Anda di halaman 1dari 12

ACPIS (Advanced Clay Pot Irrigation System) Sistem Irigasi Untuk Segala

Jenis Lahan Guna Menyongsong Society 5.0

Diusulkan oleh:
1. Adam Muhammad Yudhistira (Teknik Mesin)

UNIVERSITAS GADJAH MADA


YOGYAKARTA
2022

1
2
ACPIS (Advanced Clay Pot Irrigation System) Sistem Irigasi Untuk Segala
Jenis Lahan Guna Menyongsong Society 5.0

ADAM MUHAMMAD YUDHISTIRA

Perkembangan teknologi hingga kini semakin maju di mana hal ini


merupakan perwujudan dari pengaplikasian ilmu pengetahuan. Kini, konsep
society 5.0 mulai diterapkan oleh seluruh negara, salah satunya Indonesia. Society
5.0 merupakan kondisi di mana teknologi yang ada merupakan bagian dari
manusia sehingga manusia dapat menciptakan inovasi melalui ilmu pengetahuan
untuk mengurangi kesenjangan dan masalah ekonomi (Sugiono, 2020). Indonesia
saat ini sedang gencar dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam
rangka mengakhiri kemiskinan, melindungi lingkungan dan mengurangi
kesenjangan. Hal tersebut berkaitan dengan tujuh belas poin sustainable
development goals (SDGs) yang mana merupakan kesepakatan pembangunan oleh
seluruh negara. Salah satu poin SDGs yang belum tercapai di Indonesia yaitu
mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik dan
mendukung pertanian berkelanjutan (SDG Indonesia, 2017). Belum tercapainya
poin SDGs yang kedua tersebut terlihat pada indeks ketahanan pangan Indonesia
tahun 2021 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan
data dari Global Food Security Index (GFSI), indeks ketahanan pangan Indonesia
pada tahun 2021 lebih rendah dibanding tahun sebelumnya dengan skor indeks
sebesar 61,4 pada tahun 2020 sedangkan tahun 2021 sebesar 59,2 (The
Economist, 2021). Adapun faktor yang mempengaruhi penurunan indeks
ketahanan pangan tersebut yaitu pertumbuhan dari besar panen yang terbatas,
penurunan sumber daya air yang diikuti degradasi kinerja irigasi dan turunnya
tingkat kesuburan lahan pertanian serta masih rendahnya inovasi teknologi dalam
pengembangan komoditas pangan (Purwaningrahayu et al, 2017).
Faktor-faktor tersebut berkaitan juga dengan poin SDGs yang ketiga belas
yaitu mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya
(SDG Indonesia, 2017). Permasalahan perubahan iklim yang sedang dihadapi oleh
di Indonesia yaitu suhu lingkungan meningkat, kelembaban rendah, langkanya air,

3
dan lain-lain. Suhu lingkungan yang meningkat membuat musim kemarau
berkepanjangan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia,
suhu udara rata-rata pada tahun 2020 saat musim kemarau sebesar 27,5℃
sedangkan pada tahun 2019 hanya sebesar 25,8℃. Hal tersebut menunjukan
kenaikan sebesar 1,7℃ sehingga sering dijumpai lahan pertanian yang kering atau
mulai kurang subur. Data mengenai lahan pertanian kering di Indonesia mengacu
dari BPS pada tahun 2019 adalah sebesar 8.798,8 ribu hektare. Tentu, angka
tersebut dapat terus bertambah seiring dengan perubahan iklim yang terjadi.
Permasalahan tersebut dapat mempengaruhi ketahanan pangan bagi Indonesia
karena dapat menurunkan produksi komoditas pangan sehingga SDGs poin kedua
belum dapat tercapai.
Salah satu hal yang dapat dibenahi untuk menyelesaikan semua
permasalahan diatas yaitu sistem irigasi. Sistem irigasi menjadi komponen penting
dalam komoditas pangan karena fungsinya untuk menyuplai dan menjaga
kebutuhan air pada tanaman serta menurunkan suhu tanah sehingga dapat
mempengaruhi ketahanan pangan (Pasandaran, 2007). Dalam hal ini, diperlukan
sistem irigasi yang efisien dan efektif sehingga permasalahan, seperti lahan yang
kering, menurunnya kesuburan tanah dan kurangnya ketersediaan air akibat
kekeringan dapat teratasi. Inovasi sistem irigasi diharapkan memiliki kemampuan
yang berbeda dari sistem irigasi yang telah ada dengan mengadaptasi
perkembangan teknologi yang ada pada masa kini.
Salah satu inovasi sistem irigasi yang dapat diterapkan yaitu ACPIS
(Advanced Clay Pot Irrigation System). Sistem irigasi ini yaitu menggunakan
sistem clay pot irrigation dengan tambahan biochar sebagai penyubur tanah yang
dilengkapi dengan internet of things (IoT) serta menggunakan sumber energi
panel surya. Sistem irigasi tersebut merupakan metode yang telah ada sejak
dahulu, tetapi memiliki potensi menjadi sistem irigasi yang efektif dan efisien
apabila dipadukan dengan teknologi yang ada. Teknologi IoT yang sedang banyak
dikembangkan pada saat ini dan penggunaan energi bersih sebagai sumber energi
menjadi inovasi dalam menyelesaikan permasalahan yang telah disebutkan diatas.
Sistem clay pot irrigation adalah teknik irigasi yang menggunakan pot
tanah liat atau kendi (unglazed ceramic) sebagai media penyebaran air. Dalam

4
metode ini, kendi dikubur hingga bagian leher kendi tertutupi tanah. Lalu, kendi
tersebut diisi dengan air sampai penuh dan ditutup. Air yang terdapat pada kendi
secara perlahan akan meresap kedalam tanah melalui pori-pori yang ada di
dinding kendi sehingga akar-akar pada tanaman dapat menyerap air tersebut.
Tingkat rembesan air pada kendi dipengaruhi secara proporsional oleh tingkat
konduktansi dan transpirasi tanaman yang ditentukan oleh tingkat kelembaban
dalam tanah (Stein, 1998). Dengan begitu, sistem irigasi ini dapat menghemat
biaya, ramah lingkungan dan memiliki efisiensi yang tinggi (Mondal et al, 1992).
Hal ini terjadi karena akar pada tanaman dalam menyerap air terjadi secara
perlahan dan sesuai kebutuhan dari tanaman sehingga tidak terjadi kelebihan air
atau kekurangan air pada tanaman. Penggunaan sistem irigasi ini tentu dapat
digunakan pada segala jenis lahan karena suplai air pada lahan sesuai dengan
kondisi dari tanah dan kebutuhan dari tanaman.
Sistem irigasi ini tidak hanya menyuplai air pada lahan saja, tetapi juga
dapat menjadi sarana untuk menyuburkan tanah. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya biochar pada dinding dari kendi. Biochar adalah suatu bahan yang padat
dengan kandungan kaya karbon yang terbentuk melalui proses pembakaran bahan
organik atau biomasa dengan sedikit (pirolisis) atau tanpa oksigen pada
temperatur 250℃-500℃ (Renner, 2007). Karakteristik dari biochar yang
memiliki pori-pori dapat membantu tanah gersang menjadi lebih subur karena
dapat menyimpan air dengan baik. Selain itu, biochar juga sulit untuk membusuk
sehingga menjadi habitat bagi bakteri baik untuk tanah yang mana dapat
menjadian tanah subur (Fuchs, 2017). Saat proses produksi kendi sistem irigasi ini
dilakukan pemberian biochar pada dinding kendi. Jadi, bahan pembuatan kendi
tidak hanya menggunakan tanah liat saja, tetapi juga ditambahkan biochar pada
campuran tanah liat yang menyusun dinding kendi. Manfaat dari pengaplikasian
biochar pada dinding kendi ini yaitu sebagai habitat dari mikroorganisme yang
bermanfaat seperti jamur mycorrhiza dan berbagai macam bakteri pengikat
nitrogen. Oleh karena itu, adanya organisme tersebut pada tanah yang kering atau
kurang subur dapat membuat lahan menjadi lebih produktif.
Pada sistem irigasi ini digunakan teknologi IoT yang berguna untuk
mengoperasikan sistem irigasi secara otomatis dan menghimpun data secara real-

5
time sehingga petani atau pelaku komoditas pangan dapat lebih mudah dalam
menggarap lahan. IoT adalah kependekan dari internet of things yang merupakan
sebuah mekanisme di mana objek berupa orang disediakan dengan identitas
eksklusif dan memiliki kemampuan untuk memindahkan data melalui tiga
jaringan tanpa memerlukan dua arah yaitu antara manusia ke manusia, tetapi
berupa interaksi manusia ke komputer atau sumber ke tujuan (Burange &
Misalkar, 2015). IoT memungkinkan sistem dapat dioperasikan secara otomatis,
bahkan daring melalui perangkat yang terhubung. Dalam penerapannya, biasanya
digunakan mikrokontroler dan modul wifi sebagai perangkat pendukung. Dengan
begitu, IoT dapat membuat penggunaan sistem irigasi ini pada lahan menjadi tidak
tergantung pada musim hujan atau kemarau karena terkendali secara otomatis.
Untuk suplai energi pada sistem irigasi ini memanfaatkan panel surya.
Penggunaan panel surya sebagai sumber energi utama pada sistem irigasi ini
merupakan hal yang mungkin dan bermanfaat bagi lingkungan. Selain itu,
penggunaan energi terbarukan pada sistem irigasi ini dapat membantu
mewujudkan poin SDGs yang ketujuh yaitu memastikan akses terhadap energi
yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua (SDG
Indonesia, 2017). Sistem irigasi ini menggunakan panel surya sebagai sumber
energi utama, tetapi tetap memiliki sumber energi pengganti yang berasal dari
PLN atau genset apabila terjadi kondisi tidak terdapat sinar matahari. Kondisi
tersebut mungkin jarang terjadi mengingat cahaya matahari di Indonesia tersedia
cukup melimpah karena memiliki potensi sumber energi surya sebesar 207.898
MW di mana intensitas cahaya matahari setiap harinya sebesar 4,8 kWh/𝑚2
(IESR, 2019).
Mekanisme dari Advanced Clay Pot Irrigation System (ACPIS) yaitu
kendi yang telah terisi air posisinya berada di sekitar akar tanaman, tetapi tidak
boleh menggangu pertumbuhan dari tanaman. Contohnya, pada tanaman yang
merambat maka posisi dari kendi ini harus diperkirakan sedemikian rupa sehingga
kendi ini tetap dapat menjangkau akar tanaman, tetapi tidak menggangu arah
rambat tanaman. Setiap kendi tersebut dilengkapi dengan sensor ultrasonik dan
terhubung dengan pompa air otomatis melalui selang. Fungsi sensor ini sebagai
penanda bagi pompa air sehingga dapat mengetahui kapan pompa harus mengisi

6
air kembali. Untuk cara kerja dari sensor ultrasonik pada sistem irigasi ini yaitu
memantulkan gelombang ultrasonik pada permukaan air sehingga dapat diketahui
posisi dari permukaan air (Simanjuntak & Tamaji, 2020). Saat air pada kendi telah
berkurang setengah dari tinggi kendi, sensor ultrasonik akan mengirim sinyal ke
sistem operasi agar pompa dapat mengalirkan air ke kendi yang membutuhkan air.
Dengan begitu, efisiensi dari penggunaan air dapat lebih hemat karena tidak
terdapat suplai air yang berlebihan. Ilustrasi dari posisi kendi terhadap tanaman
dapat dilihat pada lampiran.
Selain itu, pada kendi tersebut juga dapat dilengkapi dengan sensor yang
dapat mengetahui kadar pH air guna mengetahui kualitas dari air. Data-data dari
sensor ini nantinya akan mengirimkan sinyal ke perangkat pemantau melalui
modul wifi. Saat kadar pH dari air terlalu masam atau basa, pemilik lahan akan
mendapatkan notifikasi di perangkat yang terhubung oleh sistem IoT sehingga
dapat menghentikan pompa air terlebih dahulu sebelum mengganti air yang baru.
Komponen sensor tersebut didukung oleh perangkat elektronis lainnya, seperti
mikrokontroler, baterai dan yang lainnya guna mendukung operasional dari sistem
IoT ini. Untuk desain secara keseluruhan dari sistem clay pot irrigation pada
lahan dengan tanaman umum dapat dilihat pada lampiran.
Dengan mekanisme dan fitur yang ada pada sistem irigasi ini, penggarap
lahan dapat memantau kondisi lahan dengan berada di rumah atau di mana saja.
Apabila terjadi sistem pengairan yang berbeda dari biasanya dapat diprediksi
kendi dalam keadaan mulai rusak sehingga perlu diganti. Lalu, pompa air yang
dikendalikan berdasarkan pembacaan sensor selain meringankan tugas penggarap
lahan juga dapat mengefisienkan penggunaan air. Perangkat elektronis dan pompa
dapat bekerja akibat dari adanya panel surya yang menghasilkan energi listrik
sehingga semua mekanisme pada sistem irigasi ini dapat berjalan. Selain
meringankan beban kerja, kelebihan dari sistem irigasi ini yaitu dapat menyuplai
air sekaligus menyuburkan lahan, ramah lingkungan, minim perawatan dan tidak
memerlukan operasional yang kompleks.
Dengan demikian, teknologi ACPIS ini diharapkan dapat membantu
Indonesia dalam mewujudkan poin SDGs yang kedua, ketiga belas dan ketujuh.
Bentuk permasalahan dari poin SDGs yang dihadapi yaitu lahan kering,

7
pertumbuhan dari besar panen yang terbatas, penurunan sumber daya air yang
diikuti degradasi kinerja irigasi dan turunnya tingkat kesuburan suatu lahan serta
masih rendahnya inovasi teknologi dalam pengembangan komoditas pangan
sebagai faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan dapat diatasi dengan
ACPIS. Hal tersebut karena sistem irigasi ini menggunakan clay pot irrigation
yang dilengkapi dengan IoT sehingga dapat menyuplai air secara efektif dan
efisien serta membantu dalam menyuburkan tanah dengan adanya biochar yang
mana membuat sistem ini dapat diterapkan pada segala jenis lahan terutama yang
kurang subur. Selain itu, penggunaan solar panel juga dapat membantu mengatasi
permasalahan dari perubahan iklim yang dapat menimbulkan bertambahnya lahan
kering dan kurang suburnya tanah. Lalu, untuk inovasi kedepannya dapat
digunakan sumber energi terbarukan hibrid agar sebagai energi tambahan atau
pengganti saat panel surya tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup.

8
DAFTAR PUSTAKA
Anon. 2022. Luas Penutupan Lahan Indonesia Di Dalam Dan Di Luar Kawasan
Hutan Tahun 2014-2020 Menurut Kelas (Ribu Ha). URL:
https://www.bps.go.id/statictable/2020/02/17/2084/luas-penutupan-
lahanindonesia-di-dalam-dan-di-luar-kawasan-hutan-tahun-2014-2019-
menurutkelas-ribu-ha-.html. Diakses tanggal 4 November 2022.
Anon. 2021. Rata-rata Suhu dan Kelembaban Udara menurut bulan (C), 2017-
2020. URL: https://bonekab.bps.go.id/indicator/151/77/1/rata-rata-suhu-
dan-kelembabanudara-menurut-bulan.html. Diakses tanggal 4 November
2022.
Anon. 2021. Global Food Security index (GFSI). URL:
https://impact.economist.com/sustainability/project/food-security-
index/Country/Details#Indonesia. Diakses tanggal 4 November 2022.
Anon. 2017. Tujuan SDG. URL: https://www.sdg2030indonesia.org/page/1-
tujuan-sdg. Diakses tanggal 4 November 2022.
Burange, A.W. & Misalkar, H.D. 2015. Review of internet of things in
development of Smart Cities with Data Management & privacy. 2015
International Conference on Advances in Computer Engineering and
Applications.
Fuchs, M. 2017. Methods for Producing Biochar and Advanced Biofuels in
Washington State. Wahington D.C: State of Washington Department of
Ecology.
IESR. 2019. Laporan Status Energi Bersih Indonesia: Potensi, Kapasitas
Terpasang, dan Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Energi
Terbarukan 2019.
Mondal, R. et al. 1992. Use pitchers when water for irrigation is saline. Indian
Agriculture. 36:13–15.
Pasandaran, E. 2007. Pengelolaan Infrastruktur Irigasi dalam Kerangka Ketahanan
Pangan Nasional. Analisis Kebijakan Pertanian. 5 (2):126–149.
Purwaningrahayu, R. D. et al. 2017. Hasil Utama Penelitian Aneka Kacang dan
Umbi Tahun 2016.

9
Renner, R.E.B.E.C.C.A. 2007. Rethinking biochar. Environmental Science &
Technology. 41 (17):5932–5933.
Simanjuntak, H. dan Tamaji. 2020. Desain dan Pembuatan Alat Pendeteksi
Ketinggian Air Sungai Berbasis Arduino Uno. Seminar Nasional Ilmu
Terapan IV 2020.
Stein, T. M. 1998. Development and evaluation of design criteriafor pitcher
irrigation systems. Verbandes der Tropenlandwirte. 66.
Sugiono, S. 2020. Industri Konten Digital Dalam Perspektif Society 5.0. Jurnal
IPTEK-KOM (Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Komunikasi). 22 (2).

10
LEMBAR ORISINALITAS

11
LAMPIRAN

Gambar 1. Desain ACPIS

Gambar 2. Penjelasan komponen pada ACPIS

12

Anda mungkin juga menyukai