Anda di halaman 1dari 94

WACANA

DAN
PRAGMATIK
CITRA AMALIA
DARA FITRIANA
KHOTIMAH
MOCH.AFI NUR RIZQI
TA S Y I A N U R M I

4 PB 1
TEORI
WACANA
PENGERTIAN WACANA

 Secara etimologis istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang
artinya “berkata” atau “berucap” (Douglas dalam Mulyana, 2-005: 3). Kata tersebut
kemudian mengalami perubahan atau perkembangan menjadi wacana. Bentuk ana yang
muncul di belakang adalah suatu akhiran, yang berfungsi membedakan (nominalisasi). Jadi,
kata wacana dapat diartikan sebagai “perkataan” atau “tuturan”.
 Wacana berasal dari bahasa Latin yaitu discourse atau wacana yang berarti suatu unit
bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah
unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana (Chaer, 2007: 265-
266).

Erika Janet Takasihaeng.2016. "STRUKTUR WACANA DAN DIKSI DALAM IKLAN BERITA DUKA DI MEDIA
CETAK SURAT KABAR HARIAN KOMPAS”. Dalam http://medianeliti.com

http://digilib.unila.ac.id. 3
PENGERTIAN WACANA
Wacana dalam bahasa Inggris disebut discourse. Secara bahasa, wacana
berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya ‘berkata’, ‘berucap’. Kemudian, kata
tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Tambahan –na di belakang kata
wac adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna ‘membendakan’. Dengan
demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.
Menurut kamus bahasa kontemporer, kata wacana itu mempunyai tiga arti.
Pertama, percakapan, ucapan, tuturan; kedua, keseluruhan cakapan yang
merupakan satu kesatuan; ketiga, satuan bahasa terbsesar yang realisasinya
merupakan bentuk karangan utuh (Amir, dkk. 2015:1).

Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 20
4
.
PENGERTIAN WACANA

Dalam salah satu kamus bahasa Inggris yang terkemuka, mengenai wacana
(discourse) ini kita dapat membaca keterangan sebagai berikut.
“Kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus yang berarti lari kian-kemari
[yang diturunkan dari dis- ’dari, dalam arah yang berbeda’, dan currer ‘lari’}.
1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan;
konversasi atau percakapan.
2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai subjek studi atau pokok telaah.
3. Risalat tulis; disertasi formal; kuliah ceramah; khotbah. (Webster, 1983: 1522)

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana.


Bandung: Angkasa. Hlm. 22. 5
PENGERTIAN WACANA
 Wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarkial gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Dalam bentuk lazim, wacana
diwujudkan dalam berupa karangan yang utuh (seperti: buku, novel, dan
sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap
(Kridalaksana, 1984: 208).
 Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang
satu dengan proposisi yang lain dalam membentuk satu kesatuan. Sebuah
wacana harus terdiri dari beberapa kalimat yang saling menunjang dan
membentuk kesatuan ide (Moeliono, 1988: 334).

Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa


Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Hlm. 97-
PENGERTIAN WACANA

 Wacana adalah suatu peristiwa berstruktur yang dimanifestasikan dalam


perilaku linguistik (yang lainnya), sedangkan teks adalah suatu urutan ekspresi-
ekspresi linguistik yang terstruktur yang membentuk suatu keseluruhan yang
padu uniter (Edmondson, 1981: 4)

 Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa; dengan
kata lain, unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa,
seperti pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis. Secara singkat: apa yang
disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran atau utterance (Stubbs,
1983: 10)

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Hlm. 24.
7
PENGERTIAN WACANA

 Wacana adalah rentetan ujaran yang berkesinambungan (urutan kalimat-


kalimat individu). Wacana tidak hanya terdiri dari rangkaian ujaran atau
kalimat yang secara gramatikal teratur rapi, analisis wacana adalah telaah
aneka fungsi bahasa. Tanpa konteks dan tanpa hubungan wacana maka
sukarlah komunikasi dilakukan dengan tepat (Tarigan, 1987: 23).

Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Hlm. 97-98.
PENGERTIAN WACANA
 Wacana adalah ‘kesatuan makna semantis antarbagian di dalam suatu bangun bahasa’.
Dengan kesatuan makna, wacana dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap
bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu.
 Wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlibat sebagai sebuah pertukaran di antara
pembaca dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya
ditentukan oleh tujuan sosialnya (Hawtan, 1992).
 Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan,
nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan
dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman (Rowger Fowler, 1977).

Kushartanti.,dkk. 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 92.
9
Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 16.
PENGERTIAN WACANA

 Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan


atau obrolan, tetapi pembicaraan di muka umum, tulisan, serta upaya-
upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau drama. Wacana
mencakup empat tujuan penggunaan bahasa, yaitu ekspresi diri,
eksposisi, sastra, dan persuasi (Landsteen, 1976).
 Wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur dan diwujudkan dalam
perilaku linguistik (Edmondson, 1981).

Dewi, Wendi Widya Ratna. 2009. Wacana dalam Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan Pariawara. Hlm. 1. 10
PENGERTIAN WACANA

 Wacana adalah organsisasi bahasa di atas klausa dan kalimat atau pokok
bahasan linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa. Misalnya
percakapan-percakapan atau teks tertulis (Stubbs, 1983).
 Wacana adalah seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk
menghasilkan suatu rasa kepaduan atau kohesi bagi pendengar atau
pembaca. Kohesi atau kepaduan ini harus muncul dari isi wacana dan cara
pengaturan atau pengungkapan wacana itu (Deese, 1984).

11
Dewi, Wendi Widya Ratna. 2009. Wacana dalam Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan Pariawara. Hlm. 1.
PENGERTIAN WACANA

 Makna wacana sudah melebihi makna kalimat, meskipun dari segi struktur
bahasa, wacana dapat berbentuk sebuah frase atau kelompok kata, namun
konteksnya telah memberikan makna lain daripada makna menurut struktur
bahasanya.
 Makna wacana sudah melebihi makna kalimat, sehingga beberapa ahli
linguistik yang menggeluti wacana memberikan pengetrian bahwa wacana
adalah suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat atau suatu
rangkaian, yang berkesinambung dari bahasa, yang lebih besar dari
kalimat.

Hayon, Josep.. Membaca dan Menulis Wacana: Petunjuk Praktis Bagi Mahasiswa. Grasindo. Hlm.
39. 12
Simpulan Pengertian Wacana

Wacana merupakan rentetan/kesatuan kalimat yang berisi informasi khusus dan


ditata dengan memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa yang berlaku.

Wacana yang baik mengandung mengandung empat unsur yaitu:


1.Dibangun atas beberapa kalimat
2.Berkesinambungan
3.Sesuai aturan/kaidah bahasa yang berlaku
4.Mengandung informasi yang jelas.

Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Hlm. 98.

13
KONSEP DALAM KEWACANAAN
Konsep dalam Kewacanaan
Fungsi Bahasa
Ada dua fungsi utama bahasa, yaitu
1) Fungsi bahasa untuk mengungkapkan isi yang dideskripsikan sebagai transaksional.
2) Fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan
sikap-sikap pribadi yang dideskripsikan sebagai interaksional.
2.4.1 Pandangan Transaksional
Manusia mengembangkan alat kebiasaan. Religi, hokum, pola perdagangan, dll, dengan
bahasa. Bahasa tulis telah memungkinkan berkembangnya filsafat, ilmu pengetahuan, dan
kesustraan. Jadi, bahasa yang dipkai untuk menyampaikan informasi factual atau
proporsional disebut bahasa transaksional.

Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 21
.

15
Konsep dalam Kewacanaan
Pandangan Intraksional

Jika para ahli linguistik, ahli psikolinguistik, dan ahli filsafat bahasa
memerhatikan pemakaian bahasa untuk menyampaikan informasi faktual atau
proporsional, para ahli sosiologi dan ahli sosiolinguistik tertarik pada pemakaian
bahasa untuk memelihara hubungan-hubungan sosial. Jelaslah sebagian besar
interaksi manusia ditandai dengan pemakaian bahasa yang interpersonal
(interaksional) dan bukan transaksional.

Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 22
.

16
Konsep dalam Kewacanaan
Teks Lisan

Dalam teks lisan pembicara dapat membuat segala efek kualitas suara (termasuk
mimiik). Pembicara tidak hanya mengawasi produksi sistem komunikasi, tetapi juga
memproses produksi. Untuk itu pembicara harus
a. Memantau apa yang dikatakan;
b. Menentukan apakah itu sesuai dengan maksudnya;
c. Merencanakan ujaran berikutnya;
d. Memantau performan (penampilannya sendiri).

Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 22
.

17
Konsep dalam Kewacanaan
Teks Tertulis
Penulis mungkin tidak memerhatikan apa yang sudah ditulisnya, tetapi ia dapat
a. Berhenti di setiap kata mana pun tanpa takut disela oleh lawan bicaranya;
b. Mempunyai waktu untuk memilih kata tertentu dan mencarinya dalam kamus;
c. Memeriksa kemajuannya dengan catatan yang dimilikinya;
d. Mengubah urutan;
e. Mengubah pikiran tentang apa yang dikatakan.

Sebuah teks tertulis mungkin disajikan secara berbeda pada edisi yang berbeda, bentuk huruf,
ukuran kertas, bentuk kolom satu atau dua. Jika ada pilihan kata yang tidak sama dalam teks
berbeda, editor wajib memperbaikinya. Realisasi teks yang memadai akan berupaya
menempatkan.
f. ucapan-ucapan pada huruf yang betul;
g. Kalimat-kalimat pada paragraf yang betul;
h. Paragraf-paragraf pada bab-bab yang betul.
Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 23
.

18
Konsep dalam Kewacanaan
Kedudukan Wacana dalam Hierarki Linguistik

Dalam hierarki kebahasaan, wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi karena
wacana memiliki semua unsur kebahasaan yang diperlukan bagi segala bentuk komunikasi.
Sebuah wacana mencakup unsur-unsur satuan bahasa yang ada di bawahnya, seperti fonem,
morfem, kata, frasa, klausa, atau kalimat. Artinya, satuan-satuan bahasa, seperti fonem, morfem,
kata, frasa, dan klausa tercakup di dalam klimat dan kalimat-kalimat itu menjadi bagian dari
paragraph, kemudian paragraph merupakan bagian dari bab, akhirnya bab merupakan bagian dari
wacana.

Sumber : Arifin, Zaenal,dkk. Wacana: Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia. Hlm 24
.

19
Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya
percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka
CAKUPAN umum, tulisan, serta upaya-upaya formal seperti laporan
WACANA ilmiah dan sandiwara atau lakon. Wacana mencakup
keempat tujuan penggunaan bahasa, yaitu:
1. Ekspresi diri
2. Eksposisi
3. Sastra
4. Persuasi (Landsteen, 1976: III-2; Tarigan:16-7).
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana.
Bandung: Angkasa. Hlm. 22.

20
Melalui wacana, kita dapat saling:
1. Menyapa/menegur
MANFAAT
2. Meminta/memohon
WACANA
3. Menyetujui/menyepakati
4. Bertanya/meminta keterangan
5. Meyakinkan
6. Menyuruh/memerintah
7. mengeritik./mengomentari
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. 8. Memaafkan/mengampuni (Brown, 1980: 189-190)
Bandung: Angkasa. Hlm. 23.

21
STRUKTUR
WACANA
Agar lebih jelas, perhatikan gambar hierarkial satuan-satuan
bahasa berikut.

STRUKTUR
WACANA WACANA

Kalimat

Klausa

Frase

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Kata


Bandung: Angkasa. Hlm. 26.

Morfem
Fo
ne
m
23
Terdapat 5 ciri yang dapat dikemukakan, terutama yang sangat
relevan dengan upaya pengalihbahasaan yaitu sebagai berikut.
(Nida, 1964: 211)

CIRI KHUSUS Urutan tipe


WACANA kalimat dan
klausa

Pembawa
formal dan
semantis dari
Urutan penanda
satu kalimat atau
klausa kepada Lima
yang lain.
Ciri
Khusus
Wacana
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana.
Bandung: Angkasa. Hlm. 41.

Ciri spasial Ciri-ciri kata,


urutan kalimat urutan kalimat,
dan klausa. dan klausa.

24
STRUKTUR Struktur wacana menurut Tarigan (1987: 32) ada tiga, yaitu:
WACANA 1. awal/abstrak
2. tengah/orientasi
3. akhir/koda

Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR


WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.

25
1. Bagian awal/abstrak
Pada bagian awal/abstrak dalam struktur wacana merupakan
bagian pembukaan yang berisi tentang sapaan dan pemaparan.
STRUKTUR Dalam struktur wacana muncul adanya sapaan dari pembawa
WACANA acara kepada penonton sebagai penanda dibukanya sebuah acara
dan dilanjutkan dengan pemaparan tema yang akan dibicarakan.

▫ Contoh 1:
▫ Dorce : ”Hai… Assalamu’alaikum Wr. Wb.”
▫ Pentn : ”Wa’alaikumsalam Wr. Wb.”
▫ Dorce : ....”Kalau puasa bawaannya makanan aja Bu...Apa kabar,
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
Bu?”
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM ▫ Pentn : ”Baek-baek.” (serempak) (029/08928)
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.

26
2. Bagian tengah
Pada bagian tengah wacana muncul adanya pertukaran dan
transaksi. Pertukaran berupa prakarsa dalam bentuk pengantar yang
menuju ke sebuah pertanyaan, jawaban dari sebuah pertanyaan, dan
STRUKTUR umpan balik berdasarkan jawaban yang berupa pertanyaan. Transaksi
WACANA dimulai dengan penutur menerangkan suatu hal pada mitra tutur, penutur
mengarahkan mitra tutur untuk fokus dalam pembicaraan, dan penutur
memancing mitra tutur untuk memberikan tanggapan mengenai apa yang
dibicarakan.

Contoh 1:
Dorce : “Teman saya yang satu ini, kalau secara fisik kita memang
tidak boleh menghina orang. Dia tidak pernah tahu dan tidak
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR pernah meminta. Dia mempunyai fisik yang kecil tapi dengan
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK fisik yang seperti itu dia mampu membesarkan anak-anaknya
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
dan juga istrinya dan juga keluarganya. Dia berjuang dari
daerah menuju Jakarta dengan penuh perjuangan dan akhirnya
sukses.”
27
3. Bagian akhir
Pada bagian akhir wacana merupakan bagian penutup
wacana. Akhir wacana ditandai dengan pembawa acara yang mulai
STRUKTUR menutup acara. Pembawa acara menutup dengan memaparkan
WACANA sebuah kesimpulan dari tema yang sudah dibicarakan. Selanjutnya,
diakhiri dengan salam penutup dari pembawa acara kepada bintang
tamu dan penonton.

Contoh 1:
Dorce : Nang, Nang prestasi terus dan jangan putus asa. Bunda tetap
mendoakan. Amin.“…”
“Penonton yang ada di studio dan yang ada di rumah, terima
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
kasih atas perhatiannya.”
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK “…dan sekarang kita sambut Sri.” (penonton bertepuk tangan)
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
(Sri menyanyi sambil memainkan keyboard

28
UNSUR/CIRI
WACANA
UNSUR/CIRI WACANA
Ciri khas wacana menurut Tarigan Unsur Wacana menurut Ahmad
(1987: 51) ada 5. (2013: 134) ada 2.

Unsur-unsur wacana menurut Ciri/unsur dalam wacana lisan menurut


Dewi (2009: 2) ada 8. Tarigan (1987: 122) ada 5.

Unsur penting wacana menurut Aspek wacana menurut Arifin


Tarigan (1987:24) ada 8. (2015:25-26) ada 2.

30
Tarigan (1987: 51) mengemukakan ciri-ciri khas
sebuah wacana, sebagai berikut:
CIRI KHAS  Urutan penanda, mencakup: konjungsi/adverbial
SEBUAH transisional, bentuk kata kerja khusus dan bentuk-
WACANA bentuk pronominal.
 Ciri-ciri kala urutan kalimat dan klausa, mencakup:
urutan linguistik kata-kata dan urutan historis peristiwa-
peristiwa.
 Ciri-ciri spasial urutan kalimat dan klausa, mencakup
pendirian sang pengarang dan posisi
Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa pencerita/pembicara.
Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media. Hlm. 99.
 Penyambung formal dan semantik, mencakup susunan
paralel atau kiastik dan ciri-ciri urutan matrik/rima.
 Urutan kalimat dan klausa, mencakup wacana langsung
dan tidak langsung 31
Wacana memiliki unsur-unsur utama. Unsur-unsur wacana dapat
disimpulkan dari resolusi wacana. Unsur-unsur wacana sebagai
berikut:
UNSUR- 1. Satuan bahasa, baik itu fonem, morfem, kata, frasa, klausa, atau
UNSUR kalimat.

WACANA 2. Satuan bahasa terlengkap dan tertinggi


3. Satuan bahasa di atas klausa atau kalimat.
4. Wacana dibentuk dari satuan bahasa yang teratur dan tersusun rapi
sehingga memiliki rasa koherensi
5. Wacana dibentuk dari satuan bahasa yang berkelanjutan atau
saling berhubungan

Dewi, Wendi Widya Ratna. 2009. Wacana dalam


6. Wacana memiliki rasa kepaduan atau kohesi yang tinggi.
Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan Pariawara. 7. Wacana dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan atau lisan
Hlm. 2
8. Wacana harus menunjukkan awal dan akhir yang nyata

32
Terdapat 8 unsur penting wacana adalah sebagai berikut:
UNSUR- 1. Satuan bahasa
UNSUR 2. Terlengkap dan terbesar/tertinggi
WACANA 3. Di atas kalimat/klausa
4. Teratur/rapi/rasa koherensi
5. Berkesinambungan/kontinuitas
6. Rasa kohesi/rasa kepaduan
7. Lisan dan tulis
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. 8. Awal dan akhir nyata
Bandung: Angkasa. Hlm. 24.

33
Unsur-unsur Wacana
UNSUR-
UNSUR
WACANA Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur
dalam (internal) dan unsur luar (eksternal).
1. Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan
2. Unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana
itu sendiri.

Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 134.


Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam suatu
struktur yang utuh dan lengkap.

34
UNSUR- Unsur- unsur Internal Wacana
UNSUR
WACANA  Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata atau
kalimat.
 Yang dimaksud dengan satuan kata adalah kata yang
berposisi sebagai kalimat, atau yang juga dikenal dengan
sebutan 'kalimat satu kata‘.
 Untuk menjadi satuan wacana yang besar, satuan kata
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 134. atau kalimat tersebut akan bertalian, dan bergabung
membentuk wacana

35
Kata dan Kalimat

UNSUR-
UNSUR  Kata, dilihat dalam sebuah struktur yang lebih besar,
merupakan bagian dari kalimat.
WACANA
 Sebagaimana dipahami selama ini, kalimat selalu
diandaikan sebagai susunan yang terdiri dari beberapa
kata yang bergabung menjadi satu pengertian dengan
intonasi sempurna. Pada kenyataannya, suatu kalimat
mungkin saja hanya terdiri atas satu kata.
 Namun, perlu diketahui bahwa 'kalimat satu kata' adalah
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 134.
bentuk ungkapan atau tuturan terpendek yang juga harus
memiliki esensi sebagai kalimat

36
Kata dan Kalimat
UNSUR-
UNSUR
WACANA Bentuk kalimat seperti ini sering muncul dalam suatu dialog
atau percakapan. Orang cenderung bertanya jawab dengan
kalimat-kalimat pendek satu kata.
▫ Contoh :
▫ A: Kuliah ?
▫ B: Enggak.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 134. ▫ A: Kemana?

37
Kata dan Kalimat

 Dalam konteks analisis wacana, kata atau kalimat yang


UNSUR-
berposisi sebagai wacana disyaratkan memiliki kelengkapan
UNSUR makna informasi dan konteks tuturan jelas dan mendukung.
WACANA Sementara itu, berdasarkan aspek semantisnya, kalimat
memiliki makna sebagai serangkaian kata yang menyatakan
pikiran dan gagasan yang lengkap dan logis. (Gie dan
Widyamartaya, 1983: 92).
 Bahkan Fokker (1980:11) menyatakan bahwa kalimat adalah
ucapan bahasa yang memiliki arti penuh dan batas
keseluruhannya ditentukan oleh intonasi sempurna.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 135.
 Kebermaknaan suatu kalimat ditentukan oleh
ketergantungannya kepada makna kalimat lainnya, yang
menjadi rangkaiannya.

38
Fokker (1980:83) menguraikan masalah ini dengan
cukup jelas, sebagaimana dikutip berikut ini.
Meskipun setiap kalimat bisa berdiri sendiri, teltapi dalam
UNSUR- kesendirian itu hanya ada sampai batas-batas tertentu karena
UNSUR memang ada pertaian antara kalimat-kalimat itu. Jadi,
WACANA kalimat-kalimat itu pada satu pihak berdiri sendiri, tetapi di
pihak lain saling tergantung pula satu sama lain. tiap-tiap
kalimat seakan sudah menentukan hadirnya kalimat lain.
Biarpun ada kalimat yang tersendiri, ia tetap terikat dalam
satu hubungan yang lebih besar, yaitu situasi dimana ia
diucapkan, jadi penyendirian kalimat pada hakikatnya
hanyalah nampaknya saja. Bukankah ia pada kenyataannya
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 135.
menjadi bagian dari keseluruhan yang lebih besar, yang tak
diucapkan tetapi ada, baik dalam pikiran pembaca/pendengar
dan seakan-akan menjaga agar kalimat yang bersangkutan
“dipahami”?
39
Kata dan Kalimat

Untuk memahami pernyataan di atas, mari kita perhatikan kalimat


pendek berikut ini.
UNSUR-
2. Dia memang pintar
UNSUR
WACANA
 Berdasarkan kaidah sintaksis dan semantik, kalimat (2) tersebut
merupakan kalimat yang benar tata bahasanya dan jelas maknanya.
 Namun, berdasarkan pandangan kewacanaan, masih banyak
persoalan yang perlu diungkapkan; misalnya, siapakah yang
dimaksud dengan dia, siapa pula yang mengucapkan kalimat itu,
dan dalam konteks apa kalimat itu muncul.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 135.  Munculnya beberapa pertanyaan tadi jelas menunjukkan bahwa
kalimat (2) tersebut belum menunjukkan adanya kelengkapan
makna dan informasi. Sebab pada dasarnya kalimat itu muncul
(diucapkan) karena ada kondisi yang melatarbelakanginya. Jadi ada
unsur lain yang melingkupinya.

40
Teks dan Koteks

UNSUR-
 Istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis,
UNSUR
dan wacana pada bahasa lisan lebih dekat pemaknaannya
WACANA dengan bahasa tulis, dan wacana pada bahasa lisan (Dede
Oetomo, 1993).
 Dalam tradisi tulis, teks bersifat ‘monolog noninteraksi’,
dan wacana lisan bersifat ‘dialog interaksi’. Dalam konteks
ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam
bahan tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 135. materi kuliah, pidato, atau lainnya. Jadi, perbedaan kedua
istilah itu semata-mata terletak pada segi (jalur)
pemakaiannya saja.

41
Teks dan Koteks
UNSUR-
UNSUR  Sebenarnya, teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata
WACANA lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk ‘wacana’.
Mengenai hal ini, van Dijk (dalam PWJ Nababan, 1984 :
64) mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari
sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks
lisan dan teks tulis, istilah-istilah yang sama persis dengan
wacana lisan dan wacana tulis.

Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 135.

42
UNSUR- Unsur-unsur Eksternal Wacana
UNSUR
WACANA  Unsur ekstern wacana (unsur luar) wacana adalah sesuatu
yang menjadi bagian wacana, namun tidak tampak secara
eksplisit. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas implikatur,
presupoisi, referensi, inferensi, dan konteks. Analisis dan
pemahaman terhadap unsur-unsur tersebut dapat membantu
pemahaman tentang suatu wacana.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 137.

43
Unsur-unsur Eksternal Wacana

UNSUR- IMPLIKATUR
UNSUR Menurut Grace, implikatur adalah ujaran yang menyiratkan
WACANA sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu
“yang berbeda” tersebut adalah maksud pembicara yang tidak
dikemukakan secara eksplisit. Dengan ini, implikatur adalah maksud,
keinginan, atau ungkapan-ungkapan yang tersembunyi
Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat
atau menjadi bahan pembicaraan.
Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai rantai penghubung
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 137.
antara “yang diucapkan” dengan “yang diimplikasikan”.
Jadi, dialog yang mengandung implikatur akan selalu melibatkan
penafsiran yang tidak langsung.

44
Unsur-unsur Eksternal Wacana

IMPLIKATUR
UNSUR-
UNSUR Ada 2 macam implikatur, yaitu implikatur konvensional dan
implikatur percakapan.
WACANA

1. Implikatur konvensional adalah pengertian yang bersifat


umum dan konvensional. Umumnya masyarakat sudah
mafhum tentang maksud hal tertentu.
Contoh:
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 138. Muhammad Ali adalah petarung yang indah
Kata petarung pada kalimat di atas berarti ‘atlet tinju’.
Pemaknaan ini dipastikan benar, karena umumnya
(konvensional), orang sudah mengetahui bahwa Muhammad
Ali adalah atlet tinju yang legendaris 45
Unsur-unsur Eksternal Wacana

IMPLIKATUR
UNSUR- 2. Implikatur percakapan memiliki makna dan maksud yang lebih
UNSUR bervariasi karena pemahaman terhadap “yang dimaksudkan”
WACANA bergantung kepada konteks terjadinya percakapan. Implikatur
ini bersifat temporer (saat berlangsung percakapan).
Dalam suatu dialog, sering terjadi penutur tidak mengutarakan
maksudnya secara langsung.

Contoh:
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 139. Ibu: Ani, adikmu belum makan
Ani: Ya, Bu. Lauknya apa?

Percakapan antara Ibu dan Ani mengandung implikatur yang


bermakna ‘perintah menyuapi’. 46
Unsur-unsur Eksternal Wacana

PRESUPOSISI
UNSUR-  Presuposisi berasal dari bahas Inggris presupposition,
UNSUR yang berarti ‘perkiraan, persangkaan’
WACANA  Gottlob Forge (dalam PWJ Nababan, 1984:48)
mengatakan bahwa semua pernyataan memiliki
praanggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar. Rujukan
inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat
diterima atau dimengerti oleh pasangan bicara sehingga
komunikasi berjalan lancar.

Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 139.


 “Rujukan” inilah yang dimaksud dengan “praanggapan”,
yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai
konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk
bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca.

47
Unsur-unsur Eksternal Wacana

PRESUPOSISI
UNSUR-
UNSUR
Contoh:
WACANA
Joko: Ayam bangkokku sudah laku kemarin
Alex: Harganya seperti kemarin?

 Pembicara pertama dalam dialog tidak perlu mengutarakan


terlebih dahulu bahwa dia memiliki ayam bangkok. Hal itu
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 140. disebabkan pembicara sudah berpraanggapan bahwa yang
diajak bicara sudah mengetahui hal yang dimaksudkannya.
Bakan jawaban Alex mengisyaratkan bahwa Alex sudah
mengetahui tentang ayam bangkok yang dijual oleh Joko.
Oleh karena itu, Alex tidak perlu lagi bertanya “Apa kamu
punya ayam Bangkok?”
48
Unsur-unsur Eksternal Wacana

UNSUR- REFERENSI
UNSUR  Referensi adalah hubungan antara kata dengan benda
WACANA (orang, imbuhan, dan sesuatu lainnya) yang dirujuknya.
 Referensi merupakan perilaku pembicara/penulis, jadi
yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak
pembicara sendiri
 Referensi dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu referensi
eksofora, situasional dan referensi endofora, tekstual.
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 141.
 Contoh:
Nadhir menulis buku. Dia memang produktif

49
Unsur-unsur Eksternal Wacana

UNSUR- INFERENSI
UNSUR  Inferensi secara leksikal berarti kesimpulan. Dalam
WACANA wacana, istilah ini berarti sebagai proses yang harus
dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara
harfiah tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan
oleh pembicara/penulis.
 Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil
kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak terungkap
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 141.
secara eksplisit.
 Contoh:
A: Wah, sudah masuk kota. Kita cari gudeg
B: Langsung ke Parangtritis saja!
50
Unsur-unsur Eksternal Wacana
UNSUR-
UNSUR KONTEKS WACANA
WACANA  Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat
komunikatif, interpretatif, dan kontekstual. Pemahaman
terhadap konteks wacana, diperlukan dalam proses
menganalisis wacana secara utuh.
 Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu
komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan
Ahmad, HP. 2013. Linguistik Umum. Hlm. 145.
alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog.

51
Ciri atau unsur dalam wacana lisan menurut Tarigan (1987:
UNSUR- 122) ada lima, yaitu:
UNSUR 1. Tindak,
WACANA 2. Gerak
3. Pertukaran
4. Transaksi
5. Kinesik.

Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR


WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.

52
1. Tindak
UNSUR-  Tindak (act) merupakan peringkat terbawah pada skala
UNSUR wacana. Batasanbatasan tindak wacana adalah informatif,
WACANA elisitasi, dan direktif. Ketiga batasan tersebut agak
bersamaan dengan tiga batasan pada kategori situasional,
yaitu pernyataan, pertanyaan, dan perintah.
 Tindak ini mempunyai jenis atau kelas yang beraneka
ragam. Burton (via Tarigan, 1987: 125) membedakan
jenis tindak menjadi delapan., yaitu penanda, panggilan,
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
permintaan metastatemen, permisi-setuju, salam-
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM panggilan, salah-maaf, lapor-komentar, dan prawacana.
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.

53
2. Gerak
UNSUR-  Menurut Sinclair dan Coulthard (via Tarigan, 1987:
UNSUR 140), gerak adalah satuan bebas yang terkecil
WACANA walaupun gerak mempunyai struktur dalam hubungan
tindak.
 Ada lima jenis gerak, yaitu:
a. Gerak susun
b. Gerak pusat
c. Gerak pembukaan
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM d. Gerak jawaban
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
e. Gerak lanjutan.

54
3. Pertukaran
UNSUR- Pakar wacana lisan Deirdre Burton (via Tarigan,
UNSUR 1987: 152) membedakan dua jenis pertukaran atau
WACANA exchanges, yaitu explicit boundary exchanges dan
conversational exchanges.

4. Transaksi
▫Transaksi biasanya mulai dengan pertukaran
persiapan dan berakhir dengan pertukaran akhir. Tipe
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
dalam transaksi normal terdapat tiga tipe utama
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK pertukaran, yaitu inform, direct, elicit (menerangkan,
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
mengarahkan, memancing) (Tarigan, 1987: 162).

55
5. Kinesik
UNSUR- ▫ Kinesik atau gerakan bukanlah merupakan unsur
UNSUR kebahasaan tetapi turut berperan untuk memperlancar
WACANA jalannya komunikasi lisan tatap muka.
▫ Kinesik ini mencakup aspek-aspek tertentu perilaku
komunikatif nonlokal antara para partisipan dalam suatu
wacana lisan. Kinesik mencakup semua gerak isyarat
atau urutan gerak isyarat yang bermakna, yang
merealisasikan fungsi antarkegiatan atau interaktif dalam
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR
situasi-situasi komunikasi tatap muka.
WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK
SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.

56
Unsur dalam (internal), berkaitan dengan aspek
ASPEK-ASPEK formal bahasa.
WACANA
[Sopir angkutan kota bertanya]:
Sopir: Kampus, Mas?

Unsur luar (eksternal), berkaitan dengan sesuatu di


luar wacana itu sendiri.
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa [Seorang pemuda membawa tas sekolah berdiri di
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 25-26
pinggir jalan menuju ke kampus].

57
Aspek Internal

ASPEK-ASPEK
Aspek internal wacana terdiri atas satuan kata (disebut
WACANA
kalimat satu kata) dan kalimat. Satuan kata atau kalimat
itu jalin-menjalin dengan satuan kata dan kalimat yang
lain untuk membentuk wacana

Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana


Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 26

58
Aspek Internal

ASPEK-ASPEK
Jika dilihat di dalam struktur yang lebih besar,
WACANA
misalnya di dalam kalimat, kata merupakan bagian
dari kalimat karena sebuah kalimat bisa terdiri atas
beberapa kata yang membentuk satu pengertian yang
utuh. Jika dilisankan, sebuah kalimat diakhiri dengan
intonasi final.\
Kalimat sering diandaikan seperti sebuah ‘bangunan’
yang terdiri atas bebebrapa ruang walaupun bisa saja
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
sebuah kalimat hanya terdiri atas satu kata. Namun,
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 26 kalimat satu kata itu harus merupakan penguangkapan
atau tuturan terpendek yang memiliki esensi sebagai
kalimat.

59
Aspek Internal : Kata dan kalimat

Kalimat pendek seperti itu sering terdapat pada dialog atau


ASPEK-ASPEK percakapan karena pada tempat dan situasi tertentu orang
WACANA cenderung bertanya jawab dengan kalimat pendek, bahkan
mungkin tak berbentuk kalimat.

a. [Ketika pulang dari sekolah, A bertemu dengan B]:


A: Ke mana? Kuliah, ya?
B: Enggak. Mau ke rumah teman, ngerjain tugas bersama
b. [Seorang istri bertanya kepada suaminya];
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Istri: Abang masih sayang aku, kan?
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 26-27
Suami: (diam tak menjawab, ia hanya mengangguk dan
memeluk istrinya erat-erat seperti tak akan
dilepaskannnya).

60
Aspek Internal

Kata atau kalimat yang berkedudukan sebagai wacana harus


ASPEK-ASPEK memiliki makna yang lengkap, informasi, dan konteksnya jelas
WACANA untuk mendukung sebuah tuturan yang utuh. Jika wacana (a) itu
merupakan sebuah dialog yang panjang, wujudnya bisa seperti
berikut.

c. [Ketika pulang dari sekolah, A bertemu dengan B]:


A : Kamu mau ke mana, B, pergi berkuliah, ya?
B : Tidak. Saya mau pergi ke rumah teman, mau mengerjakan
tugas bersama.
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 27
Wacana (a) dan (c) memiliki makna yang sama, tetapi
pemakaiannya berbeda karena hubungan kedektan antara
pembicara dan yang diajak berbicara serta suasana berbicaranya
berbeda.
61
ASPEK-ASPEK
Aspek Internal: Paragraf
WACANA
Satuan terbesar di dalam sebuah wacana ialah paragraf (alinea).
Jika dilepaskan dari wacana, sebuah paragraf sudah merupakan
suatu kesatuan informasi yang lengkap, utuh, dan selesai.
Dengan kata lain, sebuah paragraf sudah merupakan sebuah
karangan terbatas yang utuh. Paragraf itulah yang kemudian
dukung-mendukung menjadi sebuah wacana.

Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana


Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 29

62
Aspek eksternal wacana terdiri atas:

ASPEK-ASPEK Implikatur

WACANA
Referensi

Presupposisi

Interensi

Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana


Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 33 Repetisi

konteks
63
1. Implikatur ialah maksud, keinginan, atau ungkapanhati
yang kadang-kadang sengaja disembunyikan
ASPEK-ASPEK pembicara/penulis.
WACANA Di bidang wacana, implikatur berarti ‘sesuatu yang dilibatkan
atau menjadi bahasan pembicaraan’. Implikatur menjadi
penghubung antara ‘yang diucapkan’ dan ‘yang
diimplikasikan’.

Contoh :

[Dengan malu-malu, seorang ibu minta dibelikan baju hangat


kepada anaknya yang akan pergi berbelanja]:
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana Ibu: Sekarang ujan melulu. Ibu sering kedinginan. Ibu enggak
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa punya baju hangat. Di pasar ada, ya?
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 33.
Anak: Ada, nanti dibelikan. Ukurannya M atau L, ya, Bu?

64
2. Referensi atau pengacuan adalah hubungan antara
kata dan sesuatu (benda, binatang, orang, dsb.) yang
ASPEK-ASPEK dirujuk oleh pembicara atau penulis.
WACANA Referensi terdiri atas referensi endofora dan referensi
eksofora.

3. Pranggapan (Presupposition) merupakan


pengetahuan bersama antara pembicara dan
pendengar (penulis atau pembaca) sehingga
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana pengetahuan itu tidak perlu diutarakan. Konsep ini
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 37-38 berawal dari perdebatan mengenai hakikat apa yang
dirujuk (yaitu sesuatu, benda, keadaan, dsb) oleh kata,
frasa, kalimat, atau ungkapan.

65
4. Simpulan merupakan proses yang harus dilakukan
pendengar (pembaca) untuk memahami makna yang tidak
ASPEK-ASPEK terungkapkan secara harfiah di dalam wacana (Alwi dkk.,
WACANA 2003: 441). Pendengar atau pembaca harus mampu
menangkap, memahami, menafsirkan, dan menyimpulkan
makna wacana meskipun makna itu tidak eksplisit
diungkapkan.

Contoh:

A: Wah, kereta ekspres Jakarta-Bogor sudah lewat, ya, Dik?


B: Ya. Ibu mau ke Bogor?
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana A: Tidak. Ke Bojong.
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa B: Ibu harus naik kereta lain. Kereta ekspres tidak berhenti di
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 40-41
setiap stasiun. Tunggu 10 menit lagi, Bu.

66
ASPEK-ASPEK
4. Percakapan tersebut terjadi di sebuah stasiun
WACANA
kereta api, seorang ibu ingin naik kereta ekspres ke
Bojong, tetapi dia datang terlambat. Dia juga tidak
tahu bahwa kereta yang ditunggunya itu sudah lewat
atau belum. Simpulan itu dipertegas oleh jawaban A
ketika ditanya, ‘”Ibu mau ke Bogor?” Jawabnya,
“Tidak. Ke Bojong.” Proses penyimpulan itulah yang
harus dilakukan B (sebagai pendengar) agar ia
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana mendapatkan pengetahuan yang jelas dan benar.
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 41

67
Konteks

ASPEK-ASPEK Bukunya yang kira-kira berjumlah 200 eksemplar habis


terendam air ketika terjadi banjir
WACANA
Makna kalimat belum dapat dipahami utuh dan komprehensif
karena tidak ada konteks yang memperjelas munculnya
kalimat tersebut. Jika dilengkapi dengan situasi, di mana,
kaoan, dan siapa yang diacu, kalimat itu akan mudah
dipahami. Dengan kata lain, jika kalimat tersebut muncul
dalam sebuah wacana, dpaat dipahami dengan baik. Konteks
yang diperlukan kalimat itu ialah:
a. Pronomina –nya mengacu pada siapa?
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana
Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa
b. Apakah 200 eksemplar itu satu judul, 50 judul, 100 judul,
Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri. 43-44 atau 200 judul?
c. Banjir kapan karena banjir bisa terjadi kapan saja,
d. Di mana banjir itu terjadi?

68
KESIMPULAN
Wacana merupakan rentetan/kesatuan kalimat yang berisi informasi khusus dan ditata
dengan memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa yang berlaku.

Struktur wacana ada tiga, yaitu:


1. awal/abstrak
2. tengah/orientasi
3. akhir/koda

Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur
luar (eksternal).
1.Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan
2.Unsur eksternal berkenaan dengan hal-hal di luar wacana itu sendiri.

69
TEORI
PRAGMATIK
PRAGMATIK
• Pragmatik mempelajari apa saja yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan
mitra tutur serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik.
• Leech menyatakan pragmatik merupakan bagian dari penggunaan tata bahasa (language use).
• Levinson mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan
konteksnya.
“Pragmatic is the study of those relations between language and context that are grammaticalized or
encoded in the strutcture of a language.”
• Parker menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara
eskternal.
“Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics
is the study of how language is used to communicate.”
• Jacob L. Mey mendefinisikan “Pragmatics is the study of the conditions of human language uses as the are
determined by the context of society.”

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 48-49.
PRAGMATIK
Pragmatik mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu pada
sebuah bahasa. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah makna, dapat dikatakan bahwa
pragmtaik dalam banyak hal sejajar dengan semantik yang juga mengkaji makna. Perbedaan
antarkeduanya adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eskternal,
sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 49.
PRAANGGAPAN (PRESUPPOSITION)
• Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta
percakapan (Brown dan yule, 1996); atau “What a speaker or writer assumes that the receiv
• Asumsi tersebut ditentukanbatas-batasannya berdasarkan anggapan-anggapan pembicara
mengenai apa yang kemungkinan akan diterima oleh lawan bicara tanpa tantangan. Sebagai
ilustrasi perhatikan percakapan di bawah ini:er of the missage alredy knows”(Richards, Platt,
dan platt, 1993).
A. What about inviting John tonight?
B. What a good idea; then he can give Monica a lift

Abdurrahman. Pragmatik: Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan. Malang


PRAANGGAPAN (PRESUPPOSITION)
A. What about inviting John tonight?
B. What a good idea; then he can give Monica a lift
• Praanggapan yang terdapat dalam percakapan di atas antara lain adalah (1) Bahwa A
dan B kenal dengan John dan Monica, (2) bahwa John memiliki kendaraan –
kemungkinan besar mobil, dan (3) bahwa Monica tidak memiliki kendaraan saat ini
(Richard, Platt, dan Platt, 1993).
• Dari contoh di atas dipahami bahwa apabila suatu kalimat diucapkan, selain dari makna
yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut tersertakan pula tambahan
makna, yang tidak dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu (Bambang Kaswanti
Purwo, 1990).

Abdurrahman. Pragmatik: Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan. Malang


IMPLIKATUR PERCAKAPAN (CONVERSATIONAL
INPLICATURE)

Istilah implikatur dipakai oleh Grice (1975) untuk menerangkan apa yang mungkin di artikan,
disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh
penutur itu (Brown dan Yule, 1996). Menurut Levinson (1983), implikatur percakapan merupakan
penyimpangan dari muatan semantik suatu kalimat. Dikatakan bahwa:
• ‚they grenerate inferences beyond the semantic content of the sentences uttered. Such inferences are,
by definition, conversational implicatures, where the term implicature is intended to contrast with the
term like logical implication, entaiment and logical consequences which are generally used to refer to
inferences that are derived solely from logical and semantic content. For implicatures are not
semantic inferences, but rather inferences based on both the content of what has been said and some
specific assumption about the co-oprative nature of ordinary verbal interction‛ (103-104)

Abdurrahman. Pragmatik: Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan. Malang


IMPLIKATUR PERCAKAPAN
(CONVERSATIONAL INPLICATURE)
• Pemahaman terhadap implikatur percakapan tidak terlepas dari asas kerja sama (co-oprative principle) yang
dikemukakan oleh Grice (Brown dan Yule, 1996: 31-32). Asas umum kerja sama tersebut berbunyi:” Berikan
sumbangan anda pada percakapan sebagaimana diperlukan, pada tahap terjadinya, oleh tujuan yang diterima atau
arah pertukaran pembicaraan yang anda terlibat di dalamnya.‛
• Asas umum tersebut menurut Joko Nurkamto (2000) dapat direfleksikan dari beberapa maksim, yaitu:
1) Maksim Kuantitas: Berikan informasi anda seimformatif yang diperlukan (sesuai dengan percakapan sekarang. Jangan
memberikan informasi yang lebih informatif dari yang diperlukan,
2) Maksim Kualitas: Jangan megatakan apa yang anda yakini tidak benar. Jangan mengatakan sesuatu apabila anda tidak
memiliki bukti tentangnya,
3) Maksim Hubungan: Berbicaralah yang relevan, dan
4) Maksim Cara: Nyatakan dengan jelas. Hindarkan ungkapan yang kabur. Hindarkan kata-kata yang memiliki arti ganda.
Berbicaralah dengan singkat (jangan bertele-tele). Berbicaralah dengan teratur.

Abdurrahman. Pragmatik: Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan. Malang


IMPLIKATUR PERCAKAPAN
(CONVERSATIONAL INPLICATURE)
Pengingkaran terhadap maksim-maksim di atas mengakibatkan lahirnya arti tambahan pada arti harfiah
ujarannya. Arti tambahan itu merupakan implikatur percakapan. Perhatikan contoh perrcakapan antara
A dan B berukut ini: 
• A: I am out of petrol
• B: There is garage round the corner.
Dari percakapan di atas tampak bahwa B melanggar maksim hubungan (berbicaralah yang relevan).
Implikaturnya, yang berasala dari anggapan B menganut asas kerja sama, adalah (1) bahwa ada pompa
bensin di sudut jalan; (2) bahwa pompa bensin tersebut masih buka dan menjual bensin; dan (3) bahwa
di balik sudut jalan yang dimaksud bukanlah jarak yang jauh. Di samping itu, kita harus menafsirkan
bahwa kata-kata A tidak hanya merupakan deskripsi keadaan tertentu saja, melainkan juga sebagai
permintaan bantuan, misalnya.

Abdurrahman. Pragmatik: Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan. Malang


PRINSIP KERJA
SAMA
PRINSIP KERJA SAMA
• Prinsip kerja sama Grice terbagi menjadi 4, yaitu:

Maksim Maksim
Kuantitas Kualitas

Maksim
Maksim
Pelaksanaa
Relevansi
n

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 53.
PRINSIP KERJA SAMA
• A. Maksim Kuantitas
– Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif
memadai, dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi informasi yang
sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Tuturan yang tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh
diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice.
Demikian sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan dapat dikatakan
melanggar maksim kuantitas. Tuturan (62), (63), (64), dan (65) berikut dapat dipertimbangkan lebih lanjut
untuk memperjelas pernyataan ini.
– (62) “Biarlah kedua oemuas nafsu itu habis berkasih-kasihan!”
– (63) “Biarlah kedua pemuas nafsu yang sedang sama-sama mabuk cinta dan penuh nafsu birahi itu habis
berkasih-kasihan!”
Tuturan 62 dan 63 dituturkan oleh seorang pengelola rumah kos mahasiswa kepada anaknya yang sedang
merasa jengkel karena perilaku para penghuni kos yang tidak wajar dan bahkan melanggar aturan yang ada.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 53-54..
PRINSIP KERJA SAMA
• (64) “Lihat itu Muhammad Ali mau bertanding lagi!”
• (65) “Lihat itu Muhammad Ali yang mantan petinju kelas berat itu mau bertandi lagi!”

Tuturan 64 dan 65 dituturkan oleh seorang pengagum Muhammad Ali kepada rekannya yang juga
mengagumi petinju legendaris itu. Tuturan itu dimunculkan pada waktu mereka bersama-sama melihat salah
satu acara tinju di televisi.

Tuturan 62 dan 64 dalam contoh di atas merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isinya.
Dapat dikatakan demikian, karena tanpa harus ditambah dengan informasi lain, tuturan itu sudah dapat
dipahami maksudnya dengan baik dan jelas oleh si mitra tutur. Penambahan informasi seperti ditunjukkan
pada tuturan 63 dan 65 justru akan menyebabkan tuturan menjadi berlebihan dan terlalu panjang. Sesuai
dengan yang digariskan maksim ini, tuturan seperti pada 63 dan 65 di atas tidak mendukung atau bahkan
melanggar prinsip kerja sama Grice.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 54
PRINSIP KERJA SAMA
• B. Maksim Kualitas
– Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang nyata
dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-
bukti yang jelas. Tuturan (69) dan tuturan (70) pada bagian berikut dapat dipertimbangkan untuk
memperjelas pernyataan ini.
(69) “Silakan menyontek saja biar nanti saya mudah menilainya!”
(70) “Jangan menyontek, nilainya bisa E nanti!”

Tuturan 69 dan 70 dituturkan oleh dosen kepada mahasiswanya di dalam ruang ujian pada saat ia melihat
ada seorang mahasiswa yang sedang berusaha melakukan penyontekan.
Tuturan 70 jelas lebih memungkinkan terjadinya kerja sama penutur dengan mitra tutur. Tuturan 69
dikatakan melanggar maksim kualitas karena penutur mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai
dengan yang seharusnya dilakukan seseorang.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 55.
PRINSIP KERJA SAMA
• C. Maksim Relevansi
– Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama yang baik antara penutur dan
mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesutau
yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan kontribusi yang demikian
dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja sama. Sebagai ilustrasi atas pernyataan itu
perlu dicermati tuturan (74) berikut:
(74) Sang Hyang Tunggal : “Namun sebelum kau pergi, letakkanlah kata-kataku ini di dalam
hati!”
• Semar : “Hamba bersedia, ya Dewa.

Cuplikan penuturan pada (74) di atas dapat dikatakan mematuhi dan menepati maksim relevansi.
Dikatakan demikian, karena apabila dicermati secara lebih mendalam, tuturan yang disampaikan
tokoh Semar benar-benar merupakan tanggapan atas perintah Sang Hyang Tunggal yang dituturkan
sebelumnya. Dengan perkataan lain, tuturan itu patuh dengan maksim relevansi dalam prinsip kerja
sama Grice.
Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga. Hlm. 56.
PRINSIP KERJA SAMA
• D. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur secara langsung, jelas, dan tidak
kabur. Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapat dikatakan melanggar prinsip
kerja sama Grice karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan. Berkenaan dengan itu, tuturan (77) pada
contoh berikut dapat digunakan sebagai ilustrasi.
(76) Anak : “Bu, besok saya akan pulang lagi ke kota.”
Ibu : “Itu sudah saya siapkan di laci meja”
Cuplikan tuturan (77) di atas berbunyi “Bu, besok saya akan pulang lagi ke kota.” relatif kabur
maksudnya. Maksud yang sebenarnya dari tuturan si anak itu, bukannya terutama ingin memberitahu
kepada sang ibu bahwa akan segera kembali ke kota, melainkan lebih dari itu yakni sebenarnya ingin
menanyakan apakah sang ibu sudah siap dengan sejumlah uang yang sudah diminta sebelumnya. Dengan
demikian, jelas bahwa dalam komunikasi yang sebenarnya, maksim pelaksanaan pada prinsip kerja sama
Grice itu seringkali tidak dipatuhi atau bahkan mungkin harus dilanggar.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 57.
PRINSIP
KESANTUNAN
LEECH
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
Tarigan menerjemahkan maksim-maksim dalam prinsip kesantunan yang disampaikan Leech sebagai berikut:

Maksim Maksim
Kebijaksanaan Permufakatan
• Kurangi kerugian orang lain • Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang laun
• Tambahi keuntungan orang laun • Tingkatkan penyesuaian antara diri sendiri dengan orang lain

Maksim Maksim
Kedermawanan Penghargaan
• Kurangi keuntungan diri sendiri • Kurangi cacian pada orang lain
• Tambahi pengorbanan diri sendiri • Tambahi pujian pada orang lain

Maksim Maksim
Kesederhanaan Simpati
• Kurangi pujian pada diri sendiri • Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain
• Tambahi cacian pada diri sendiri • Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• A. Maksim Kebijaksanaan
– Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta
pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri
dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang akan
berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun.
Apabila di dalam bertutur orang berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, ia akan dapat
menghindarkan sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap si mitra tutur.
– Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila
maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik. Sebagai pemerjelas atas pelaksanaan maksim
kebijaksanaan ini dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan (78)
berikut ini.
(78) Tuan rumah : “Silakan makan saja dulu, nak! Tadi kami semua sudah mendahului.”
Tamu : “Wah, saya jadi tidak enak, Bu.”

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 60.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• A. Maksim Kebijaksanaan
– Di dalam tuturan (78) di atas tampak dengan sangat jelas bahwa yang dituturkan si Tuan Rumah sungguh
memaksimalkan keuntungan bagi sang Tamu. Lazimnya, tuturan semacam itu dapat ditemukan dalam keluarga-
keluarga pada masyarakat tutur desa. Orang-orang desa biasanya sangat menghargai tamu, baik tamu yang
datangnya secara kebetulan maupun tamu yang sudah direncanakan terlebih dahulu kedatangannya. Bahkan,
seringkali ditemukan bahwa minuman atau makanan yang disajikan kepada sang tamu diupayakan sedemikian
rupa sehingga layak diterima dan dinikmati oleh sang tamu. Tuturan berikut dapat dicermati dan dipertimbangkan
untuk memperjelas hal ini.
(79) Ibu : “Ayo, dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok.”
Rekan Ibu : “Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Bu?”

Pemaksimalan keuntungan bagi pihak mitra tutur tampak sekali pada tuturan sang Ibu. Tuturan ini disampaikan
kepada sang tamu sekalipun sebenarnya satu-satunya hidangan yang tersedia adalah apa yang disajikan kepada tamu
tersebut. Tuturan itu disampaikan agar sang tamu merasa bebas dan senang hati menikmati makanan yang telah
disajikan.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 61.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• B. Maksim Kedermawanan
– Dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan dapat
menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat
mengurangi keuntungan bagi dirinya dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Tuturan (80)
pada contoh berikut dapat memperjelas pernyataan ini.
(80) Anak kos A : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak kok yang kotor.”
Anak kos B : “Tidak usah, Mbak. Nanti siang saya akan mencuci juga kok.”

Dari tuturan yang disampaikan si A di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa ia berusaha
memaksimalkan keuntungan pihak lain dengan cara menambahkan beban bagi dirinya sendiri. Hal itu
dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk mencucikan pakaian kotornya.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 61-62.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• C. Maksim Penghargaan
– Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur
selalu berusaha memberikan pernghargaan kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para
peserta penuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. Peserta tutur
yang sering mengejk peserta tutur lain di dalam kegiatan bertutur akan dikatakan sebagai orang yang tidak
sopan. Dengan demikian, karena tindakan mengejek merupakan tindakantidak menghargai orang lain.
Untuk memperjelas hal itu, tuturan (83) pada contoh berikut dapat dipertimbangkan.
(83) Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Business English.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.”

Pemberitahuan yang disampaikan dosen A terhadap rekannya dosen B pada contoh di atas, ditanggapi dengan
sangat baik bahkan diserta dengan pujian atau penghargaan oleh dosen A. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa di dalam pertuturan itu, dosen B berperilaku santun terhadap dosen A.

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 62-63.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• D. Maksim Kesederhanaan
– Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat
bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan
sombong apabila di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri.
Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak
digunakan sebagai parameter penilaian kesantuan seseorang. Contoh (86) dan (87) berikut dapat
dipertimbangkan untuk memperjelas pernyataan ini.
(86) Ibu A : “Nanti Ibu yang memberikan sambutan dalam raoat Dasa Wisma!”
Ibu B : “Waduh, nanti grogi aku.”

(87) Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan doa dulu, ya! Anda yang memimpin!
Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi saya jelek lho.”

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 64.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• E. Maksim Permufakatan
– Maksim permufakatan seringkali disebut dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini, ditekankan agar para
peserta tutur dapat saling membina kecocokan dan kemufakatan di dala kegiatan bertutur. Apabila terdapat
kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari
mereka akan dapat dikatakan bersikap santun. Kalau kita mencermati orang bertutur pada zaman sekarang ini,
seringkali didapatkan bahwa dalam memperhatikan dan menanggapi penutur, si mitra tutur menggunakan
anggukan-anggukan tanda setu, acungan tanda jempol, wajah tanpa kerutan pada dahi, dan beberapa hal lain
yang sifatnya paralinguistik kinesik untuk menyatakan maksud tertentu. Tuturan (88) dan tuturan (89) berikut
dapat digunakan untuk mengilustrasikan pernyataan ini.
(88) Guru A : “Ruangannya gelap ya, Bu!”
Guru B : “Heeh, saklarnya manaya?”

(89) Noni: “Nanti malam kita makan bersama ya, Yun!”


Yuyun : “Boleh, saya tunggu di Bambu Resto ya.”

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 64-65.
PRINSIP KESANTUNAN LEECH
• F. Maksim Kesimpatisan
– Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara
pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai
tindakan tidak santun. Masyarakat tutur Indonesia, sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan terhadap orang
lain ini di dalam komunikasi kesehariannya. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain, apalagi sampai
bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam
masyarakat. Kesimpatisan terhadap pihak lain sering ditunjukkan dengan seyuman, anggukan, gandengan
tangan, dan sebagainya. Contoh tuturan (90) dan (91) berikut perlu dicermati dan dipertimbangkan untuk
memperjelas penyataan ini.
(90) Karyasiswa A : “Mas, aku akan ujian tesis minggu depan.”
Karyasiswa B : “Wah, Proficiat ya! Kapan pesta?”

(91) Ani : “Tut, nenekku meninggal.”


Tuti : “Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun, ikut berduka cita, Ni.”

Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga. Hlm. 66-67.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. Pragmatik: Konsep Dasar Memahami Konteks Tuturan. Malang.
Arifin, Zaenal E.. Dkk., 2015. Wacana Transaksional dan Interaksional dalam Bahasa Indonesia.
Tangerang: Pustaka Mandiri
Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media. Jakarta:
Prenada Media Group.
Dewi, Wendi Widya Ratna. 2009. Wacana dalam Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan Pariawara.
Erika Janet Takasihaeng.2016. "STRUKTUR WACANA DAN DIKSI DALAM IKLAN BERITA
DUKA DI MEDIA CETAK SURAT KABAR HARIAN KOMPAS”. Dalam
http://medianeliti.com
Farida Nur Imtihani. 2011. “STRUKTUR WACANA DAN WUJUD TUTURAN DALAM
INTERAKSI VERBAL PADA ACARA TALK SHOW”. Dalam http://eprints.uny.ac.id.
HP, Ahmad dan Alek Abdullah. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.
Kushartanti.,dkk. 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Rahardi, Kunjana, Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Schiffrin, Deborah. 2007. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suhardi. 2016. Dasar-dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Arr-Ruzz Media.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. 94

Anda mungkin juga menyukai