Perbandingan Budaya dalam Teks Sastra Novel Laila Majnun Karya Syeikh Nizami Al
Ganjavi dengan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka
Herry Prasetyo (17032040)
A. Pendahuluan
Karya sastra sebagai cerminan kehidupan kebudayaan masyarakat, merupakan dunia
subjektivitas yang diciptakan oleh pengarang yang di dalamnya terdapat berbagai aspek
kehidupan dan kebudayaan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Aspek-aspek
kehidupan tersebut berupa dapat aspek sosiolologis, psikologis, filsafat, budaya, dan
agama. Keberadaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari latar belakang pengarang
sebagai bagian dari anggota suatu masyarakat yang berbudaya. Sehingga dalam
penciptaan karya satra, pengarang tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial budaya yang
melatar-belakangi karyanya.
Aliran sastra bandingan terbagi ke dalam aliran Prancis dan aliran Amerika. Kedua
aliran sepakat bahwa sastra bandingan merupakan kajian satra di luar batas sebuah
negara. Akan tetapi, Aliran Prancis menganggap bahwa hubungan sastra dengan disiplin
lain bukanlah sastra bandingan, melainkan seni bandingan. Sastra bandingan tidak-
lah mencakup karya-karya yang mendapat pengakuan sejagat (universal) tentang kualitas
karyanya, karena kajian sastra bandingan sering kali berkenaan dengan penulis-penulis
ternama yang mewakili suatu zaman. Namun, kajian penulis baru yang belum mendapat
pengakuan dunia pun, masih terklasifikasi dalam sastra bandingan.
Kajian sastra banding ini mempunyai manfaat yang cukup berpengaruh besar pada
lingkungan nasional secara global. Kajian ini mengarah pada penelaahan antara sastra
asing dengan sastra nasional, guna mencari tahu mengenai keterkaitan antara satu sastra
dengan sastra lainnya, atau teks sastra dengan kajian ilmu pengetahuan yang bersifat
ilmiah.
Menurut Sapardi Djoko Damono (dalam Robert Escarpit, 2005: viii), sastra adalah
kristalisasi keyakinan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati masyarakat,
setidaknya begitulah yang terjadi di masa lampau ketika kepengarangan tidak
dimasalahkan dan berbagai jenis tradisi lisan dimiliki beramai-ramai oleh masyarakat,
tidak individu
Berdasarkan hal yang demikian, maka penulis membandingkan Novel Layla Majnun
Karya Syaikh Nizami Al Ganjavi dengan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Karya Buya Hamka. Novel tersebut memiliki beberapa kesamaan tetapi dalam latar
belakang budaya baik budaya adat yang ada atau budaya penulis tersebut sangatlah
berbeda. sehingga penulis akan membandingkan, dan mencari perbedaan dan persamaan
antara kedua karya sastra tersebut.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sinopsis novel Layla Majnun Karya Syaikh Nizami Al Ganjavi dengan
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka?
2. Dimanakah letak perbandingan kedua cerita tersebut?
3. Dimanakah letak persamaan dari kedua cerita tersebut?
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan menambah
khasanahan penelitian sastra indonesia yang bermanfaat bagi perkembangan
sastra indonesia.
b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah minat baca dalam
mengapresiasiasikan karya sastra, serta menambah pengetahuan tentang sastra.
2. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memahami
karya sastra
Objek Penelitian
Objek penelitian ini ialah cerita dalam novel Novel Layla Majnun Karya Syaikh Nizami
Al Ganjavi dengan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka.
B. Landasan Teori
Sastra Banding (Comparative Literature) muncul pertama kali di Perancis tahun 1816
yang diambil dari rangkaian antologi untuk pengajaran sastra yang berjudul Cours de
litterature comparee. Di Jerman, istilah ini dipadankan dengan vergleichende
Literaturgeschichte yang muncul pada tahun 1854. Sementara itu, istilah comparative
literatures muncul di Inggris pada tahun 1848. Pada awalnya, istilah tersebut menunjuk
pada usaha untuk melacak “pengaruh” seorang penulis dari suatu negara atau budaya
pada penulis di negara atau budaya lain. Namun, dalam perkembangannya, terdapat
kesulitan dalam mencari pengaruh tersebut karena pikiran dan perasaan yang
diungkapkan oleh suatu bahasa berbeda dengan pikiran dan perasaan yang dinyatakan
dengan bahasa lain. Karena itu pada awalnya, sastra banding hanya dilaksanakan di
Eropa.
Sastra bandingan merupakan sebuah studi teks accros cultural. Dalam sastra
bandingan ini lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan
tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode
yang berbeda. Untuk tempat, akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah geografis
sastra (Endraswara, 2006: 128)
Kajian sastra bandingan merupakan suatu kajian yang memfokuskan pada
perbandingan dua karya sastra atau lebih dari dua Negara yang berbeda dan dilakukan
secara sistematis. Kajian ini bertujuan untuk memahami proses penciptaan dan
perkembangan sastra suatu Negara. Benedecto Crose (Giffod dalam Endraswara, 1995:1),
berpendapat bahwa sastra bandingan merupakan kajian yang berupa eksplorasi perubahan
(vicissitude), alternation (penggantian), pengembangan (development), dan perbedaan
timbal balik diantara dua karya atau lebih. Sastra bandingan mempelajari keterkaitan
antar sastra dan sastra dengan bidang yang lain. Setiap pengarang sulit lepas dari karya
orang lain karena harus membaca dan meresapi karya orang lain. Sumiyadi (2012: 1)
menyatakan sastra bandingan adalah membandingkan sastra sebuah negara dengan sastra
negara lain dan membandingkan sastra dengan bidang lain sebagai keseluruhan ungkapan
kehidupan. Sastra bandingan adalah wilayah keilmuan sastra yang mempelajari
keterkaitan antara sastra dan perbandingan sastra dengan bidang lain sebagai ungkapan
kehidupan secara universal.
Sastra merupakan produk dari kebudayaan, dan kebudayaan itu adalah keseluruhan
pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan
sejarah kehidupannya. Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat
yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan
kelompok lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan
penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior
(Sajidiman, 1999).
Budaya adalah perilaku sosial dan norma-norma yang ditemukan dalam masyarakat
manusia. Budaya dianggap sebagai konsep sentral dalam antropologi, yang mencakup
berbagai fenomena yang ditularkan melalui pembelajaran sosial dalam
masyarakat. Budaya diartikan sebagai komunikasi simbolik. Beberapa perlambangnya
mencakup keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan motif kelompok. Makna simbol-
simbol dipelajari dan sengaja diabadikan dalam masyarakat melalui lembaga-
lembaganya.
Budaya dan sastra mempunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra sangat
dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam kebudayaan
akan tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan bahwa sastra
(bahasa) dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia.
Dari uraian diatas dapat dirangkum pengertian sastra bandingan merupakan suatu
kajian yang membandingkan karya sastra antara negara satu dengan negara lain maupun
kajian untuk membandingkan karya sastra dengan bidang yang lain yang bertujuan untuk
menemukan makna mendalam dalam kedua karya sastra yang memiliki kesamaan. Dalam
penelitian ini peneliti hanya membandingkan dua karya sastra yang memiliki kesamaan
pada unsur instriksik serta mengkaitkannya dengan unsur kebudayaan yang merupakan
unsur ekstrinsik dalam karya sastra.
C. Pembahasan
Deskripsi Novel yang dibandingkan
1. Sinopsis Novel Laila Majnun Karya Sheikh Nizami Al Ganjavi
“Layla-Majnun” Qays bin Al Mulawwah merupakan tokoh sentral dalam
novel ini, bukanlah tokoh fiktif, ia memang benar-benar hidup pada masa Bani
Umayyah, sepeninggal Qays kisah cinta Qays dengan Layla tersebar dari mulut ke
mulut dalam bentuk syair dalam berbagai versi, kemudian Dalam versi Nizami Qays
dan Layla sama-sama jatuh cinta ketika keduanya bertemu disekolah tempat mereka
menuntut ilmu bersama kisah ini diawali oleh perasaan cinta yang menggila dari
seorang pemuda tampan yang terkenal dikawasan bani Amir Jazirah Arab, bernama
Qays. Ia mencintai Layla dan Laila pun sama, mereka menjalin kisah cinta secara
sembunyi karena pada waktu itu mereka belum saatnya untuk memadu cinta tapi
seiring berjalannya waktu kisah mereka tidak bisa disembunyikan lagi, semua orang
pada tau bahkan keluarganya yang pada akhirnya mereka tidak bisa bertemu lagi.
Dalam perjalanan, Layla dinikahkan secara paksa oleh ayahnya dengan lelaki yang
bernama Ibnu Salam. Namun dia tidak bisa menjamah kegadisan Layla, yang selalu
setia kepada Qais hingga akhir hayatnya, Lama tidak bertemu qais tidak kuat
menahan rasa cinta yang seperti bara, iapun seperti gila, bertingkah dan
berpenampilan aneh hingga orang-orang memanggilnya majnun. Dari rasa
kecintaannya yang mendalam majnun mendapat berita bahwa Layla menikah dan
kabar buruk lain yang lain berita ayahnya yang meninggal, kemudian tidak lama
setelah itu sang Ibu tercintapun mengikuti jejak ayahnya. Inilah puncak kesedihan,
hingga suatu peristiwa yang membuat hati terluka ketika majnun mendengar sang
kekasih meninggal dunia lalu majnun mengunjungi makam Layla Lalu menangis dan
menjerit. Ia memeluk kuburan Layla hingga Majnu menghembuskan nafas
terakhirnya diatas kuburan Layla. Syaikh Nizami (1141-1209) pada tahun 1188
menghimpun dan menuliskah kisah tersebut.
Analisis
Biografi: Kedua tokoh pengarang tersebut mempunyai kesamaan profesi yakni sama-
sama seorang ulama dan sastrawan, serta mereka adalah orang yang menguasai berbagai
keilmuan, perbedaannya adalah Nizami merupakan salah satu tokoh dalam abad 11-12
Masehi serta karya-karya sangat berpengaruh dalam kepenulisan diera sekarang ini,
sedangkan Hamka merupakan salah satu tokoh yang mempunyai pengaruh besar pada
abad 19 Masehi hingga sekarang.
Sebagian Kisah cinta Layla-Qais, dipandang masyarakat sebagai cinta abadi dan
legendaris. Sebuah cinta paling indah, menggetarkan, menguras air mata sekaligus
merupakan sebuah kisah cinta yang berakhir tragis. Ia telah menginspirasi banyak
sastrawan besar dunia untuk menulis kisah cinta abadi yang senafas, seperti Romeo and
Juliet, karya William Shakespeare, Romi dan Juli, Magdalena-Stevan, karya Alphose
Karr berjudul Sous les Tilleus (Dalam bahasa Perancis berarti, "Di Bawah Pohon Tilia")
yang kemudian diterjemahkan atau disadur dengan sangat apik oleh Musthafa al-
Manfaluthi, menjadi "Majdulin", dan juga kisah cinta Hayati dan Zainuddin dalam novel
terkenal Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, karya Buya Hamka.
Alur
Sama-sama maju, tetapi pengemasan dan penggambaran dalam cerita dibuat berbeda
sesuai dengan keterangan yang ada pada tabel. Diceritakan dari awal hingga kematian
pada tokoh utamanya, perbedaan mencolok terdapat pada bagian konflik nanti dibahas
dibagian selanjutnya, serta tokoh utama pria yang ada pada cerita, didalam layla majnun
Qais diceritakan menjadi gila bahkan tergila-gila oleh layla, sedangkan dalam novel
tenggelamnya kapal van der wijk tokoh Zaenudin ada gejolak jiwa untuk bangkit dari rasa
keterpurukannya oleh rasa cintanya terhadap Hayati.
2. Tema
Analisis:
Pada novel Layla Majnun dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki
persamaan yakni kisah wanita yang cinta kasihnya tak tersampaikan kepada seorang
yang dicintai dan kasihinya. Serta penolakan rasa cinta seorang pemuda kepada orang
yang dikasihinya dikarena adanya berbagai kekurangan. Hal tersebut terjadi dikarenakan
oleh budaya adat istiadat bahwa seorang terpandang tidak sembarangan dalam memilih
jodoh serta orang tua lebih condong memilihkan jodoh untuk putrinya dengan kriteria
yang tak lazim, dengan kata lain pada kedua cerita tersebut menganut asas kesamaan
dalam strata sosial.
Analisis:
Kutipan teks sastra di atas menunjukan adanya persamaan pada penggambaran
tokoh dari dimensi fisik dan pengambaran waktu perkenalan kedua tokoh yang hampir
sama, kedua tokoh diceritakan mengalami rasa cinta pada pandangan pertama yakni laila
dengan qais dalam novel “Laila Majnun” karya Syeikh Nizami dan hayati dan zaenudin
dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dan adanya persamaan letak
pertemuan mereka yakni Layla dan Qais bertemu di Madrasah sedangkan Hayati dengan
Zaenudin bertemu di Surau
4. Tokoh
Analisis:
Pada kedua cerita tersebut memiliki persamaan tokoh. Yang mana pada cerita
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki dua tokoh utama yakni Zainuddin dan
Hayati. Dan pada novel layla Majnun terdapat dua tokoh utama yakni Laila dan Majnun.
Mereka berdua menjadi sentral perbincangan dalam novel tersebut.
5. Latar
2. Qais juga berduka. Ia tak bisa “Dia tahu akan gadis-gadis itu, orang
bertemu kekasih hatinya: Layla. sekampungnya sama-sama orang
Tembok rumah Layla begitu kokoh Batipuh.....” (hal. 24)
dan menjulang tinggi. Pikirannya
menjadi kacau. Dadanya bergemuruh
dan bergetar. Bibirnya selalu
menyebut nama Layla. Kadang lirih,
kadang berteriak. Ia juga acap
melamun dan menyendiri dalam sepi
di taman di belakang rumahnya.
3. ''dan Layla pun segera dikurung “Zainuddin baru saja sampai ke rumah
orang tuanya dirumah. Mereka bakonya. Mande Jamilah telah
menjaganya dengan hati-hati dan tak menyambutnya dengan muka pucat pula.
memberi kesempatan pada Qays Belum selesai dia makan, Mande
Jamilah telah berkata: Lebih baik engkau
untuk bertemu''. (Layla Majnun 2009
tinggalkan Batipuh ini, tinggallah di
: 27)
Padang Panjang. Sebab namamu
disebut-sebut orang banyak sekali. Tadi
sore Mande mendengar beberapa anak
muda hendak bermaksud jahat
kepadamu.” (hal. 54)
4. Pada suatu hari sang ayah ingin “Ditinggalkanlah Pulau Sumatra, masuk
mengajak Qais pergi ke Makkah ke Tanah Jawa, medan perjuangan
untuk mengobati hatinya. Tetapi penghidupan yang lebih luas.
kepada Qais, ia bilang akan Sesampainya di Jakarta, disewanya
mengunjungi keluarganya di sana. sebuah rumah kecil di suatu kampung
Ibunya sendiri sudah wafat beberapa yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.”
waktu lalu. Ayah dan anak yang (hal. 145)
saling mencintai itu pun berangkat.
Manakala tiba di Makkah, ayah
mengajaknya menuju ke Masjid al-
Haram untuk Thawaf, mengelilingi
Kakbah,
5. Qais kemudian mengembara tanpa “Setelah dia tahu bahwa buah penanya
arah dan membiarkan tubuhnya tak telah menjadi perhatian umum,
terurus. Rambutnya semrawut dan mengertilah ia bahwa inilah tujuan yang
penuh debu. Ia mengarungi padang tetap dari hidupnya. Oleh karena kota
pasir yang luas dalam terik matahari Surabaya lebih dekat dengan Mengkasar,
yang membakar tubuhnya, seperti dan di sana penerbitan buku-buku masih
panas hatinya yang terbakar oleh sepi, maka bermaksudlah dia hendak
cinta kepada Layla. Ia mendaki berpindah ke Surabaya, akan
gunung gemunung dan memasuki mengeluarkan buku-buku hikayat
hutan-hutan belukar, tanpa manusia. bikinan sendiri dengan modal sendiri,
Ia menyendiri, merindu dan dikirim ke seluruh Indonesia.” (hal. 146)
menangis.
6. Layla mendengar kabar kekasihnya “....sayang di sini perkakas tidak cukup.
di belantara hutan dan hari-harinya Baru aja dipesankanke surabaya,
bersama para binatang itu. Dia beberapa dokter akan datang membantu
menjerit keras lalu menangis. Air kemari.”
matanya terus mengalir, membasahi
pipinya yang ranum itu. Bibirnya
mendesahkan nama Qais. Dan sambil
menangis dia kemudian menulis surat
untuk Qais
Analisis:
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki latar tempat Mengkasar
(tempat Zainuddin dilahirkan), Dusun Batipuh (tempat Hayati tinggal dan bertemu
dengan Zainuddin pertama kali), Padang Panjang (tempat Zainuddin pindah dari Batipuh
untuk mendalami ilmu, tempat khadijah tinggal, tempat adanya pacuan kuda dan pasar
malam), Jakarta/Batavia (tempat Zainuddin dan menjadi penulis bersama sahabatnya
Muluk, tempat pindahan kerja Azis dan Hayati), Lamongan (di rumah sakit, tempat
terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati berdialog sebelum meninggal). Sedangkan pada
novel layla majnun latar tempatnya lebih dominan pada daerah timur tengah seperti
gurun pasir. Padang pasir, hutan belantara, mekkah dan najjed, di rumah layla dan
didepan tembok rumah layla qais meratap. Latar suasana dalam novel layla majnun
cenderung sedih dan membuat haru pembaca tetapi dalam novel Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck memiliki latar suasana yang cenderung disaat zainudin di tolak
lamarannya oleh keluarga hayati suasananya adalah sedih tetapi dalam kisah tersebut ada
rasa optimisme untuk bangkit menjadi seorang pria yang lebih baik sedangkan didalam
novel layla majnun qais malah menjadi gila terbuai akan rasa cintanya kepada layla, qais
tenggelam dalam dalam rasa cintanya kepada layla sehingga membuatnya tidak waras.
Tetapi terdapat kesamaan dan kemiripan yakni pada tokoh pria setelah terpuruk mereka
berdua menjadi orang yang pandai bersyair dan bercerita, qais mahir bersyair sehingga
syairnya mashyur didaerahnya bahkan hewan-hewanpun bisa paham akan perasaan qais
yang dilantunkan dalam syair, sedangkan dalam novel tenggelamnya kapal van der wijck
zaenudin menjadi seorang yang ahli membuat karya sastra baik novel maupun karya
sastra lainya setiap karyanya merupakan luapan perasaannya kepada hayati yang tak
terbalas.
Analisis:
Dapat dianalisis bahwa konflik percintaan kedua cerita tersebut berbeda.
Kegagalan percintaan Hayati dan Zainuddin disebabkan oleh budaya lokal yang
menganggap Zainuddin bukan orang Padang asli karena ibunya bukan kelahiran Batipuh.
Selain itu, juga karena Zainuddin adalah anak yatim piatu sehingga harus mendapatkan
tantangan yang besar dalam menjalin hubungan cinta kasih dengan Hayati. Sedangkan
pada novel layla majnun kisah percintaan mereka terhenti karena qais adalah anak yang
ingusan tak pantas buat Layla serta adanya konflik antara kedua kabilah tersebut yang
menyebabkan kisah cinta mereka ditolak. Bahkan ayah Layla dengan segan-segan
mengancam akan menghukumnya Layla untuk keluar rumah sejak saat itu dan untuk
selamanya dan akan mengancam serta memberi menghukuman jika keluar rumah dan
menemui Qais.
Analisis:
Pada bagian akhir merupakan kisah tragis dari percintaan qais dengan layla
dikarenakan layla diserang demam. Tubuhnya panas.. Embusan nafasnya terasa hangat.
Dan layla merasa ini merupakan akhir dari kehidupannya layla berpesan kepada ibunya
agar ibunya melaksanakan segala wasiat untuk menguburkannya seperti seorang
pengantin yang syahid karena harus berpuasan menahan rasa cintanya kepada qais
sedangkan percintaan hayati pada zainuddin harus berakhir dengan kematian hayati pada
tragedi tenggelamnya kapal van der wijck yang ditumpanginya saat perjalan pulang ke
batipuh. Persamaanya terdapat bagian yang menceritakan kematian tokoh pria yang
berlangsungan setelah tokoh yang ia cintai meninggal. Seperti qais menjadi pingsan dan
ia tak sadarkan diri dan tokoh zaenudin menjadi kehilangan kesehatan setelah ditinggal
oleh hayati.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Perbandingan antara karya sastra antara karya sastra Indonesia dengan karya
sastra persia klasik terletak pada pembawaan alur yang dibuat lebih dramatis, untuk
karya layla majnun tokoh qais yang mengangumi layla hingga dia menjadi gila
sedangkan zaenudin berusaha bangkit menjadi pribadi yang lebih baik, kedua cerita
Novel Layla-Majnun karya Syaikh Nizami dan Novel Tengelamnya Kapal Van Der
Wijck di atas yakni memiliki unsur tema yang hampir sama yaitu tentang perjuangan
cinta sejati sepasang kekasih yang mengalami cobaan atau hambatan namun menyatu
dalam sebuah keabadian, mengunakan sudut pandang yang sama yakni sudut pandang
orang ketiga dll selain persamaan ada juga perbedaan yang meliputi dalam kisah
novel tersebut, Perbedaan berkaitan dengan penggambaran alur, setting dan latar
belakang budaya pengarang sangat mempengaruhi seluruh kejadian atau adegan
dalam novel tersebut.
Budaya dan sastra mempunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra
sangat dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam
kebudayaan akan tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan
bahwa sastra (bahasa) dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat
pada manusia.
2. Saran
Saran peneliti kepada peneliti lain, diharapkan nantinya ada kelanjutan dari analisis
saat ini dengan lebih kratif dalam menelaah berbagai jenis karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA