Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN RANTAI PASOK BERBASIS BLOCKCHAIN SEBAGAI

SOLUSI PERMASALAHAN DISTRIBUSI PUPUK DI INDONESIA

Diusulkan oleh:
1. Ahmad Zainudin Mahfud (Rekayasa Keamanan Siber)
2. Dika Agustian Akbar (Rekayasa Keamanan Siber)
3. Dzakwan Al Dzaky Bewasana (Rekayasa Keamanan Siber)

POLITEKNIK SIBER DAN SANDI NEGARA


BOGOR
2022
LEMBAR PENGESAHAN
MANAJEMEN RANTAI PASOK BERBASIS BLOCKCHAIN SEBAGAI
SOLUSI PERMASALAHAN DISTRIBUSI PUPUK DI INDONESIA

AHMAD ZAINUDIN MAHFUD


DIKA AGUSTIAN AKBAR
DZAKWAN AL DZAKY BEWASANA

Berdasarkan data tahun 2019, Badan Pusat Statistik mencatat jumlah


petani di Indonesia mencapai 33,4 juta orang. Namun, dari data tersebut, petani
muda yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang atau
persentasenya sebesar 8% saja (Azzahra, 2021). Terjadi trend penurunan jumlah
petani di Indonesia seperti ditunjukkan oleh gambar 1 pada lampiran. Hal ini
dapat membahayakan potensi pertanian Indonesia, yang mana regenerasi petani
belum terwujud secara maksimal. Terjadinya penurunan jumlah petani muda di
Indonesia dapat terjadi akibat beberapa faktor, di antaranya adalah sektor
pertanian yang masih dianggap sebelah mata bagi kebanyakan orang. Selain itu,
sektor pertanian Indonesia masih banyak menggunakan metode-metode
konvensional. Anak-anak muda saat ini cenderung memilih pekerjaan yang
dianggap “modern” seperti pekerjaan di dunia teknologi. Padahal, apabila dunia
teknologi dan pertanian disandingkan maka dapat terwujud sebuah sinergi yang
dapat memaksimalkan sektor pertanian Indonesia.
Namun, pada awal tahun 2022 terjadi masalah pada sektor pertanian yaitu
kelangkaan pupuk di berbagai wilayah Indonesia. Wilayah ini meliputi Lumajang,
Jember, Nganjuk, Magetan, dan beberapa kota lain di Indonesia (Movanita, 2021;
Radarjember.Jawapos.Com, 2022; Damayanti, 2022; Maulana, 2021). Misalnya di
Magetan, para petani sulit mendapatkan pupuk bersubsidi selama pandemi Covid-
19. Akibatnya, mereka terpaksa menggunakan pupuk nonsubsidi yang harganya
jauh lebih mahal. Kelangkaan pupuk terjadi karena terdapat oknum baik
distributor maupun pengecer yang melakukan penimbunan pupuk. Distributor dan
pengecer melakukan kecurangan dengan melakukan penimbunan dan penggantian
kemasan pada pupuk bersubsidi. Pupuk bersubsidi yang seharusnya disalurkan
kepada petani yang berhak mendapatkannya malah menjadi salah sasaran dengan
disalurkan kepada orang yang dapat membeli dengan harga tinggi. Menurut
keterangan beberapa oknum, kasus penimbunan pupuk bersubsidi ini memiliki
tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar pada pasokan pupuk.
(Damayanti, 2022)
Berdasarkan latar belakang adanya kenaikan harga pupuk akibat
penimbunan secara ilegal, perlu solusi yaitu dengan menerapkan distribusi yang
tepat sasaran. Adanya penimbunan ilegal harus dicegah dan digantikan dengan
distribusi yang transparan dan tepat sasaran. Hal ini dapat didukung dengan
adanya manajemen rantai pasok (supply chain management) berbasis blockchain.
Blockchain akan menjamin transparansi pada proses distribusi pupuk.
Transparansi distribusi diperlukan karena adanya penimbunan ilegal berakibat
pada kelangkaan dan akhirnya membuat harga pupuk meningkat. Terlebih lagi,
pada masa pasca Covid-19 ini pemerintah meningkatkan alokasi pupuk bersubsidi
menjadi 25 triliun rupiah dan terdapat kenaikan harga pupuk sampai 30% menurut
laporan Bank Dunia (Nurhidayat, 2022)

Manajemen Rantai Pasok Berbasis Blockchain


Penyelesaian permasalahan distribusi pupuk dapat dilakukan dengan
menerapkan blockchain pada metode manajemen rantai pasok dari distribusi
pupuk. Metode ini diterapkan untuk mengakomodasi permintaan konsumen yang
tersebar di wilayah yang berbeda. Penerapan blockchain ini dikombinasikan
dengan Internet of Things (IoT) yang akan mengintegrasikan berbagai entitas
dalam rantai pasok. Entitas ini meliputi produsen, distributor, pedagang eceran,
dan konsumen. Teknologi internet akan membuat para entitas dalam distribusi
pupuk dapat berkoordinasi dengan baik secara real time. Sistem yang akan
dibangun dapat menyediakan informasi ketersediaan jumlah barang secara
transparan. Proses transaksi selama pupuk didistribusikan akan tercatat dan
diperbarui secara real time sehingga jumlah ketersediaan pupuk dapat terpantau.
Adanya data yang terekam dengan baik serta terus diperbarui akan memudahkan
analisis prediksi suplai dan permintaan (supply and demand forecasting) sehingga
mampu memprediksi jumlah stok secara akurat (Trifidya, Sarwosri, & Suryani,
2016). Pada akhirnya, distribusi pupuk yang transparan dapat menghindari
terjadinya kelangkaan yang berakibat pada fluktuasi harga. Namun, sebelum
membahas lebih jauh masalah distribusi pupuk, kita perlu mengetahui terlebih
dahulu apa itu rantai pasok (supply chain) dan teknologi blockchain.
Rantai pasok merupakan jaringan antara perusahaan dan pemasoknya
untuk memproduksi dan mendistribusikan produk tertentu kepada konsumen.
Sebelum sampai ke konsumen, produk yang dihasilkan perusahaan sebagai
produsen tentu melewati proses distribusi yang panjang melewati beberapa pihak.
Rantai pasok mewakili langkah-langkah yang diperlukan untuk mendapatkan
produk atau layanan dari keadaan semula ke pelanggan (Kenton, 2021).
Manajemen rantai pasok merupakan proses yang dapat menjelaskan bagaimana
mengoptimalkan hasil rantai pasok dengan biaya yang lebih rendah dan siklus
produksi yang lebih cepat. Gambaran mengenai skema rantai pasok menurut Vorst
(2004) dapat dilihat pada gambar 2 lampiran.

Perkembangan Teknologi Blockchain


Setelah mengetahui tentang rantai pasok, perlu diketahui lebih lanjut
tentang blockchain yang akan diterapkan pada rantai pasok pupuk. Teknologi
blockchain pada awalnya banyak digunakan dalam dunia cryptocurrency (aset
kripto) karena memungkinkan terjadinya transaksi keuangan secara aman
meskipun dilakukan tanpa perantara bank ataupun lembaga keuangan negara. Hal
tersebut dikarenakan blockchain memiliki salah satu keunggulan, yaitu
kemampuan immutability. Immutability merupakan kemampuan keamanan data
yang memungkinkan pengguna tidak dapat mengubah datanya karena
immutability memastikan data transaksi yang telah terjadi di masa lalu tidak dapat
diubah, baik dihapus maupun dipindahkan ke data baru (Rahardja, et al, 2021).
Blockchain memiliki kemampuan ini dikarenakan menggunakan fungsi
hash dalam penerapannya. Sebagai contoh, salah satu aset kripto dengan nilai jual
tertinggi saat ini, yaitu bitcoin, menggunakan SHA-256 yang dibuat oleh NSA
(National Security Agency) sebagai fungsi hash-nya. Algoritma ini akan
menghasilkan output dengan panjang 256 bit. Melalui penerapan algoritma ini,
suatu aplikasi akan memiliki keamanan yang tinggi, dan tidak dapat didekripsi
dengan mudah. Menurut situs folkstalk.com, lama waktu yang dibutuhkan untuk
mendekripsi algoritma SHA-256 adalah
12,700,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,
000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000 tahun. Selain itu, algoritma SHA-
256 ini juga tidak dapat didekripsi dengan mudah menggunakan salt meski
menggunakan berbagai kombinasi yang ada. Oleh karena itu, penggunaan SHA-
256 menjadi suatu rekomendasi untuk berbagai aplikasi agar aplikasi yang ada
tetap aman, salah satunya pada blockchain ini (Folkstalk, 2022).
Seiring berkembangnya zaman, teknologi blockchain semakin berkembang
penggunaannya di berbagai sektor kehidupan. Misalnya di Jepang, blockchain
telah dimanfaatkan untuk mengatur sektor medis dan mengolah data medis
dengan tujuan eksplorasi data catatan medis secara elektronik yang terintegrasi
dengan uji klinis dan data-data kesehatan lainnya. Di negara tetangga Malaysia,
blockchain telah digunakan di dalam sektor pariwisata, di mana pemerintah
Malaysia menggunakan blockchain untuk menelusuri visa turis asing hingga
kegiatan yang mereka lakukan di Malaysia (Syafri & Ulfa, 2021).
Lalu bagaimana dengan penggunaan blockchain di Indonesia? Sampai saat
ini, blockchain belum dimanfaatkan secara maksimal. Blockchain masih
digunakan sesuai tujuan aslinya, yaitu sebagai aset kripto. Penggunaan aset kripto
di Indonesia sendiri diatur oleh Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi). Bahkan, dikutip dari Surat Menko Perekonomian Nomor S-
302/M.EKON/09/2018 tanggal 24 September 2018 perihal Tindak Lanjut
Pelaksanaan Rakor Pengaturan Aset Kripto Sebagai Komoditi yang
Diperdagangkan di Bursa Berjangka, aset kripto dilarang sebagai alat
pembayaran, namun sebagai alat investasi dapat dimasukkan sebagai komoditi
yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Dengan pertimbangan, karena
secara ekonomi potensi investasi yang besar dan apabila dilarang akan berdampak
pada banyaknya investasi yang keluar (capital outflow) karena konsumen akan
mencari pasar yang melegalkan transaksi kripto (Bappebti, 2020).

Penerapan Blockchain pada Bidang Pertanian


Sebagai negara yang mendapat gelar sebagai “negara agraris,” teknologi
seperti blockchain sudah seharusnya masuk di sektor pertanian, salah satunya
untuk menangani masalah kenaikan harga pupuk. Teknologi blockchain dapat
digunakan dalam manajemen rantai pasok distribusi pupuk di Indonesia. Saat ini,
sebagian besar informasi logistik pada sistem rantai pasok pertanian dan pangan
hanya melacak dan menyimpan pesanan dan pengiriman tanpa adanya
transparansi, kelayakan, dan kemampuan audit. Padahal, fitur-fitur tersebut dapat
meningkatkan kualitas dan keamanan pangan yang tentunya dapat diterapkan
untuk memanajemen distribusi pupuk (Verdouw, Sundmaeker, Meyer, Wolfert, &
Verhoosel, 2013).
Untuk memahami penerapan blockchain pada distribusi pupuk, perlu
diketahui bagaimana proses berjalannya rantai pasok yang berbasis blockchain.
Semua transaksi dan data anggota dalam sebuah rantai disimpan dan dikelola di
tempat yang sama (Vanpoucke, Boyer, & Vereecke, 2009). Setiap entitas dapat
mendapatkan data terpercaya dan valid serta berinteraksi dengan entitas lainnya.
Pada suatu waktu jika ada pihak yang membutuhkan informasi pelacakan yang
akurat maka data tersebut tersedia dalam “buku besar” blockchain (Viriyasitavat,
Anuphaptrirong, & Hoonsopon, 2019). Blockchain pada rantai pasok mampu
menyediakan pelacakan semua transaksi produk bahkan siklus hidup (life-cycle)
suatu produk. Berbagai data seperti bahan baku, manufaktur, lokasi, dan
sebagainya akan memberikan transparansi yang baik. Selain itu, teknologi
blockchain mampu menghubungkan semua organisasi dalam jaringan rantai pasok
ke suatu server dan menghubungkan semua entitas (Kim & Laskowski, 2018).
Dalam pelaksanaannya akan ada anggota rantai pasok yang terhubung
kepada server blockchain umum sebagai tempat semua smart contract disimpan.
Smart contract sendiri merupakan suatu program yang terdapat dalam blockchain
dan akan berjalan secara otomatis ketika kondisi yang telah ditentukan terpenuhi.
Smart contract bekerja dengan pernyataan “if/when …, then …” yang tertulis
pada kode dalam sebuah blockchain. Tindakan akan dijalankan oleh jaringan
komputer hanya jika kondisi yang telah ditentukan terpenuhi dan terverifikasi.
Tindakan bisa bermacam-macam seperti pencairan dana, pendaftaran kendaraan,
dan penerbitan tiket. Setelah transaksi smart contract selesai barulah blockchain
diperbarui. Hal ini berarti hasil transaksinya hanya bisa dilihat oleh pihak yang
memiliki izin serta tidak dapat diubah sembarangan. Smart contract dapat
diprogram oleh pengembang, namun saat ini banyak organisasi yang menjadikan
blockchain ini sebagai bisnis dalam hal penyediaan template, antarmuka website,
dan alat-alat lainnya untuk menyederhanakan smart contract (IBM, 2022). Smart
contract ini dapat diakses oleh setiap entitas sehingga bisa mendapatkan akses
kepemilikan, detail verifikasi, dan bukti asal. Semua kontrak atau transaksi yang
terjadi disimpan di server dan dienkripsi sehingga hanya pihak yang diizinkan
yang dapat mengakses kontrak. Akses ini dapat dilakukan secara real time.
Smart contract memiliki beberapa keuntungan bagi penggunanya. Berikut
merupakan keuntungannya menurut IBM (2022).
1. Kecepatan, efisiensi, dan akurasi.
Ketika kondisi sudah memenuhi, kontrak akan dieksekusi sesegera
mungkin. Selain itu, dikarenakan smart contract berbentuk digital,
tidak ada kertas yang terlibat dalam prosesnya dan tidak terdapat
kemungkinan error yang dapat ditemukan seperti jika melakukan
pengisian manual dokumen menggunakan kertas.
2. Kepercayaan dan transparansi
Tidak terdapat pihak ketiga yang terlibat dan riwayat transaksi bisa
dilihat oleh semua pengguna sehingga tidak ada keraguan apakah
informasi yang diterima terdapat perubahan sebelumnya.
3. Keamanan
Transaksi blockchain sudah dienkripsi yang membuatnya sulit untuk
diretas. Selain itu, dikarenakan setiap riwayat transaksi terkoneksi
dengan transaksi sebelumnya, peretas harus melakukan usaha lebih
besar untuk dapat meretas transaksi tersebut.
4. Hemat
Smart contract tidak membutuhkan pihak perantara untuk menangani
transaksi sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.
Selanjutnya, teknologi blockchain pada rantai pasok pupuk ini
diintegrasikan dengan IoT untuk menghadirkan operasi rantai pasok yang lebih
fleksibel dan cepat. Setelah data diperoleh melalui semua anggota rantai pasok
dan sumber data, semua data akan diproses dan tersegmentasi melalui normalisasi,
encoding, transformasi, dan menghapus data yang tidak diperlukan dari dataset.
Dataset tersegmentasi akan dilatih sesuai persyaratan dan algoritma kecerdasan
buatan yang dikenakan pada dataset untuk dilatih menghasilkan output tertentu.
Output yang dihasilkan akan dibandingkan dengan data dan laporan secara real
time. Setiap langkah dan proses distribusi meliputi lokasi, wadah, dan produk
dapat dilacak melalui sistem IoT yang terintegrasi dengan tag RFID (Radio
Frequency Identification), tag GPS, sensor, kode batang, dan chip yang mampu
menyediakan pelacakan barang secara real time sejak dikirimkan dari lokasi asal
barang tersebut. Salah satu penerapannya adalah melalui Digital Supply Chain
(DSC) yang mengintegrasikan blockchain dan IoT. DSC menghendaki adanya
kolaborasi dinamis dari mitra dengan mengintegrasikan atau bertukar data tertentu
di berbagai organisasi dan sistem (Virisyasitavat, Xu, Bi, & Pungpapong, 2019).
Sistem blockchain dan IoT pada rantai pasok pupuk berguna untuk meningkatkan
sistem guna menyimpan dan melacak riwayat pencatatan. Seiring peningkatan
sistem ini, maka akan terjadi integritas data yang menjadikan data tidak dapat
diubah ataupun dihapus oleh suatu pihak. Blockchain ini melakukan verifikasi
history yang ada pada rantai pasok dari produsen sampai konsumen agar sistem
tetap sama dan transparan. Perangkat IoT pada rantai pasok membantu
mengidentifikasi barang dan memasukkan ke riwayat pencatatan. Perangkat yang
sering digunakan adalah Global Positioning System (GPS) yang
diimplementasikan ketika pengiriman barang dengan tujuan pelacakan barang
agar lebih akurat. Konsep penggunaan blockchain pada manajemen rantai pasok
pupuk ini dapat dilihat pada gambar 3 lampiran.
Berbagai tahapan dan proses manajemen rantai pasok berbasis blockchain
menghadirkan keuntungan bagi berbagai pihak. Jika dilihat dari entitas pada rantai
pasok distribusi pupuk, semua akan memiliki keuntungan seperti tabel berikut.

Tabel 1. Keuntungan Penerapan Blockchain dan IoT

No. Entitas Keuntungan

● Membantu produsen dalam


1 Produsen membedakan diri dengan pesaing
lainnya
No. Entitas Keuntungan

● Meningkatkan kepercayaan bagi


konsumen dalam menggunakan
produk

● Memberikan kepercayaan kepada


pedagang eceran, bahwa produk
2 Distributor
yang didistribusikan berkualitas dan
sesuai dengan prosedur

● Menyakinkan konsumen bahwa


barang yang dijual berasal dari
produsen terpercaya
3 Pedagang Eceran
● Meningkatkan citra dari pedagang
dengan menjual barang-barang asli
dari produsen

● Memastikan produk yang dibeli


merupakan produk asli dari produsen
4 Konsumen ● Melihat aliran distribusi secara
transparan sehingga tidak ada asumsi
terhadap kelangkaan barang

Sebagai kesimpulan, adanya kenaikan harga pupuk yang dikeluhkan petani


di Indonesia salah satunya diakibatkan oleh penimbunan ilegal dan distribusi yang
tidak tepat. Penerapan blockchain yang dikombinasikan dengan IoT diharapkan
dapat menyelesaikan masalah ini. Riwayat pencatatan pada blockchain membuat
semua entitas pada rantai pasok dapat mengetahui keadaan dan lokasi barang
sehingga menyelesaikan masalah penimbunan. Selain itu, blockchain juga
mencegah adanya manipulasi data pada proses distribusi sehingga distribusi yang
tidak sesuai sasaran dapat terdeteksi. Apabila teknologi blockchain dapat
dimanfaatkan dengan tepat guna, tentunya dapat mendukung terciptanya
masyarakat 5.0 di bidang pertanian.
DAFTAR PUSTAKA

Azzahra, Q. (2021) Jumlah petani di Indonesia - Grafik Alinea ID. Tersedia di:
https://data.alinea.id/jumlah-petani-di-indonesia-b2cCd9Bp9c diakses
pada 10 November 2022

Bappebti. 2020. Aset Kripto. Bappebti. Tersedia di:


https://bappebti.go.id/resources/docs/brosur_leaflet_2001_01_09_o26ulbs
q.pdf diakses pada 13 November 2022

Damayanti, A. (2022) ‘Penimbunan Pupuk Subsidi 114 Ton Terbongkar, BUMN


Buka Suara’, Detikfinance, 21 January. Tersedia di:
https://finance.detik.com/industri/d-5908582/penimbunan-pupuk-subsidi-
114-ton-terbongkar-bumn-buka-suara diakses pada 10 November 2022

Folkstalk (2022) ‘Can We Decrypt Sha256 With Code Examples’, Programming


and Tools Blog -, 28 September. Tersedia di:
https://www.folkstalk.com/2022/09/can-we-decrypt-sha256-with-code-
examples.html diakses pada 11 November 2022

IBM, What are smart contracts on blockchain? Diakses melalui. Tersedia di:
https://www.ibm.com/topics/smart-contracts. Diakses pada 16 November
2022

Kenton, W. (2021). Supply Chain. Diambil kembali dari Investopedia. Tersedia


di: https://www.investopedia.com/terms/s/supplychain.asp diakses pada 11
November 2022

Kim, H., & Laskowski, M. (2018). Toward an ontology-driven blockchain design


for supply-chain provenance. Intelligent Systems in Accounting, 18-27.

Maulana, A.Y. (2021) ‘Polisi gerebek 3 penimbunan pupuk bersubsidi di


Lumajang’, Antara News, 13 November. Tersedia di:
https://www.antaranews.com/video/2521581/polisi-gerebek-3-
penimbunan-pupuk-bersubsidi-di-lumajang diakses pada 13 November
2022

Movanita, A.N.K. (2021) ‘Kasus Penimbunan Pupuk Bersubsidi di Blora, Ini


Tanggapan Pupuk Indonesia’, KOMPAS.com, 11 February. Tersedia di:
https://money.kompas.com/read/2021/02/11/195053826/kasus-
penimbunan-pupuk-bersubsidi-di-blora-ini-tanggapan-pupuk-indonesia
diakses pada 11 November 2022

Nurhidayat, D. (2022) Aturan Baru Penyaluran Pupuk Bersubsidi 2022 Disahkan.


Media Indonesia. Tersedia di:
https://mediaindonesia.com/ekonomi/507026/aturan-baru-penyaluran-
pupuk-bersubsidi-2022-disahkan diakses pada 19 November 2022
Radarjember.Jawapos.Com (2022) ‘Pengawasan Lemah, Kios Nakal Berulah’, 3
February. Tersedia di:
https://radarjember.jawapos.com/pertanian/03/02/2022/penimbunan-
pupuk-bersubsidi-oleh-kios-ilegal/ diakses pada 11 November 2022

Rahardja, U. et al. (2021) ‘Immutability of Distributed Hash Model on


Blockchain Node Storage’, Scientific Journal of Informatics, 8(1), pp.
137–143. Tersedia di: https://doi.org/10.15294/sji.v8i1.29444.

Syafri, R. A. & Ulfa, A. (2021). Teknologi Blockchain dan Potensinya. Buletin


APBN. Vol. VI Edisi 11 p.7

Trifidya, L., Sarwosri, & Suryani, E. (2016). Rancang Bangun Aplikasi Sistem
Informasi Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Rancang Bangun
Aplikasi Sistem Informasi . JURNAL TEKNIK ITS, 817-821

Vanpoucke, E., Boyer, K., & Vereecke, A. (2009). Supply Chain information flow
strategies: an empirical taxonomy. International Journal of Operations and
Production Management, 1213-1241.

Verdouw, C., Sundmaeker, H., Meyer, F., Wolfert, J., & Verhoosel, J. (2013).
Smart Agri-Food Logistics: Requirements for the Future Internet.
Dynamic in Logistics, 247-257.

Viriyasitavat, W., Anuphaptrirong, T., & Hoonsopon, D. (2019). When


blockchain meets Internet of Things: characteristics, challenges, and
business opportunities. Journal of Industrial Information Integration, 21-
28

Vorst, J. V. (2004). Supply Chain Management: theory and practices. The


Emerging The Emerging , 1-19
LEMBAR ORISINALITAS
LAMPIRAN

Gambar 1. Grafik jumlah petani di Indonesia tahun 2016 s.d. 2020


(Azzahra, 2021)

Gambar 2. Skema rantai pasok (Vorst, 2004)


Gambar 3. Penerapan blokchain pada manajemen rantai pasok pupuk

Anda mungkin juga menyukai