DOSEN PENGAMPU:
WINDA NOPRINA,M.Pd.
Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 LatarBelakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 3
2.1 PengertianPragmatik......................................................................................3
2.2 Jenis-JenisPragmatik……………………………....................................... 4
a. TindakTutur...................................................................................................4
b. Implikatur.......................................................................................................7
c. Deiksis...........................................................................................................8
2.3 Teori Dan Prinsip Kesantunan Dalam Pragmatik......................................10
1. Prinsip Kesantunan Lakoff...........................................................................11
2. Prinsip Kesantunan Brown Dan Levinson..................................................11
3. Prinsip Kesantunan Leech............................................................................12
2.4 Skala Kesantunan........................................................................................14
a. Skala Biaya-Keuntungan.............................................................................14
b. Skala Keopsionalan......................................................................................15
c. Skala Ketaklangsungan................................................................................15
3.1 Kesimpulan……………………………………………………....... 16
3.2 Saran…………………………………………………………......... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1) Menjelaskan prinsip-prinsip kesantunan dalam pragmatik.
2) Menjelaskan komponen-komponen yang ada dalam prinsip-prinsipkesantunan dalam
pragmatik.
3) Menilai atau mengukur santun tidaknya penutur dalam menyampaikan tuturannya pada
mitra tutur.
4) Mengetahui skala kesantunan penutur.
b. Implikatur
Implikatur mengacu kepada jenis “kesepakatan bersama”antara penutur dan
lawan tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa yang dibicarakan harus saling
berhubungan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat
pada masing-masing ujaran. Artinya,makna keterkaitan itu tidak diungkapkan secara
harafiah pada ujaran itu. Didalam implikatur, hubungan antara tuturan yang
sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak.
Jenis Implikatur
Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh langsung dari makna
kata, bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur
konvensional. Contoh:
1. Lia orang Tegal, karena itu kalau bicara ceplas-ceplos.
2. Poltak orang Batak, jadi raut mukanya terkesan galak.
· Implikatur nonkonvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi
pragmatik yang tersirat di dalam suatu percakapan. Di dalam komunikasi, tuturan selalu
menyajikan suatu fungsi pragmatik dan di dalam tuturan percakapan itulah terimplikasi
suatu maksud atau tersirat fungsi pragmatik lain yang dinamakan implikatur percakapan.
Contoh:
Seorang kakak mengatakan pada adiknya yang sedang menangis: “Bapak datang. Jangan
menangis lagi!”
Pernyataan tersebut bukan berarti seorang bapak yang datang dari suatu tempat, tapi
kebiasaan Si Bapak yang marah jika melihat anaknya menangis, sehingga kakak
menyuruh adiknya untuk tidak menangis lagi.
A: “Jam berapa ini?”
c. Deiksis
Menurut Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu cara untuk mengacu ke
hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut
makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan.
Agustina (dalam http://yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/03/11/deiksis/)
menyatakan bahwa deiksis adalah kata atau frasa yang menunjuk kepada kata, frasa, atau
ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan.
Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis sebagai berikut:
Ø Deiksis Orang
Deiksis orang adalah pemberian rujukan kepada orang atau pemeran serta dalam
peristiwa berbahasa Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran
pemeran serta dalam peristiwa berbahasa tersebut. Bahasa Indonesia mengenal
pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua,
dan orang ketiga.
Ø Dieksis Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang
dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu Dalam berbahasa,
orang akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan di sini
lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan
di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar.
Contoh: Duduklah bersamaku di sini.
Ø Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau
jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu
adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Contoh:
1. Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
2. Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
Ø Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang
telah diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh
anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau
penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan.
Contoh kalimat yang bersifat anafora: Mobil keluaran terbaru itu harganya sangat mahal.
Kata ‘itu’ merujuk pada ‘mobil’ yang telah disebutkan sebelumnya, sehingga berupa
dieksis anafora.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya
menunjuk kepada hal yang akan disebutkan. Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat
dilihat dalam kalimat berikut.
1. Di sini, digubuk tua ini mayat itu ditemukan.
2. Setelah dia masuk, langsung Toni memeluk adiknya.
Ø Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial
antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan
yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata
mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia.
Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata
pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam
tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga
ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan
pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta
penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar. Contoh pemakaian deiksis sosial adalah
pada kalimat berikut.
1. Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?
2. Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.
Nasehat dari bidal ini adalah bahwa penutur hendaknya meminimalkan pujian
kepada diri sendiri, dan juga memaksimalkan penjelekan kepada mitra tuturnya.
· Saya ini anak kemarin, Pak. (santun)
· Maaf, saya ini orang kampung. (santun)
· Saya ini sudah makan garam. (tidak santun)
· Hanya saya yang bisa seperti ini. (tidak santun)
a. Skala Biaya-Keuntungan
Skala biaya-keuntungan berupa rentangan tingkatan untuk menghitung biaya dan
keuntungan di dalam melakukan suatu tindakan berkenaan dengan penutur dan mitra
tuturnya. Maksudnya skala biaya-keuntungan itu adalah semakin memberikan beban
biaya (sosial) kepada mitra tutur semakin kurang santunlah tuturan itu. Sebaliknya,
semakin memberikan keuntungan kepada mitra tutur, semakin santunlah tuturan tersebut.
b. Skala Keopsionalan
Skala keopsionalan adalah rentangan pilihan untuk menghitung jumlah pilihan
tindakan bagi mitra tutur. Makna skala keopsionalan itu adalah semakin memberikan
banyak pilihan pada mitra tutur semakin santunlah tuturan tersebut. Sebaliknya, semakin
tidak memberikan pilihan tindakan pada mitra tutur, semakin kurang santunlah tuturan
itu.
c. Skala Ketaklangsungan
Skala ketaklangsungan menyangkut ketaklangsungan tuturan. Makna skala
ketaklangsungan itu adalah semakin taklangsung, semakin santunlah tuturan tersebut.
Sebalikya, semakin langsung, semakin kurang santunlah tuturan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pragmatik dapat dianggap sebagai salah satu bidang kajian linguistik yang akhir-
akhir ini berkembang pesat. Wujud tuturan yang dahulu dibuang di keranjang sampah
karena tidak dapat dianalisis secara linguistik sekarang merupakan lahan subur dalam
kajian pragmatik. Baik semantik ataupun pragmatik sama-sama mengkaji “arti” namun
dari sudut pandang yang berbeda. Semantik mengkaji arti lingual yang tidak terikat
konteks, sedangkan pragmatik mengkaji “arti” yang disebut “the speaker’s meaning” atau
arti menurut tafsiran menurut penutur yang disebut “maksud”. Arti menurut tafsiran
penutur atau maksud itu sangat bergantung konteks. Tanpa memperhitungkan konteks arti
itu tidak dapat dipahami.
3.2 Saran
Mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah ini, serta mahasiswa yang telah
membahas tentang pragmatik ini pada khususnya, mahasiswa harus mampu menguasai
pengertian pragmatik, sejarah pragmatik di dunia, tokoh-tokoh pragmatik, prinsip teori
pragmatik, kaidah dari teori pragmatik, serta contoh pragmatik.
DAFTAR PUSTAKA