. Pendek kata, bahasa dan logika saling berpengaruh, saling melengkapi.
Selama manusia masih menggunakan otaknya untuk berfikir, maka selama itu pula
logika bahasa memegang peranan penting.

www.sastra33.blogspot.com 15
BAB IV
HUBUNGAN KAJIAN BAHASA DAN SASTRA
APLIKASINYA TERHADAP PROSA, PUISI DAN DRAMA

A. Hubungan Pengkajian Sastra dan Bahasa: Sebuah Kajian Linguistik terhadap


Alur
1. Latar Belakang dan Masalah
Ahli gramatika jarang sekali melihat ke luar batasan kalimat, dan ahli
sastra jarang sekali melihat ke dalam kalimat untuk mengatakan bahwa di sana
ada struktur-struktur dan sistem-sistem yang mencerminkan arsitektur
keseluruhan karya sastra (Backer, 1978: 3).
2. Kerangka Teori
‘Stilistika’ adalah pemerian (deskripsi) pilihan khusus linguistik seorang
pengarang, mulai dari pilihan linguistik yang paling luas tentang alur (plot),
yaitu kesatuan keseluruhan (overall coherence) sampai pada pilihan yang paling
sempit, yang meliputi pembentukan kalimat dan alinea, termasuk pilihan tentang
hubungan linear (hubungan sintagmatis) maupun hubungan non-linear, yaitu
rangka metaforis (hubungan paradigmatis). Jadi, stilistika memperhatikan gaya
integrasi seluruh tingkat-tingkat dalam, hirarki linguistik suatu teks atau wacana
(discourse) (Becker, 1978: 3).
Di luar strukturalisme terdapat jenis-jenis hubungan yang lebih luas,
yaitu hubungan antara pengarang dengan peminat, antara pengarang dengan
penerbit. Makna sebuah teks adalah hubungannya dengan konteksnya. Konneth
Burke dalam AB Becker (1978: 295) mengatakan bahwa pengarang sastra baik
puisi maupun prosa adalah pembentuk bahasa yang sangat pandai memakai
sumber-sumber bahasa sehari-hari untuk menciptakan suatu karya sastra dan
yang menjadi ‘peralatan hidup’.
Yang ada di belakang alur dan seript adalah konsep ‘waktu’. Dalam
narasi Barat harus ada sesuatu yang penting yaitu ‘waktu’ (tenses) yang
menghubungkan adanya ‘hukun kausal’ (hubungan sebab akibat), itulah alur
(plot). Faktor terpenting adalah ‘kalimat’. Sebuah narasi minimal terdiri dari satu
kalimat. Karena kalimatlah sebenarnya pendukung makna paling kecil.

www.sastra33.blogspot.com 16
3. Kajian Linguistik terhadap Alur
Apa sebenarnya faktor di belakang variasi itu. Ternyata terdapat faktor
psikologis yang masuk ke dalam struktur bahasa di dalam ilmu Tata Bahasa ke-6
tahapan tersebut dapat dikenali lewat indikator-indikator tertentu. Misalnya:
a. Abstraksi, biasanya dimulai barang-barang yang abstraksi. Fungsinya
sebagai ringkasan intisari, iktisar.
b. Orientasi, biasanya menunjuk tahap sebelumnya. Dalam keadaan apa
ceritera ini bisa terjadi, waktunya, tempatnya (biasanya pengarang memberi
gambaran tertentu).
c. Komplikasi, ciri-ciri dalam narasi banyak menggunakan prefik me-. .,
menunjuk ke keaktifan. Jadi bentuknya, me-. . . , me-. . . , me-. . . ,me-. . ..
dalam bahasa Inggris termasuk bentuk simple past tense. Tahap ini
menunjuk ke suatu hal yang tidak biasa, kejadian-kejadian yang luar biasa,
ke luar dari script timbullah konflik.
d. Evaluasi. Evaluasi adalah penting kedua di dalam narasi. Tense adalah
penting pertama. Evaluasi penting karena memberi petunjuk mengapa
kriteria ini diceritakan apa tujuannya, dan apa maksdnya. Hal-hal yang
bertele-tele, remeh-remeh sangat tidak perlu didalam narasi, tetapi apa yang
terjadi itu adalah evaluasi.
e. Resolusi. Masih di dalam ceritanya. Masih didalam kejadian menurut
sesuatu. Dalam tahap ini keadaan mulai menurun. Ciri-ciri dalam ttata
bahasa ditandai denagn prefik di. . .dan ter. . .Dalam tahap ini kalimat-
kkalimat yang ada dii dalamnya menunjukkan gerak dari ‘ keaktifan’ ke
‘kepasifan’.
f. Coda (ekor). Dari berakhirnya ceritera, ia kembali ke dalam suasana atau
keadaan sekarang ini.
4. Hubungan ‘Sintagmatik’ dan ‘Paradigmatik’
Ada dua konsep waktu yang paling penting yaitu, konsep waktu
‘sintagmatik’ (linear); dan konsep waktu ‘paradigmatik’ (non linear). Dalam
suatu wacana (discourse), kata-kata muncul secara berurutan. Linearitas bahasa
meniadakan kemungkinan adanya dua unsur bahasa diucapkan sekaligus.
Kombinasi unsur-unsur berdasarkan urutan ini dinamakan ‘syntagme’. Jadi

www.sastra33.blogspot.com 17
hubungan ‘sintagmatik’ adalah hubungan unsur-unsur kebahasan yang muncul
dalam satu urutan, sesuai denagn linearitas bahasa (Saussure, 1963: 170-173).
Contoh : Saya masuk warung, makan dan minum, kopi.
Di luar wacana, kata-kata yang mempunyai salah satu segi persamaan
dapat berasosiasi dalam pikiran, dan terbentuklah kelompok kata-kata yang
mempunyai hubungan yang berbeda-beda. Hubungan ini disebut ‘paradigmatik’
berada dalam pikiran, merupakan kemampuan pribadi seseorang, dalam bahasa
(Saussure, 1969: 170-175).
Dapat dikatakan bahwa tahap ‘komplikasi’ dan ‘resolusi’ ada hubungan
‘sintagmatik’; sedang tahaptahap ‘abstraksi’; orientasi, evaluasi, dan ‘coda’ ada
hubungan ‘ paradigmatik’.
5. Renungan
Ada hubungan fundamental pengkajian sastra dan bahasa. Sebaiknya ahli
sastra dan ahli gramatika mempelajari hubungan keduannya untuk memperoleh
hasil pengkajian yang utuh. Stilistika bisa dipakai sebagai sarana pengkajian
tersebut. Stilistika adalah biidang sastra yang paling dekat denagn ‘retorika’.
Retorika bicara tentang komposisi, argumentasi, dan pidato.
Makna sebuah teks adalah hubungannya denagn konteksnya.
Strukturalisme memberi kedisiplinan untuk mengkaji mulai denagn konteks
dalam teks. Berdasarkan tingkatannya, ada hubungan ‘parataktik’ (koordinasi)
dan ‘hipotaktik.

B. Bahasa Puisi
Ciri-ciri bahasa sehari-hari dan bahasa sastra atau bahasa puisi tidak
selamanya ajeg (consisitent). Artinya, ada bahasa sehari-hari yang bercirikan bahasa
puisi, dan sebaliknya ada bahasa puisi yang bercirikan bahasa sehari-hari. Bahkan
ciri-ciri bahsa puisi, prosa, dan drama saling tumpang tindih.
Bahasa puisi tidak selalu berupa ‘ekspresi hiasan’; bukan juga keindahan
yang menjadikannya ciri khasnya; tidak pula identik dengan bahsa emosional; dan
tidak sepenuhnya bercirikan secra khusus oleh kekongkritannya atau keplaktisan, ini
berarti kemenduaan.

www.sastra33.blogspot.com 18
Dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa ciri bahasa puisi mengggunakan
bahasa yang fungsi estetiknya dominan. Sedang bahasa sehari-hari lebih mengacu
pada fungsi kegunaannya (pragmatik). Jan Mukarovsky (1976: 6) mengemukakan
bahwa bahasa puisi itu menempatkan fungsi sebagai ciri khusus yang tetap.
Fungsinya merupakan modus pemanfaatan ssifat-sitfat dari gejala-gejala yang
dikemukakan secara fungsional bahsa puisi adalah suati adaptasi; linguistik ke arah
suatu tujuan ekspresi lingustik.
Berdasarkan uraian di atas, puisi berbeda dengan retorika. Puisi berfungsi
untuk membangkitkan keeharuan dan emosional sedang retorika berfungsi untuk
menyampaikan ide atau gagasan. Pembedaan antara puisi dan retorika tidak bersifat
linguistik, walaupun metafora yang bersifat linguistik bukan sebagai sarana puitik.
Jadi jelas bahwa puisi atau bukan puisi adalah konvensi atau kebiasaan masyarakat.
Demikian juga bahasa puisi yang menentukan adalah konvensi masyarakat.

C. Bahasa Drama Kedudukan, Fungsi, Peranan dan Gaya


1. Hubungan pengkajian Bahasa, Sastra, Budaya, dan Seni Tradisional
Yang dimaksuud ‘Teater Tradisional” adalah jenis teatter daerah atau
etnis yang telah mentradisi sifatnya. Seni teater tradisional bersifat kedaerahan
di dalam masyarakat sudah ada, dan berjalan berabad-abad lamanya. Ia telah
merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Teater Tradisional tersebut karena sifat kedaerahannya, umumnya
menggunakan bahasa daerah sebagaiu medianya. Bahasa daerah berfungsi
sebagai:
a. lambang kebanggaan daerah,
b. lambang identitas daerah, dan
c. alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.
Pembinaan bahasa daerah dilakukan dalam rangka pengembangan
bahasa Indonesia dan untuk memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan
khasanah kebudayaan nasional sebaggai salah satu sarana identitas nasional.

www.sastra33.blogspot.com 19
2. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Seni
Pembinaan kesenian daerah (dalam konteks ini, baca: Seni Teater
Tradisional) ditingkatkan dalam rangka mengembangkan kesenian nasional agar
dapat lebih memperkaya kesenian Indonesia yang beraneka ragam.
Tradisi dan peninggalan sejarah (termasuk dari Seni Teater Tradisional)
yang mempunyai nilai perjuangan bangsa, kebanggan serta kemanfaatan
nasional tetap terepelihara dan dibina untuk memupuk, memperkaya dan
memberi corak pada kebudayaan nasional.
Seni Teater Tradisional dalam program Sosiodrama yang dimaksud ialah
suatu bentuk kesenian yang menyatu denagn kehidupan masyarakatnya, dan
mempunyai sifat spontan, sederhana, improvisasi, akrab, serta dapat langsung
menyampaikan pesan yang mudah diresapi oleh masyarakat lingkungannya.
3. Teater Tradisional sebagai Media Komunikasi
Komunikasi merupakan dasar dari pada hubungan antar manusia yang
ada di dalam masyarakat. Komuniukasi merupakan mekanisme atau sarana
dalam pengoperan rangsangan yang berupa pesan pembangunan di dalam
masyarakat yang sedang giat-giatnya membangun.
Teater tradisional pada umumnya disajikan dengan menggunakan bahasa
lisan (maksudnya tanpa naskah lakon) dalam cakapannya. Bahasa tulis baku
sudah banyak kriteria yang bisa dipedomani:
a. Jika menyangkut masalah kosa kata, berpedoman pada KUBI;
b. Jika menyangkut masalah peristilahan, berpedomanlah pada PUPI;
c. Jika menyangkut masalah ejaan, berpedomanlah pada PU EYD;
d. Jika menyangkut masalah gramatika atau ketatabahasaan, berpedomanlah
pada buku-buku tatabahasa yang sekarang kita gunakan.
Teater tradisional pada umunya tumbuh, hidup, dan berkembang di
daerah-daerah. Bahasa yang digunakan pada umumnya adalah bahasa lisan
daerah. Disajikan dalam situasi tak resmi. Itu bukan berarti bahwa penggunaan
bahasanya bisa dilaksanakan denagn semena-mena.
Kerja sama antar orang Indonesia, ini berarti bahwa proses
komunikasinya harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk

www.sastra33.blogspot.com 20
masyarakat pedesaan yang sebagian besar (80 %) mereka menggunakan bahasa
daerah sebagai media komunikasi mereka.
4. Filsafat komunikasi Negara Sedang Berkembang
Proses komunikasi tidak bisa terlepas dari proses politik dan
slosiokultural pada suatu masyarakat. Peranan komunikasi di dalam negara
sedang berkembang menjadi:
a. penyebab dan pembawa perubahan
b. pengubah tradisi (dalam arti positif maupun negatif),
c. penimbul tuntutan dan harapan baru yang belum dikenal,
d. penyebab urbanisasi di mana urbanisasi merupakan penyebab dari
pengakhiran buta huruf, dan
e. pengakhir buta huruf serta pengaruh dari media elektronika mempertinggi
pengaruh media, serta kecenderungan mempercepat proses pembangunan ke
modernisasi.
Fungsi komunikasi di dalam negara sedang berkembang adalah
pendidikan dan penerangan dalam usaha mengatasi segala macam problema
yang bisa timbul akibat logis dari proses pembauran (penekanannya pada
integritas) dan pembaruan dengan jalan membangun di segala bidang.
Pekerjan pengoperan atau estafet atas pesan dari keyakinan yang
dimaksud dalam suatu issue tidaklah mudah. Diperlukan retorika dan seni
berkomunikasi. Di sini diperlukan adanya keserasian antara komunikator si
pembawa pesan denagn sarana komunikasi (dalam hal ini seni Teater
Tradisional)
5. Seniman sebagai Humas dan Komunikator
Sebagai pemain dalam seni teater tradisional, di samping fungsinya
sebagai poemeran watak tokoh, seniman juga berperan sebagai komunikator.
Dalam fungsinya sebagai komunikator pada masyarkat Indonesia yang sedang
melaksanakan tugas pembangunan termasuk di dalamnya usaha membangun
bahasanya, seniman bisa saja menyisipkan pesan yang sedang menjadi issue
pembinaan dan pengembangan bahasa. Yaitu gunakanlah bahasa dengan baik
dan benar menuju bahsa Indonesia modern yang mampu mengungkapkan
konsepsi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bahsa Indonesia yang tidak

www.sastra33.blogspot.com 21
memberi kesan rancu dan kacau sampai batas-batas perkembangan dan
kewajaran.
6. Pengindonesiaan Teater Tradisional
Perlu dikemukakan terlebih dahulu beberapa istilah seni sastra dan teater
yang menggunakan kata Indonesia sebagai atributnya dan sering menimbulkan
kekacauan. Yang dimaksud di sisni antara lain:
a. Apa yang dimaksud dengan sastra Indonesia
1) Sastra yang menggunakan bahasa Indonesia
2) Sastra yang ditulis orang Indonesia
3) Sastra tentang Indonesia
4) Sastra yang beredar di Indonesia
5) Sastra yang terbit di Indonesia dan sebagainya.
Dilihat dari segi kedudukan dan fungsinya, bahasa Indonesia adalah
sebagai identitas suatu bangsa, yaitu bahasa Indonesia. Maka dalam konteks ini,
sastra Indonesia adalah sastra yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
medianya.
b. Analog dengan rumus no. 1 di atas, sastra daerah adalah sastra (termasuk
seni teater) yang menggunakan bahasa daerah sebagai medianya. Karena
bahasa daerah mempunyai fungsi sebagai identitas kedaerahan.
Pengindonesiaan teater tradisional, bentuk wayang misalnya, tidak
sekedar pengalihbatasan dari bahsa Daerah ke dalam bahasa Indonesia, tetapi
juga proses alih kode dan alih budayanya itu tidak mudah. Pendekatan semiotika
dan stilistika dalam karya sastra, dengan melibatkan telaah estetika terhadap
kode sastra, kode bahasa, dan kode budaya dalam satu hihirarki tersistem,
dimungkinkann bisa memberi kemudahan dalam pemahaman, sekaligus
memberi makna yang bulat utuh.
7. Gaya Bahasa Drama
Bahasa dalam drama, lazimnya menggunakan bahasa dalam bentuk
cakapan (dialog atau monolog: monolog, aside atau sampingan, solilokul).
Bahasa cakapan mengacu pada citraan dengaran (auditory imagery). Hal ini
menyiratkan kepada kita bahwa bahasa drama hendaknya memperhitungkan

www.sastra33.blogspot.com 22
kemungkinan pementasannya untuk didengar penonton artinya tidak sekedar
untuk dibaca seperti halnya dalam drama baca atau drama literer.
Salah satu perbedaan antara jenis drama dengan jenis puisi terletak pada
cara dan teknik penggunaan aspek bahasanya. Genre drama kata lebih
bergantung pada cara dan teknik pemanfaatan cakapan. Cakapan dalanm drama
harus dapat melukiskan tikaian (konflik). Pada dasarnya, cakapan (di samping
penokohan atau perwatakan, dan gerak ) adalah perwujudan dari tikaian atau
konflik yang menjadi hakikat sebuah drama.
Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam bahasa
drama:
1) Bahasa drma hendaknya mampu melahirkan mpermasalahan yang harus
dipikirkan, dirasakan, dipecahkan oleh tokoh-tokoh watak,
2) Bahasa drama hendaknya bisa menggambarkan kekhasan masing-masing
tokoh wataknya
3) Bahasa drama hendaknya mampu membina alur dramatis (dramatic
plot).
Pengkajian aspek bahasa, gaya, stail (style) bertujuan untuk melukiskan
sejauh mana keberhasilan seorang teaterawan menggarap cakapan, sesuai
dengan aplikasi bahasa kreatif yang imaginatif, figuratif, simbolik, metaforik,
dan memiliki unsur-unsur estetika bahasa.
a. Gaya Bahasa Drama Sejarah
Sifat umum dalam Drama Sejarah adalah banyak menggunakan gaya
bahasa arkaik (archaic: kuno sudah tidak lagi dipakai) dengan menggunakan
unsur-unsur gramatika yang membina kata-kata yang indah, penuh kiasan
perbandingan, dan kadang-kadang terasa bombastis, yaitu penggunaaan kata-
kata yang muluk-muluk. Hal ini dipengaruhu oleh gaya bahasa drama-drama
Shakespcare. Gaya bahasa drama sejarah ini sering menggunakan bahasa
berirama (sajak), yaitu gaya bahasa drama liris atau drama puitis.
b. Gaya Bahasa Drama Realisme
Jenis drama merupakan jenis bahasa yang paling efektif daripada
jenis prosa dan puisi. Sebenarnya, dialog atau cakapan dalam drama memang
cenderung mengabaikan berbagai corak keindahan bahasa disamping

www.sastra33.blogspot.com 23
sifatnya yang idiomatik dan untuk menyesuaikan gaya dramawan pada
zamannya. Gaya yang digunakan diciptakan untuk menghidupkan suasana
realitas.
Gaya bahasa dengan memperhilangkan fonem: baik di muka
(eferesis), di tengah (syncope), maupun di belakang (apocope), merupakan
gaya bahasa realis yang menimbulkan suasana realis atau seharian.
Kelebihan gaya bahasa drama realis ini, dengan menggunakan bahasa sehari-
hari dalam dialognya, diharapkan lakon akan lebih akrab dan intim dengan
publiknya.
c. Gaya Bahasa Drama Absurdisme
Di Indonesia, gaya absurdisme dalam drama dimulai dengan
munculnya drama-drama Iwan Simatupang. Salah satu ciri drama yang
absurdisme ialah, bahasanya agak sukar dipahami jika dibanding dengan
gaya drama realisme. Hal ini disebabkan absurdisme diniatkan untuk
menyampaikan gejolak-gejolak batin manusia, dan masalah-masalah yang
ada di dalam jiwanya. Dalam gaya absurdisme sering kita jumpai pula
perulangan-perulangan yang salah satu fungsinya untuk membina struktur
alur dramatik, yang bisa pula menimbulkan tegangan-tegangan. Gejala gaya
bahasa absurdisme dalam drama ini terjadi di Barat, yaitu munculnya aliran
baru yaitu anti realisme.

www.sastra33.blogspot.com 24
BAB V
GAYA BAHASA

A. Hakikat dan Syarat Gaya Bahasa


1. Hakikat dan Pengertian Gaya Bahasa
Hakikat gaya (style) adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui
bahasa, tingkah laku, dan sebagainya. Dengan mempelajari gaya dari seseorang, kita
akan mengetahui dan menilai pribadi, watak dan kemampuan sseorang yang
bersangkutan. Gaya bahasa merupakan bagian dari pilihan kata atau diksi yang
mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata. Jangkauan gaya bahasa sangat luas,
tidak hannya meliputi unsur-unsur kalimat yang memperhatikan corak-corak
tertentu, seperti yang umum terdapat dalam retorika-retorika klasik.
2. Syarat-syarat Gaya Bahasa
Gorys Keraf (1981: 99) menyatakan bahwa gaya bahasa yang baik harus
mengandung tiga unsur dasar yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik.

B. Jenis-jenis dan Ragam Gaya Bahasa


1. Berdasarkan Titik Tolak yang Dipergunakan
Gorys Keraf (1981: 127) mengklasifikasikan gaya bahasa berdasarkan
titik tolak yang dipergunakan ke dalam empat jenis, antara lain:
a. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar dapat dibedakan,
yaitu:
1) Gaya bahasa resmi
2) Gaya bahasa tak resmi
3) Gaya bahasa percakapan
b. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Ada beberapa gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, antara lain:
1) Struktur kalimat
Dilihat dari segi kegayabahasaannya, kalimat-kalimat dapat
bersifat periodik, kendur dan berimbang (Gorys Keraf, 1981: 106-108).

www.sastra33.blogspot.com 25
2) Gaya bahasa
Berdasarkan corak struktur kalimat, gaya bahasa dibagi menjadi
lima yaitu klimaks, antiklimaks, repetisi, pararelisme, dan antitesis.
(Gorys Keraf, 1981: 108-111).
c. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Berdasarkan nada yang terkandung dalam sebuah wacana, gaya
bahasa dibedakan ke dalam: gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan
gaya menengah. (Gorys Keraf, 1981: 111-114).
d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Berdasarkan langsung tidaknya makna, gaya bahasa dibedakan,
antara lain:
1) Gaya bahasa retoris
Gaya bahasa retoris dibedakan menjadi beberapa yaitu: aliterasi,
inverse, apofasis, apostrof, asidenton, kiasmus, ellipsis, eufemismus,
hysteron porteron, ironi, litotes, muendo, perfrasis, pleonasme, prolepsis,
pernyataan retoris, silepsis dan zeugma (Gorys Keraf, 1981: 114-121).
2) Gaya bahasa kiasan
Gaya bahasa kiasan adalah gaya yang dilihat darii segi makna
tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna-kata-kata yan
membentuknya. Gaya bahasa ini, pertama dibentuk berdasarkan
perbandingan dan persamaan. Perbandingan berbentuk bahasa kiasan
pada mulanya dari analogi.
2. Berdasarkan Maksud dan Tujuan yang Hendak Dicapai
Gaya bahasa merupakan sarana penunjang bagi pengembangan kosakata,
keterampilan berbahasa, pemahamn serta penghayatan karya sastra. Gaya bahasa
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Berdasarkan masud dan tujuan
yang hendak dicapai, maka gaya bahasa dapat dibedakan atas:
a. Gaya bahasa perbandingan
b. Gaya bahasa pertentangan
c. Gaya bahasa pertautan

www.sastra33.blogspot.com 26

Anda mungkin juga menyukai