Anda di halaman 1dari 21

Kajian Sasta Bandingan

Perbandingan Budaya dalam Teks Sastra Novel Laila Majnun Karya Syeikh Nizami Al
Ganjavi dengan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka
Herry Prasetyo (17032040)

A. Pendahuluan
Karya sastra sebagai cerminan kehidupan kebudayaan masyarakat, merupakan dunia
subjektivitas yang diciptakan oleh pengarang yang di dalamnya terdapat  berbagai aspek
kehidupan dan kebudayaan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Aspek-aspek
kehidupan tersebut berupa dapat aspek sosiolologis, psikologis, filsafat, budaya, dan
agama. Keberadaan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari latar belakang pengarang
sebagai bagian dari anggota suatu masyarakat yang berbudaya. Sehingga dalam
penciptaan karya satra, pengarang tidak dapat terlepas dari lingkungan sosial budaya yang
melatar-belakangi karyanya.
Aliran sastra bandingan terbagi ke dalam aliran Prancis dan aliran Amerika. Kedua
aliran sepakat bahwa sastra bandingan merupakan kajian satra di luar batas sebuah
negara. Akan tetapi, Aliran Prancis menganggap bahwa hubungan sastra dengan disiplin
lain bukanlah sastra bandingan, melainkan seni bandingan. Sastra bandingan tidak-
lah  mencakup karya-karya yang mendapat pengakuan sejagat (universal) tentang kualitas
karyanya, karena kajian sastra bandingan sering kali berkenaan dengan penulis-penulis
ternama yang mewakili suatu zaman. Namun, kajian penulis baru yang belum mendapat
pengakuan dunia pun, masih terklasifikasi dalam sastra bandingan.
Kajian sastra banding ini mempunyai manfaat yang cukup berpengaruh besar pada
lingkungan nasional secara global. Kajian ini mengarah pada penelaahan antara sastra
asing dengan sastra nasional, guna mencari tahu mengenai keterkaitan antara satu sastra
dengan sastra lainnya, atau teks sastra dengan kajian ilmu pengetahuan yang bersifat
ilmiah.
Menurut Sapardi Djoko Damono (dalam Robert Escarpit, 2005: viii), sastra adalah
kristalisasi keyakinan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati masyarakat,
setidaknya begitulah yang terjadi di masa lampau ketika kepengarangan tidak
dimasalahkan dan berbagai jenis tradisi lisan dimiliki beramai-ramai oleh masyarakat,
tidak individu
Berdasarkan hal yang demikian, maka penulis membandingkan  Novel Layla Majnun
Karya  Syaikh Nizami Al Ganjavi dengan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Karya Buya Hamka. Novel tersebut memiliki beberapa kesamaan tetapi dalam latar
belakang budaya baik budaya adat yang ada atau budaya penulis tersebut sangatlah
berbeda. sehingga penulis akan membandingkan, dan mencari perbedaan dan persamaan
antara kedua karya sastra tersebut.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sinopsis novel Layla Majnun Karya  Syaikh Nizami Al Ganjavi dengan
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka?
2. Dimanakah letak perbandingan kedua cerita tersebut?
3. Dimanakah letak persamaan dari kedua cerita tersebut?
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan menambah
khasanahan penelitian  sastra indonesia yang bermanfaat bagi perkembangan
sastra indonesia.
b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah minat baca dalam
mengapresiasiasikan karya sastra, serta menambah pengetahuan tentang sastra.
2. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memahami
karya sastra
Objek Penelitian
Objek penelitian ini ialah cerita dalam novel Novel Layla Majnun Karya Syaikh Nizami
Al Ganjavi dengan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Buya Hamka.

B. Landasan Teori
Sastra Banding (Comparative Literature) muncul pertama kali di Perancis tahun 1816
yang diambil dari rangkaian antologi untuk pengajaran sastra yang berjudul Cours de
litterature comparee. Di Jerman, istilah ini dipadankan dengan vergleichende
Literaturgeschichte yang muncul pada tahun 1854. Sementara itu, istilah comparative
literatures muncul di Inggris pada tahun 1848. Pada awalnya, istilah tersebut menunjuk
pada usaha untuk melacak “pengaruh” seorang penulis dari suatu negara atau budaya
pada penulis di negara atau budaya lain. Namun, dalam perkembangannya, terdapat
kesulitan dalam mencari pengaruh tersebut karena pikiran dan perasaan yang
diungkapkan oleh suatu bahasa berbeda dengan pikiran dan perasaan yang dinyatakan
dengan bahasa lain. Karena itu pada awalnya, sastra banding hanya dilaksanakan di
Eropa.
Sastra bandingan merupakan sebuah studi teks accros cultural. Dalam sastra
bandingan ini lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan
tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode
yang berbeda. Untuk tempat, akan mengikat sastra bandingan menurut wilayah geografis
sastra (Endraswara, 2006: 128)
Kajian sastra bandingan merupakan suatu kajian yang memfokuskan pada
perbandingan dua karya sastra atau lebih dari dua Negara yang berbeda dan dilakukan
secara sistematis. Kajian ini bertujuan untuk memahami proses penciptaan dan
perkembangan sastra suatu Negara. Benedecto Crose (Giffod dalam Endraswara, 1995:1),
berpendapat bahwa sastra bandingan merupakan kajian yang berupa eksplorasi perubahan
(vicissitude), alternation (penggantian), pengembangan (development), dan perbedaan
timbal balik diantara dua karya atau lebih. Sastra bandingan mempelajari keterkaitan
antar sastra dan sastra dengan bidang yang lain. Setiap pengarang sulit lepas dari karya
orang lain karena harus membaca dan meresapi karya orang lain. Sumiyadi (2012: 1)
menyatakan sastra bandingan adalah membandingkan sastra sebuah negara dengan sastra
negara lain dan membandingkan sastra dengan bidang lain sebagai keseluruhan ungkapan
kehidupan. Sastra bandingan adalah wilayah keilmuan sastra yang mempelajari
keterkaitan antara sastra dan perbandingan sastra dengan bidang lain sebagai ungkapan
kehidupan secara universal.
Sastra merupakan produk dari kebudayaan, dan kebudayaan itu adalah keseluruhan
pemikiran dan benda yang dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan
sejarah kehidupannya. Ruth Benedict melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat
yang terlihat dalam kehidupan sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan
kelompok lain. Para ahli umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan
penyesuaian diri manusia berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior
(Sajidiman, 1999).
Budaya adalah perilaku sosial dan norma-norma yang ditemukan dalam masyarakat
manusia. Budaya dianggap sebagai konsep sentral dalam antropologi, yang mencakup
berbagai fenomena yang ditularkan melalui pembelajaran sosial dalam
masyarakat. Budaya diartikan sebagai komunikasi simbolik. Beberapa perlambangnya
mencakup keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan motif kelompok. Makna simbol-
simbol dipelajari dan sengaja diabadikan dalam masyarakat melalui lembaga-
lembaganya.
Budaya dan sastra mempunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra sangat
dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam kebudayaan
akan tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan bahwa sastra
(bahasa) dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia.  
Dari uraian diatas dapat dirangkum pengertian sastra bandingan merupakan suatu
kajian yang membandingkan karya sastra antara negara satu dengan negara lain maupun
kajian untuk membandingkan karya sastra dengan bidang yang lain yang bertujuan untuk
menemukan makna mendalam dalam kedua karya sastra yang memiliki kesamaan. Dalam
penelitian ini peneliti hanya membandingkan dua karya sastra yang memiliki kesamaan
pada unsur instriksik serta mengkaitkannya dengan unsur kebudayaan yang merupakan
unsur ekstrinsik dalam karya sastra.

C. Pembahasan   
Deskripsi Novel yang dibandingkan
1. Sinopsis Novel Laila Majnun Karya Sheikh Nizami Al Ganjavi
“Layla-Majnun” Qays bin Al Mulawwah merupakan tokoh sentral dalam
novel ini, bukanlah tokoh fiktif, ia memang benar-benar hidup pada masa Bani
Umayyah, sepeninggal Qays kisah cinta Qays dengan Layla tersebar dari mulut ke
mulut dalam bentuk syair dalam berbagai versi, kemudian Dalam versi Nizami Qays
dan Layla sama-sama jatuh cinta ketika keduanya bertemu disekolah tempat mereka
menuntut ilmu bersama kisah ini diawali oleh perasaan cinta yang menggila dari
seorang pemuda tampan yang terkenal dikawasan bani Amir Jazirah Arab, bernama
Qays. Ia mencintai Layla dan Laila pun sama, mereka menjalin kisah cinta secara
sembunyi karena pada waktu itu mereka belum saatnya untuk memadu cinta tapi
seiring berjalannya waktu kisah mereka tidak bisa disembunyikan lagi, semua orang
pada tau bahkan keluarganya yang pada akhirnya mereka tidak bisa bertemu lagi.
Dalam perjalanan, Layla dinikahkan secara paksa oleh ayahnya dengan lelaki yang
bernama Ibnu Salam. Namun dia tidak bisa menjamah kegadisan Layla, yang selalu
setia kepada Qais hingga akhir hayatnya, Lama tidak bertemu qais tidak kuat
menahan rasa cinta yang seperti bara, iapun seperti gila, bertingkah dan
berpenampilan aneh hingga orang-orang memanggilnya majnun. Dari rasa
kecintaannya yang mendalam majnun mendapat berita bahwa Layla menikah dan
kabar buruk lain yang lain berita ayahnya yang meninggal, kemudian tidak lama
setelah itu sang Ibu tercintapun mengikuti jejak ayahnya. Inilah puncak kesedihan,
hingga suatu peristiwa yang membuat hati terluka ketika majnun mendengar sang
kekasih meninggal dunia lalu majnun mengunjungi makam Layla Lalu menangis dan
menjerit. Ia memeluk kuburan Layla hingga Majnu menghembuskan nafas
terakhirnya diatas kuburan Layla. Syaikh Nizami (1141-1209) pada tahun 1188
menghimpun dan menuliskah kisah tersebut. 

2. Sinopsis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Karya Buya Hamka


Sejak berumur 9 bulan, Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah, ibunya.
Kemudian menyusul ayahnya yang bernama Pendekar Sutan. Zainuddin tinggal
bersama bujangnya, Mak Base, Kira-kira 30 tahun yang lalu, ayahnya punya perkara
dengan Datuk Mantari Labih mamaknya, soal warisan. Dalam suatu pertengkaran
Datuk Mantari terbunuh. Pendekar Sutan kemudian dibuang ke Cilacap selama 15
tahun. Setelah selesai masa hukumannya, ia dikirim ke Bugis untuk menumpas
pemberontakan yang melawan Belanda. Di sanalah Pendekar Sutan bertemu dengan
Daeng Habibah. Untuk mencari keluarga ayahnya, Zainuddin pergi ke desa Batipuh di
Padang. Di Padang ia tinggal di rumah saudara ayahnya, Made Jamilah.
Sebagai seorang pemuda yang datang dari Makasar, ia merasa asing di
Padang. Apalagi tanggapan saudara-saudaranya demikian. Demikian pula ketika ia
dapat berkenalan dengan Hayati karena meminjamkan payungnya pada gadis itu.
Hubungan antara Zainuddin dan Hayati makin hari tersiar ke seluruh dusun dan
Zainuddin tetap dianggap orang asing bagi keluarga Hayati maupun orang-orang di
Batipuh.
Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan keluarga mereka masing-
masing, Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh mamak Hayati. Dengan berat
hati Zainuddin meninggalkan Batipuh menuju Padang Panjang. Di tengah jalan
Hayati menemuinya dan mengatakan bahwa cintanya hanya untuk Zainuddin.
Zainuddin menerima kabar bahwa Hayati akan pergi ke Padang Panjang untuk
melihat pacuan kuda atas undangan sahabat Hayati yang bemama Khadijah.
Zainuddin hanya dapat bertemu pandang di tempat itu karena bersama orang banyak
ia terusir dari pagar tribun. Pertemuan yang sekejap itu membuat Hayati mendapat
ejekan dari Khadijah. Khadijah sendiri sebenamya bermaksud menjodohkan Hayati
dengan Aziz, kakak Khadijah sendiri. Karena merasa cukup mempunyai kekayaan
warisan dari orang tuanya setelah Mak Base meninggal,
Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hayati. Temyata surat Zainuddin
bersamaan dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hayati memutuskan
memilih Aziz sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan
karena Hayati menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya,
Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.
Dengan nama samaran “Z”, Zainuddin kemudian berhasil menjadi pengarang
yang amat disukai pembacanya. la mendirikan perkumpulan tonil “Andalas”, dan
kehidupannya telah berubah menjadi orang terpandang karena pekerjaannya.
Zainuddin melanjutkan usahanya di Surabaya dengan mendirikan penerbitan buku-
buku.
Karena pekeriaan Aziz dipindahkan ke Surabaya, Hayati pun mengikuti
suaminya. Suatu kali, Hayati mendapat sebuah undangan dari perkumpulan sandiwara
yang dipimpin dan disutradarai oleh Tuan Shabir atau “Z”. Karena ajakan Hayati Aziz
bersedia menonton pertunjukkan itu. Di akhir pertunjukan baru mereka ketahui bahwa
Tuan Shabir atau “Z” adalah Zainuddin.
Hubungan mereka tetap baik, juga hubungan Zainuddin dengan Aziz.
Perkembangan selanjutnya Aziz dipecat dari tempatnya bekerja karena hutang yang
menumpuk dan harus meninggalkan rumah sewanya karena sudah tiga bulan tidak
membayar, bahkan barang-barangnya disita untuk melunasi hutang. Selama Aziz di
Surabaya, ia telah menunjukkan sifat-sifatnya yang tidak baik. la sering keluar malam
bersama perempuan jalang, berjudi, mabuk-mabukan, serta tak lagi menaruh cinta
pada Hayati. Akibatnya, setelah mereka tidak berumah lagi. Mereka terpaksa
menumpang di rumah Zainuddin.
Setelah sebulan tinggal serumah, Aziz pergi ke Banyuwangi meninggalkan
isterinya bersama Zainuddin. Sepeninggal Aziz, Zainuddin sendiri pun jarang pulang,
kecuali untuk tidur. Suatu ketika Muluk memberitahu pada Hayati bahwa Zainuddin
masih mencintainya. Di dalam kamar kerja Zainuddin terdapat gambar Hayati sebagai
bukti bahwa Zainuddin masih mencintainya.
Beberapa hari kemudian diperoleh kabar bahwa Aziz telah menceraikan
Hayati. Aziz meminta supaya Hayati hidup bersama Zainuddin. Dan kemudian datang
pula berita dari sebuah surat kabar bahwa Aziz telah bunuh diri meminum obat tidur
di sebuah hotel di Banyuwangi.
Hayati meminta kesediaan Zainuddin untuk menerimanya sebagai apa saja,
asalkan ia dapat bersama-sama serumah dengan Zainuddin. Permintaan itu tidak
diterima baik oleh Zainuddin, ia bahkan amat marah dan tersinggung karena
lamarannya dulu pemah ditolak Hayati, dan sekarang Hayati ingin menjadi isterinya.
la tidak dapat menerima periakuan Hayati.
Dengan kapal Van Der Wijck, Hayati pulang atas biaya Zainuddin. Namun
Zainuddin kemudian berpikir lagi bahwa ia sebenamya tidak dapat hidup bahagia
tanpa Hayati. Oleh sebab itulah setelah keberangkatan Hayati ia berniat menyusul
Hayati untuk dijadikan isterinya. Zainuddin kemudian menyusul naik kereta api
malam ke Jakarta.
Harapan Zainuddin temyata tak tercapai. Kapal Van Der Wijck yang
ditumpangi Hayati tenggelam di perairan dekat Tuban. Hayati tak dapat diselamatkan.
Karena luka-luka di kepala dan di kakinya akhimya ia meninggal dunia. Jenazahnya
dimakamkan di Surabaya.
Sepeninggal Hayati, kehidupan Zainuddin menjadi sunyi dan kesehatannya
tidak terjaga. Akhimya pengarang terkenal itu meninggal dunia. Ia dimakamkan di
sisi makam Hayati.
  
Letak Persamaan dan Perbedaan pada Teks Novel layla Majnun dengan Tenggelamnya
Kapal Van der Wijk
1. Latar Belakang Budaya Pengarang Dalam Teks (Biografi, Budaya dan Kepenulisan
Alur Cerita)
Novel Layla Majnun Novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck
Biografi Karya Layla majnun dituliskan Haji Abdul Malik bin Abdul Karim
oleh Nizzamuddin Abu Amrullah. Ia adalah seorang ulama,
Muhammad Ilyas bin Yusuf. aktivis politik dan penulis Indonesia
Lahir di Ganca (Kirovabad), yang amat terkenal di alam Nusantara.
Kaukus. Nizami hidup sekitar Ia dilahirkan pada tanggal 17 Februari
tahun 529-613 H / 1135-1217 1908 di kampung Molek, Maninjau,
M. Nizami memiliki Sumatera Barat, Hindia Belanda (saat
pengetahuan yang luas dalam itu). Ayahnya ialah Syeikh Abdul
berbagai bidang seperti Karim bin Amrullah atau dikenali
keagamaan tasawuf, sejarah, sebagai Haji Rasul, seorang pelopor
sastra, ilmu umum, serta Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau,
astronomi dan musik juga sekembalinya dari Makkah pada tahun
menjadi kegemaran-nya. 1906. Hamka adalah seorang otodidiak
Nizami juga ahli dalam dalam berbagai bidang ilmu
masalah psikologi. Meskipun pengetahuan seperti filsafat, sastra,
begitu, dia hidup secara sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam
sederhana dan memiliki watak maupun Barat. Dengan kemahiran
yang terpuji. bahasa Arabnya yang tinggi, ia dapat
menghasilkan karya ulama dan
pujangga besar di Timur Tengah seperti
Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-
Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan
Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab
juga, beliau menerbitkan karya sarjana
Perancis, Inggris dan Jerman seperti
Albert Camus, William James, Sigmund
Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul
Sartre, Karl Marx dan Pierre
Loti. Hamka juga rajin membaca dan
bertukar pikiran dengan tokoh-tokoh
terkenal Jakarta seperti HOS
Tjokroaminoto, Raden Mas
Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR.
Budaya Budaya dalam teks novel Budaya dalam teks novel
Dalam Layla wa Majnun karya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck,
Teks Nizami al Ganjavi adalah yakni mengapdopsi budaya
Sastra budaya timur tenggah klasik Minangkabau sesuai dengan latar
tercermin dengan adanya dua belakang Hamka sebagai pengarang
kabilah yang berbeda antara karya novel tersebut. Budaya
kabilah antara kabilah amir minangkau tercermin dengan
dengan kabilah amir dengan pengambaran alur dan latar/setting yang
kabilah sa’ad bin kaab. Dalam digunakan serta Hamka juga
teks novel tersebut memasukan adat istiadat minangkabau.
digambarkan alur/setting Pengambaran alur terjadinya peristiwa
tentang negeri timur tenggah perkenalan antara zainudin dengan
yaitu adanya pengambaran hayati terjadi disurau, alurnya pun
peristiwa haji ke mekkah, Qais sangat jelas peristiwa perkenalan di
mengasingkan diri ke Gurun daerah Minangkabau, penggambaran
dikarenakan dia tergila-gila alur juga dilakukan di Batavia dan
oleh Layla. Surabaya ketika Zaenudin berusaha
untuk memperbaiki dirinya dan
berusaha untuk menjauhi hayati.
Alur Maju Maju
Dikisahkan dari awal Dikisahkan dari awal pengenalan tokoh
pengenalan tokoh, dari antara Zaenudin dan Hayati disurau
kelahiran Qais yang didamba- ketika hujan tiba, kisah ini terus
dambakan oleh bani amir, berlanjut hingga Zaenudin mencintai
hingga qais mengenal Layla Hayati, kisah cinta tersebut dihalangi
disekolah, di sekolah inilah oleh status sosial dan adat istiadat yang
Qays dipertemukan sehingga mengikat, sehingga kisah mereka
meraka menjalin cinta. ketika terhalangi oleh perihal tersebut.
sang Ayah Layla Akhirnya hayati nikahkan dengan
mengetahuinya dipisahkalah pemuda yang mampu dan zaenudin
mereka sampai-sampai Layla terpuruk dan sakit, akan tetapi keadaan
dikurung didalam rumah tersebut membuat Zaenudin malah
supaya tidak bisa bertemu bangkit ditemani oleh sahabatnya untuk
Qays, singkat cerita setelah memutuskan meninggalkan kota Padang
kejadian itu Qays menjadi gila ke Batavia untuk menjadi
dan cerita ini berakhir dengan Jurnalistik/Penulis, Zaenudin menjadi
kematian. penulis terkenal keseluruh penjuru
daerah sehingga karyanya dibaca oleh
Hayati, Hayati dan suaminya pindah ke
Surabaya dan menginap ditempat
tinggal Zaenudin disurabaya, ketika itu
suami hayati merasa tak pantas
memiliki Hayati, Akhirnya memutuskan
untuk bubuh diri dan meninggal, hayati
menjadi janda dan dipulangkan oleh
zaenudin ketempat tinggalnya dengan
menaiki kapal van der wijk dan kapal
tersebut tenggelam menewaskan Hayati,
sehingga Zaenudin merasa bersedih,
dan kisah tersebut masih berlanjut
hingga Zaenudin meninggal.

Analisis
Biografi: Kedua tokoh pengarang tersebut mempunyai kesamaan profesi yakni sama-
sama seorang ulama dan sastrawan, serta mereka adalah orang yang menguasai berbagai
keilmuan, perbedaannya adalah Nizami merupakan salah satu tokoh dalam abad 11-12
Masehi serta karya-karya sangat berpengaruh dalam kepenulisan diera sekarang ini,
sedangkan Hamka merupakan salah satu tokoh yang mempunyai pengaruh besar pada
abad 19 Masehi hingga sekarang.
Sebagian Kisah cinta Layla-Qais, dipandang masyarakat sebagai cinta abadi dan
legendaris. Sebuah cinta paling indah, menggetarkan, menguras air mata sekaligus
merupakan sebuah kisah cinta yang berakhir tragis. Ia telah menginspirasi banyak
sastrawan besar dunia untuk menulis kisah cinta abadi yang senafas, seperti Romeo and
Juliet, karya William Shakespeare, Romi dan Juli, Magdalena-Stevan, karya Alphose
Karr berjudul Sous les Tilleus (Dalam bahasa Perancis berarti, "Di Bawah Pohon Tilia")
yang kemudian diterjemahkan atau disadur dengan sangat apik oleh Musthafa al-
Manfaluthi, menjadi "Majdulin", dan juga kisah cinta Hayati dan Zainuddin dalam novel
terkenal Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, karya Buya Hamka.

Latar Belakang Budaya


Budaya yang dibawa oleh kedua tokoh tersebut sangatlah berbeda yakni budaya timur
tenggah dalam novel Layla Majnun dengan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk
yang mengangkat budaya Minangkabau. Perbedaan yang sangat signifikan terletak pada
penggambaran tokoh pria antara Qais dengan Zaenudin, walaupun mereka tergila-gila
oleh seorang wanita, dalam novel Layla Majnun tokoh Qais dijadikan tergila-gila oleh
Layla dari awal hingga kisah tersebut, Qais diceritakan tidak berubah untuk memperbaiki
dirinya ia malah terjerumus oleh buaian kecantikan dan kecintaannya kepada Layla,
segala cara yang dilakukan oleh ayahnya dengan mengajak pergi haji tidak merubah
kondisi Qais menjadi membaik malah Qais berdoa agar rindu dan perasaannya
tersampakan melalui doa suci yang lantunkan didepan kakbah serta berbagai usaha yang
dilakukan oleh teman-temanya pun sama juga tidak merubah kondisi Qais membaik.
Sedangkan dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk tokoh pria digambarkan
orang yang terluka teraniyaya oleh status sosial dan hukum adat yang berlaku di daerah
Minangkabau, Walaupun perasaan cinta Zaenudin kepada Hayati benar-benar tulus akan
tetapi cinta mereka tertolak oleh restu orag tua Hayati dengan berbagai alasan, tokoh
Zaenudin sempat menjadi orang yang paling tersakiti oleh peristiwa itu, akan tetapi
Zaenudin berniat untuk memperbaiki diri dengan pergi meninggalkan kota Padang
Panjang ke Batavia untuk menjadi Jurnalistik/Penulis, Zaenudin menjadi penulis terkenal
keseluruh penjuru daerah, walaupun dirinya menjadi penulis terkenal tetapi dirinya masih
merasa bahwa dirinya masih menyukai Hayati dengan menuliskan Karya yang
mengkisahkannya. Perbedaan budaya antara budaya timur tengah dengan budaya
minangkabau didalam penulisan tersebut tergambarkan pada setiap bagian alur, latar dan
penokohan yang diambil pada cerita tersebut.

Alur
Sama-sama maju, tetapi pengemasan dan penggambaran dalam cerita dibuat berbeda
sesuai dengan keterangan yang ada pada tabel. Diceritakan dari awal hingga kematian
pada tokoh utamanya, perbedaan mencolok terdapat pada bagian konflik nanti dibahas
dibagian selanjutnya, serta tokoh utama pria yang ada pada cerita, didalam layla majnun
Qais diceritakan menjadi gila bahkan tergila-gila oleh layla, sedangkan dalam novel
tenggelamnya kapal van der wijk tokoh Zaenudin ada gejolak jiwa untuk bangkit dari rasa
keterpurukannya oleh rasa cintanya terhadap Hayati.

2. Tema

Teks novel layla Majnun Teks novel Tenggelamnya Kapal Van


Der Wijck
“Dan Layla pun segera dikurung Di zaman sekarang haruslah suami
orang tuannya dirumah. Mereka penumpangkan hidup itu seorang yang
menjaganya dengan hati-hati dan tak tentu pencaharian, tentu asa-usul. Jika
memberi kesempatan pada Qays perkawinan dengan orang yang demikian
langsung, dan engkau beroleh anak, ke
untuk bertemu dengannya. Rembulan
itu disembunyikan dari
mata manakah anak itu Kn berbako? Tidaklah
pemujanya”. (Layla Majnun 2009 : engkau tahu bahwa Gunung Merapi
27) masih tegak dengan teguhnya? Adat
masih berdiri dengan kuat, tak boleh
“keluarga Layla amat geram ketika lapuk oleh hujan, takboleh lekang oleh
mengetahui penyusupan yang panas? (hal. 53)
dilakukan majnun. Siang malam
mereka berjag, menutup jalan yang
dilintasi pengganggu kedamaian,
jembatan penghubung diruntuhkan”.
(Layla Majnun 2009 : 35)

Analisis:
Pada novel Layla Majnun dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki
persamaan yakni kisah wanita yang cinta kasihnya tak tersampaikan kepada seorang
yang dicintai dan kasihinya. Serta penolakan rasa cinta seorang pemuda kepada orang
yang dikasihinya dikarena adanya berbagai kekurangan. Hal tersebut terjadi dikarenakan
oleh budaya adat istiadat bahwa seorang terpandang tidak sembarangan dalam memilih
jodoh serta orang tua lebih condong memilihkan jodoh untuk putrinya dengan kriteria
yang tak lazim, dengan kata lain pada kedua cerita tersebut menganut asas kesamaan
dalam strata sosial.

3. Persamaan Penggambaran Waktu Perkenalan Tokoh Utama


Teks Novel Laila Majnun Teks Novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck
kisah cinta Layla dan Qais juga bermula “mula-mula Hayati berkenalan dengan
di sekolah. Qais dan Layla adalah pelajar dia, adalah seketika hari hujan lebat, sebab
di sebuah sekolah dengan kelas yang daerah Padang Panjang itu, lebih banyak
berbeda. Qais kakak kelas. Qais pelajar hujan-hujan lebat turun seketika mereka
cerdas dan ganteng. Layla, murid paling ada di ekor lubuk. Zainuddin ada
cantik dan pintar. Mereka bertemu di membawa payung dan Hayati bersama
sana secara kebetulan, tak disengaja. seorang temannya kebetulan tidak
Mata Qais bertemu mata Layla. Cahaya berpayung.” (hal. 24).
mata Qais menembus jantung jiwa Layla
dan cahaya mata Layla menusuk relung
jiwa Qais. Lalu mereka terpenjara oleh
sebuah rasa yang asing tetapi indah yang
tiba-tiba hadir. Layla dan Qais tak bisa
makan, minum dan tak bisa tidur. Mereka
disergap oleh rasa selalu ingin bertemu
dan bicara manis.

Analisis:
Kutipan teks sastra di atas menunjukan adanya persamaan pada penggambaran
tokoh dari dimensi fisik dan pengambaran waktu perkenalan kedua tokoh yang hampir
sama, kedua tokoh diceritakan mengalami rasa cinta pada pandangan pertama yakni laila
dengan qais dalam novel “Laila Majnun” karya Syeikh Nizami dan hayati dan zaenudin
dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dan adanya persamaan letak
pertemuan mereka yakni Layla dan Qais bertemu di Madrasah sedangkan Hayati dengan
Zaenudin bertemu di Surau

4. Tokoh

No Teks novel layla Majnun Teks novel tenggelamnya kapal van


der wijk
“Qays segera menjadi salah satu murid  “mula-mula Hayati berkenalan
1. terbaik, dengan cepat ia menguasai seni dengan dia, adalah seketika hari
baca tulis, ketika berbicara, seolah-olah hujan lebat, sebab daerah Padang
lidahnya menyeburkan mutiara,indah Panjang itu, lebih banyak hujan-
hujan lebat turun seketika mereka
didengar”.(Layla Majnun 2009 : 20).
ada di ekor lubuk. Zainuddin ada
layla digambarkan sebagai gadis cantik membawa payung dan Hayati
seperti terdapat dalam kutipan. bersama seorang temannya kebetulan
tidak berpayung.” (hal. 24).
''kalau dipandang ia bagaikan rembulan
Arabia, dibawah bayang - bayang gelap
rambutnya, wajahnya seperti nyala
rentera”.

Analisis:
Pada kedua cerita tersebut memiliki persamaan tokoh. Yang mana pada cerita
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki dua tokoh utama yakni Zainuddin dan
Hayati. Dan pada novel layla Majnun terdapat dua tokoh utama yakni Laila dan Majnun.
Mereka berdua menjadi sentral perbincangan dalam novel tersebut.

5. Latar

No Teks novel layla Majnun Teks novel Tenggelamnya Kapal Van


. Der Wijck
1. kisah cinta Layla dan Qais juga “tiga dan empat tahun dia bergaul
bermula di sekolah. Qais dan Layla dengan istri yang setia itu, dia beroleh
adalah pelajar di sebuah sekolah seorang anak laki-laki, anak tunggal,
dengan kelas yang berbeda. Qais itulah dia Zainuddin, yang termenung di
rumah bentuk Mengkasar, di jendel yang
kakak kelas. Qais pelajar cerdas dan
menghadap ke laut di Kampung Baru
ganteng. Layla, murid paling cantik
yang dikisahkan pada permulaan cerita
dan pintar. Mereka bertemu di sana ini.” (hal. 9)
secara kebetulan, tak disengaja.

''mereka tiba di Mekkah dengan


selamat''.(Layla Majnun 2009 : 47)

2. Qais juga berduka. Ia tak bisa “Dia tahu akan gadis-gadis itu, orang
bertemu kekasih hatinya: Layla. sekampungnya sama-sama orang
Tembok rumah Layla begitu kokoh Batipuh.....” (hal. 24)
dan menjulang tinggi. Pikirannya
menjadi kacau. Dadanya bergemuruh
dan bergetar. Bibirnya selalu
menyebut nama Layla. Kadang lirih,
kadang berteriak. Ia juga acap
melamun dan menyendiri dalam sepi
di taman di belakang rumahnya.
3. ''dan Layla pun segera dikurung “Zainuddin baru saja sampai ke rumah
orang tuanya dirumah. Mereka bakonya. Mande Jamilah telah
menjaganya dengan hati-hati dan tak menyambutnya dengan muka pucat pula.
memberi kesempatan pada Qays Belum selesai dia makan, Mande
Jamilah telah berkata: Lebih baik engkau
untuk bertemu''. (Layla Majnun 2009
tinggalkan Batipuh ini, tinggallah di
: 27)
Padang Panjang. Sebab namamu
disebut-sebut orang banyak sekali. Tadi
sore Mande mendengar beberapa anak
muda hendak bermaksud jahat
kepadamu.” (hal. 54)
4. Pada suatu hari sang ayah ingin “Ditinggalkanlah Pulau Sumatra, masuk
mengajak Qais pergi ke Makkah ke Tanah Jawa, medan perjuangan
untuk mengobati hatinya. Tetapi penghidupan yang lebih luas.
kepada Qais, ia bilang akan Sesampainya di Jakarta, disewanya
mengunjungi keluarganya di sana. sebuah rumah kecil di suatu kampung
Ibunya sendiri sudah wafat beberapa yang sepi, bersama sahabatnya Muluk.”
waktu lalu. Ayah dan anak yang (hal. 145)
saling mencintai itu pun berangkat.
Manakala tiba di Makkah, ayah
mengajaknya menuju ke Masjid al-
Haram untuk Thawaf, mengelilingi
Kakbah,
5. Qais kemudian mengembara tanpa “Setelah dia tahu bahwa buah penanya
arah dan membiarkan tubuhnya tak telah menjadi perhatian umum,
terurus. Rambutnya semrawut dan mengertilah ia bahwa inilah tujuan yang
penuh debu. Ia mengarungi padang tetap dari hidupnya. Oleh karena kota
pasir yang luas dalam terik matahari Surabaya lebih dekat dengan Mengkasar,
yang membakar tubuhnya, seperti dan di sana penerbitan buku-buku masih
panas hatinya yang terbakar oleh sepi, maka bermaksudlah dia hendak
cinta kepada Layla. Ia mendaki berpindah ke Surabaya, akan
gunung gemunung dan memasuki mengeluarkan buku-buku hikayat
hutan-hutan belukar, tanpa manusia. bikinan sendiri dengan modal sendiri,
Ia menyendiri, merindu dan dikirim ke seluruh Indonesia.” (hal. 146)
menangis.
6. Layla mendengar kabar kekasihnya “....sayang di sini perkakas tidak cukup.
di belantara hutan dan hari-harinya Baru aja dipesankanke surabaya,
bersama para binatang itu. Dia beberapa dokter akan datang membantu
menjerit keras lalu menangis. Air kemari.”
matanya terus mengalir, membasahi
pipinya yang ranum itu. Bibirnya
mendesahkan nama Qais. Dan sambil
menangis dia kemudian menulis surat
untuk Qais

Analisis:
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memiliki latar tempat Mengkasar
(tempat Zainuddin dilahirkan), Dusun Batipuh (tempat Hayati tinggal dan bertemu
dengan Zainuddin pertama kali), Padang Panjang (tempat Zainuddin pindah dari Batipuh
untuk mendalami ilmu, tempat khadijah tinggal, tempat adanya pacuan kuda dan pasar
malam), Jakarta/Batavia (tempat Zainuddin dan menjadi penulis bersama sahabatnya
Muluk, tempat pindahan kerja Azis dan Hayati), Lamongan (di rumah sakit, tempat
terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati berdialog sebelum meninggal). Sedangkan pada
novel layla majnun latar tempatnya lebih dominan pada daerah timur tengah seperti
gurun pasir. Padang pasir, hutan belantara, mekkah dan najjed, di rumah layla dan
didepan tembok rumah layla qais meratap. Latar suasana dalam novel layla majnun
cenderung sedih dan membuat haru pembaca tetapi dalam novel Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck memiliki latar suasana yang cenderung disaat zainudin di tolak
lamarannya oleh keluarga hayati suasananya adalah sedih tetapi dalam kisah tersebut ada
rasa optimisme untuk bangkit menjadi seorang pria yang lebih baik sedangkan didalam
novel layla majnun qais malah menjadi gila terbuai akan rasa cintanya kepada layla, qais
tenggelam dalam dalam rasa cintanya kepada layla sehingga membuatnya tidak waras.
Tetapi terdapat kesamaan dan kemiripan yakni pada tokoh pria setelah terpuruk mereka
berdua menjadi orang yang pandai bersyair dan bercerita, qais mahir bersyair sehingga
syairnya mashyur didaerahnya bahkan hewan-hewanpun bisa paham akan perasaan qais
yang dilantunkan dalam syair, sedangkan dalam novel tenggelamnya kapal van der wijck
zaenudin menjadi seorang yang ahli membuat karya sastra baik novel maupun karya
sastra lainya setiap karyanya merupakan luapan perasaannya kepada hayati yang tak
terbalas.

6. Konflik Antar Kisah Percintaan Pada Kedua Cerita


No Teks novel layla Majnun Teks novel Tenggelamnya Kapal Van Der
. Wijck
1. Cinta mereka menyebar. Hampir Di zaman sekarang haruslah suami
semua orang mendengar dan heboh. penumpangkan hidup itu seorang yang
Pandangan mereka beragam. Ada
tentu pencaharian, tentu asa-usul. Jika
yang menyambut riang, ada pula
perkawinan dengan orang yang demikian
yang tidak atau acuh saja.
Sementara ayah Layla berang dan langsung, dan engkau beroleh anak, ke
melarang anak gadisnya itu manakah anak itu Kn berbako? Tidaklah
menjalin cinta dengan Qais. Laki- engkau tahu bahwa Gunung Merapi masih
laki ingusan itu dipandang tak tegak dengan teguhnya? Adat masih
pantas untuk Layla. Tetapi tidak berdiri dengan kuat, tak boleh lapuk oleh
dengan ibu Layla. Ia mengerti hujan, takboleh lekang oleh panas? (hal.
perasaan anak putrinya yang terus
53)
gelisah, acap murung, menyendiri
atau mengigau menyebut nama
Qais. Ia memerhatikan tubuh anak
gadisnya itu bertambah kurus.
Tanpa diketahui suaminya, Layla
dibiarkan saja mengunjungi rumah
Qais, malam-malam. Dan mereka
berdua kemudian saling
menumpahkan rindu, dan menangis
sampai fajar merekah cerah.
Sebelum perpisahan yang
menitipkan duka, mereka berjanji
saling berkirim surat dan bertemu
jika memungkinkan di suatu tempat.

Tetapi sayang, beberapa hari


sesudah itu ayah Layla mendengar
kabar pertemuan itu, dan ia marah
bukan kepalang. Akhirnya Layla
dilarang keluar rumah sejak saat itu
dan untuk selamanya. Ia bahkan
mengancam akan menghukumnya
jika keluar rumah dan menemui
Qais.

Analisis:
Dapat dianalisis bahwa konflik percintaan kedua cerita tersebut berbeda.
Kegagalan  percintaan Hayati dan Zainuddin disebabkan oleh budaya lokal yang
menganggap Zainuddin bukan orang Padang asli karena ibunya bukan kelahiran Batipuh.
Selain itu, juga karena Zainuddin adalah anak yatim piatu sehingga harus mendapatkan
tantangan yang besar dalam menjalin hubungan cinta kasih dengan Hayati. Sedangkan
pada novel layla majnun kisah percintaan mereka terhenti karena qais adalah anak yang
ingusan tak pantas buat Layla serta adanya konflik antara kedua kabilah tersebut yang
menyebabkan kisah cinta mereka ditolak. Bahkan ayah Layla dengan segan-segan
mengancam akan menghukumnya Layla untuk keluar rumah sejak saat itu dan untuk
selamanya dan akan mengancam serta memberi menghukuman jika keluar rumah dan
menemui Qais.

7. Kisah Kematian Tokoh Utama


No. Teks novel layla Majnun Teks novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck

1. Katanya : “Ibuku sayang, lihatlah, “Tiga Kali Zainuddin membacakan


cahaya wajahku kini telah memudar, kalimat Syahadat itu, diturutkannya yang
dan menjadi pucat-pasi, tak lagi
mula-mula itu dengan lidahnya, yang
bercahaya. Lilin-lilin di mataku
kedua dengan isyarat matanya, dan yang
tampak muram dan akan segera
padam. Duhai Ibuku, aku mohon ketiga.. dia sudah tak ada lagi!”
engkau mendengarkan wasiatku,
sebelum aku pulang esok atau lusa; 
bilamana aku mati, kenakan aku baju
pengantin yang paling bagus. Jangan
bungkus aku dengan kain kafan.
Carilah kain berwarna merah muda,
bagai darah segar seorang syahid
(martir). Lalu riaslah wajah dan
tubuhku secantik mungkin, bagaikan
pengantin yang paling cantik di
seluruh bumi. Alis dan bulu mataku
ambillah dari debu yang melekat di
kaki kekasihku, Qais. Dan jangan
usapkan ke tubuhku minyak wangi
kesturi atau minyak wangi apa pun.
Usapkanlah dengan air mata Qais,
kekasihku.

2. Manakala Qais mendengar berita Sepeninggal Hayati, kehidupan


kematian kekasihnya itu, ia menjerit Zainuddin menjadi sunyi dan
keras sekali, suaranya terdengar oleh
kesehatannya tidak terjaga. Akhimya
para Malaikat di langit. Ia meraung-
raung untuk waktu yang panjang. pengarang terkenal itu meninggal dunia.
Kawan-kawan setianya, para Ia dimakamkan di sisi makam Hayati.
binatang, juga ikut menangis
tersedu-sedu. Mereka mengeliling
dalam duka nestapa. Qais pingsan,
tak sadarkan diri untuk waktu yang
cukup lama. Di atas pusara Layla,
dia merebahkan tubuhnya,
mendekap tanah merah basah yang
menggunduk itu, sambil menangis
tak henti-hentinya. Qais diam untuk
selama-lamanya. Tubuhnya tak lagi
bergerak. Kawan-kawannya
mencoba menggeraj-gerakkan, tapi
Qais yang mereka cintai itu diam
membisu.

Analisis:
Pada bagian akhir merupakan kisah tragis dari percintaan qais dengan layla
dikarenakan layla diserang demam. Tubuhnya panas.. Embusan nafasnya terasa hangat.
Dan layla merasa ini merupakan akhir dari kehidupannya layla berpesan kepada ibunya
agar ibunya melaksanakan segala wasiat untuk menguburkannya seperti seorang
pengantin yang syahid karena harus berpuasan menahan rasa cintanya kepada qais
sedangkan percintaan hayati pada zainuddin harus berakhir dengan kematian hayati pada
tragedi tenggelamnya kapal van der wijck yang ditumpanginya saat perjalan pulang ke
batipuh. Persamaanya terdapat bagian yang menceritakan kematian tokoh pria yang
berlangsungan setelah tokoh yang ia cintai meninggal. Seperti qais menjadi pingsan dan
ia tak sadarkan diri dan tokoh zaenudin menjadi kehilangan kesehatan setelah ditinggal
oleh hayati.

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Perbandingan antara karya sastra antara karya sastra Indonesia dengan karya
sastra persia klasik terletak pada pembawaan alur yang dibuat lebih dramatis, untuk
karya layla majnun tokoh qais yang mengangumi layla hingga dia menjadi gila
sedangkan zaenudin berusaha bangkit menjadi pribadi yang lebih baik, kedua cerita
Novel Layla-Majnun karya Syaikh Nizami dan Novel Tengelamnya Kapal Van Der
Wijck di atas yakni memiliki unsur tema yang hampir sama yaitu tentang perjuangan
cinta sejati sepasang kekasih yang mengalami cobaan atau hambatan namun menyatu
dalam sebuah keabadian, mengunakan sudut pandang yang sama yakni sudut pandang
orang ketiga dll selain persamaan ada juga perbedaan yang meliputi dalam kisah
novel tersebut, Perbedaan berkaitan dengan penggambaran alur, setting dan latar
belakang budaya pengarang sangat mempengaruhi seluruh kejadian atau adegan
dalam novel tersebut.
Budaya dan sastra mempunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra
sangat dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam
kebudayaan akan tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan
bahwa sastra (bahasa) dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat
pada manusia. 

2. Saran
Saran peneliti kepada peneliti lain, diharapkan nantinya ada kelanjutan dari analisis
saat ini dengan lebih kratif dalam menelaah berbagai jenis karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA

Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi Sastra. Jakarta: Obor Indonesia.


Nizani, Syaikh. 2003. Layla Majnun. Yogyakarta: Navila.
Nurgiantoro, Burhan. 2007. Teori Struktural. Yogyakarta: Gadjah
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian sastra. Yogyakarta:
Pustaka Jaya.
Sapard Djoko Damono. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta:Depdiknas.
Suwondo Tirto 2001, Metodologi Penelitian Sastra,:). Jakarta Gramedia Pustaka Utama.
HAMKA. 1999. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Jakarta: PT Bulan Bintang
 

Anda mungkin juga menyukai