Pendahuluan
Berbagai persoalan tentang seni dan ilmu muncul ke permukaan karena
setiap orang ingin memiliki status tertentu yang berkaitan dengan hal itu.
Mereka „seraya berbondong-bondong‟ berlomba untuk mencari definisi tentang
seni dan ilmu. Mulai dari istilah asing, tradisional (kuno) sampai dengan
penemuan kosakata-kosakata baru dari berbagai olahan kata serta kalimat dan
hipotesis-hipotesis, mereka „rangkum‟ untuk memperoleh sebuah pengertian
tentang seni dan ilmu.
Dalam ilmu pengetahuan sosial dan humaniora yang dibedakan atas
lima pokok bahasan yaitu (1) pembahasan perbedaan antara seniman dan
ilmuwan, (2) pembahasan perbedaan antara metode-metode yang digunakan
oleh seniman dan ilmuwan, (3) pembahasan terhadap perbedaan hasil-hasil
yang diperoleh, (4) pembahasan tentang perbedaan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dan (5) pembahasan tentang isi wilayah sasaran yang menjadi
tujuan, menjadi acuan bagi pemberian suatu definisi terhadap seni dan ilmu.
1
dengan korupsi dan tipu-menipu mungkin dapat disebut otentik, karena ia jujur
dalam menyatakan kebenaran yang dilihatnya.1
Apa yang disebut seni memang merupakan suatu wujud yang terindra.
Karya seni merupakan sebuah benda atau artefak yang dapat dilihat, didengar
atau dilihat dan sekaligus didengar (visual, audio dan audio visual seperti
lukisan, musik, tari dan teater). Tetapi yang disebut seni itu berada di luar
benda seni sebab seni itu berupa nilai. Apa yang disebut indah, baik, adil,
sederhana dan bahagia itu adalah nilai. Apa yang dilihat oleh seseorang
disebut indah dapat tidak indah bagi orang lain. Seni baru ada kalau terjadi
dialog saling memberi dan menerima antar subyek seni (penanggap) dengan
obyek seni (benda seni). Dalam hal ini disebut sebagai relasi seni.
Batasan seni sendiri yang bertolak dari unsur seniman akan
memunculkan masalah ekspresi, kreasi, orisinalitas, intuisi dan lain-lain. Pada
benda seni akan menekankan pentingnya aspek bentuk, material, struktur,
simbol dan sebagainya. Publik seni akan melibatkan apresiasi, interpretasi,
evaluasi, konteks dan sebagainya. Seni bertujuan memberikan pemahaman,
bukan secara nalar, verbal tetapi secara empirik, pengalaman, penghayatan,
dan yang dapat dialami atau dihayati adalah perwujudan kualitas obyek. 2
Perbedaan seni dan ilmu antara lain seni menyangkut penghayatan
dalam sebuah struktur pengalaman estetis, sedangkan ilmu menyangkut
pemahaman rasional empiris terhadap suatu obyek ilmu. Seni menyangkut
penciptaan sedangkan ilmu menyangkut penemuan. Seni menghasilkan
sesuatu yang yang belum ada sebelumnya menjadi ada dan ilmu selalu
berdasarkan apa yang sudah ada. Pendekatan ilmu menggunakan perangkat
intelegensia, analisis dan pengamatan terhadap dunia material. Pendekatan
seni mengarahkan pandangannya pada lubuk batin manusia, disudut-sudut
yang tersembunyi dan rahasia. Seni menghadirkan kualitas pengalaman yang
unik dan spesifik seperti soal kesepian, penderitaan, kemuliaan dan
keagungan, keperkasaan, kesedihan yang jelas tak dapat dirumuskan dalam
bidang keilmuan. Dalam ilmu segalanya kuantitatif, terukur dalam parameter
tertentu.3
2
Antropologi, musikologi dan etnomusikologi adalah tiga bidang yang
berbeda. Namun satu sama lain saling terkait dan tidak dapat saling
memisahkan diri. Mereka yang „berkecimpung‟ di tiga bidang tersebut dapat
disebut seniman. Seniman yang memiliki konteks kerja secara spesifik. Lebih
jauh lagi, mereka akan dapat disebut ilmuwan, karena masing-masing bidang
menggunakan kata „logi‟ (dari kata logos) di belakangnya, yang berarti ilmu.
Namun trend sekarang adalah menyebut seseorang sebagai suatu profesi
dengan kata yang mengawali bidang tersebut, yaitu antropolog, musikolog dan
etnomusikolog.
3
budaya, konteks sosio-budaya merupakan sumber segala nilai seni. Dari
konteks inilah manusia mempelajari seni dan memiliki gambaran ideal tentang
yang disebut seni. Dari konteks ini pula manusia menciptakan karya seni dan
menikmati, memahami dan memanfaatkan karya seni.4 Hal ini juga berlaku bagi
arkeologi, antropologi fisik dan antropologi linguistik. Suatu obyek seperti benda
di alam, atau suatu karya dan budaya yang diciptakan manusia akan memiliki
nilai apabila mereka telah membahas dahulu latar belakang dari obyek
tersebut. Maka antropologi sebagai ilmu sekaligus juga seni akan berpengaruh
pada pembahasan mengenai bidang lain yang sejalan.
4
Etnomusikologi sebagai bagian dari Antropologi dan Musikologi
Pada awalnya etnomusikologi memiliki pengertian sebagai gabungan
dari dua bidang ilmu yang telah mapan yaitu antropologi dan musikologi. Di
sudut lainnya etnomusikologi disebut juga sebagai ilmu musikologi komparatif.
Situasi ini ternyata menggugah kesadaran para peneliti terutama bidang ilmu
antropologi. Kemudian muncul persepsi baru bahwa etnomusikologi adalah
bagian dari ilmu etnografi. Oleh karena belum adanya kesepakatan tentang
definisi etnomusikologi, maka beberapa peneliti melakukan penelitian guna
mencari rumusan tentang etnomusikologi.
Etnomusikologi memiliki dua sisi pendekatan yaitu secara antropologis
dan musikologis.6 Di bawah bendera etnomusikologi berbagai macam studi
mengelompok bersama, diantaranya ada yang bersifat historis, teknis dan
struktural, deskriptif, analitis. Beberapa disiplin lain yang berpengaruh dalam
etnomusikologi diantaranya sejarah, psikologi, fisika, fisiologi, sosiologi, dan
filsafat. Antropologi sosial dan budaya memiliki pengaruh besar meskipun
cabang antropologi yang lain juga memiliki andil cukup besar. Musik dibidang
antropologi dipandang sebagai aktivitas budaya.
Kegiatan yang dilakukan oleh musikolog dan antropolog maupun ilmu
pengetahuan lain, pada hakekatnya sama yakni analisis, sintesis dan reduksi
hal-hal yang praktis. Analisis meliputi pengumpulan, pemberian nama,
pengamatan dan melaporkan pengamatan secara rinci. Sintesis terjadi apabila
mencari hubungan di antara data dan teori-teori atau ketika kecenderungan,
hipotesis, teori-teori, hukum-hukum dirumuskan. Sedangkan reduksi adalah ke
arah praktis, yaitu suatu kegiatan yang mengubah pernyataan umum atau
teoritis ke pengertian khusus atau praktis, serta digunakan dalam peristiwa
tertentu. Ketiga kegiatan dilakukan baik oleh musikolog maupun antropolog
dengan perbedaan penekanan. Dalam hal ini analisis sebenarnya merupakan
hal pokok bagi antropolog dan musikolog, sedangkan sintesis lebih banyak
dilakukan oleh antropolog, dan musikolog lebih banyak melakukan reduksi ke
arah praktis. Namun sekarang ini perbedaan kegiatan tersebut sudah mulai
kabur dan tidak lagi menjadi suatu permasalahan berarti.
5
Jenis musik yang dipelajari menjadi bahan perbedaan pokok antara
musikolog-etnomusikologi dan antropolog-etnomusikologi. Musikolog dalam
etnomusikologi memiliki minat kuat terhadap seni musik oriental dan pada
umumnya disebut seni musik dari budaya tinggi seperti Arab, India dan
Indonesia, sedangkan antropolog-etnomusikologi, memusatkan perhatiannya
kepada musik dari masyarakat non-literasi, seperti suku Indian Amerika, Afrika
dan bangsa-bangsa Oceania7.
Alan P. Meriam membuat syarat khusus tentang tugas etnomusikolog
yaitu mengamati, mencari data, menyiapkan perangkat analisis, membuat
analisis tentang musik sasarannya, melakukan penelitian dan pencarian
pengetahuan dan teori tentang musik tersebut. Etnomusikolog harus berada di
lapangan dan bekerja dengan para narasumber, melihat pertunjukan musik, bila
perlu ikut memainkan musik tersebut, menanyakan isu-isu yang relevan dengan
penelitiannya, serta berpartisipasi dengan kegiatan yang ada dalam
masyarakatnya.8 Jelas ini sebenarnya wilayah kerja dari antropologi.
Kajian etnomusikologi meliputi seniman, masyarakat, transmisi,
organologi, kekayaan musik sendiri serta fungsi dan makna musik bagi
masyarakat pemiliknya. Keenam kajian ini lebih menggunakan ilmu antropologi
sebagai pembahas utama dan musikologi sebagai ilmu pendukung dalam
menganalisis musiknya. Untuk seniman dan masyarakat dengan fokus obyek
penelitian adalah manusia maka kajian antropologi yang akan menyumbang
banyak metode serta hasil. Maka pengertian dahulu tentang etnomusikologi
yang hanya mengkaji musik-musik tradisional yang cenderung primitif tanpa
bukti tertulis sudah tidak berlaku lagi.
Secara khusus seniman mengkomunikasikan rasa, sedangkan ilmuwan
mengkomunikasikan pengetahuan. Maka tugas utama ilmuwan adalah
mengkomunikasikan pengetahuan. Tugas musikolog adalah
mengkomunikasikan jenis pengetahuan tentang musik seperti apa adanya yang
oleh seniman dikomunikasikan dengan rasa. Antropolog tidak mempunyai tugas
seperti seniman. Antropolog mengkomunikasikan pengetahuan tentang musik
dengan pandangan yang diyakininya benar dan untuk para pembaca yang
7
Periksa Dr. Santosa, S.Kar.dkk, Etnomusikologi Nusantara, Perspektif dan Masa
Depannya, Terbitan ISI Press Surakarta, 2007
8 Dr. Santosa, S.Kar., 2007
6
relevan. Maka hal yang terutama adalah mengenai obyek studinya bukan
metodenya, karena para sarjana kedua bidang tersebut dapat menggunakan
metodologi apapun asal sesuai dengan tugasnya, dan etnomusikolog adalah
yang mengkombinasikan diantara kedua ilmu tersebut yaitu antropologi dan
musikologi.
7
peneliti hanya dengan modal keinginan untuk meneliti musik nusantara saja
tanpa adanya latar belakang ilmu etnomusikologi, maka kajiannya hanya
mengikuti petunjuk literatur yang ada di Indonesia. Tahun 1950, mulai ada cara
baru, dengan terjun langsung ke lapangan hanya sebagai peneliti atau
pengamat dan membuat perbandingan, tetapi tetap saja ilmu
etnomusikologinya belum dapat dilaksanakan. Maka setelah tahun 1950, cara
kerja mereka disempurnakan dengan menggabungkan antara literatur, terjun
langsung bukan hanya sebagai peneliti, tetapi sekaligus ikut bermain musik
bersama orang-orang di wilayah tersebut. Tentu saja hal ini dipelopori oleh
pada etnomusikolog barat, yang menghasilkan berbagai teori dan konsep
etnomusikologi menurut cara pandang orang barat.
Namun demikian ada kekhawatiran awal bahwa musik Indonesia yang
termasuk wilayah timur adalah musik yang tidak berarti di mata dunia, atau
dianggap musik rendahan. Berbeda dengan konsep musik orang barat dengan
kecerdasan intelektualnya. Seorang etnomusikolog barat Philip Yampolsky
dalam teorinya mengatakan bahwa musik barat dan musik timur harus dilihat
dari dua sisi yang berbeda dan tidak bisa dibandingkan, karena secara jelas
yang terlihat dalam skala musik Barat adalah tangga nada yang digunakan.
Pembelaan ini juga didukung oleh tokoh lain seperti Bruno Netll yang
mengkhususkan pada kondisi sebenarnya musik itu diciptakan menyangkut
situasi wilayah dan adat kebiasaan masyarakat setempat. Musik tidak hanya
dapat dihitung jumlah nadanya, ketukannya, biramanya secara matematis
maupun ilmu fisika tetapi merupakan suatu hasil nilai estetis yang diberikan
masyarakat dalam hubungan dengan sosial dan lingkungannya.
Pro dan kontra terhadap berkembangnya ilmu etnomusikologi
dituangkan pada berbagai media massa yaitu cetak dan elektronik. Bahkan
para peneliti membuat rekaman-rekaman khusus untuk mendokumentasi musik
Indonesia yang sangat banyak. Salah satunya Jaap Kunst yang membuat hasil
penelitian dalam satu buku berjudul “Music in Java” yang selanjutnya menjadi
sumber “kitab suci” bagi peneliti lain, meskipun dalam perumusannya tentang
pathet dikritik oleh muridnya sendiri Mantle Hood. Hal ini juga sekaligus menjadi
tantangan bagi etnomusikolog Indonesia dimana kerja etnomusikolog barat
sebenarnya tidak pernah terlepas dari sudut pandang mereka yang
berlatarbelakang konsep barat, namun di Indonesiakan agar memperoleh
8
dukungan dari negaranya masing-masing sebagai pihak sponsor untuk
penelitian mereka.
Kenyataan lain yang membuat Indonesia menjadi sasaran penelitian
etnomusikologi dikarenakan musik ini dibawa pulang oleh para peneliti ke
kampung halamannya dan di sana sudah menyebar ke berbagai negara besar
di dunia melalui pendidikan di Universitas sebagai matakuliah wajib dan pilihan
bidang humaniora. Keadaan ini memacu keinginan para etnomusikolog dari
Indonesia, dimana mereka mendefinisikan etnomusikologi berdasarkan sudut
pandang orang Indonesia atau orang pribumi. Mereka juga mengaktualisasikan
diri melalui bidang pendidikan dengan mengajar di universitas-universitas di
luar negeri, seperti Rahayu Supanggah, yang sebelumnya bekal itu sudah
disiapkan oleh para peneliti barat sendiri.
Komunitas etnomusikolog nusantara yang dibangun guna membahas
secara khusus etnomusikologi di Indonesia merupakan salah satu wujud
tanggungjawab masyarakat Indonesia terhadap kekayaan budaya yang dimiliki
bersama. Salah satunya diawali dengan tebentuknya asosiasi Masyarakat
Musikologi Indonesia (MMI) tahun 1980an yang merupakan gabungan dari
jurusan etnomusikologi dari Universitas di Medan, Surakarta, Yogyakarta dan
Jakarta. Selanjutnya tahun 1992 diubah menjadi Masyarakat Seni Pertunjukan
Indonesia (MSPI) dengan tujuan wilayah kajian yang lebih luas, dan pada
akhirnya muncul ide baru untuk membentuk Komunitas Etnomusikologi
Nusantara.
Penutup
Pada dasarnya karya seni merupakan perwujudan nilai seniman
penciptanya yang ditujukan kepada orang lain. Dari satu sisi, karya seni adalah
wujud seperangkat nilai seni. Selanjutnya metode dan cara yang digunakan
untuk dapat menghasilkan karya seni diterjemahkan sebagai suatu ilmu.
Meskipun terdapat perbedaan mengenai seni dan ilmu namun antara seni dan
ilmu tidak dapat dipisahkan. Bahkan dalam ilmu pengetahuan antropologi,
musikologi dan etnomusikologi, konsep seni digunakan sebagai dasar
penelitian.
Dalam suatu waktu seni memiliki musuh yang disebut sebagai
kekacauan, karena disitu tidak ada kesatuan dan keutuhan yang teratur dalam
9
suatu pola yang memberikan makna. Maka definisi ilmu mulai diberi ketegasan.
Bidang etnomusikologi berada diantara antropologi dan musikologi sebagai
sebuah seni sekaligus ilmu. Kedua bidang ini memberi sumbangan besar
terhadap perkembangan etnomusikologi. Secara singkat, etnomusikologi
menggunakan metode dan pendekatan dalam antropologi, dan analisis yang
digunakan menggunakan musikologi. Yang utama dalam etnomusikologi saat
ini yang disebut sebagai etnomusikologi modern adalah kajian musik
berdasarkan konteks budaya masyarakat pendukungnya.
Kepustakaan
.
Merriam, Alan P., „The Study of Etnomusicology, dlm Antropology of Music,
Bloomington : Northwestern University Press, 1987.
__________________, „Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,‟ dlm
Supanggah, Rahayu (Ed), Etnomusikologi, Surakarta : Masyarakat Seni
Pertunjukan Indonesia, 1995.
Nettl, Bruno. Theory and Method in Ethnomusicology, London : The Free Press
of Glencoe, 1964
Santosa, Dr.,S.Kar., M.Mus., dkk Etnomusikologi Nusantara, Perspektif dan
Masa Depannya. Surakarta : ISI Press Surakarta, 2007)
Sumarjo, Jakob. Filsafat Seni, Bandung : Penerbit ITB, 2000.
Suparno, T. Slamet, Dampak Karya Etnomusikologi Terhadap Pendidikan
Dasar (Sebuah Catatan Kecil), Makalah Seminar Nasional Pendidikan
Seni Musik FBS UNY, Yogyakarta, 28 April 2007.
10