DAN
PRAGMATIK
CITRA AMALIA
DARA FITRIANA
KHOTIMAH
MOCH.AFI NUR RIZQI
TA S Y I A N U R M I
4 PB 1
TEORI
WACANA
PENGERTIAN WACANA
Secara etimologis istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang
artinya “berkata” atau “berucap” (Douglas dalam Mulyana, 2-005: 3). Kata tersebut
kemudian mengalami perubahan atau perkembangan menjadi wacana. Bentuk ana yang
muncul di belakang adalah suatu akhiran, yang berfungsi membedakan (nominalisasi). Jadi,
kata wacana dapat diartikan sebagai “perkataan” atau “tuturan”.
Wacana berasal dari bahasa Latin yaitu discourse atau wacana yang berarti suatu unit
bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah
unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana (Chaer, 2007: 265-
266).
Erika Janet Takasihaeng.2016. "STRUKTUR WACANA DAN DIKSI DALAM IKLAN BERITA DUKA DI MEDIA
CETAK SURAT KABAR HARIAN KOMPAS”. Dalam http://medianeliti.com
http://digilib.unila.ac.id. 3
PENGERTIAN WACANA
Wacana dalam bahasa Inggris disebut discourse. Secara bahasa, wacana
berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya ‘berkata’, ‘berucap’. Kemudian, kata
tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Tambahan –na di belakang kata
wac adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’. Dengan
demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.
Menurut kamus bahasa kontemporer, kata wacana itu mempunyai tiga arti.
Pertama, percakapan, ucapan, tuturan; kedua, keseluruhan cakapan yang
merupakan satu kesatuan; ketiga, satuan bahasa terbsesar yang realisasinya
merupakan bentuk karangan utuh (Amir, dkk. 2015:1).
Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 20
4
.
PENGERTIAN WACANA
Dalam salah satu kamus bahasa Inggris yang terkemuka, mengenai wacana
(discourse) ini kita dapat membaca keterangan sebagai berikut.
“Kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian-kemari
[yang diturunkan dari dis- ’dari, dalam arah yang berbeda’, dan currer ‘lari’}.
1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan;
konversasi atau percakapan.
2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai subjek studi atau pokok telaah.
3. Risalat tulis; disertasi formal; kuliah ceramah; khotbah. (Webster, 1983: 1522)
Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa; dengan
kata lain, unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa,
seperti pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis. Secara singkat: apa yang
disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran atau utterance (Stubbs,
1983: 10)
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Hlm. 24.
7
PENGERTIAN WACANA
Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Hlm. 97-98.
PENGERTIAN WACANA
Wacana adalah ‘kesatuan makna semantis antarbagian di dalam suatu bangun bahasa’.
Dengan kesatuan makna, wacana dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap
bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu.
Wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlibat sebagai sebuah pertukaran di antara
pembaca dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya
ditentukan oleh tujuan sosialnya (Hawtan, 1992).
Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan,
nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan
dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman (Rowger Fowler, 1977).
Kushartanti.,dkk. 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 92.
9
Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 16.
PENGERTIAN WACANA
Dewi, Wendi Widya Ratna. 2009. Wacana dalam Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan Pariawara. Hlm. 1. 10
PENGERTIAN WACANA
Wacana adalah organsisasi bahasa di atas klausa dan kalimat atau pokok
bahasan linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa. Misalnya
percakapan-percakapan atau teks tertulis (Stubbs, 1983).
Wacana adalah seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk
menghasilkan suatu rasa kepaduan atau kohesi bagi pendengar atau
pembaca. Kohesi atau kepaduan ini harus muncul dari isi wacana dan cara
pengaturan atau pengungkapan wacana itu (Deese, 1984).
11
Dewi, Wendi Widya Ratna. 2009. Wacana dalam Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan Pariawara. Hlm. 1.
PENGERTIAN WACANA
Makna wacana sudah melebihi makna kalimat, meskipun dari segi struktur
bahasa, wacana dapat berbentuk sebuah frase atau kelompok kata, namun
konteksnya telah memberikan makna lain daripada makna menurut struktur
bahasanya.
Makna wacana sudah melebihi makna kalimat, sehingga beberapa ahli
linguistik yang menggeluti wacana memberikan pengetrian bahwa wacana
adalah suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat atau suatu
rangkaian, yang berkesinambung dari bahasa, yang lebih besar dari
kalimat.
Hayon, Josep.. Membaca dan Menulis Wacana: Petunjuk Praktis Bagi Mahasiswa. Grasindo. Hlm.
39. 12
Simpulan Pengertian Wacana
Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Hlm. 98.
13
KONSEP DALAM KEWACANAAN
Konsep dalam Kewacanaan
Fungsi Bahasa
Ada dua fungsi utama bahasa, yaitu
1) Fungsi bahasa untuk mengungkapkan isi yang dideskripsikan sebagai transaksional.
2) Fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan
sikap-sikap pribadi yang dideskripsikan sebagai interaksional.
2.4.1 Pandangan Transaksional
Manusia mengembangkan alat kebiasaan. Religi, hokum, pola perdagangan, dll, dengan
bahasa. Bahasa tulis telah memungkinkan berkembangnya filsafat, ilmu pengetahuan, dan
kesustraan. Jadi, bahasa yang dipkai untuk menyampaikan informasi factual atau
proporsional disebut bahasa transaksional.
Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 21
.
15
Konsep dalam Kewacanaan
Pandangan Intraksional
Jika para ahli linguistik, ahli psikolinguistik, dan ahli filsafat bahasa
memerhatikan pemakaian bahasa untuk menyampaikan informasi faktual atau
proporsional, para ahli sosiologi dan ahli sosiolinguistik tertarik pada pemakaian
bahasa untuk memelihara hubungan-hubungan sosial. Jelaslah sebagian besar
interaksi manusia ditandai dengan pemakaian bahasa yang interpersonal
(interaksional) dan bukan transaksional.
Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 22
.
16
Konsep dalam Kewacanaan
Teks Lisan
Dalam teks lisan pembicara dapat membuat segala efek kualitas suara (termasuk
mimiik). Pembicara tidak hanya mengawasi produksi sistem komunikasi, tetapi juga
memproses produksi. Untuk itu pembicara harus
a. Memantau apa yang dikatakan;
b. Menentukan apakah itu sesuai dengan maksudnya;
c. Merencanakan ujaran berikutnya;
d. Memantau performan (penampilannya sendiri).
Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 22
.
17
Konsep dalam Kewacanaan
Teks Tertulis
Penulis mungkin tidak memerhatikan apa yang sudah ditulisnya, tetapi ia dapat
a. Berhenti di setiap kata mana pun tanpa takut disela oleh lawan bicaranya;
b. Mempunyai waktu untuk memilih kata tertentu dan mencarinya dalam kamus;
c. Memeriksa kemajuannya dengan catatan yang dimilikinya;
d. Mengubah urutan;
e. Mengubah pikiran tentang apa yang dikatakan.
Sebuah teks tertulis mungkin disajikan secara berbeda pada edisi yang berbeda, bentuk huruf,
ukuran kertas, bentuk kolom satu atau dua. Jika ada pilihan kata yang tidak sama dalam teks
berbeda, editor wajib memperbaikinya. Realisasi teks yang memadai akan berupaya
menempatkan.
f. ucapan-ucapan pada huruf yang betul;
g. Kalimat-kalimat pada paragraf yang betul;
h. Paragraf-paragraf pada bab-bab yang betul.
Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 23
.
18
Konsep dalam Kewacanaan
Kedudukan Wacana dalam Hierarki Linguistik
Dalam hierarki kebahasaan, wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi karena
wacana memiliki semua unsur kebahasaan yang diperlukan bagi segala bentuk komunikasi.
Sebuah wacana mencakup unsur-unsur satuan bahasa yang ada di bawahnya, seperti fonem,
morfem, kata, frasa, klausa, atau kalimat. Artinya, satuan-satuan bahasa, seperti fonem, morfem,
kata, frasa, dan klausa tercakup di dalam klimat dan kalimat-kalimat itu menjadi bagian dari
paragraph, kemudian paragraph merupakan bagian dari bab, akhirnya bab merupakan bagian dari
wacana.
Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 24
.
19
Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya
percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka
CAKUPAN umum, tulisan, serta upaya-upaya formal seperti laporan
WACANA ilmiah dan sandiwara atau lakon. Wacana mencakup
keempat tujuan penggunaan bahasa, yaitu:
1. Ekspresi diri
2. Eksposisi
3. Sastra
4. Persuasi (Landsteen, 1976: III-2; Tarigan:16-7).
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana.
Bandung: Angkasa. Hlm. 22.
20
Melalui wacana, kita dapat saling:
1. Menyapa/menegur
MANFAAT
2. Meminta/memohon
WACANA
3. Menyetujui/menyepakati
4. Bertanya/meminta keterangan
5. Meyakinkan
6. Menyuruh/memerintah
7. mengeritik./mengomentari
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. 8. Memaafkan/mengampuni (Brown, 1980: 189-190)
Bandung: Angkasa. Hlm. 23.
21
STRUKTUR
WACANA
Agar lebih jelas, perhatikan gambar hierarkial satuan-satuan
bahasa berikut.
STRUKTUR
WACANA WACANA
Kalimat
Klausa
Frase
Morfem
Fo
ne
m
23
Terdapat 5 ciri yang dapat dikemukakan, terutama yang sangat
relevan dengan upaya pengalihbahasaan yaitu sebagai berikut.
(Nida, 1964: 211)
Pembawa
formal dan
semantis dari
Urutan penanda
satu kalimat atau
klausa kepada Lima
yang lain.
Ciri
Khusus
Wacana
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana.
Bandung: Angkasa. Hlm. 41.
24
STRUKTUR Struktur wacana menurut Tarigan (1987: 32) ada tiga, yaitu:
WACANA 1. awal/abstrak
2. tengah/orientasi
3. akhir/koda
25
1. Bagian awal/abstrak
Pada bagian awal/abstrak dalam struktur wacana merupakan
bagian pembukaan yang berisi tentang sapaan dan pemaparan.
STRUKTUR Dalam struktur wacana muncul adanya sapaan dari pembawa
WACANA acara kepada penonton sebagai penanda dibukanya sebuah acara
dan dilanjutkan dengan pemaparan tema yang akan dibicarakan.
▫ Contoh 1:
▫ Dorce : ”Hai… Assalamu’alaikum Wr. Wb.”
▫ Pentn : ”Wa’alaikumsalam Wr. Wb.”
▫ Dorce : ....”Kalau puasa bawaannya makanan aja Bu...Apa kabar,
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
Bu?”
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM ▫ Pentn : ”Baek-baek.” (serempak) (029/08928)
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
26
2. Bagian tengah
Pada bagian tengah wacana muncul adanya pertukaran dan
transaksi. Pertukaran berupa prakarsa dalam bentuk pengantar yang
menuju ke sebuah pertanyaan, jawaban dari sebuah pertanyaan, dan
STRUKTUR umpan balik berdasarkan jawaban yang berupa pertanyaan. Transaksi
WACANA dimulai dengan penutur menerangkan suatu hal pada mitra tutur, penutur
mengarahkan mitra tutur untuk fokus dalam pembicaraan, dan penutur
memancing mitra tutur untuk memberikan tanggapan mengenai apa yang
dibicarakan.
Contoh 1:
Dorce : “Teman saya yang satu ini, kalau secara fisik kita memang
tidak boleh menghina orang. Dia tidak pernah tahu dan tidak
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR pernah meminta. Dia mempunyai fisik yang kecil tapi dengan
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK fisik yang seperti itu dia mampu membesarkan anak-anaknya
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
dan juga istrinya dan juga keluarganya. Dia berjuang dari
daerah menuju Jakarta dengan penuh perjuangan dan akhirnya
sukses.”
27
3. Bagian akhir
Pada bagian akhir wacana merupakan bagian penutup
wacana. Akhir wacana ditandai dengan pembawa acara yang mulai
STRUKTUR menutup acara. Pembawa acara menutup dengan memaparkan
WACANA sebuah kesimpulan dari tema yang sudah dibicarakan. Selanjutnya,
diakhiri dengan salam penutup dari pembawa acara kepada bintang
tamu dan penonton.
Contoh 1:
Dorce : Nang, Nang prestasi terus dan jangan putus asa. Bunda tetap
mendoakan. Amin.“…”
“Penonton yang ada di studio dan yang ada di rumah, terima
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
kasih atas perhatiannya.”
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK “…dan sekarang kita sambut Sri.” (penonton bertepuk tangan)
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
(Sri menyanyi sambil memainkan keyboard
28
UNSUR/CIRI
WACANA
UNSUR/CIRI WACANA
Ciri khas wacana menurut Tarigan Unsur Wacana menurut Ahmad
(1987: 51) ada 5. (2013: 134) ada 2.
30
Tarigan (1987: 51) mengemukakan ciri-ciri khas
sebuah wacana, sebagai berikut:
CIRI KHAS Urutan penanda, mencakup: konjungsi/adverbial
SEBUAH transisional, bentuk kata kerja khusus dan bentuk-
WACANA bentuk pronominal.
Ciri-ciri kala urutan kalimat dan klausa, mencakup:
urutan linguistik kata-kata dan urutan historis peristiwa-
peristiwa.
Ciri-ciri spasial urutan kalimat dan klausa, mencakup
pendirian sang pengarang dan posisi
Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa pencerita/pembicara.
Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Hlm. 99.
Penyambung formal dan semantik, mencakup susunan
paralel atau kiastik dan ciri-ciri urutan matrik/rima.
Urutan kalimat dan klausa, mencakup wacana langsung
dan tidak langsung 31
Wacana memiliki unsur-unsur utama. Unsur-unsur wacana dapat
disimpulkan dari resolusi wacana. Unsur-unsur wacana sebagai
berikut:
UNSUR- 1. Satuan bahasa, baik itu fonem, morfem, kata, frasa, klausa, atau
UNSUR kalimat.
32
Terdapat 8 unsur penting wacana adalah sebagai berikut:
UNSUR- 1. Satuan bahasa
UNSUR 2. Terlengkap dan terbesar/tertinggi
WACANA 3. Di atas kalimat/klausa
4. Teratur/rapi/rasa koherensi
5. Berkesinambungan/kontinuitas
6. Rasa kohesi/rasa kepaduan
7. Lisan dan tulis
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. 8. Awal dan akhir nyata
Bandung: Angkasa. Hlm. 24.
33
Unsur-unsur Wacana
UNSUR-
UNSUR
WACANA Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur
dalam (internal) dan unsur luar (eksternal).
1. Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan
2. Unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana
itu sendiri.
34
UNSUR- Unsur- unsur Internal Wacana
UNSUR
WACANA Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata atau
kalimat.
Yang dimaksud dengan satuan kata adalah kata yang
berposisi sebagai kalimat, atau yang juga dikenal dengan
sebutan 'kalimat satu kata‘.
Untuk menjadi satuan wacana yang besar, satuan kata
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 134. atau kalimat tersebut akan bertalian, dan bergabung
membentuk wacana
35
Kata dan Kalimat
UNSUR-
UNSUR Kata, dilihat dalam sebuah struktur yang lebih besar,
merupakan bagian dari kalimat.
WACANA
Sebagaimana dipahami selama ini, kalimat selalu
diandaikan sebagai susunan yang terdiri dari beberapa
kata yang bergabung menjadi satu pengertian dengan
intonasi sempurna. Pada kenyataannya, suatu kalimat
mungkin saja hanya terdiri atas satu kata.
Namun, perlu diketahui bahwa 'kalimat satu kata' adalah
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 134.
bentuk ungkapan atau tuturan terpendek yang juga harus
memiliki esensi sebagai kalimat
36
Kata dan Kalimat
UNSUR-
UNSUR
WACANA Bentuk kalimat seperti ini sering muncul dalam suatu dialog
atau percakapan. Orang cenderung bertanya jawab dengan
kalimat-kalimat pendek satu kata.
▫ Contoh :
▫ A: Kuliah ?
▫ B: Enggak.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 134. ▫ A: Kemana?
37
Kata dan Kalimat
38
Fokker (1980:83) menguraikan masalah ini dengan
cukup jelas, sebagaimana dikutip berikut ini.
Meskipun setiap kalimat bisa berdiri sendiri, teltapi dalam
UNSUR- kesendirian itu hanya ada sampai batas-batas tertentu karena
UNSUR memang ada pertaian antara kalimat-kalimat itu. Jadi,
WACANA kalimat-kalimat itu pada satu pihak berdiri sendiri, tetapi di
pihak lain saling tergantung pula satu sama lain. tiap-tiap
kalimat seakan sudah menentukan hadirnya kalimat lain.
Biarpun ada kalimat yang tersendiri, ia tetap terikat dalam
satu hubungan yang lebih besar, yaitu situasi dimana ia
diucapkan, jadi penyendirian kalimat pada hakikatnya
hanyalah nampaknya saja. Bukankah ia pada kenyataannya
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 135.
menjadi bagian dari keseluruhan yang lebih besar, yang tak
diucapkan tetapi ada, baik dalam pikiran pembaca/pendengar
dan seakan-akan menjaga agar kalimat yang bersangkutan
“dipahami”?
39
Kata dan Kalimat
40
Teks dan Koteks
UNSUR-
Istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis,
UNSUR
dan wacana pada bahasa lisan lebih dekat pemaknaannya
WACANA dengan bahasa tulis, dan wacana pada bahasa lisan (Dede
Oetomo, 1993).
Dalam tradisi tulis, teks bersifat ‘monolog noninteraksi’,
dan wacana lisan bersifat ‘dialog interaksi’. Dalam konteks
ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam
bahan tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 135. materi kuliah, pidato, atau lainnya. Jadi, perbedaan kedua
istilah itu semata-mata terletak pada segi (jalur)
pemakaiannya saja.
41
Teks dan Koteks
UNSUR-
UNSUR Sebenarnya, teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata
WACANA lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk ‘wacana’.
Mengenai hal ini, van Dijk (dalam PWJ Nababan, 1984 :
64) mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari
sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks
lisan dan teks tulis, istilah-istilah yang sama persis dengan
wacana lisan dan wacana tulis.
42
UNSUR- Unsur-unsur Eksternal Wacana
UNSUR
WACANA Unsur ekstern wacana (unsur luar) wacana adalah sesuatu
yang menjadi bagian wacana, namun tidak tampak secara
eksplisit. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas implikatur,
presupoisi, referensi, inferensi, dan konteks. Analisis dan
pemahaman terhadap unsur-unsur tersebut dapat membantu
pemahaman tentang suatu wacana.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 137.
43
Unsur-unsur Eksternal Wacana
UNSUR- IMPLIKATUR
UNSUR Menurut Grace, implikatur adalah ujaran yang menyiratkan
WACANA sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu
“yang berbeda” tersebut adalah maksud pembicara yang tidak
dikemukakan secara eksplisit. Dengan ini, implikatur adalah maksud,
keinginan, atau ungkapan-ungkapan yang tersembunyi
Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat
atau menjadi bahan pembicaraan.
Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai rantai penghubung
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 137.
antara “yang diucapkan” dengan “yang diimplikasikan”.
Jadi, dialog yang mengandung implikatur akan selalu melibatkan
penafsiran yang tidak langsung.
44
Unsur-unsur Eksternal Wacana
IMPLIKATUR
UNSUR-
UNSUR Ada 2 macam implikatur, yaitu implikatur konvensional dan
implikatur percakapan.
WACANA
IMPLIKATUR
UNSUR- 2. Implikatur percakapan memiliki makna dan maksud yang lebih
UNSUR bervariasi karena pemahaman terhadap “yang dimaksudkan”
WACANA bergantung kepada konteks terjadinya percakapan. Implikatur
ini bersifat temporer (saat berlangsung percakapan).
Dalam suatu dialog, sering terjadi penutur tidak mengutarakan
maksudnya secara langsung.
Contoh:
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 139. Ibu: Ani, adikmu belum makan
Ani: Ya, Bu. Lauknya apa?
PRESUPOSISI
UNSUR- Presuposisi berasal dari bahas Inggris presupposition,
UNSUR yang berarti ‘perkiraan, persangkaan’
WACANA Gottlob Forge (dalam PWJ Nababan, 1984:48)
mengatakan bahwa semua pernyataan memiliki
praanggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar. Rujukan
inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat
diterima atau dimengerti oleh pasangan bicara sehingga
komunikasi berjalan lancar.
47
Unsur-unsur Eksternal Wacana
PRESUPOSISI
UNSUR-
UNSUR
Contoh:
WACANA
Joko: Ayam bangkokku sudah laku kemarin
Alex: Harganya seperti kemarin?
UNSUR- REFERENSI
UNSUR Referensi adalah hubungan antara kata dengan benda
WACANA (orang, imbuhan, dan sesuatu lainnya) yang dirujuknya.
Referensi merupakan perilaku pembicara/penulis, jadi
yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak
pembicara sendiri
Referensi dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu referensi
eksofora, situasional dan referensi endofora, tekstual.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 141.
Contoh:
Nadhir menulis buku. Dia memang produktif
49
Unsur-unsur Eksternal Wacana
UNSUR- INFERENSI
UNSUR Inferensi secara leksikal berarti kesimpulan. Dalam
WACANA wacana, istilah ini berarti sebagai proses yang harus
dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara
harfiah tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan
oleh pembicara/penulis.
Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil
kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak terungkap
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 141.
secara eksplisit.
Contoh:
A: Wah, sudah masuk kota. Kita cari gudeg
B: Langsung ke Parangtritis saja!
50
Unsur-unsur Eksternal Wacana
UNSUR-
UNSUR KONTEKS WACANA
WACANA Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat
komunikatif, interpretatif, dan kontekstual. Pemahaman
terhadap konteks wacana, diperlukan dalam proses
menganalisis wacana secara utuh.
Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu
komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 145.
alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog.
51
Ciri atau unsur dalam wacana lisan menurut Tarigan (1987:
UNSUR- 122) ada lima, yaitu:
UNSUR 1. Tindak,
WACANA 2. Gerak
3. Pertukaran
4. Transaksi
5. Kinesik.
52
1. Tindak
UNSUR- Tindak (act) merupakan peringkat terbawah pada skala
UNSUR wacana. Batasanbatasan tindak wacana adalah informatif,
WACANA elisitasi, dan direktif. Ketiga batasan tersebut agak
bersamaan dengan tiga batasan pada kategori situasional,
yaitu pernyataan, pertanyaan, dan perintah.
Tindak ini mempunyai jenis atau kelas yang beraneka
ragam. Burton (via Tarigan, 1987: 125) membedakan
jenis tindak menjadi delapan., yaitu penanda, panggilan,
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
permintaan metastatemen, permisi-setuju, salam-
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM panggilan, salah-maaf, lapor-komentar, dan prawacana.
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
53
2. Gerak
UNSUR- Menurut Sinclair dan Coulthard (via Tarigan, 1987:
UNSUR 140), gerak adalah satuan bebas yang terkecil
WACANA walaupun gerak mempunyai struktur dalam hubungan
tindak.
Ada lima jenis gerak, yaitu:
a. Gerak susun
b. Gerak pusat
c. Gerak pembukaan
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM d. Gerak jawaban
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
e. Gerak lanjutan.
54
3. Pertukaran
UNSUR- Pakar wacana lisan Deirdre Burton (via Tarigan,
UNSUR 1987: 152) membedakan dua jenis pertukaran atau
WACANA exchanges, yaitu explicit boundary exchanges dan
conversational exchanges.
4. Transaksi
▫Transaksi biasanya mulai dengan pertukaran
persiapan dan berakhir dengan pertukaran akhir. Tipe
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
dalam transaksi normal terdapat tiga tipe utama
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK pertukaran, yaitu inform, direct, elicit (menerangkan,
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
mengarahkan, memancing) (Tarigan, 1987: 162).
55
5. Kinesik
UNSUR- ▫ Kinesik atau gerakan bukanlah merupakan unsur
UNSUR kebahasaan tetapi turut berperan untuk memperlancar
WACANA jalannya komunikasi lisan tatap muka.
▫ Kinesik ini mencakup aspek-aspek tertentu perilaku
komunikatif nonlokal antara para partisipan dalam suatu
wacana lisan. Kinesik mencakup semua gerak isyarat
atau urutan gerak isyarat yang bermakna, yang
merealisasikan fungsi antarkegiatan atau interaktif dalam
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
situasi-situasi komunikasi tatap muka.
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
56
Unsur dalam (internal), berkaitan dengan aspek
ASPEK-ASPEK formal bahasa.
WACANA
[Sopir angkutan kota bertanya]:
Sopir: Kampus, Mas?
57
Aspek Internal
ASPEK-ASPEK
Aspek internal wacana terdiri atas satuan kata (disebut
WACANA
kalimat satu kata) dan kalimat. Satuan kata atau kalimat
itu jalin-menjalin dengan satuan kata dan kalimat yang
lain untuk membentuk wacana
58
Aspek Internal
ASPEK-ASPEK
Jika dilihat di dalam struktur yang lebih besar,
WACANA
misalnya di dalam kalimat, kata merupakan bagian
dari kalimat karena sebuah kalimat bisa terdiri atas
beberapa kata yang membentuk satu pengertian yang
utuh. Jika dilisankan, sebuah kalimat diakhiri dengan
intonasi final.\
Kalimat sering diandaikan seperti sebuah ‘bangunan’
yang terdiri atas bebebrapa ruang walaupun bisa saja
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
sebuah kalimat hanya terdiri atas satu kata. Namun,
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 26 kalimat satu kata itu harus merupakan penguangkapan
atau tuturan terpendek yang memiliki esensi sebagai
kalimat.
59
Aspek Internal : Kata dan kalimat
60
Aspek Internal
62
Aspek eksternal wacana terdiri atas:
ASPEK-ASPEK Implikatur
WACANA
Referensi
Presupposisi
Interensi
konteks
63
1. Implikatur ialah maksud, keinginan, atau ungkapanhati
yang kadang-kadang sengaja disembunyikan
ASPEK-ASPEK pembicara/penulis.
WACANA Di bidang wacana, implikatur berarti ‘sesuatu yang dilibatkan
atau menjadi bahasan pembicaraan’. Implikatur menjadi
penghubung antara ‘yang diucapkan’ dan ‘yang
diimplikasikan’.
Contoh :
64
2. Referensi atau pengacuan adalah hubungan antara
kata dan sesuatu (benda, binatang, orang, dsb.) yang
ASPEK-ASPEK dirujuk oleh pembicara atau penulis.
WACANA Referensi terdiri atas referensi endofora dan referensi
eksofora.
65
4. Simpulan merupakan proses yang harus dilakukan
pendengar (pembaca) untuk memahami makna yang tidak
ASPEK-ASPEK terungkapkan secara harfiah di dalam wacana (Alwi dkk.,
WACANA 2003: 441). Pendengar atau pembaca harus mampu
menangkap, memahami, menafsirkan, dan menyimpulkan
makna wacana meskipun makna itu tidak eksplisit
diungkapkan.
Contoh:
66
ASPEK-ASPEK
4. Percakapan tersebut terjadi di sebuah stasiun
WACANA
kereta api, seorang ibu ingin naik kereta ekspres ke
Bojong, tetapi dia datang terlambat. Dia juga tidak
tahu bahwa kereta yang ditunggunya itu sudah lewat
atau belum. Simpulan itu dipertegas oleh jawaban A
ketika ditanya, ‘”Ibu mau ke Bogor?” Jawabnya,
“Tidak. Ke Bojong.” Proses penyimpulan itulah yang
harus dilakukan B (sebagai pendengar) agar ia
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana mendapatkan pengetahuan yang jelas dan benar.
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 41
67
Konteks
68
KESIMPULAN
Wacana merupakan rentetan/kesatuan kalimat yang berisi informasi khusus dan ditata
dengan memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa yang berlaku.
Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur
luar (eksternal).
1.Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan
2.Unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana itu sendiri.
69
TEORI
PRAGMATIK
PRAGMATIK
• Pragmatik mempelajari apa saja yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan
mitra tutur serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik.
• Leech menyatakan pragmatik merupakan bagian dari penggunaan tata bahasa (language use).
• Levinson mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan
konteksnya.
“Pragmatic is the study of those relations between language and context that are grammaticalized or
encoded in the strutcture of a language.”
• Parker menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara
eskternal.
“Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics
is the study of how language is used to communicate.”
• Jacob L. Mey mendefinisikan “Pragmatics is the study of the conditions of human language uses as the are
determined by the context of society.”
Istilah implikatur dipakai oleh Grice (1975) untuk menerangkan apa yang mungkin di artikan,
disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh
penutur itu (Brown dan Yule, 1996). Menurut Levinson (1983), implikatur percakapan merupakan
penyimpangan dari muatan semantik suatu kalimat. Dikatakan bahwa:
• ‚they grenerate inferences beyond the semantic content of the sentences uttered. Such inferences are,
by definition, conversational implicatures, where the term implicature is intended to contrast with the
term like logical implication, entaiment and logical consequences which are generally used to refer to
inferences that are derived solely from logical and semantic content. For implicatures are not
semantic inferences, but rather inferences based on both the content of what has been said and some
specific assumption about the co-oprative nature of ordinary verbal interction‛ (103-104)
Maksim Maksim
Kuantitas Kualitas
Maksim
Maksim
Pelaksanaa
Relevansi
n
Tuturan 64 dan 65 dituturkan oleh seorang pengagum Muhammad Ali kepada rekannya yang juga
mengagumi petinju legendaris itu. Tuturan itu dimunculkan pada waktu mereka bersama-sama melihat salah
satu acara tinju di televisi.
Tuturan 62 dan 64 dalam contoh di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isinya.
Dapat dikatakan demikian, karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat
dipahami maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur. Penambahan informasi seperti ditunjukkan
pada tuturan 63 dan 65 justru akan menyebabkan tuturan menjadi berlebihan dan terlalu panjang. Sesuai
dengan yang digariskan maksim ini, tuturan seperti pada 63 dan 65 di atas tidak mendukung atau bahkan
melanggar prinsip kerja sama Grice.
Tuturan 69 dan 70 dituturkan oleh dosen kepada mahasiswanya di dalam ruang ujian pada saat ia melihat
ada seorang mahasiswa yang sedang berusaha melakukan penyontekan.
Tuturan 70 jelas lebih memungkinkan terjadinya kerja sama penutur dengan mitra tutur. Tuturan 69
dikatakan melanggar maksim kualitas karena penutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai
dengan yang seharusnya dilakukan seseorang.
Cuplikan penuturan pada (74) di atas dapat dikatakan mematuhi dan menepati maksim relevansi.
Dikatakan demikian, karena apabila dicermati secara lebih mendalam, tuturan yang disampaikan
tokoh Semar benar-benar merupakan tanggapan atas perintah Sang Hyang Tunggal yang dituturkan
sebelumnya. Dengan perkataan lain, tuturan itu patuh dengan maksim relevansi dalam prinsip kerja
sama Grice.
Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga. Hlm. 56.
PRINSIP KERJA SAMA
• D. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak
kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip
kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan. Berkenaan dengan itu, tuturan (77) pada
contoh berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi.
(76) Anak : “Bu, besok saya akan pulang lagi ke kota.”
Ibu : “Itu sudah saya siapkan di laci meja”
Cuplikan tuturan (77) di atas berbunyi “Bu, besok saya akan pulang lagi ke kota.” relatif kabur
maksudnya. Maksud yang sebenarnya dari tuturan si anak itu, bukannya terutama ingin memberitahu
kepada sang ibu bahwa akan segera kembali ke kota, melainkan lebih dari itu yakni sebenarnya ingin
menanyakan apakah sang ibu sudah siap dengan sejumlah uang yang sudah diminta sebelumnya. Dengan
demikian, jelas bahwa dalam komunikasi yang sebenarnya, maksim pelaksanaan pada prinsip kerja sama
Grice itu seringkali tidak dipatuhi atau bahkan mungkin harus dilanggar.
Maksim Maksim
Kebijaksanaan Permufakatan
• Kurangi kerugian orang lain • Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang laun
• Tambahi keuntungan orang laun • Tingkatkan penyesuaian antara diri sendiri dengan orang lain
Maksim Maksim
Kedermawanan Penghargaan
• Kurangi keuntungan diri sendiri • Kurangi cacian pada orang lain
• Tambahi pengorbanan diri sendiri • Tambahi pujian pada orang lain
Maksim Maksim
Kesederhanaan Simpati
• Kurangi pujian pada diri sendiri • Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain
• Tambahi cacian pada diri sendiri • Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• A. Maksim Kebijaksanaan
– Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta
pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri
dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang akan
berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun.
Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat
menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap si mitra tutur.
– Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila
maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik. Sebagai pemerjelas atas pelaksanaan maksim
kebijaksanaan ini dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan (78)
berikut ini.
(78) Tuan rumah : “Silakan makan saja dulu, nak! Tadi kami semua sudah mendahului.”
Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”
Pemaksimalan keuntungan bagi pihak mitra tutur tampak sekali pada tuturan sang Ibu. Tuturan ini disampaikan
kepada sang tamu sekalipun sebenarnya satu-satunya hidangan yang tersedia adalah apa yang disajikan kepada tamu
tersebut. Tuturan itu disampaikan agar sang tamu merasa bebas dan senang hati menikmati makanan yang telah
disajikan.
Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha
memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu
dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya.
Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap rekannya dosen B pada contoh di atas, ditanggapi dengan
sangat baik bahkan diserta dengan pujian atau penghargaan oleh dosen A. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa di dalam pertuturan itu, dosen B berperilaku santun terhadap dosen A.
(87) Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda yang memimpin!
Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi saya jelek lho.”