Anda di halaman 1dari 16

RESUME BUKU FILSAFAT SENI

“UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH FILSAFAT SENI INDONESIA”

ADITYA NUGRAHA MAHASWARA


(176020023)

JURUSAN FOTOGRAFI & FILM

FAKULTAS SENI & SASTRA

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2017
BAB 1.
PENDAHULUAN

1. SENI DAN LEMBAGA KEBENARAN

Jika seseorang telah menemukan kesadarannya, dia akan menuntut dirinya untuk hidup dalam apa yang ia
sebut dengan kebenaran. Kebenaran itu bersifat Dinamis, karena kebenaran sendiri adalah ide yang bersifat
mengatasi tempat dan waktu manusia. Kebenaran akan selalu berkembang, sesuai apa yang di alami oleh
manusia itu tersebut. Karena kebenaran itu ada sebelum manusia ada. Kebenaran itu suatu esensi, suatu
hakikat, suatu ide yang mendahului keberadaan wadag. Kebenaran itu terlalu luas, dan kodrat manusia itu
terlalu terbatas.

Manusia sebenarnya mempunyai 4 potensi kejiwaan yang berada di dalam diri manusia itu sendiri, yaitu
potensi pikir, potensi inderawi, potensi merasakan, potensi untuk percaya. Pontesi kejiwaan itu dapat
dipergunakan dan dikembangkan dalam mencari dan menemukan kebenaran.

Dalam sejarah umat manusia ada 4 lembaga kebenaran yang kita ketauhi dari dulu yaitu, agama, seni, filsafat,
dan ilmu. Tetapi karena kebenaran itu abadi, maka kebenaran sejati dari 4 lembaga tersebut bermuara kepada
kebenaran itu sendiri. Pada akhirnya, hidup ini terlalu pendek, tetapi kebenaran itu abadi.

2. KEDUDUKAN AGAMA, SENI, FILSAFAT, DAN ILMU DALAM DIRI MANUSIA

Pada dasarnya hanya terdapat dua alam dalam kehidupan setiap manusia, yakni alam nyata yang terindera, dan
alam sana, alam lain, diluar alam semesta ini. Alam manusia nyata adalah alam material dan alam biologis,
sedangkan alam lain itu adalah alam spiritual, alam roh, alam atas. Boleh juga dianalogikan dengan alam ide,
alam imajinasi, alam ketuhanan.

Alam material ini juga dapat dipahami, dimengerti secara lebih mendalam lewat lembaga ilmu. Sedangkan,
alam spiritual dapat dipahami manusia dan juga dihayati lewat lembaga agama, lembaga filsafat, dan lembaga
seni.

Pada setiap karya seni selalu ada aspek materialisme dan aspek spiritualisme atau imajinatif. Seni adalah dunia
medium antara materialisme dunia dan kerohanian yang kekal. Seni adalah sesuatu yang memuat hal-hal yang
trasendental, sesuatu yang tak kita kenal sebelumnya, dan kini kita lihat lewat karya seorang seniman.
3. ILMU-ILMU SENI

Seni itu soal penghayatan, sedangkan ilmu merupakan soal pemahaman. Seni untuk dinikmati, sementara ilmu
seni itu untuk memahami. Seni dapat ditinjau dari segi estetikanya, yang berarti menjadi objek ilmu sekaligus
filsafat. Seni juga dapat dianalisa berdasarkan bentuk formalnya. Seni juga bisa menjadi objek sejarah. Selain
itu juga ada sosiologi seni, antropologi seni, psikologi seni, perbandingan seni, kritik seni. Belum lagi ada
aspek ekonomi seni, manajemen seni, pemasaran seni, konservasi seni, sistem sponsor seni dll.

4. TAKSONOMI ILMU-ILMU SENI

Pengetahuan tentang seni bukan hanya berhubungan dengan penciptaan karya seni dan penghayatan karya
seni, tetapi juga pemahaman terhadap karya seni. Pada masyarakat barat, yang tradisi pemahaman terhadap
segala sesuatunya telah berlangsung sejak zaman Yunani purba, sekitar 500 SM. Sedangkan di masyarakat
Indonesia, tradisi pemahaman seni seperti itu tidak terjadi, meskipun penciptaan karya seni sudah dimulai
sejak zaman prasejarah Indonesia, sekitar 3000 SM. Seni di Indonesia hanya menyangkut persoaalan
penciptaan dan penghayatan saja. Hal ini dapat dipahami karena karya seni di Indonesia muncul dalam
kebudayaan tahap mistis, sampai saatnya bertemu dengan budaya ontologis.

Taksonomi di bidang ilmu seni ada 9 macam yaitu, filsafat seni, kritik seni, lembaga sosial seni, pendidikan
kesenian, penghayatan seni, pendekataan ilmiah, ekonomi seni, preservasi seni, kegiatan seni. Dengan ilmu
seni, kita mengevaluasi apa yang telah dikerjakan dalam dunia kesenian kita. Ilmu seni adalah kompas atau
pedoman penciptaan seni, ilmu seni yang berkualitas kadar keilmuannya sangat berarti bagi penciptaan.

5. MENUJU FILSAFAT SENI

Pandangan kriti terhadap budaya dan seni akan menyebabkan suatu budaya seni dinamis, hidup, lebh kaya,
lebih beragam, lebih banyak kemungkinan dan alternatifnya. Pengetahuan tentang seni dan pemikiran
mendasar tentang seni sangat diperlukam agar perkembangan seni tidak kacau, tetapi terarah berdasarkan
temuan tentang hakikat seni oleh para penyumbangnya. Dengan paham konsep dari filsafat seni, setiap orang
dapat memilih kebebasan filsafat seni mnakah yang akan ia gunakan dalam berkarya. Atau bisa saja setiap
orang bisa menciptakan filsafat seninya sendiri berdasakan pengembangan dari filsafat seni yang sudah ada.
6. FILSAFAT SENI DAN ESTETIKA

Seni dikategorikan sebagai artefak atau benda buatan manusia, artefak ini bisa dikategorikan menjadi 3 bagian.
Yang pertama benda yang berguna fungsinya tapi tidak indah, kedua benda yang berguna fungsinya dan indah,
dan yang ketiga benda yang berguna fungsinya tetapi tidak ada kegunaan praktisnya.

Istilah estetika sendiri muncul pada tahun 1750 oleh seorang filsuf minor bernama A.G Baumgarten, yang
bahasa Yunani kuno adalah aisheton yaitu kemampuan melihat lewat pengindraan. Tujuan dari estetika sendiri
adalah keindahan, sedangkan logika adalah kebenaran.

Perbedaan estetika dan filsafat hanya berdasarkan objek materialnya. Estetika mempersoalkan hakekat
keindahan alam dan seni, sedangkan filsafat mempersoalkan hanya karya seni. Karya seni tidak mesti indah.
Bagaimana pun salah satu aspek dari seni selalu menghadirkan keindahan. Melvin Rader “ Keindahan di
hasilkan oleh hakikat yang diungkapkan atau berhasil cara pengungkapannya.“ Cara pengungkapan itulah yang
harus indah.

Keberadaan seni ditentukan oleh 5 aspek yang saling berkaitan yaitu, kreativitas seniman, benda seni itu
sendiri, nilai-nilai seni, pengalaman seni, resepsi publik seni.

7. POKOK-POKOK FILSAFAT SENI

Pada mulanya estetika atau filsafat keindahan bersifat spekulatif (estetika dari atas) dan merupakan bagian dari
filsafat umum seorang filsuf. Ini sering disebut sebagai estetika lama. Dengan sendirinya ada yang disebut
estetika modern. Estetika baru ini muncul pada abad ke-19 di Eropa dengan sejumlah tokohnya seperti
Hippolyte Taine dan Gustav Fechner yang mulai beralih pada metode ilmiah (empiris) dalam menjawab
persoalan seni. Oleh Fechner (ahli estetika eksperimental), estetika baru ini disebut estetika dari bawah.

Apapun metodenya, filsafat atau ilmu, tujuan estetika tetap sama, yakni pengetahuan dan pemahaman tentang
seni. Kalau orang mau bekerja, tentu ia harus memahami apa yang akan ia kerjakan. Untuk apa dan dengan
cara bagaimana. Begitu pula dengan penilaian hasil kerja tadi (evaluasi)- diperlukan pengetahuan dan
pemahaman yang serupa. Dan inilah kegunaan etetika.

Filsafat seni, yang merupakan bagian dari estetika modern, tidak hanya mempersoalkan karya seni atau benda
seni ( hasil atau produk), tetapi juga aktivitas manusia atas produk tersebut, baik keterlibatannya dalam proses
produksi maupun cara mengevaluasi dan menggunakan produk tersebut. Lazimnya, pemikiran tentang produk
atau benda seni tersebut sebagai estetika morfologi (estetika bentuk), dan pemikiran tentang si pembuat benda
seni dan yang memanfaatkan benda seni dinamai estetika psikologi. Khusus pengguna karya seni masih
ditelaah dalam bidang aksiologi estetik, yakni efek seni pada manusia.
Dengan demikian, sebenarnya hanya ada tiga pokok persoalan filsafat seni, yakni seniman sebagai penghasil
seni, karya seni atau benda seni tersebut, dan kaum penerima seni.

Pada akhirnya dari setiap instansi tersebut berkembang pokok-pokok baru, yakni dari benda seni muncul
pokok soal nilai seni dan pengalaman seni, sedangkan dari masalh seniman dan penerima seni akan muncul
pokok konteks budaya seni. Dengan demikian pada akhirnya, terdapat 6 pokok pembahasan tentang filsafat
seni, yaitu benda seni, pencipta seni, publik seni, konteks seni, nilai-nilai seni, pengalaman seni.

8. TAKSONOMI PERMASALAHAN ESTETIKA

Estetika adalah filsafat tentang keindahan, baik yang terdapat di alam maupun dalam aneka benda seni buatan
manusia. Estetika muncul sejak zaman Yunani kuno, yakni sejak Plato, Aristoteles, dan Sokrates, dan masih
menjadi persoalan sampai zaman sekarang, seperti tampak pada dalam karya estetika Langer, Dickie, Dewey,
Santanaya, dan lain lain.

Apakah seni? apakah keindahan? Semakin kita memasuki rimba pertanyaan filosofis tentang mengenai apa
hakikat seni itu, persoalan yang muncul semakin banyak, semakin bercabang, semakin berhubungan, dan
semakin rumit.

Pernyataan ontologis tentang hakikat seni dapat didekati dari berbagai aspeknya yakni aspek benda seni itu
sendiri, seniman, penerima seni, dan konteks nilai yang menjadi dasar bermainnya aspek seniman, benda seni,
dan publik seni.

Taksonomi permasalahan estetika ada 6 yaitu, seni sebagai benda, aspek seniman dalam seni, masalah
pengalaman seni, seni sebagai penerimaan publik, dan hakikat seni pada konteks. setiap rincian dapat
nerkembang menjadi sebuah perdebatan antara pemikirnya, orang dapat menyimak perdebatan estetik
mengenai apa yang dimaksud dengan ekspresi seni.
BAB 2.
APAKAH SENI ITU?

9. MELACAK KATA ‘ SENI’

Kata seni berasal dari bahasa melayu tinggi yang berarti ‘kecil’. Pada tahun 1936, dalam sajaknya ‘Sesudah
Dibajak’, Sutan Takdir Alisyahbana masih mempergunakan kata ini dalam pengertian kecil. Dan pada tahun
1941, Taslim Ali juga mempergunakan kata seni dalam pengertian ‘kecil’ dalam sajaknya ‘Kepada Murai’.
Tetapi dalam majalah pujangga baru, 10 april 1935, dalam sebuah esai tulisan R.D., yakni ‘Pergerakan 80’,
telah dipakai kata seni dalam pengertian seperti yang kita pakai sekarang, yaitu art.

Kata art sendiri berarti keterampilan (skill), aktivitas manusia, Karya (work of art), seni indah (fine art), dan
seni rupa (visual art). Bahkan semua hidup kita ini juga suatu ‘seni’. Seni sebagai keterampilan, kealian, dan
perbuatan untuk menghasilkan sesuatu tidak lahir begitu saja. Untuk menguasai sesuatu keterampilan,
seseorang harus berpengetahuan terlebih dahulu.

Kreativitas dalam hal ini adalah bagaimana seseorang mampu mempergunakan teori keterampilan dalam
menjawab persoalan dalam bidangnya masing-masing. Kreativitas dalam pengertian ini adalah kerja rohaniah
atau mental yang mampu mengembangkan dan memanfaatkan teori yang telah dikuasainya itu dalam
menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam bidangnya.

10. APAKAH SENI ITU?

Seni merupakan suatu wujud yang terindra seni itu berada di luar benda seni, sebab seni itu berupa nilai. Apa
yang disebut indah, baik, adil, sederhana, dan bahagia itu adalah nilai. Apa yang oleh seseorang disebut indah
dapat tidak indah bagi orang lain.

Nilai itu bersifat subjektif, yaitu berupa tanggapan individu terhadap suatu (di sini, benda seni atau objek seni)
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Tanggapan individu terhadap suatu benda seni akan
membangkitkan kualitas nilai tertentu sesuai dengan nilai-nilai seni yang dikenal dan dialami si individu. Tentu
saja hal ini baru terjadi kalau benda seni itu sendiri memang mengandung atau menawarkan nilai-nilai
objektifnya. sebuah penelitian antropologis di suatu negara Afrika menunjukan bahwa nilai-nilai seni itu baru
muncul kalau penanggap seni mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang dikandung oleh benda seni.
Apa yang disebut seni itu baru ‘ada’ jika terjadi dialog saling memberi dan menerima antara subjek seni
(penanggap) dengan objek seni (benda seni). Inilah ang disebut ‘relasi seni’. Dalam istilah lain dikatakan kalau
terjadi ‘jodoh’ antara penanggap dan benda seni. Nilai seni hanya terdapat di dalam suatu wacana. karena nilai-
nilai seni itu muncul dari benda seni dengan material seni atau bahan seni yang sama. Apa yang disebut nilai
seni terdapat pada tahap pengolahan dan hasil pengolahan medium seni, wujud seni, dan isi seni.
Kesimpulannya adalah nilai seni itu terletak pada aspek wujud dan isi (content) benda seni.

Yang pertama kita tangkap dari sebuah benda seni adalah nilai bentuk seninya. Bentuk ini diwujudkan oleh
material-medium seninya masing-masing, sehingga kita segera tertarik oleh daya pesona inderawinya
(warna,bunyi). Inilah niali seni yang bersifat kualitas empiris, yang setiap orang dapat memberikan tanggapan
yang berbeda-beda (nilai subjektif). Dan perbedaan nilai ini mulai bertambah lagi ketika wujud-wujud
inderawinya yang ada pada benda seni itu kita lihat susunan atau penempatannya. Benda seni itu sendiri terdiri
dari unsur-unsur bentuknya dalam struktur tertentu, tetapi tanggapan orang dapat berbeda-beda pula dalam
menyusun struktur subjektifnya (nilai struktur). Aktivitas restrukturisasi benda seni oleh penganggap ini akan
melahirkan tafsir isi seni yang berbeda-beda pula.

Yang dimaksud dari isi seni alah ‘isi jiwa’ seniman yang terdiri dari perasaan dan intiusinya, pikiran dan
gagasannya. Sebuah benda seni secara simultan memberikan kesatuan nilai-nilai melalui bentuknya. Melalui
bentuk itulah tertangkap isi. Dalam hal ini terdapat dua aliran besar dalam aliran seniman, yaitu aliran
disinteresredness (ketanpa pamrihan) atau dikenal dengan semboyan ‘seni untuk seni’ , dan aliran yang
menekankan aspek isi ini dakam seni, bahwa seni itu selalu mempersoalkan nilai-nilai hidup lingkungan
manusia.
Sebuah benda seni disebut sebagai seni kalau sudah berada di tangan penanggap seni. Seni itu masalah
komunikasi, masalah relasi nilai-nilai. Sebuah benda akan diseut seni kalau melahirkan relasi seni berupa
munculnya berbagai nilai dari benda seni tersebut. Nilai itu selalu bersifat subjektif dan karenanya selalu
bersifat historis. Nilai itu bergantung dari tempat dan zamannya. Nilai itu bersifat konteksual, begitupun nilai
seni dapat ditinjau dari segi bentuk dan isinya. Bentuk sebi yang konteksual itu disebut idiom seni sezaman,
yakni bagaimana isi seni biasanya diwujudkan dalam sebuah bentuk seni, dan isi seni itu sendiri jelas
membawa nilai-nilai masyarakat sezamannya. Meskipun nilai seni itu konteksual secara bentuk dan isi, namun
ada pula nilai-nilai yang bersifat universal melewati batas waktu dan tempat.
11. BATASAN SENI

Menurut seorang Novelis Saul Bellow dalam Mr. Sammler’s Planet (1969) menulis: “ Intelektual adalah
makhluk yang suka penjelasan”. Soal batasan atau definisi adalah penjelasan rasional objektif tentang suatu
kenyataan, dan itu selalu berlaku di lingkungan kaum elit terpelajar. Kebenaran akan muncul kalau sudah
terjelaskan.

Batasan tentang seni barangkali jumlahnya telah mencapai puluhan atau ratusan. Dan tak satu pun yang
diterima oleh semua pihak, tergantung pada cara pandang dan fokus penekananya. Apalagi soal seni atau
kebudayaan yang merupakan pengertian nilai. Filsuf Nietzche mengatakan: “ Hanya yang tak memiliki sejarah
sajalah yang dapat diberi batasan”. Tetapi, seni dan kebudayaan punya sejarah, punya perkembangan, dan
dengan demikian sulit diberi batasan.

Karena seni bukan semata-mata “benda seni” tetapi juga nilai-nilai yang dikandungan di dalamnya dan yang
serta-merta dilihat oleh penikmat sebi, maka batasannya juga dapat ganda. Yang pertama menyangkut nilai
dan yang kedua menyangkut benda atau artefak seni. Batasan pertama yaitu bersifat (ideal) terdapat dalam
bidang filsafat, sedangkan yang kedua bersifat (empiris) terdapat dalam bidang ilmu.

Kesimpulannya adalah bahwa keindahan atau pengalaman seni itu terletak pada perasaan masing-masing
manusia san bukan pada benda yang menimbulkan pengalaman seni tadi. Sudah pasti ada dsifat0sifat tertentu
yang dikandung benda seni tadi. Maka, tak mungkin memberikan batasan ideal. Karena seni memang terus
berubah, berkembang, dan tak terduga-duga.

Menurut Melvin Rader, benda seni adalah perwujudan dari nilai-nilai seni yang diekspresikan seniman. Benda
seni benar-benar disebut benda seni kalu publik seni berhasil menggali nilai-nilai yang terkandung dalam
artefak seni tadi. Keberhasilan penggalian ini bergantung pada kemampuan publik seni untuk mendapatkan
apa yang mereka sebut “seni” dalam benda seni tersebut.

Batasan seni adalah batasan nilai tentang apa yang disebut seni. Memang ada usaha membuat batasan yang
bersifat pemerian atau deskripsi. Usaha ini hanya penting untuk membedakan antara seni dan ilmu, seni itu
bukan teknologi. Kembali kepada ucapan Nietzche di atas, bahwa segala hal tentang sesuatu yang memiliki
sejarah tak mungkin diberi batasan, maka seni terus berubah dan berkembang, seperti halnya manusia.

12. SENI SEBAGAI KUALITAS

Yang dimaksud dengan kualitas disini merupakan “ sesuatu yang dapat disebutkan mengenai suatu objek”
atau “segi dari suatu objek yang merupakan bagian objek itu dan dapat membantu melukiskannya” (Louis O
Kattsoff).
Seni bukan sekedar informasi mengenai kenyataan, seni harus berbeda dengan informasi fakta belaka. Dengan
informasi saja orang tak dapat “merasakan kualitas” suatu objek. Seni memang bertujuan memberikan
pemahaman, bukan secara nalar, verbal, tetapi secara empirik, pengalaman, penghayatan. Dan yang dapat
dialami atau dihayati adalah perwujudan kualitas objek tadi.

Sebuah karya seni dikatakan berhasil kalau mampu menawarkan kualitas objek seni melalui kualitas medium
seni. Dua-duanya tak dapat dipisahkan, hanya dapat dibedakan demi kepentingan penjelasan seperti ini. Seni
yang baik tentu berarti bahwa kualitas objek seni terwujudkan dalam kualitas medium seni secara tepat
berdasarkan selera atau sikap keindahan seniman.

Seni tanpa kualitas semacam itu akan merosot menjadi sekedar gambar informasi. Kualitas rasa itulah yang
harus ada dalam sebuah karya seni. Dan kualitas rasa hanya dapat dialami oleh orang yang mampu merasakan
kualitas tersebut. Dan ini memerlukan latihan berupa banyak pengalaman dalam menghadapi karya seni, di
samping pengetahuan tentang apa itu seni. Tentu saja kualitas yang dirasakan oleh seniman bersifat subjektif.

13. SENI MENURUT CLIVE BELL

Menurutnya, semua sistem estetik dimulai dari pengalaman pribadi subjek tentang terjadinya emosi yang khas
yang disebut emosi estetik. Karya seni yang berhasil akan mampu membangkitkan emosi estetik tertentu yang
berbeda satu sama lain. Mekipun semuanya itu berdasarkan selera subjek dalam “menilai” sebuah karya, dan
menghasilkan munculnya emosi estetik yang berbeda-beda, ada kualitas umum yang khas yang mendasari
emosi-emosi estetik itu, yakni significant form atau bentuk bermakna.

Seni bermakna itu terlepas dari berbagai kepentingan konteks sosial budaya. Seni bermakna itu universal dan
abadi, melewati batas-batas kepentingan konteks.

14. SENI MENURUT LEO TOLSTOI

Menurutnya, seni adalah sesuatu yang ada tindak memberi dan tindak menerima. Seni adalah ungkapan
perasaan seniman yang disampaikan kepada orang lain agar mereka dapat merasakan apa yang dirasakannya.
Tolstoi memberikan 3 syarat utama seorang seniman untuk membuat karya seni. Yakni nilai ekspresi,
kejelasan, dan kejujuran seniman.Tujuan seni yang pokok adalah ikut berperan dalam menyempurnakan hidup
umat manusia.
15. SENI MENURUT SUSANNE K. LANGER

Menurutnya, seni memiliki 3 prinsip yakni ekspresi, kreasi, dan bentuk. Seni adalah ekspresi perasaan yang
diketahuinya sebagai perasaan seluruh umat manusia, dan bukan perasaan dirinya sendiri. Dalam hal ini, tugas
seniman adalah mengobjektifkan pengalaman pribadinya. Prinsip yang kedua adalah kreasi, dimana seniman
harus menciptakan wujud seni berdasarkan material. Dan yang ketiga adalah prinsip bentuk, prinsip bentuk
dalam seni adalah hasil menyeluruh dari hubungan berbagai faktor yang saling terkait secara keseluruhan.

BAB 3.
SENI SEBAGAI EKSPRESI

16. EKSPRESI DALAM SENI

Seni baru lahir setelah perasaan itu menjadi pengalaman. Pengertian perasaan disini dalam lingkup yang luas,
yakni sesuatu yang dapat dirasakan, sensasi fisik, penderitaan dan kegembiraan, gairah dan ketenangan,
tekanan pikiran, emosi yang kompleks yang berkaitan dengan hidup manusia. Seni adalah ekspresi perasaan
yang diketahui sebagai perasaan seluruh umat manusia, dan bukan perasaan dirinya sendiri. Dalam hal ini, seni
sebagai alat unuk mengobjektifkan pengalaman pribadi sang seniman.

17. REPRESENTASI SENI

Khusus dalam representasi seni, istilah ini dapat mengandung arti sebuah gambaran yang melambangkan atau
mengacu kepada kenyatan eksternal. Atau berarti pula “ mengungkap ciri-ciri umum yang universal dari alam
manusia”. Dan, representasi juga berarti menghadirkan bentuk-bentuk ideal yang berada dibalik kenyataan
alam semesta.

Representasi seni adalah, upaya mengungkapkan kebenaran atau kenyataan semesta sebagaimana ditemukan
oleh senimannya dan tugas seniman disini adalah mengunggah kesadaran masyarakat terhadap realitas.
18. MEMAHAMI KREATIVITAS

Awal kreativitas adalah munculnya ketidakpuasan, kegelisahan atas lingkungan hidupnya. Manusia kreatif
adalah manusia yang memiliki kemampuan kreatif. Kemampuan kreatif antara lain kesigapan menghasilkan
gagasan baru. Gagasan baru itu baru muncul jika seseorang telah mengenal secara jelas gagasan yang telah
ada dan tersedia dalam lingkungan hidupnya. Tanpa mengenal dan menguasai budaya di tempat dia hidup, tak
mungkin muncul gagasan baru. Gagasan kreatif umumnya adalah gagasan asli, otentik, unik, milik dirinya.
Gagasan itu berbeda dari gagasan yang ada, yang telah lazim. Inilah yang membuat lahirnya gagasan baru
dapat ditolak lingkungannya, hanya karena tak lazim, lain dari yang lain. Kontroversi lahirnya gagasan baru
menunjukan adanya unsur kreativitas di dalamnya.

Kreativitas merupakan rahasia, seperti rahasia jiwa manusia itu sendiri. Batasan yang telah dibuat tentu akan
melahirkan batasan penantangnya. Karena jiwa manusia tidak bisa dirumuskan.
19. KREATIVITAS DALAM SENI

Segi kreativitas dalam seni harus ditinjau dari dua aspek, yakni nilai intrinsik, dan nilai ekstrinsik. Setiap
seniman menjadi kreatif dan besar, karena bertolak dari bahan yang telah tercipta sebelumnya. Dorongan
kreativitas sebenarnya berasal dari tradisi itu sendiri atau dari masyarakat lingkungannya.

Orang yang mampu melahirkan sikap baru dan temuan baru untuk melenyapkan segala kenjanggalan tersebut
dapat disebut kreatif, mekipun caranya bersikap dipengaruhi atau bertolak dari sikap budaya yang telah tersedia
dalam masyarakatnya.

Karya seni itu merupakan usaha, menjawab atau menanggapi kejanggalan hidup zamannya. Jadi, titik tolak
kreativitas adalah justru hal-hal yang sifatnya ekstrinsik seni. Persoalan ekstrinsik dicoba dijawab dengan
ucapan otonomi seni, yakni aspek intrinsik seni.

20. TRADISI SENI

Setiap seniman, sebenarnya mencipta berdasarkan karya tradisi didalam masyarakatnya dan diluar
masyarakatnya. Sebuah karya seni lahir berupa kumpulan hasil pengutipan dan peminjaman dari sejumlah
karya seni yang nilai-nilainya dikagumi oleh sang pencipta. Jadi, setiap karya seni yang baru akan lahir
berdasarkan oleh tradisi seni yang telah ada. Dengan cara ini setiap karya seni akan diterima oleh
masyarakatnya. Karya demikian itu dengan segera dapat dilihat oleh masyarakatnya. Masyarakat lantas
mengakuinya sebagai karya seni.

Berdasarkan kaitan antara tradisi seni dan karya seni, ciptaan baru dapat dilihat adanya tiga jenis karya seni.
Pertama, karya seni yang setia pada nilai-nilai tradisi. Kedua, karya seni yang bersifat tradisi tapi sudah muncul
sifat kritis. Ketiga, karya yang sama sekali menolak tradisi. Begitulah kita lihat bahwa setiap karya seni atau
seniman mula mula dibentuk oleh tradisi.

21. TUJUAN SENI

Seni adalah tujuan seni itu sendiri. Seni diciptakan demi keindahan semata. Semboyan yang terkenal dalam
hal ini adalah “seni untuk seni”. Dalam hubungannya dengan moralitas, seni bertujuan menemukan dan
mengungkapkan keindahan semesta, karena adanya sesuatu yang agung dan mulia sesuai dengan apresiasi
terhadap kosmos. Perbedaan pandangan terhadap seni tentu saja akan terus berlangsung dalam sejarah. Dan
ini tidak menentukan apakah pandangan “seni sebagai alat” atau “seni untuk masyarakat” lebih baik daripada
pandangan ”seni sebagai tujuan” atau “seni demi seni”.

Semua itu bergantung pada pilihan seseorang. Seorang penganut “seni untuk masyarakat” dengan sendirinya
akan menolak kehadiran “seni untuk seni” atau sebaliknya.

Tetapi pada kenyataannya, setiap seniman bekerja di antara kedua pandangan tersebut. Seni itu bertujuan seni
dan dengan demikian memiliki nilai kegunaan bagi masyarakatnya, sebab bagaimanapun seni itu orientasinya
selalu untuk orang lain, bukan untuk diri si seniman itu sendiri.

22. TEKNIK SENI

Mengenal seluk beluk teknik seni dan menguasai teknik tersebut amat mendukung kemungkinan seorang
seniman menuangkan gagasan seninya secara tepat seperti yang dirasakannya. Ini karena bentuk seni yang
dihasilkannya amat menentukan kandungan isi gagasannya. Isi gagasan seni itu dikenal melalui bentuk
seninya. Begitu bentuk seninya, begitu pula kandungan isi gagasan seninya. Dengan demikian, penguasan
teknik amat penting dalam penciptaan karya seni. Makin mengenal dan menguasai teknik seni, makin bebas
pula si seniman menuangkan segala aspek gagasan seninya. Gagasan yang hebat tanpa disertai penguasaan
teknik seni yang hebat pula dapat kelahiran karya seni.

23. MORALITAS SENIMAN

Seniman itu adalah saksi kebenaran. Kalau dia jujur dengan kesaksiannya itu, dia bisa disebut
seniman otentik. Tetapi, kalau dia tidak jujur pada dirinya, dan juga pada orang lain, dia telah
melakukan korupsi kebenaran. Dia tidak otentik. Dia menipu orang lain dengan menyembunyikan
kebenaran kenyataan yang diketahuinya. Sebaliknya, seorang seniman yang kehidupan sehari-
harinya sarat dengan korupsi dan tipu menipu boleh jadi otentik, jujur, dalam menyatakan kebenaran
yang dilihatnya.

BAB 4.
SENI SEBAGAI BENDA

24. PENGGOLONGAN SENI

Pada abad ke-18 di Eropa, para bangsawan menggolongkan seni menjadi dua. yakni golongan seni halus
(liberal arts) yang karyanya dibuat oleh seniman dan seni kasar (vulgar arts) yang karyanya dibuat oleh
tukang. Namun pada abad ke-20 di barat terjadi perubahan sosial budaya besar, dimana pendekatan pada
penggolongan seni bukan lagi berdasarkan ideologi suatu golongan, tapi lebih menitik beratkan segi objektif
benda seni itu sendiri. Penggolongan lebih di dekati oleh material seni dan cara seni di indera. Seperti seni
visual, seni audio, dan seni audi visual. Ada pula yang menggolongkannya menjadi seni statis dan dinamis.

25. BENDA SENI

Benda seni adalah, titik pertemuan komunikasi antara seniman dan publiknya. Benda seni adalah seusatu yang
mewujud, dan demikian dapat dilihat atau didengar atau dilihat dan di dengar sekaligus oleh penikmat seni.
Benda seni harus inderawi, harus dapat di indera oleh publik seni. Dan benda seni hanya dapat menampung
kerja indera pelihat (visual) serat pendengaran (audio), tetapi tidak indera pembau, peraba, dan perasa.
Penginderaan lihatan dan dengaran dipergunakan dalam perwujudan seni karena objek inderawi tersebut dapat
dibentuk secara tetap dan dapat di kontrol bahannya. Jadi, bahan seni hanya sekedar alat atau instrumen
seniman untuk mewujudkan gagagsan seninya agar dapat di indera oleh orang lain.

26. BENTUK DAN ISI

Nilai yang biasa ditemukan dalam senuah karya seni ada dua, yakni nilai bentuk (inderawi) dan nilai isi (di
balik yang inderawi). Nilai bentuk inilah yang pertama-tama tertangkap oleh penerima atau penikmat seni.
Nilai bentuk tersebut terdiri atas nilai bahan seni atau juga disebut medium dalam uatu bentuk seni. Dari nilai
bentuk ini mulailah bangkit seluruh potensi diri penikmat untuk menggali lebih jauh nilain-nilai lain yang
ditawarkannya. Mulailah muncul nilai “isi” seni. Penikmat dapat menangkap perasaan tertentu atau
terbangkitkan perasaan tertentunya oleh bentuk tadi. Bentuk lahiriah (inderawi) juga dapat mengembangkan
gagasan dan pesan. Dengan ditangkapnya nilai-nilai isi tadi lengkaplah peristiwa komunikasi nilai seni.
Tinjauan “isi” dan “bentuk” seni dapat dijadikan pegangan untuk menganalisis sejauh mana sebuah karya seni
menenkankan dua aspek tersebut.

27. PEMUJA BENTUK DAN PEMUJA ISI

Disini kita bicara soal stimulus dan tanggapan dalam seni. timulus itu hanya sekedar perangsang munculnya
sesuatu yang menarik atau justru tidak menarik bagi seniman. Tanggpan ini harus diwujudkan dalm suatu
bentuk lewat medium seni yang sangat dikuasainya. Di lain pihak, kaum pemuja isi seni lebih menekankan
pada tanggapan stimulus-stimulus dunia luar mana yang di anggap signifikan atau bermakna, yang penting,
dalam pandangan seseorang. Benda seni disebut menarik karena “bagaimana” -nya, tetapi bukan hanya demi
bagaimananya itu. Juga memperhitungkan “apa”-nya. Kebesaran karya seni disebabkan oleh hadirnya kedua
aspek tadi, bentuk dan isi. Bentuk dan isi tak dapat di pisahkan, namun kecenderungan stimulus bisa saja
mengabaikan penemuan bentu-bentyuk baru yang segar, dan cenderung mengajukan persoalan besar dalam
seni.

28. SENI SEBAGAI BENTUK BERMAKNA

Seni yang baik mampu memberikan pengalaman, baik pengalamn emosi ataupun kognisi. Seni itu objektif dan
sekaligus subjektif. Seni itu logis dan sekaligus intuitif. Seni itu konkret tetapi juga abstrak. Sebab seni
berangkat dari pengalaman hidup sehari-hari tetapi, keberangkatan itu di maksudkan untuk mencapai sesuatu
yang bukan pengalaman sehari-hari lagi. Sehingga menjadi suatu bentuk bermakna yaitu suatu pengalaman
khas yang tak terjelaskan secara empiris maupun secara logis. Karya seni besar bukan tidak habis di pelajari,
tapi tak pernah membosankan untuk dihayati.

29. MEMESIS DAN IMAJINASI

Terdapat dua kubu yang membahas persoalan tentang apa yang seharusnya diwujudkan dalam benda seni.
Kubu pertama adalah kubu memesis. Plato dan Aristotelse beranggapan bahwa seni hanyalah tiruan alam yang
meniru dunia sebab memang ada kemampuan bawaan manusia dalam hal itu. Tugas seniman adalah
menemukan hal-hal yang general dan universal dari suatu objek alam. Sedangkan kubu kedua adalah kubu
kaum estet yang berangggapan bahwa dunia seni sebagai suatu heterokosmos, suatu dunia seni yang
merupakan dunia lain. Tugas seniman disini adalah menciptakan kesadaran sosial atas realitas itu sendiri.
Seniman dituntut dunia khayal atau fiksi tertinggi.
BAB 5.
SENI SEBAGAI NILAI

30. SENI SEBAGAI NILAI

Seni memang menyangkut nilai, dan yang disebut seni memang nilai bukan bendanya. Nilai adalah sesuatu
yang selalu bersifat subjektif, tergantung pada manusia yang menilainya. Karena subjektif, maka setiap orang,
setiap kelompok, setiap masyarakat memiliki nilai-nilainya sendiri yang disebut seni. Setiap artefak seni
mengandung aspek nilai intrinsik-artistik, yakni berupa “bentuk-bentuk menarik atau indah”. Nilai lain dalam
karya seni adalah nilai kognitif atau pengetahuan dan niali seni yang terakhir adalah niali hidup. Bentuk seni
itu harus punya makna. Dan makna itu tidak muncul dengan sendirinya. Makna itu harus dicari oleh si pemilik
nilai seni.

31. SEDIKIT TENTANG NILAI SENI

Nilai atau kualitas itu harus tertentu, yang dapat menyebabkan orang mengakuinya. Terdapat 3 nilai dasar
dalam seni. Yaitu, nilai penampilan, nilai isi, dan nilai pengungkapan.

32. SEKALI LAGI TENTANG NILAI-NILAI SENI

Nilai sebagai esensi, nilai sebagai kepentingan subjektif, dan seni sebagai kualitas, merupakan nilai-nilai yang
pokok dalam seni. Nilai dapat di artikan esensi, pokok yang mendasar, yang akhirnya dapat menjadi dasar-
dasar normatif. Nilai sebagai kepentingan subjektif, inilah sebabnya adanya pembagian atau penggolongan
seni kaum elit terpelajar, seni populer kaum terpelajar, seni massa kaum kurang terpelajar, dan seni rakyat.
Dan seni sebagai kualitas. Nilai kualitas dalam seni sangat tergantung pada bahan seni.

33. KOSMOS DAN CHAOS

Seni adalah sebuah kosmos. Seni itu sebuah bentuk yang mengandung keteraturan dalam keutuhan dirinya.
Seni, dengan demikian, juga mampu memberikan penilaian terhadap hidup yang chaos ini. Seni dapat
memberikan arti dan harga terhadap hidup ini. Seni dapat membuat seseorang nyaman hidup di dunia yang
chaos ini karena seni memberikan pemahaman tentang apa itu arti hidup.

Pengalaman seni adalah pengalaman dalam kosmos bukan pengalaman dalam hidup. Pengalaman kosmos
amat terbatas, meskipun dapat melibatkan semua aspek kejiwaan kita, seperti penginderaan, pikiran, perasaan,
intuisi, bawah sadar kita. Pengalaman seni yang terbatas dalam kosmosnya tadi dapat memberikan beberapa
pengalaman nilai kepada kita. Yang pertama, nilai inderawi. Yang kedua, nilai struktur bentuk. Dan yang
ketiga, nilai-nilai pragmatis kehidupan.

Ketiga nilai utama tadi masing-masing merupakan suatu keutuhan pengalaman, dan pada gilirannya ketiga
aspek keutuhan tadi juga menjadi suatu keutuhan kosmos tersendiri-bagaimana bentuk begitulah isinya, dan
bagaimana isi begitulah bentuknya. Bentuk dan isi merupakan suatu keutuhan kosmos.

Dunia yang tidak teratur diberi aturan dalam tataan bentuk tertentu berupa karya seni. Dari tata aturan tadi
lahirlah makna, nilai-nilai. Seni yang baik itu membersihkan justru karena keutuhan dan kesempurnaan
kosmos yang berhasil dibangunnya. Yang sempurna itu bulat dan utuh, terstruktur kuat, dan karenanya logis,
benar, dan indah.

34. UNIVERSALITAS SENI

Sebuah karya seni mengandung nilai universal kalau karya itu berhasil menenemukan nilai esensi, nilai
mendasar yang bersifat abstrak. Nilai itu dapat terletak pada aspek intrinsik seni nya atau pada aspek
ekstrinsiknya. Selain itu keindahan logis dari sesuatu penyusunan struktur dapat memberikan rasa kebenaran
yang bersifat universal.

35. SENI DAN KEINDAHAN

Setiap karya seni mengandung keindahan. Dan keindahan tidak selalu harus senada dengan keindahan
pemandangan alam yang halus, lembut, menentramkan. Indah juga terwujud dalam bentuk kasar, keras, kacau,
dan tak seimbang atau tak haromonis, asal membawakan suatu makna. Makna ekstrinsik itulah yang
menyebabkan sebuah karya seni dikatakan indah, “menyenangkan inderawi dan menggembirakan batin”.

Anda mungkin juga menyukai