Anda di halaman 1dari 23

IRIGASI DAN DRAINASE

“Seleksi Sistem Irigasi”

Disusun Oleh :

Shifa Fauziah
205040200111278/ N
Dosen pengampu :

Syamsul Arifin

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

2022
BAB I
LATAR BELAKANG
Irigasi merupakan suatu proses untuk mengalirkan air dari suatu sumber
air ke sistem pertanian. Secara garis besar irigasi adalah usaha pemenuhan
kebutuhan air bagi tanaman agar tumbuh optimal. Irgasi dapat berasal dari
beberapa sumber, yaitu air permukaan dan air tanah ataupun teknologi yang
digunaan untuk mengalirkan air, seperti irigasi pompa. Fungsi utama irigasi adalah
untuk menambah air atau lengas tanah ke dalam tanah untuk memasok kebutuhan
air bagi pertumbuhan tanaman juga untuk menjamin ketersediaan air, menurunkan
suhu tanah, pelarut garam dalam tanah, mengurangi kerusakan karena
forst/jamur, dan melunakkan lapis keras tanah dalam pengelolaan tanah
(Hansen,1992). Sistem irigasi menurut Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2006
tentang Irigasi adalah prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagan
pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Jadi, sistem irigasi dapat diartikan
sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya
penyediaan, pembagian, pengelolaan, dan pengaturan air dalam rangka
meningkatkan produksi pertanian.
Sistem irigasi pada pertanian merupakan suatu kesatuan yang sangat
diperlukan dalam kegiatan pertanian. Sistem pertanian terdiri atas beberapa
kegiatan dan komponen mengenai penyediaan air, pembagian air, pengelolaan
air, dan pengaturan air untuk meningkatkan produksi dalam pertanian.
Pengelolaan lahan pertanian harus menggunakan jaringan irigasi yang optimal
sesuai dengan kebutuhan air tanaman dan kondisi yang sesuai pada lahan. Air
irigasi dapat bersumber dari sungai, mata air, dan sumber air lainnya yang
kemudian dialirkan pada lahan pertanian. Namun, air tersebut perlu dikelola
terlebih dahulu. Pengelolaan air irigasi sangat berperan penting untuk menjaga air
agar tetap tersedia dan dapat meningkatkan produksi pertanian. Teknik irigasi
yang diterapkan pada lahan komoditas padi di daerah Karangploso, Kabupaten
Malang adalah irigasi permukaan dengan sistem basin dimana terdapat petak
lahan yang dibatasi oleh tanggul atau selokan kecil di sekelilingnya. Air bergerak
dari pintu untuk memasukkan air kemudian air akan menggenangi seluruh petak
sawah dalam periode waktu tertentu yang dikehendaki. Kemudian air akan keluar
melalui pintu drainase setelah air sudah tidak diperlukan untuk menggenangi.
Komoditas utama dari lahan di Karangploso ini yaitu tanaman padi.
Budidaya padi sawah dapat dilakukan di segala musim tergantung bagaimana
sistem irigasi yang disediakan pada lahan persawahan tersebut (Kurnianti, 2013).
Tanah yang sesuai untuk tanaman padi, secara fisik mempunyai tekstur lempung
hingga lempung liat berpasir, strukturnya ringan, memiliki pori-pori mikro yang
cukup dengan komposisi 20%. Berdasarkan kajian Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, bahwa tanah yang
cocok untuk tanaman padi lebih ditentukan oleh pengelolaannya dibandingkan
kondisi iklim dan tanahnya. Reaksi tanah (pH) yang masih dapat ditoleransi
tanaman padi adalah berkisar antara 4,5 – 8. Tanaman padi dapat tumbuh dengan
baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi.
Pada permasalahan yang akan dibahas pada pengamatan ini sistem irigasi
yang akan diperbaiki adalah sistem irigasi pada lahan persawahan, dimana lahan
persawahan digunakan untuk menanam padi. Padi adalah tanaman yang
membutuhkan banyak air dan kebutuhan air pada tanaman padi berbeda pada
setiap fase pertumbuhannya. Kebutuhan air pada fase vegetatif lebih banyak
dibandingkan pada fase generatif dan akan meningkat lagi pada fase pemasakan
(Fuadi et al., 2016). Oleh karena itu, padi membutuhkan sistem irigasi untuk dapat
mencukupi kebutuhan airnya. Pada lahan yang diamati yaitu di Karangploso sudah
terdapat adanya irigasi. Namun diperlukan rancangan sistem irigasi akan dibuat
untuk memperbaiki sistem irigasi yang telah ada. Tepatnya untuk memperbaiki
sistem irigasi permukaan yang telah ada. Pada irigasi permukaan, air akan diambil
dari sumber yang ada, lalu bangunan penangkap dibuat, dan kemudian air akan
dialirkan selalui saluran primer dan saluran sekunder pada setiap petak-petak
sawah yang ada. Menurut Kemen PUPR (2017), irigasi permukaan cocok
diterapkan pada lahan untuk penanaman komoditas padi. Diharapkan dengan
adanya perancangan ini, maka sistem irigasi akan lebih efektif dan efisien dari
yang sebelumnya.
BAB II
MEKANISME SELEKSI IRIGASI
2.1 Target Pengembangan Irigasi
Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan
Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi mengamanatkan bahwa tanggung
jawab pengelolaan jaringan irigasi tersier sampai ke tingkat usahatani dan jaringan
irigasi desa menjadi hak dan tanggung jawab petani, yang terhimpun dalam wadah
perkumpulan petani pemakai air (P3A) sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi dan Pemerintah
daerah Kabupaten/Kota disebutkan bahwa kewenangan pengembangan/
rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani menjadi kewenangan dan tanggung
jawab instansi tingkat Kabupaten/Kota yang menangani urusan pertanian.
Mengingat sebagian besar pemerintah Kabupaten/ Kota dan petani pemakai air
sampai saat ini belum dapat menjalankan tanggung jawabnya, maka Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan
Sarana Pertanian berusaha untuk membantu meningkatkan pemberdayaan petani
pemakai air dalam pengelolaan jaringan irigasi melalui kegiatan pengembangan/
rehabilitasi jaringan irigasi.
2.1.1 Tujuan dan Sasaran Investasi Irigasi
Irigasi merupakan kegiatan usaha yang dilakukan untuk mendapatkan air
guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut mulai dari perencanaan,
pembuatan, pengelolaan, dan pemeliharaan sarana untuk mengambil air serta
membagi air secara teratur dan bila terjadi kelebihan air dapat dengan
membuangnya melalui saluran drainase. Irigasi untuk pertanaman padi di
Indonesia berasal dari berbagai sumber air seperti sungai, daerah aliran sungai
(DAS) dan danau. Indonesia memiliki banyak sekali potensi sumber daya air yang
tersebar di seluruh provinsi yang berkisar 8753 DAS dari 124 wilayah sungai
(Supriadi dan Rivai, 2018). Daerah aliran sungai serta danau sangat diperlukan
dalam mengendalikan dan mengoptimalkan sumber daya air, termasuk dalam
menghadapi perubahan pola musim serta mengurangi tingkat resiko bencana
kekeringan di musim kemarau ataupun banjir dimusim penghujan.
Lahan sawah secara teknis yaitu jaringan sistem irigasi dimana saluran
pemberi air terpisah dengan saluran pembuang. Hal ini agar dapat sepenuhnya
diatur dan diukur dengan mudah penyediaan serta pembagian air ke dalam lahan
sawah tersebut. Teknis irigasi pada lahan sawah umumnya menggunakan jenis
irigasi permukaan yang terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan
bangunannya. Menurut Herliyani, (2012) yang menyatakan bahwa saluran irigasi
terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Saluran primer, merupakan saluran yang membawa air mulai dari
jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang
akan diairi.
b. Saluran sekunder, yaitu saluran yang digunakan untuk membawa air
dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran
sekunder tersebut
c. Saluran tersier, adalah saluran yang berfungsi membawa air dari
bangunan sadap tersier dari jaringan utama ke dalam petak tersier
saluran kuarter.
Pengembangan irigasi yang dilakukan harapannya dapat memudahkan
petani dengan memberikan banyak manfaat yang diberikan seperti jumlah
produksi yang meningkat, tersedianya air di lahan, dapat mengurangi dana yang
seharusnya dikeluarkan pemerintah, serta dapat terjalinnya hubungan yang baik
antar petani dalam satu kawasan desa (Eko, 2013). Investasi irigasi merupakan
salah satu peluang untuk dapat meningkatkan intensifikasi, ekstensifikasi, dan
diversifikasi pertanian guna menunjang ketahanan pangan para petani maupun
tingkat nasional. Menurut Supriadi dan Rivai (2018) kemampuan investasi irigasi
diharapkan dapat berperan penting dalam pembangunan pertanian di daerah
irigasi yang belum berkembang dengan bantuan dukungan dari pemerintah.
2.1.2 Keselarasan investasi irigasi dengan Tujuan jangka panjang
Pengelolaan irigasi diselenggarakan untuk mengutamakan kepentingan
masyarakat petani dan menempatkan perkumpulan petani pemakai air sebagai
pengambil keputusan serta pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi
tanggung jawabnya. Sektor sumber daya air irigasi dapat menghadapi
permasalahan investasi jangka panjang dan pengelolaan atau manajemen yang
semakin komplek dan menantang. Dengan begitu, tanpanya penanganan yang
efektif dan efisien hal-hal tersebut dapat menjadi kendala bagi pengembangan
perekonomian dan tercapainya ketahanan pangan nasional. Kerusakan jaringan
irigasi disamping karena faktor-faktor umur bangunan dan bencana alam, juga
dapat diakibatkan oleh minimnya penyediaan dana operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kuantitas dan kontinuitas
pembagian air irigasi. Hal ini dikarenakan saluran tidak terlewati air dapat terjadi
kerusakan. Adanya kemunculan kerusakan jaringan irigasi juga disebabkan oleh
faktor perilaku para pengelola irigasi dan masyarakat pengguna air. Menurut UU
No. 7 tahun 2004 berkaitan dengan sumber daya air dan PP nomor 20 tahun 2006
tentang irigasi dijelaskan bahwa pembagian kewenangan pengelolaan jaringan
irigasi didasarkan pada luasan areal persawahan yang dilayani oleh jaringan irigasi
tersebut, yaitu: luas areal sampai dengan 1000 Ha adalah kewenangan
Pemerintah Kabupaten, luas areal 1000 – 3000 Ha yaitu kewenangan Pemerintah
Provinsi, dan luas areal diatas 3000Ha merupakan kewenangan Pemerintah
Pusat. sementara itu, Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pelaksanaan desentralisasi diberikan
keleluasaan kepada daerah guna melaksanakan otonomi daerah dengan prinsip
pendekatan pelayanan kepada masyarakat diberbagai bidang termasuk irigasi.
2.2 Kondisi dan Kendala Sistem Irigasi saat ini
Potensi air permukaan di Indonesia sebesar 2,7 Trilyun m3 /tahun, dapat
dimanfaatkan 691,3 milyar m3 /tahun. Dari potensi tersebut saat ini sudah
termanfaatkan sebesar 222,6 milyar m3 /tahun diantaranya untuk sektor irigasi
sebesar 177,1 milyar m3 /tahun. Rendahnya keandalan air irigasi di mana hanya
76.542 Ha (10,7%) luas irigasi permukaan yang airnya dijamin oleh waduk,
sisanya sebesar 6.383.626 Ha (89,3%) mengandalkan debit sungai. Kinerja
jaringan irigasi yang bergantung pada kondisi wilayah sungai. Belum optimalnya
kondisi dan fungsi prasarana irigasi permukaan nasional. Total irigasi permukaan
di Indonesia seluas 7,1 juta ha atau 78% dari total luas irigasi nasional seluas
9,136 juta ha. Seluas 46% atau atau sekitar 3,3 juta ha prasarana irigasi dalam
kondisi dalam kondisi rusak, dimana 7,5 % merupakan kewenangan pusat
sedangkan 8,26% merupakan irigasi kewenangan provinsi dan 30,4% merupakan
kewenangan pemerintah kabupaten atau kota. (Audit Kinerja Jaringan Irigasi,
2014). Salah satu cara untuk melihat sistem irigasi yang terkait dengan
kelembagaan dan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/ kota tersebut adalah dengan melihat
kinerjanya. Dengan demikian, akan diketahui sejauh mana skema irigasi mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Pengelolaan infrastruktur irigasi yang menunjang
irigasi masa depan diperlukan untuk terlaksananya multifungsi pertanian yaitu
terwujudnya proses diversifikasi pertanian secara meluas, meningkatnya fungsi
konservasi sistem irigasi, dan terpeliharanya warisan nilainilai budaya berupa
kearifan lokal dan modal sosial dalam pengelolaan irigasi (Pasandaran, 2007).
Dalam rangka pengelolaan sumber daya air irigasi yang efisien, dan berdimensi
pemberdayaan petani diperlukan penyesuain kelembagaan, baik untuk
kelembagaan pemerintah, swasta maupun petani (Rachman, 2009). Pengelolaan
irigasi memerlukan kelembagaan pengelolanya yaitu kepengurusan dan anggota
serta berbagai norma yang menyertainya, agar efisien dalam pemanfaatannya dan
tetap berkelanjutan. Dalam sistem irigasi, modal sosial merujuk pada sesuatu yang
mendukung dan memungkinkan semua distribusi air dengan kriteria tepat jumlah
dan tepat waktu untuk semua petani dalam satu daerah irigasi (Rivai, 2013).
2.2.1 Kondisi sistem irigasi saat ini
Pengelolaan irigasi adalah salah satu faktor pendukung utama bagi
keberhasilan pembangunan pertanian terutama dalam rangka peningkatan serta
perluasan tujuan pembangunan pertanian dari program swasembada beras
menjadi swasembada pangan. Pemerintah telah mencanangkan pokok-pokok
pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi, petani pemakai air sesuai
dengan hakekat pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat agar pokok-pokok
pembaharuan kebijaksanaan pengelolaan irigasi tersebut dapat mencapai
sasaran tepat guna. Kebijakan pengelolaan irigasi yang efektif, sehingga
keberlanjutan sistem irigasi dan hak-hak atas air bagi semua pengguna dapat
terjamin. Mengingat irigasi tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya air secara
keseluruhan, maka reformasi kebijakan dalam bidang keirigasian harus
dilaksanakan secara simultan dan konsisten dengan reformasi pengelolaan
sumberdaya air secara keseluruhan. Masalah irigasi pada umumnya terkait
dengan upaya pemenuhan kebutuhan air untuk pertanian secara luas termasuk di
dalamnya kebutuhan air untuk tanaman pangan, peternakan dan perikanan,
kebutuhan bagi tanaman perkebunan, dan tanaman hortikultura yang meliputi
sayur sayuran, buah buahan, dan tanaman hias (Nelvi, 2019).
Irigasi permukaan (surface irrigation) merupakan metode irigasi dimana
pemberian air pada tanaman dilakukan dengan cara menggenangi permukaan
tanah dengan ketebalan tertentu dan membiarkannya selama beberapa waktu
agar air mengisi rongga tanah pada root zone melalui proses infiltrasi. Pada lahan
yang diamati berupa lahan sawah yang ditanami dengan komoditas padi (Oryza
sativa). Pada lahan tersebut digunakan sistem irigasi permukaan dengan sistem
basin, dimana terdapat petak lahan yang dibatasi oleh tanggul atau selokan kecil
di sekelilingnya. Air bergerak dari pintu untuk memasukkan air kemudian air akan
menggenangi seluruh petak sawah dalam periode waktu tertentu yang
dikehendaki. Kemudian air akan keluar melalui pintu drainase setelah air sudah
tidak diperlukan untuk menggenangi. Permasalahan yang terjadi adalah kurang
terukurnya debit air yang masuk ke dalam lahan sawah. Petani hanya
menggunakan feeling untuk mengairi sawah dengan air irigasi yang
mengakibatkan kurang optimalnya penggunaan air untuk irigasi dan banyak yang
terbuang.
2.2.2 Kondisi lahan pertanian saat ini dan kendalanya
Lahan pertanian yang berada di Jalan Raya Anggrek, Kecamatan
Karangploso, Kabupaten Malang adalah lahan jenis sawah dengan komoditas
yang ditanam yaitu padi. Pada lahan sawah Karangploso ditemukan tekstur tanah
lempung berliat (clay loam). Tekstur tanah lempung berliat memiliki ciri agak kasar,
dapat membentuk bola agak teguh bila kering, membentuk gumpalan bila dipilin
tetapi mudah hancur, serta daya lekatnya sedang (Hanafiah, 2005). Lahan sawah
Karangploso memiliki tingkat kemiringan yang tergolong datar. Hal ini terlihat dari
ketinggian tanaman padi yang hampir sama sehingga dapat digolongkan tidak
adanya kemiringan pada lahan Karangploso. Lahan sawah Karangploso
menggunakan irigasi basin (basin irrigation). Water sources pada lahan
Karangploso memiliki Sumber air dari hujan, mata air, dan anak sungai yang
berada di sekitar lahan. Sedangkan pada Intake facilities, terdapat alat seperti
pompa dimana membantu menyalurkan air pada titik sumber air. Adanya
conveyence system yaitu kanal sehingga membantu pengantaran air pada lahan
Karangploso. Tidak adanya waterstorage facilities, hal ini dikarenakan air langsung
disalurkan dari kanal menuju lahan irigasi sehingga penyimpanan sementara tidak
diperlukan. Kanal or pipe system yang digunakan adalah kanal dimana
menghubungkan antara lahan Karangploso dan sungai-sungai kecil di sekitaran
lahan tersebut. Pada In field water use system, adapun macam irigasi di lahan
Karangploso menggunakan irigasi basin. Accessibility infrastructure pada lahan
Karangploso tergolong dalam mudah diakses dikarenakan lahan tersebut tidak
jauh dari jalan raya. Selain itu juga sumber air dari lahan Karangploso pun tidak
memiliki jarak yang jauh dari lahan budidaya. Kendala dari lahan Karangploso ini
yaitu alih fungsi lahan yang menyebabkan kelebihan air limpahan seperti pada
gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Kondisi Lahan padi di Karangploso


2.2.3 Kinerja sistem irigasi saat ini
irigasi merupakan sistem pengelolaan pendistribusian aliran irigasi
pertanian khas masyarakat dan terbukti mampu meningkatkan produktivitas
pertanian masyarakat. Menurut Nelvi, (2019) perkembangan sistem irigasi di
Indonesia sangat pesat Pada era sekarang yang cenderung berkutat dengan
berbagai teknologi terkini mungkin jarang sekali yang mengetahui dan paham
mengenai irigasi tradisional. Melalui sistem irigasi ini para petani mendapatkan
jatah air sesuai ketentuan yang diputuskan dalam musyawarah warga.
Pengabdian menelusuri keberadaan jaringan irigasi, dilakukan untuk mengetahui
keberadaan jaringan irigasi serta keberlanjutan pengelolaan jaringan irigasi.
Keberadaan sistem jaringan irigasi saat ini dengan kondisi baik relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan kondisi rusak ringan berat, rusak sedang dan rusak ringan.
Sehingga untuk keberlanjutan pengelolaan jaringan irigasi, diperlukan kerjasama
dari pihak-pihak yang terkait untuk melakukan kegiatan pencegahan,
pemeliharaan serta pengelolaan jaringan irigasi dengan baik. Penerapan teknologi
irigasi sprinkler otomatis berbasis tenaga surya dapat dirancang dengan
memanfaatkan teknologi digital, mikrokontroler dan jaringan sensor.
Ditemukan model terbaru pengelolaan irigasi yang sudah diterapkan di
tengah-tengah masyarakat mengenai Pengelolaan irigasi yang merupakan salah
satu sektor pendukung utama bagi keberhasilan pembangunan pertanian,
terutama dalam rangka meningkatkan produksi pangan khususnya beras. Namun
dalam perkembangannya kinerja pengelolaan irigasi telah mengalami penurunan
yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kegiatan perawatan, perbaikan atau
pemeliharaan jaringan irigasi yang tertunda (divert maintenance), kerusakan
karena ulah manusia, dan bencana alam. Pemeliharaan Berkala Pemeliharaan
berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan secara
berkala dalam kurun waktu tertentu. Dan Pemeliharaan rutin dilakukan di
sepanjang saluran primer, sekunder, dan tersier yang melalui daerah persawahan
dan lahan pertanian palawija Sedangkan pada bagian/ruas saluran primer dan
sekunder yang tidak melalui daerah persawahan yang mendapat
manfaat/menggunakan air irigasi dari saluran dilakukan oleh pengelola jaringan
irigasi (pengamat/UPT Pengairan) di bawah pengawasan Dinas Pengembangan
Sumber daya Air.
Kinerja sistem irigasi yang telah diterapkan pada lahan Karangploso ini
termasuk kurang dan perlu mendapatkan perhatian. Menurut Mulyadi, dkk (2014),
Kinerja irigasi menjadi indikator untuk menggambarkan pengelolaan sistem irigasi;
penilaian kinerja dilakukan terhadap 6 (enam) parameter yaitu Prasarana Fisik,
Produktivitas Tanaman, Sarana Penunjang, Organisasi Kepegawaian,
Dokumentasi, dan Perkumpulan Petani Pengguna Air, berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 32/2007. (P3A), Dalam penelitian ini digunakan
teknik survei sebagai metode penelitian. Teknik survei digunakan untuk
mengumpulkan data dari lokasi tertentu dalam hal ini menggunakan daerah
Karangploso. Kinerja sistem jaringan irigasi utama dinilai dalam proses ini dengan
mensurvei Kinerja Sistem Irigasi (Permukaan). Kinerja prasarana fisik dianalisis
menggunakan sistem pembobotan yang ditentukan. Prasarana fisik memiliki bobot
paling besar dalam mengukur efektivitas suatu daerah irigasi, yaitu mencapai 45%
dari total. Dari hasil survei yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
kinerja sistem irigasi pada lahan ini perlu diperbaiki.
2.3 Proses Mempertimbangkan Pilihan Irigasi
Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas,
jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam 3 tingkatan yaitu : 1) Nonteknis 2) Semi
Teknis 3) Teknis Perbedaan. Dari klasifikasi jaringan irigasi diatas adalah
berdasarkan bangunan utama, kemampuan dalam mengatur dan mengukur debit,
bentuk jaringan saluran, pengembangan petak tersier, efisiensi secara
keseluruhan, dan ukuran. (Dept. Pek. Umum, 2008). Dalam konteks standardisasi
irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini
cocok untuk dipraktekkan di sebagian besar proyek irigasi di Indonesia. Dalam
suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok,
yaitu:
1. Bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari
sumbernya, umumnya sungai atau waduk.
2. Jaringan pembawa, berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke
petakpetak tersier.
3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan
air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.
4. Sistem pembuang yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang
kelebihan air lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.
Irigasi Non-teknis adalah irigasi yang pembagian air tidak diukur atau diatur,
air lebih akan mengalir ke selokan pembuang. Para pemakai air tergabung dalam
suatu kelompok yang sama dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah di dalam
organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya melimpah dan
kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampirhampir
tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Jaringan yang masih
sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki kelemahan-kelemahan yang
serius. Kelemahan tersebut diantaranya yang pertama ada pemborosan air dan
karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang
itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Kedua, terdapat
banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk
karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena
bangunan pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen maka umurnya mungkin
pendek. (Bisri, 2009).
Irigasi Semi-teknis merupakan jaringan irigasi sederhana dan jaringan
semiteknis adalah bahwa yang belakangan ini bendungnya terletak di sungai
lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin
juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem
pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Kemungkinan bahwa
pengambilan dipakai untuk melayani daerah yang lebih luas daripada daerah
layanan jaringan sederhana. oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih
banyak daerah layanan. Organisasinya lebih rumit dan jika bangunan tetapnya
berupa bangunan pengambilan dari sungai maka diperlukan lebih banyak
keterlibatan dari pemerintah. (Bisri, 2009).
Irigasi Teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan
pembuang. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap
bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dari pangkal hingga ujung.
Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang
mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang alamiah
yang kemudian akan membuangnya ke laut. Petak tersier menduduki fungsi
sentral dalam jaringan irigasi teknis. Luas petak tersier adalah maksimum 150 ha.
Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada petani. Jaringan-saluran
tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di dalam
suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke
jaringan pembuang primer. Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada
prinsipprinsip di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan
memperhitungkan waktu-waktu merosotnya persediaan air serta
kebutuhankebutuhan pertanian. Jaringan teknis memungkinkan dilakukannya
pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien.
Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan
pembawa utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di
saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah
dibandingkan dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air
dari jaringan pembawa. Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier
juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di jaringan utama. Keuntungan yang
dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam ini adalah pemanfaatan air yang
lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah karena saluran
pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.
kelemahannya adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit diatur dan
dieksploitasi, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak
merata. (Sri Baroroh, 2009).
2.3.1 Kekuatan dan keterbatasan dan biaya relatif dari 3 alternatif
sistem irigasi yang dikembangkan
Dalam memilih irigasi, salah satu hal yang dipertimbangkan adalah
komoditas apa yang ditanam pada lahan yang akan diberikan irigasi. Pemilihan
sistem irigasi yang sesuai dapat diputuskan dengan mempertimbangkan tanaman
apa yang dibudidayakan. Pada pengamatan kali ini, sistem irigasi yang akan
diperbaiki adalah sistem irigasi pada lahan persawahan, dimana lahan
persawahan digunakan untuk menanam padi. Padi adalah tanaman yang
membutuhkan banyak air dan kebutuhan air pada tanaman padi berbeda pada
setiap fase pertumbuhannya. Kebutuhan air pada fase vegetatif lebih banyak
dibandingkan pada fase generatif dan akan meningkat lagi pada fase pemasakan
(Fuadi et al., 2016). Oleh karena itu, padi membutuhkan sistem irigasi untuk dapat
mencukupi kebutuhan airnya.Pada lahan yang diamati sudah terdapat adanya
irigasi. Hal tersebut adalah hal yang menjadi pertimbangan dalam rancangan
sistem irigasi akan dibuat untuk memperbaiki sistem irigasi yang telah ada.
Tepatnya untuk memperbaiki sistem irigasi permukaan yang telah ada. Menurut
Prabowo dan Wiyono (2006), perancangan sistem irigasi yang memperhatikan
iklim mikro, kondisi tanah, dan kebutuhan air tanaman, maka akan meningkatkan
produksi dan produktivitas secara keseluruhan. Selain mempertimbangkan
kebutuhan tanaman, dalam perancangan sistem irigasi juga perlu memperhatikan
bagaimana pengelolaan dan biaya yang diperlukan. Pengelolaan irigasi dilakukan
agar irigasi yang nantinya akan dibuat dapat bekerja dengan tepat dan dapat
bertahan lama. Sedangkan, biaya yang diperlukan untuk irigasi diusahakan
seminim mungkin agar petani tidak mengeluarkan biaya yang besar. Oleh karena
itu, sistem irigasi permukaan yang sudah ada akan dirancang agar
penggunaannya dapat lebih maksimal dan lebih hemat biaya dengan merancang
biaya relatif dari irigasi yang akan diterapkan. Perhitungan perkiraan biaya irigasi
dapat ditentukan berdasarkan jumlah waktu pemakaian, atau dapat dirumuskan :
Biaya Irigasi (Rp) = Total Waktu Pemakaian (jam) x Tarif Per Jam (Rp)
Irigasi permukaan adalah pemberian air ke lahan pertanian dengan
mengalirkan air pada permukaan lahan (Wirosoedarmo, 2019). Pada irigasi
permukaan, air akan diambil dari sumber yang ada, lalu bangunan penangkap
dibuat, dan kemudian air akan dialirkan selalui saluran primer dan saluran
sekunder pada setiap petak-petak sawah yang ada. Menurut Kemen PUPR
(2017), irigasi permukaan cocok diterapkan pada lahan untuk penanaman
komoditas padi. Namun kami juga memberikan alternatif lain yaitu irigasi sprinkle,
yang dimana irigasi sprinkle ini memiliki cara kerja pada tekanan yang cukup besar
dan jangkauan yang cukup jauh. Menurut Harini et al.,( 2018) mengatakan bahwa
sistem irigasi memberikan beberapa keuntungan dan kerugian. Dimana
keuntungan yang diberikan dengan dilakukannya penerapan irigasi yakni
memperbaiki aerasi tanah yang rusak dan memudahkan akar tanaman untuk
memperoleh unsur hara. Namun kekurangan yang diperoleh yakni membutuhkan
banyak tenaga dan kurang efektif terhadap penurunan pertumbuhan tanaman
pengganggu atau gulma. Irigasi sprinkle cocok digunakan untuk pertanaman buah-
buahan dan sayuran. Jadi, irigasi sprinkle kurang cocok jika diterapkan pada lahan
dengan komoditas tanaman padi. Lalu diberikan alternative lain yaitu irigasi tetes
atau drip irrigation, Sebagai sebuah sistem, irigasi tetes memiliki kelebihan dan
kelemahan. Menurut Tribowo (2017) kelebihan sistem irigasi tetes yaitu
menghemat tenaga kerja, relatif mudah untuk dirancang-bangun/diaplikasikan,
bersifat permanen, dan mengurangi kegiatan penyemprotan pestisida dan
insektisida. Namun irigasi tetes ini juga memiliki banyak kekurangan yang dapat
digunakan untuk mempertimbangkan penetapan irigasi tetes untuk lahan di
Karangploso ini yaitu adanya penyumbatan emitter/penetes. Hal ini akan
mengurangi efektivitas kerja sistem dan tentu saja akan mengganggu
pertumbuhan tanaman, mengawasi operasional emitter di lahan yang luas cukup
sulit dan memakan waktu, akumulasi garam pada zona akar. Garam terakumulasi
pada bagian tepi dan permukaan air irigasi di dalam/permukaan tanah. Hujan yang
ringan akan mendorong garam tersebut dari permukaan ke dalam zona akar
sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman, modal investasi yang relatif lebih
tinggi pada lahan budidaya sistem irigasi tetes. Irigasi tetes cocok diterapkan untuk
tanaman perkebunan seperti tanaman tembakau. Oleh karena itu, untuk lahan
yang komodtasnya padi irigasi tetes dinilai kurang cocok dan kurang
efisien.berdasarkan analisis kekuatan dan keterbatasan dari masing-masing
alternative yang telah dibahas disimpulkan bahwa irigasi permukaan merupakan
irigasi yang paling cocok untuk diterapkan pada lahan Karangploso komoditas
yang ditanam padi ini.
2.3.2 Pertimbangan pemilihan sistem irigasi (tabel)
Faktor kunci yang perlu Irigasi Irigasi Irigasi Komentar Kebutuhan informasi lanjutan
dipertimbangkan Permukaan Sprinkle tetes

Apakah pilihan tersebut ✔️ 0 0 Irigasi permukaan merupakan Irigasi mempunyai tujuan untuk
memenuhi kebutuhan yang ingin alternative paling tepat berdasarkan membasahi tanah. Irigasi
capai (tujuan dan target) dalam kebutuhan yang ingin dicapai karena memberikan kebutuhan air berbeda
merancang dan mengelola sistem penyaluran pada irigasi dengan syarat penggunaan yang
irigasi? permukaan yang akan diterapkan berupa juga berbeda, misalnya saja
pembuatan lubang untuk mengalirkan air kesesuaian lokasi dan jenis tanaman
sungai pada setiap petakan lahan dan ini yang dibudidayakan. (Cybex, 2019).
akan menyelesaikan masalah pembagian
air sebelumnya dianggap kurang merata.
Lalu menerapkan pembuatan selokan
distribusi air di bagian kanan maupun kiri
petakan lahan, sehingga bagian yang
lebih jauh juga dapat digenangi dengan
optimal. Untuk pengambilan air atau
diverting dari sumber air menggunakan
bangunan sipon. Dengan rancangan
tersebut sangat memenuhi kebutuhan
yang ingin dicapai
Kondisi dan kendala area Kendala dari lahan Karangploso ini yaitu Kondisi dan areal pertanaman akan
pertanian alih fungsi lahan yang menyebabkan mempengaruhi irigasi, dikarenakan
- Topografi ✔️ X X kelebihan air limpahan sehingga irigasi mengatur suhu dari tanah,
- Tipe tanah ✔️ X ✔️ dibutuhkan rancangan lebih lanjut terkait mencuci tanah yang mengandung
- Ukuran lahan ✔️ X ✔️ irigasi permukaan yang akan diterapkan racun, mengangkut bahan pupuk
- Bentuk lahan ✔️ X X dengan melalui aliran air yang ada,
- Pohon di lahan (remnant X menaikkan muka air tanah,
✔️ ✔️
vegetation) meningkatkan elevasi suatu daerah
dengan cara mengalirkan air dan
mengendapkan lumpur yang
terbawa air, dan lain sebagainya

Tanaman yang dibudidayakan Tanaman yang dibudidayakan yaitu Pergantian di lahan sawah
 Pergiliran tanaman 1 ✔️ X X tanaman padi, sehingga irigasi merupakan satu kontrol alami yang
0 X X permukaan erupakan alternative yang efektif mengendalikan
 Pergiliran tanaman 2 paling tepat. keseimbangan biologi dan nonbiologi
 Pergiliran tanaman 3 0 X X
sehingga tanah sawah menjadi
sehat dan tetap produktif. Rotasi
tanam sangat perlu untuk dilakukan
pada lahan sawah irigasi yang pada
musim kemarau yang tidak
memperoleh debit aliran air irigasi
akan diupayakan untuk
dibudidayakan tanaman palawija
ataupun hortikultura. (Suprihatin,
2019).
Pertimbangan air Pertimbangan air juga diperlukan dalam Dibutuhkan informasi lanjutan
 Penyediaan (supplay) ✔️ X X merancang sistem irigasi permukaan
 Ketersediaan (availability) ✔️ X X
 kualitas ✔️ X
X

Obligasi Daerah Tangkapan Obligasi Daerah dapat membiayai Pemanfaatan obligasi daerah ini
Kebutuhan ijin perencanaaan : ✔️ ✔️ kegiatan investasi sektor publik seperti didukung dengan adanya dasar
✔️
 earthworks irigasi hukum penerbitan obligasi daerah
✔️ ✔️ ✔️
 remnant veg. removal (UU No. 33 Tahun 2004 tentang
✔️ ✔️ ✔️
 farm effluent management Perimbangan Keuangan antara
Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah dan UU No.8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal).
Pertimbangan

Pertimbangan Managemen Irigasi permukaan memiliki keunggulan Prabowo (2004) menyatakan bahwa
 asesibilitas lahan pertanian ✔️ ✔️ X dibanding 2 sistem irigasi lainnya. sistem irigasi tetes penggunaan
 irrigation scheduling ✔️ X X airnya dapat efisien dan efektif.
 ketersediaan tenaga kerja ✔️
X X Irigasi tetes merupakan suatu sistem
 manajemen tanaman X ✔️ irigasi bertekanan rendah yang
✔️ diketahui memiliki tingkat
penggunaan air yang sangat efisien
dibandingkan dengan irigasi saluran
terbuka atau gravitasi.

Pertimbangan Biaya Pertimbangan biaya yang diperlukan Keunggulan irigasi tetes yaitu dapat
 biaya modal ✔️ ✔️ ✔️ untuk irigasi diusahakan seminim menghemat air, tenaga, biaya
 biaya operasional ✔️ ✔️ ✔️ mungkin agar petani tidak mengeluarkan pengelolaan, pemakaian pupuk yang
 ketersediaan finansial untuk ✔️ ✔️ ✔️ biaya yang besar. Setiap irigasi memiliki tepat, energi dan dapat
audit irigasi kebutuh biaya yang dibutuhkan, serta mengendalikan penyakit pada
bergantung pada penggunaan lahan. tanaman serta dapat digunakan
untuk lahan yang tidak rata dan
sempit (Susila dan Poerwanto,
2013).

Apakah anda membutuhkan ✔️ X X Dibutuhkan informasi lain dalam Dibutuhkan informasi lanjutan
informasi lain dalam perencanaan, rancangan, biaya, dan
perencanaan, rancangan, biaya, manajemen pada sistem yang berbeda
dan manajemen pada sistem
yang berbeda
2.4 Rancangan, Manajemen, dan Biaya Sistem Irigasi yang terpilih
Irigasi permukaan menjadi sistem irigasi yang terpilih dikarenakan keunggulan
dari berbagai aspek yang diperhitungkan. Penerapan sistem irigasi permukaan
untuk tanaman bernilai ekonomis tinggi dapat menjadi alternatif dalam
peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Hal ini dikarenakan penerapan irigasi
permukaan dalam pemberian air irigasinya mempunyai nilai efisiensi sangat tinggi,
sehingga dapat mengoptimalisasi pemanfaatan air irigasi serta mendukung
peningkatan ketahanan pangan dan air. Penelitian ini bertujuan untuk merancang
suatu desain jaringan irigasi permukaan berbasis 1 komoditas yaitu padi dan
mengetahui kinerja jaringannya.
2.4.1 Sistem Irigasi yang Terpilih
Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Tanaman padi
membutuhkan air yang cukup untuk setiap fase pertumbuhannya. Menurut Purba,
(2011) kebutuhan air tanaman perlu diketahui agar air irigasi dapat diberikan
sesuai dengan kebutuhannya. Jumlah air yang diberikan secara tepat, di samping
akan merangsang pertumbuhan tanaman, juga akan meningkatkan efisiensi
penggunaan air sehingga dapat meningkatkan luas areal tanaman yang bisa diairi.
Kebutuhan air untuk tanaman merupakan salah satu komponen kebutuhan air
yang diperhitungkan dalam perancangan sistem irigasi. Berdasarkan
pertimbangan pemilihan irigasi yang tepat untuk tanaman padi adalah
menggunakan irigasi permukaan. Irigasi permukaan adalah penerapan irigasi
dengan cara mendistribusikan air ke lahan pertanian dengan memanfaatkan
gravitasi atau membiarkan air mengalir dengan sendirinya di lahan. Jenis irigasi ini
adalah yang paling banyak digunakan petani dalam budidaya padi. Pemberian air
biasanya dilakukan dengan menggenangi lahan dengan air sampai dengan
ketinggian tertentu. Menurut Haryati, (2014) irigasi permukaan cocok digunakan
pada tanah dengan tekstur halus sampai sedang.
2.4.2 Rancangan Sistem Irigasi untuk Ketercapaian Tujuan
Syarat penting untuk mendapatkan sistem irigasi permukaan yang efisien
adalah perencanaan sistem distribusi air untuk dapat mengendalikan aliran air
irigasi dengan perataan lahan yang baik, sehingga penyebaran air seragam ke
seluruh petakan. Pada prinsipnya rancangan sistem irigasi permukaan adalah
merancang beberapa parameter sehingga didapatkan waktu kesempatan
berinfiltrasi yang relatif seragam dari pangkal sampai ke ujung lahan. Umumnya di
bagian pangkal, air akan lebih banyak air meresap daripada bagian ujung petakan
lahan, sehingga didapatkan efisiensi pemakaian air yang kecil. Prosedur
pelaksanaan irigasi dalam irigasi permukaan adalah dengan menggunakan debit
yang cukup besar, maka aliran akan mencapai bagian ujung secepat mungkin, dan
meresap ke dalam tanah dengan merata. Setelah atau sebelum mencapai bagian
ujung, aliran masuk dapat diperkecil debitnya sampai sejumlah air irigasi yang
diinginkan sudah diresapkan. Pasokan aliran air dihentikan dan proses resesi
sepanjang lahan akan terjadi sampai proses irigasi selesai. Menurut
Kemendikbud, (2016) proses sistem irigasi permukaan terdapat 4 fase yaitu :
1. Ketika air dialirkan ke lahan, maka akan terjadi penambahan air di
permukaan lahan sampai menggenangi seluruh permukaan.
2. Kemudian air irigasi akan mengalir ke luar lahan. Interval antara
permukaan air akhir dan ketika air masuk disebut pembahasan atau fase
genangan.
3. Ketika volume air di permukaan lahan mulai menurun, jika air tidak lagi
dialirkan lagi, karena terjadinya aliran permukaan (run off) atau air masuk
ke dalam tanah.
4. Setelah tidak ada lagi air yang masuk ke lahan, maka permukaan air akan
surut dan ini adalah fase resesi.
2.5 Revaluasi Pilihan Sistem Irigasi untuk Ketercapaian Tujuan
Irigasi permukaan merupakan irigasi yang sangat tepat untuk diterapkan pada
lahan dengan komoditas padi. Dengan penggunaan sistem irigasi permukaan
yang direncanakan diharapkan bisa mencapai tujuan yaitu penyebaran air yang
merata. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang sudah banyak diterapkan di
negara-negara dunia termasuk Indonesia.
2.5.1 Analisis ketercapaian tujuan
Berdasarkan paparan ide yang sudah dijelaskan diatas, ketercapaian dari
tujuan dirancangnya irigasi permukaan ini termasuk sangat besar. Karena dengan
saran yang telah diberikan kemungkinan untuk lahan yang terendam tidak rata
sudah pasti akan terselesaikan dan tidak akan lagi terjadi pembuangan air yang
sia-sia. Hal ini karena, sistem penyaluran pada irigasi permukaan yang akan
diterapkan berupa pembuatan lubang untuk mengalirkan air sungai pada setiap
petakan lahan dan ini akan menyelesaikan masalah pembagian air sebelumnya
dianggap kurang merata. Lalu menerapkan pembuatan selokan distribusi air di
bagian kanan maupun kiri petakan lahan, sehingga bagian yang lebih jauh juga
dapat digenangi dengan optimal. Untuk pengambilan air atau diverting dari sumber
air menggunakan bangunan sipon. Dengan rancangan tersebut besar
kemungkinan ketercapaiannya tujuan dari irigasi permukaan yang akan
diterapkan.
2.5.2 Analisis resiko
Ada beberapa resiko yang mungkin terjadi terkait penerapan sistem irigasi
permukaan ini yaitu jika tanah ada yang bertekstur kasar akan menyulitkan air
untuk diserap kemudian terdapat syarat penting yang harus diperhatikan untuk
mendapatkan irigasi permukaan yang efisien harus merancang sistem distribusi
air untuk dapat pengendalian aliran air irigasi dengan peralatan yang baik,
sehingga akan menyebabkan air irigasi ini seragam ke seluruh petakan. Selain itu,
terdapat beberapa resiko umum yang sering kali terjadi, salah satunya yaitu adalah
terjadinya kekurangan air pada saat musim kemarau. Hendra (2015) juga
menambahkan, tiga permasalahan pada jaringan irigasi permukaan adalah
efisiensi distribusi air yang masih rendah, pengelolaan irigasi kurang akurat serta
biaya operasi dan pemeliharaan yang terlalu rendah. Penurunan cepat dalam
fungsi jaringan irigasi. Untuk mengatasi resiko tersebut maka ada baiknya dalam
penerapan sistem irigasi ini para petani juga membuat sebuah bendungan untuk
menampung air, yang nantinya air tersebut dapat dimanfaatkan saat musim
kemarau tiba.
Selain itu juga terdapat resiko lain dalam penerapan sistem irigasi
permukaan ini yaitu tidak meratanya penyaluran air pada setiap petak. Menurut
Achmadi (2013) Petak tersier merupakan petak-petak pengairan/pengambilan dari
saluran irigasi yang terdiri dari gabungan petak sawah. Bentuk dan luas
masingmasing petak tersier tergantung pada topografi dan kondisi lahan akan
tetapi diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila terlalu besar akan
menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan membutuhkan
bangunan sadap. Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah datar : 200-
300 ha, di tanah agak miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan : 50-100 ha.
BAB III
PEMBAHASAN HASIL SELEKSI IRIGASI
3.1 Tanaman Padi
Tanaman padi tersendiri adalah tanaman yang dapat tumbuh dengan
optimal pada curah hujan antara 1500-2000 mm/tahun dengan ketinggian tempat
optimal 0-1599 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman padi adalah
23°C. Intensitas sinar matahari penuh tanpa naungan. Budidaya padi sawah dapat
dilakukan di segala musim tergantung bagaimana sistem irigasi yang disediakan
pada lahan persawahan tersebut (Kurnianti, 2013). Tanah yang sesuai untuk
tanaman padi, secara fisik mempunyai tekstur lempung hingga lempung liat
berpasir, strukturnya ringan, memiliki pori-pori mikro yang cukup dengan
komposisi 20%. Secara kimia, mengandung bahan organik 1 –1,5%, cukup
mengandung KTK 10 – 20 me/100 g, hara tersedia Polsen 5 – 10 ppm, Kdd 0,15
– 0,30 me/100 g, serta pH tanah berkisar antara 5 – 7 (Departemen Pertanian,
2008). Berdasarkan kajian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, bahwa tanah yang cocok untuk
tanaman padi lebih ditentukan oleh pengelolaannya dibandingkan kondisi iklim dan
tanahnya. Reaksi tanah (pH) yang masih dapat ditoleransi tanaman padi adalah
berkisar antara 4,5 – 8. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada dataran
rendah maupun dataran tinggi. Ketinggian tempat untuk tanaman padi dataran
rendah yaitu 0 – 650 meter diatas permukaan laut dengan suhu 22 – 27°C,
sedangkan untuk dataran tinggi 650 – 1500 meter diatas permukaan laut dengan
suhu 19 – 23°C (Surya, 2019).
3.2 Rancangan Sistem Irigasi
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan secara kualitatif,
penggunaan irigasi pada lahan basah (sawah), yang memiliki komoditas padi
sudah sangat tepat. Namun, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terkait
sistem penyaluran berupa pembuatan lubang untuk mengalirkan air sungai pada
setiap petakan lahan. Hal ini dikarenakan pembagian air sebelumnya dianggap
kurang merata, yang dapat dilihat dari dokumentasi lahan dimana terdapat petak
lahan yang benar-benar memiliki genangan air yang terlihat sedangkan terdapat
juga bagian sawah yang airnya tidak terlalu tergenang. Hal tersebut yang
menjadikan perlunya terdapat jaringan penghubung untuk menghubungkan antara
air pada setiap petakan lahan. Harapannya, genangan air yang timbul jauh lebih
merata. Rekomendasi selanjutnya ialah dapat menerapkan pembuatan selokan
distribusi air di bagian kanan maupun kiri petakan lahan, sehingga bagian yang
lebih jauh juga dapat digenangi dengan optimal. Adapun rancangan sistem irigasi
yang sesuai pada lahan tersebut, agar lebih efisien dalam pendistribusian air pada
setiap petakan lahan, ialah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Rekomendasi Irigasi (Kemen PUPR, 2019)
Pada rancangan sistem irigasi kali ini, untuk pengambilan air atau diverting
dari sumber air menggunakan bangunan sipon. Sipon adalah bangunan yang
membawa air melalui bawah jalan, saluran pembuangan yang dalam, atau melalui
sungai (Alamsyah, 2017). Pada bangunan ini, air mengalir melalui tekanan. Sipon
yang digunakan terbuat dari pipa. Menurut Kemen PUPR (2019), komponen utama
dalam jaringan irigasi terbagi menjadi empat, yaitu bangunan, saluran pembawa,
saluran pembuang, dan petak yang diairi. Bangunan utama untuk membelokan air
ke dalam saluran, mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan, dan
mengukur banyaknya air yang masuk. Bangunan utama terdiri atas bendung,
pengambilan utama, pintu bilas, kolam olak, kantong lumpur, tanggul banjir, dan
bangunan pelengkap (Sirait, 2015).
3.3 Sistematika Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi utama terdiri atas saluran primer dan saluran sekunder.
Menurut Haris et al. (2016), saluran primer adalah saluran yang akan membawa
air dari bangunan sadap ke saluran sekunder dan petak-petak yang akan diairi.
Batas dari ujung saluran primer adalah bangunan bagi yang terakhir. Sedangkan,
saluran sekunder merupakan saluran yang mengalirkan air dari saluran primer ke
saluran tersier dan ke petak tersier yang diairi (Sunaryo, 2020). Batas dari saluran
ini adalah bangunan sadap terakhir. Menurut Sirait (2015), dalam jaringan irigasi
utama, khususnya saluran primer maupun saluran sekunder, dilengkapi dengan
adanya bangunan pengatur muka serta pada saluran pembawa dengan aliran air
yang super kritis dilengkapi dengan adanya bangunan terjun dan got miring. Selain
bangunan dan saluran pembawa, terdapat pula saluran pembuang yang berfungsi
sebagai drainase pada sistem irigasi permukaan yang dirancang. Saluran
pembuang merupakan saluran yang terletak pada daerah irigasi antara petak-
petak tersier, juga dapat digunakan sebagai pemisah wilayah petak tersier atau
kuarter, tujuan terpentingnya adalah untuk membuang kelebihan air ke dalam
sungai atau saluran-saluran alami (Faiz dan Jodie, 2015). Terdapat dua saluran
pembuang, yaitu saluran pembuang tersier dan saluran pembuang kuarter.
Menurut Faiz dan Jodie (2015), saluran pembuang tersier bertujuan untuk
mengeringkan sawah, membuang kelebihan air air hujan, dan membuang
kelebihan dari irigasi yang diberikan. Sedangkan, saluran pembuang kuarter
menampung langsung air dari saluran pembuang di daerah bawah. Komponen
utama dalam jaringan irigasi yang terakhir adalah petak yang diairi. Petak yang
diari terbagi menjadi tiga, yaitu petak tersier, petak sekunder, dan petak primer.
Petak primer merupakan petak yang menerima air yang dialirkan dari bangunan
sadap tersier (Eriyandita, 2013). Pada petak tersier, di bawah bimbingan
pemerintah, distribusi, pengembangan, dan pemeliharaan air menjadi tanggung
jawab petani yang bersangkutan. Selanjutnya, menurut Faiz dan Jodie (2015),
petak sekunder merupakan gabungan dari petak-petak tersier yang menjadi satu
kesatuan dan petak ini mendapat air dari satu saluran sekunder. Batasan dari
petak sekunder biasanya berupa tanda topografi yang jelas, misalnya adalah
saluran pembuangan. Dan yang terakhir adalah petak primer yang merupakan
petak yang pembagian air irigasinya melalui saluran utama (Dwiwana, 2019).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Karangploso Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah yang sering
mengalami kekeringan pada saat musim kemarau, dimana hal tersebut akan
menyebabkan penurunan pasokan air pada lahan. Pada lahan dengan komoditas
tanam padi ini sudah terdapat adanya irigasi. Namun rancangan sistem irigasi
akan dibuat untuk memperbaiki sistem irigasi yang telah ada. Tepatnya untuk
memperbaiki sistem irigasi permukaan yang telah ada. Pada irigasi permukaan,
air akan diambil dari sumber yang ada, lalu bangunan penangkap dibuat, dan
kemudian air akan dialirkan selalui saluran primer dan saluran sekunder pada
setiap petak-petak sawah yang ada. Menurut Kemen PUPR (2017), irigasi
permukaan cocok diterapkan pada lahan untuk penanaman komoditas padi. Dari
hasil survey yang telah dilaksanakan dan berdasarkan pertimbangan dari masing-
masing alternatif irigasi telah ditetapkan bahwa irigasi permukaan merupakan
alternative paling tepat. Sistem penyaluran pada irigasi permukaan yang akan
diterapkan berupa pembuatan lubang untuk mengalirkan air sungai pada setiap
petakan lahan. Hal ini dikarenakan pembagian air sebelumnya dianggap kurang
merata. Lalu menerapkan pembuatan selokan distribusi air di bagian kanan
maupun kiri petakan lahan, sehingga bagian yang lebih jauh juga dapat digenangi
dengan optimal. Untuk pengambilan air atau diverting dari sumber air
menggunakan bangunan sipon.
4.2 Saran
Untuk perancangan sistem irigasi dilakukan lebih detail dan lebih akurat,
dan diperlukan penelitian lebih lanjut terkait rancangan sistem irigasi permukaan
untuk tanaman padi dengan rancangan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, F. 2017. Studi Kinerja Generator Pembangkit Listrik Tenaga Air Ubrug
Sukabumi. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Elektro, 1(1)
Atika, A.N., dan H. Rasyid. 2018. Dampak Status Sosial Ekonomi Orang Tua
Terhadap Keterampilan Sosial Anak. Jurnal Pendidikan. Vol 7(2): 111-120.
Bisri, M., & Titah Andalan, N. P. (2009). Irigasi Untuk Pertanian Studi Kasus Di
Kecamatan Batu Kota Batu.
Cybex. 2019. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/74570/macam-
sistemirigasi/. Diakses pada 24 April 2022 pukul 16:32 wib.
Dept. Pek. Umum. 2005. JICA. Rekayasa Penyadapan dan Pemanfaatannya
Sumberdaya Air untuk Irigasi, Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Dwiwana, L. Analisa Ketersediaan dan Kebutuhan Air Irigasi di Daerah Irigasi
Terdu. Jurnal Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Tanjungpura, 6(1)
Eko, Rusdianto. 2013.Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA.
Bandung.
Eriyandita, D. 2013. Perencanaan Saluran Irigasi Desa Santan Ulu Kecamatan
Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara. Kurva S Jurnal Mahasiswa,
1(2), 13-27.
Faiz Ashar, M., & Jodie P, M. 2015. Perencanaan Saluran Sekunder Daerah Irigasi
Air Gaung Kecil Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan (Doctoral
dissertation, Politeknik Negeri Sriwijaya).
Fuadi, N. A., Purwanto, M. Y. J., & Tarigan, S. D. 2016. Kajian kebutuhan air dan
produktivitas air padi sawah dengan sistem pemberian air secara sri dan
konvensional menggunakan irigasi pipa. Jurnal Irigasi, 11(1), 23-32.
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo
Harini, Umi. 2018. Teknologi Irigasi Suplemen untuk Adaptasi Perubahan Iklim
pada Perairan Lahan Kering. Jurnal Sumber Daya Lahan. 8(1): 43-57.
Haris, V. T., Saleh, A., & Anggraini, M. 2016. Perencanaan Dimensi Ekonomis
Saluran Primer Daerah Irigasi (DI) Bunga Raya. Siklus: Jurnal Teknik Sipil,
2(1), 47-57.
Haryati, Umi. 2014. Teknologi Irigasi Suplemen ntuk Adaptasi Perubahan Iklim
pada Pertanian Lahan Kering. 8(1): 43-57.
Herliyani. 2012. Identifikasi Saluran Primer Dan Sekunder Daerah Irigasi Kunyit
Kabupaten Tanah Laut. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri
Banjarmasin. Jurnal Intekna, Tahun XII, No. 2: 132 – 139.
Herwindo, W., & Prihantoko, A. (2013). Kajian Desain dan Kinerja Jaringan Irigasi
Mikro Berbasis Multi Komoditas di Sumedang. Jurnal Irigasi, 8(1), 46-58.
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2017. Modul Pengetahuan
Umum Irigasi.
https://simantu.pu.go.id/epel/edok/048d4_MDL_Pengetahuan_Umum_Irig
asi.pdf. Diakses pada 23 April 2022
Kementerian Pendidikan. 2016. Irigasi dan Drainase.
http://repositori.kemdikbud.go.id/10226/1/Irigasi%20dan%20drainase%20
4.pdf. Diakses pada 23 April 2022.
Kurniati, Evi., Bambang Suharto., dan T. Afrilia. 2014. Desain Jaringan Irigasi
(Springkler Irrigation) pada Tanaman Anggrek. Jurnal Teknologi Pertanian,
8(1): 35-45.
Nelvi, Yusmi. 2019. Isu dan Pembaharuan Pengelolaan Sistem Irigasi. Jurnal Agri
Sains. 3(2): 1-13.
Pasandaran E. 2007. Pengelolaan infrastruktur irigasi dalam kerangka ketahanan
pangan nasional. Anal Kebijakan Pert. 5(2):126-149.
Prabowo, A., Prabowo, A., Hadriadi, A., & Tjaturetna, M. J. B. (2004). Pengelolaan
Irigasi Tanaman Jagung Lahan Kering: Aplikasi Irigasi Tetes. Makalah
pada seminar “Peran Strategis Mekanisasi Pertanian Dalam
Pengembangan Agroindustri Jagung”, Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Purba, Jhon Hardy. 2011. Kebutuhan dan Cara Pemberian Air Irigasi untuk
Tanaman Padi di Sawah (Oryza Sativa L.). Jurnal Sains dan Teknologi.
10(3): 145-155.
Rachman, B. 2009. Kebijakan sistem kelembagaan pengelolaan irigasi, kasus
Provinsi Banten. Anal Kebijakan Pert 7(1):1-19.
Rivai, R. S., Supriadi, H., Suhaeti, R. N., Prasetyo, B., & Purwantini, T. B. (2013).
Kajian pengembangan irigasi berbasis investasi masyarakat pada
agroekosistem lahan tadah hujan. Laporan penelitian. Bogor (ID): Pusat
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Sirait, Sudirman, Satyanto K. Saptomo, and Muhammad Yanuar J. Purwanto.
"Rancang bangun sistem otomatisasi irigasi pipa lahan sawah berbasis
tenaga surya." Jurnal Irigasi 10, no. 1 (2015): 21-32.
Sri Baroroh, A. Y. (2009). Pengembangan Model Irigasi Pada Lahan Kering
Dengan Program Pencapaian Tujuan (Goal Programming). Jurnal Ilmu-
Ilmu Teknik-Sistem, 6(1).
Sunaryo, S. 2020. Analisis Kehilangan Air Irigasi Pada Saluran Primer dan
Sekunder Daerah Irigasi Rentang Jawa Barat. Jurnal Rekayasa
Infrastruktur, 4(1), 15-25.
Supriadi, H dan Rivai, R.S. 2018. Pengembangan Investasi Irigasi Kecil untuk
Peningkatan Produksi Padi Mendukung Swasembada Beras. Analisa
Kebijakan Pertanian. 16(1): 43-57.
Surya, P.P., 2019. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah
(Oryza sativa L.) di Nagari Simawang Kecamatan Rambatan Kabupaten
Tanah Datar (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
Susila, A.D. dan R. Poerwanto,. 2013. Irigasi dan Fertigasi. Departemen Agronomi
dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tribowo, R. 2017. Perancangan Irigasi Tetes untuk Tanaman Hortikultura.
Jakarta : LIPI Press.
Wirosoedarmo, R. 2019. Teknik Irigasi Permukaan. Universitas Brawijaya Press.

Anda mungkin juga menyukai