Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN

OLEH

NAMA : MUMTHAZA ALLATIFA


NIM : 2010212020
KELAS : AGRO C
KELOMPOK : 2 (DUA)
ANGGOTA KELOMPOK : 1. GUNTUR RIVANA HAKIM (1910211026)
2. NUR ISNA RAHMANTI (1910212005)
3. RANGGA ARNELIO (2010211013)
4. MUHAMMAD FADIL (2010211016)
5. RIZKI MAULANA DIKA P. (2010211039)

DOSEN PENJAB : Dr. GUSMINI,. SP., MP


ASISTEN : 1. ALDO ADITYA (1710231011)
2. RAHMAT FAUZAN (1810232050)
3. FAUZIAH LUKMAN HAKIM (1810233008)
4. PUTRI JUNIA LISA (1810232009)

PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIKUM PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN

Nama : Mumthaza Allatifa


No. BP : 2010212020
Kelompok :2
Kelas : Pupuk dan Teknologi Pemupukan Agro C
Program Studi : Agroteknologi

Padang, 13 Juni 2022

Mumthaza Allatifa

2010212020

Menyetujui,

Asisten I Asisten II

Aldo Aditya Putri Junia Lisa


1710231011 1810232009

Asisten III Asisten IV

Rahmat Fauzan Fauziah Lukman Hakim


1810232050 1810233008
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.........................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................
B. Tujuan.........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Biochar......................................................................................
B. Biokanat....................................................................................
C. Ekoenzym.................................................................................
D. Trichoderma .............................................................................
E. Pupuk Organik Granul..............................................................
F. Hidrobiokanat ..........................................................................

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat....................................................................


B. Alat dan Bahan
a) Biochar..............................................................................
b) Biokanat ............................................................................
c) Ekoenzym .........................................................................
d) Trichoderma .....................................................................
e) Pupuk Organik Granul.......................................................
f) Hidrobiokanat ...................................................................
C. Prosedur Penelitian
a) Biochar..............................................................................
b) Biokanat.............................................................................
c) Ekoenzym..........................................................................
d) Trichoderma .....................................................................
e) Pupuk Organik Granul.......................................................
f) Hidrobiokanat ...................................................................
BAB IV HASIL PEMBAHASAN
A. Hasil
a) Biochar..............................................................................
b) Biokanat.............................................................................
c) Ecoenzym..........................................................................
d) Trichoderma .....................................................................
e) Pupuk Organik Granul.......................................................
f) Hidrobiokanat ...................................................................
B. Pembahasan
a) Biochar..............................................................................
b) Biokanat.............................................................................
c) Ekoenzym..........................................................................
d) Trichoderma .....................................................................
e) Pupuk Organik Granul.......................................................
f) Hidrobiokanat ...................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................
B. Saran...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum
Pupuk dan Teknologi Pemupukan pada tahun ajaran Genap 2021/2022.
Saya mengucapkan terimakasih kepada ibuk Dr. Gusmini, SP.,MP selaku
dosen penanggung jawab praktikum, Aldo Aditya, Putri Junia Lisa, Rahmat
Fauzan, dan Fauziah Lukman Hakim selaku asisten praktikum Pupuk dan
Teknologi Pemupukan yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kapada
penulis selama pelaksanaan praktikum Pupuk dan Teknologi Pemupukan ini,
tanpa bimbingan dari ibuk dan asisten penulis yakin pelaksanaan praktikum ini
tidak akan berjalan lancar.

Padang, 13 Juni 2022

Mumthaza Allatifa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum lahan pertanian lama kelamaan akan mengalami
kemunduran kesuburan tanah akibat penggunaan lahan yang intensif dan
kerusakan tanah akibat erosi. Lahan ini akan mengalami penurunan
produktivitasnya dalam menghasilkan produk pertanian (Sutrisna, 2018).
Menurut Nurida (2014), umumnya lahan kering di Indonesia utamanya yang
telah dikelola untuk pertanian telah mengalami degradasi dan salah satunya
disebabkan kurang tepatnya sistem pengelolaan. Salah satu indikator penting
degradasi lahan adalah kemerosotan status bahan organik tanah sehingga
perbaikan status bahan organik harus menjadi priorias dalam pemulihan lahan
terdegradasi. Peningkatan kadar bahan organik tanah juga merupakan opsi
untuk penanggulangan faktor pembatas lahan kering suboptimal.
Biochar merupakan arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa
organik pada keadaan oksigen terbatas. Biochar dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif untuk memulihkan dan meningkatkan kualitas kesuburan
tanah terdegradasi atau lahan kritis (Ridwan, 2014). Sumber biochar terbaik
adalah limbah organik khususnya limbah pertanian (Nurida, 2014). Sekam
sebagai limbah penggilingan padi jumlahnya mencapai 20-23% dari gabah.
Sekam padi ini sangat potensial dijadikan biochar untuk menambah unsur
hara pada tanaman (Herman dan Resigia, 2018).
Kompos merupakan pupuk organik hasil pelapukan residu tanaman
atau limbah organik. Kompos berfungsi dalam perbaikan struktur tanah,
aerasi dan peningkatan kemampuan tanah menahan air. Selain itu, kompos
berfungsi sebagai stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Hal
ini karena kompos mampu menyediakan makanan untuk mikroorganisme
yang menjaga kesehatan tanah. Selain itu, dari proses konsumsi
mikroorganisme tersebut menghasilkan nitrogen dan fosfor secara alami
(Ridwan, 2014). Aplikasi biochar dan kompos dilakukan untuk meningkatkan
kesuburan dan ketersediaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman
(Safitri et al., 2018).
Pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian atau seluruhnya
berasal dari hewan maupun tumbuhan yang berfungsi sebagai penyuplai
unsur hara tanah. Penggunaan pupuk organik curah yang biasa digunakan
oleh petani ternyata memiliki beberapa kelemahan, yaitu di antaranya
menimbulkan debu dan overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi
secara mendadak. Pupuk organik granul merupakan pupuk yang sebagian
atau seluruhnya berasal dari bahan-bahan organik yang berbentuk butiran
padat (Utari et al., 2015).
Hidroton merupakan media tanam hidroponik yang berbentuk bulat,
dalam bulatan-bulatan terdapat pori-pori yang dapat menyerap air sehingga
dapat menjaga ketersediaan nutrisi untuk tanaman hidroponik. Pembuatan
hidroton menggunakan tanah liat karena merupakan jenis tanah yang
bertekstur halus dan lengket atau berlumpur (Hafizah et al., 2019).
Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang dan kompos pada tanah
bertekstur liat dapat meningkatkan kadar air tanah dan kapasitas air tersedia
(WHC) serta mengurangi evaporasi dan berat volume tanah (Rosman et al.,
2019).
Limbah rumah tangga yang termasuk dalam sampah organik dan sisa-
sisa tanaman bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik atau bisa juga sebagai
Ecoenzyme. Ecoenzyme merupakan hasil dari fermentasi limbah sampah
organik seperti ampas buah dan sayuran, gula (gula aren, gula merah, atau
gula tebu), dan air. Proses fermentasinya menghasilkan gas O3 (ozon) dan
hasil akhirnya adalah cairan pembersih serta pupuk yang ramah lingkungan.
Manfaat lain dari ecoenzyme yaitu sebagai filter udara, herbisida, pestisida
alami, dan pupuk alami untuk tanaman serta menurunkan efek rumah kaca.
Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai
pupuk biologis tanah adalah jamur Trichoderma sp. Jamur ini merupakan
salah satu jenis mikroorganisme penghuni tanah yang dapat diisolasi dari
perakaran tanaman lapang. Jamur ini berperan dalam menguraikan beberapa
komponen zat seperti N, P, S dan Mg dan unsur hara lain yang dibutuhkan
tanaman dalam pertumbuhannya. Trichoderma sp berfungsi untuk memecah
bahan-bahan organik yang akan dimanfaatkan tanaman dalam merangsang
pertumbuhan di atas tanah terutama tinggi tanaman dan pembentukan warna
hijau pada daun (Marianah, 2013; Majjuara 2018).
B. Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan kegiatan praktikum Pupuk dan Teknologi
Pemupukan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara pembuatan biochar
2. Untuk mengetahui cara pembuatan biokanat
3. Untuk mengetahui cara pembuatan ecoenzyme
4. Untuk mengetahui cara pembuatan trichoderma
5. Untuk mengetahui cara pembuatan pupuk organik granul
6. Untuk mengetahui cara pembuatan hidrobiokanat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Biochar
Di Indonesia, limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk
pembenah tanah cukup banyak tersedia, baik di lahan sawah maupun lahan
kering. Limbah pertanian terdiri atas 2 jenis yaitu 1) bahan yang mudah
terdekomposisi seperti jerami, batang jagung, limbah sayuran dan 2) bahan
yang sulit terdekomposisi seperti sekam padi, kulit buah kakao, kayu-kayuan,
tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit, dan tongkol jagung. Limbah
pertanian tersebut belum dimanfaatkan dengan baik untuk memperbaiki
kualitas tanah. Pemanfaatan limbah pertanian khususnya yang sulit
terdekompoisisi tersebut dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dikonversi
menjadi biochar (arang) melalui proses pembakaran tidak sempurna atau
pyrolysis (Nurida et al., 2015).
Biochar adalah bentuk stabil dari charcoal yang dibuat dengan cara
membakar/memanaskan bahan organik alami (tanaman, kayu, serbuk kayu,
kotoran hewan) dengan temperatur yang tinggi ±700°C, dengan proses
pembakaran oksigen rendah yang disebut dengan pyrolysis (Sutrisna et al.,
2018). Pembakaran tidak sempurna dapat dilakukan dengan alat pembakaran
atau pirolisator dengan suhu 250-350°C selama 1-3,5 jam, bergantung pada
jenis biomas dan alat pembakaran yang digunakan. Pembakaran juga dapat
dilakukan tanpa pirolisator, tergantung kepada jenis bahan baku. Kedua jenis
pembakaran tersebut menghasilkan biochar yang mengandung karbon untuk
diaplikasikan sebagai pembenah tanah. Biochar bukan pupuk tetapi berfungsi
sebagai pembenah tanah.
Carbon dalam biochar lebih stabil secara kimia maupun secara
biologis bila dibandingkan dengan cara pendekomposisian alami, dalam
beberapa laporan menyebutkan dapat mengunci carbon dalam tanah selama
ratusan bahkan ribuan tahun. Biochar merupakan rangkai karbon aktif stabil
hasil proses pirolisis, yang salah satunya dapat berfungsi sebagai bahan
pengondisi tanah (soil amandement). Biochar memiliki potensi untuk
menghasilkan energi terbarukan berbasis pertanian dengan cara yang ramah
lingkungan dan memberikan perubahan tanah yang berharga untuk
meningkatkan produktivitas tanaman (Sutrisna et al., 2018).
Biochar dapat menjaga keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N)
dalam tanah untuk jangka waktu yang panjang. Kemampuan biochar dalam
mengadsorpsi kation lebih besar dibandingkan bahan organik biasa (Cheng et
al., 2008; Ridwan et al., 2014). Biochar dapat meningkatkan kation utama, P,
N-total, KTK, dan pH sehingga dalam beberapa waktu akan terjadi
peningkatan kadar unsur hara di dalam tanah (Ridwan et al., 2014).
Berdasarkan penelitian (Zhao et al., 2016) dalam Herman dan Elara (2018),
mendapatkan pemberian biochar yang ke tanah dapat berpotensi untuk
mengurangi bioavailabilitas, pelindian logam berat dan polutan organik dalam
tanah melalui adsorpsi dan reaksi fisikokimia. Selain itu, biochar juga
mempunyai sifat basa yang dapat meningkatkan pH tanah dan berkontribusi
dalam menstabilkan ketersediaan logam berat dalam tanah.
Tanaman padi menghasilkan sekam dari proses penggilingan yang
bisa dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara bagi tanaman padi itu
sendiri. Sekam sebagai limbah penggilingan padi jumlahnya mencapai
20-23% dari gabah. Sekam padi ini sangat potensial dijadikan biochar untuk
menambah unsur hara pada tanaman (Herman dan Elara, 2018). Pemakaian
biochar di lahan pertanian dapat meningkatkan simpanan karbon dalam tanah,
karena biomassa yang dibakar mengandung karbon tinggi.
Pembakaran sekam padi menjadi biochar dapat dilakukan melalui tiga
metode, yaitu menggunakan tiang pembakaran, drum retort kiln, dan sistem
terbuka yang biasa dilakukan masyarakat dengan menggunakan kawat ram.
Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan
kawat ram memang lebih mudah dan murah, namun hanya bisa dipakai 3–5
kali pembakaran, setelah itu kawat akan hancur. Jika menggunakan tiang
pembakaran tentu harus mengeluarkan biaya dalam proses pembuatannya,
namun bisa dimanfaatkan seterusnya. Penggunaan metode terbuka dengan
pemakaian kawat ram ataupun tiang pembakaran membutuhkan waktu yang
cukup lama, kurang lebih 45 jam tergantung banyak sedikitnya bahan yang
akan dibakar dan proses pembalikan/pengadukan bahan sekam, sehingga
membutuhkan lebih banyak tenaga kerja (Widiastuti dan Lantang, 2017).
B. Biokanat
Ketersediaan pupuk sebagai sumber unsur hara bagi tanaman
merupakan hal yang mutlak, agar tanaman menjadi sehat, tahan terhadap
serangan OPT dan mampu mencapai produksi yang optimal. Pemberian
pupuk kimia secara berlebihan dan kurang bijaksana justru akan
memperburuk kondisi fisik tanah. Tanpa diimbangi dengan pemberian pupuk
organik (kompos), maka efisiensi dan efektifitas penyerapan unsur hara oleh
tanaman menjadi tidak optimal. Alternatif yang dapat mengatasi hal tersebut
adalah dengan memanfaatkan kotoran ternak, arang sekam dan trichoderma
sebagai kompos atau pupuk organic .
Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik
seperti sampah dapur rumah tangga, daun-daunan, kotoran lain, rumput yang
dapat meningkatkan kesuburan tanah. Cara pengolahan sampah organik
menjadi kompos merupakan salah satu inovasi dalam pengolahan sampah.
Dedaunan dan kotoran hewan sengaja ditambahkan dalam kompos agar
terjadi keseimbangan unsur nitrogen dan karbon sehingga mempercepat
proses pembusukan dan menghasilkan rasio C/N yang ideal.
Biochar merupakan arang kayu yang berpori atau disebut sebagai
charcoal atau agrichar. Biochar disebut sebagai arang aktif, karena bahan
dasarnya yang berasal dari makhluk hidup. Biochar dapat menggunakan
limbah pertanian atau kehutanan, termasuk potongan kayu, tempurung kelapa,
kelapa sawit, tongkol jagung, sekam padi, kulit kayu, sisa usaha perkayuan
dan bahan organik lainnya (Anischan, 2010).
Trichoderma sp merupakan salah satu jamur yang digunakan sebagai
agen hayati untuk mengendalikan penyakit tanamandan membantu
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akar, produktivitas tanaman,
resistensi terhadap stress abiotik serta penyerapan dan pemanfaatan nutrisi
(Simbolon, 2016). Trichoderma sp merupakan jamur yang habitatnya di
tanah. Jamur ini mempunyai potensi degradasi dekomposisi berbagai macam
substrat heterogen di tanah, interaksi positif dengan inang dan memproduksi
enzim untuk perbaikan nutrisi bagi tanaman (Novianti 2018).
Selama proses pengomposan, sejumlah jasad hidup seperti bakteri dan
jamur berperan akttif dalam penguraian bahan organik kompleks menjadi
sederhana. Untuk mempercepat perkembangbiakan mikroba, telah banyak
ditemukan produk dalam pembuatan kompos, salah satunya effective
microoganims 4 (EM4). Selain itu, berbagai macam mikroorganisme
pengurai di alam dapat dimanfaatkan sebagai bioaktivator pada proses
pengomposan sampah. Mikroba jenis ini sering disebut sebagai
mikroorganisme lokal (MOL) yang dapat dibiakkan melalui berbagai sumber
bahan organik.
Pupuk organik kompos limbah rumah tangga tidak menimbulkan efek
buruk bagi kesehatan tanaman karena bahan dasarnya alamiah, sehingga
mudah diserapsecara menyeluruh oleh tanaman. Selain itu, kompos
merupakan olahan sisa bahan organik yang telah mengalami proses
dekomposisi atau fermentasi. Pupuk kompos mengandung unsur hara mikro
dan makro esensial ( N, P, K, S, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik).
Selain unsur hara, pupuk kompos juga mengandung mikroorganisme yang
terdapat dalam tanah misalnya Azobacter sp, Azospinillum sp, Lactobacillus
sp mikroba pelarut phospor dan mikroba selulotik.
Pupuk kompos mempunyai banyak manfaat diantaranya dapat
mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun serta pembentukan
bintil aka pada tanaman leguminosa sehingga meningkatkan kemampuan
fotosintesis tanaman dan menyerap nitrogen di udara. Pupuk kompos dapat
meningkatkan kandungan C-organik karena kompos melepaskan asam
organik setelah proses dekomposisi oleh mikroorganisme tanah dan melalui
proses dekomposisi kandungan N total didalam tanah akan meningkat.
Aplikasi biochar sekam padi mampu meningkatkan kandungan C-
organik dan N total karena karbon didalam biochar bersifat stabil dan tidak
mudah terdekomposisi oleh mikroorganisme tanah. Selain itu, permukaan
oksida pada biochar dapat menyerap NH4+ dan NO3- sehingga mencegah
terjadinya kehilangan N dalam tanah. Permukaan hidrofobik biochar dapat
menyerap molekul organik seperti ion Al3+ dan Fe3+ serta meningkatkan
kosentrasi dai logam alkali oksida.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah
melalui penggunaan pupuk organik yaitu pupuk kandang sapi. Pupuk
kandang dapat memperbaiki struktu tanah dan berperan sebagai penguaian
bahan organik oleh mikroorganisme tanah. Dari beberapa kelebihan kompos
dan biochar tersebut, perpaduan dari kedua bahan pembenah tanah tersebut
diyakini mampu berperan mengembalikan kesuburan tanah terdegrasi.
Dengan demikian, campuran tersebut lebih efektif dalam perbaikan sifat-sifat
tanah.
C. Ekoenzyme
Pencemaran ekoenzim merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
memperoleh hasil panen yang lebih baik sekaligus ramah lingkungan.
Memanfaatkan sampah organik sebagai bahan bakunya, kemudian dicampur
gula dan air. Proses fermentasinya menghasilkan gas O3 (ozon) dan hasil
akhirnya adalah cairan pembersih serta pupuk yang ramah lingkungan.
Prinsip proses pembuatan ekoenzim sebenarnya mirip dengan proses
pembuatan kompos, namun ditambah air sebagai media pertumbuhan,
sehingga produk akhir yang diperoleh berupa cairan. Enzim dihasilkan
melalui fermentasi campuran gula merah, air limbah dapur atau sayuran segar
serta limbah buah. Proses pembuatan ekoenzim ini memakan waktu selama 3
bulan. Enzim sampah memainkan peranan penting untuk mencapai degradasi
yang mirip dengan kinerja enzim komersial.
Keistimewaan ekoenzim adalah tidak perlunya lahan yang luas untuk
proses fermentasi seperti pembuatan kompos. Wadah yang diperlukan yaitu
wadah dari plastik dan punya tutup yang rapat. Manfaat ekoenzim yaitu
sebagai pembersih serbaguna, pupuk tanaman, pengusir hama tanaman,
pelestarian lingkungan, karena dapat menetralisirkan polutan yang mencemari
lingkungan.
Asam asetat yang terkandung dapat membunuh virus dan bakteri
sedangkan enzim yang terkandung didalamnya yaitu lipase, tripsun, amialse,
mampu sebagai pembunuh bakteri patagon. Selain hal itu, NO3 dan CO3 yang
dibutuhkan tanah sebagai nutrient. Pada bidang pertanian, ekoenzim dapat
dimanfaatkan sebagai penyubur tanah karena mengandung mikroba untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Selain itu, untuk pupuk dan
pestisida nabati yang menghasilkan volume ekoenzim lebih banyak. Hal ini
disebabkan kandungan air pada sayur lebih banyak daripada kulit buah.
Dalam pembuatan ekoenzim ini juga digunakan gula merah sebagai substrat
untuk menghasilkan alcohol. Pada umumnya bahan dasar yang mengandung
senyawa organik terutama glukosa atau pati dapat digunakan sebagai substrat
dalam proses fermentasi alkohol.
D. Trichoderma
Cendawan Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme tanah bersifat
saprofit yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat
menguntungkan bagi tanaman (Gusnawaty dkk, 2014). Cendawan
Trichoderma sp. merupakan salah satu jenis cendawan yang dapat
dimanfaatkan sebagai agens hayati pengendali patogen tanah. Cendawan ini
dapat berkembang biak dengan cepat pada daerah perakaran tanaman.
Spesies Trichoderma sp. disamping sebagai organisme pengurai, dapat
pula berfungsi sebagai sebagai agens hayati. Trichoderma sp. dalam
peranannya sebagai agens hayati bekerja berdasarkan mekanisme antagonis
yang dimilikinya (Wahyono, 2009). (Purwantisan, 2009) mengatakan bahwa
Trichoderma sp. merupakan cendawan parasit yang dapat menyerang dan
mengambil nutrisi dari cendawan lain. Kemampuan dari Trichoderma sp. ini
yaitu mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis,
karena memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan cendawan lain.
Spesies Trichoderma diantaranya adalah Trichoderman reesei,
Trichoderma viride, dan Trichoderma harzianum (Schuster dan Schmoll,
2010). Trichoderma sp. efektif menghambat pertumbuhan Sclerotinia
sclerotiorum, Fusarium oxysprum, dan Altenaria brassicicola yang
merupakan patogen tanaman (Manokaran, 2016). Hasil penelitian Alfizar dkk
(2013), Trichoderma sp. dapat menghambat pertumbuhan cendawan patogen
C. capsici, Fusarium sp, dan S. rolfsii secara in vitro. Daya hambat
Trichoderma sp yang paling tinggi terdapat pada patogen C. capsici, diikuti
dengan daya hambat terhadap patogen Fusarium sp dan S. rolfsii.
Sistematika dari jamur Trichoderma adalah sebagai berikut (Harman,
2006) Kingdom : Fungi
Filum : Deutromycota
Klas : Deutromycetes
Subklas : Deutromycetidae
Ordo : Moniliales
Family : Monialiaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp
Jamur Trichoderma sp. memiliki ciri morfologi sebagai berikut : miselium
bersepta, kornidofatannya bercabang dengan arah yang berlawanan,
konidianya berbentuk bulat atau oval dan satu sel melekat satu sama lain,
warna hijau terang (Deviet al, 2000). Pertumbuhan jamur Trichoderma sp.
sangat dipengaruhi oleh temperatur dan pH. Pertumbuhan optimum jamur
Trichoderma viride pada temperature 20 - 28 C dan pH optimumnya berkisar
antara 4,5 – 5,5. Sedangkan Trichoderma harziarum pertumbuhan umumnya
pada temperature 15 - 35 C dan pH optimumnya berkisar antara 3,7 – 4,7
(Domsch dkk, 1980).
Trichoderma sp. yang berfungsi sebagai fungi biokontrol patogen tanaman
telah diisolasi dari tanah Riau terdapat dua galur, yakni Trichoderma
asperellum TNJ63 dan Trichoderma asperellum TNC52 diisolasi berdasarkan
kemampuannya menghasilkan kitinase, terbukti dapat menghambat beberapa
fungi patogen tanaman seperti Fusarium sp., Phytophtora sp., dan Albugo sp.
(Nugroho, 2006).
E. Pupuk Organik Granul
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari hewan maupun
tumbuhan yang berfungsi sebagai penyuplai unsur hara tanah sehingga dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi menjadi lebih baik. Berdasarkan
asalnya pupuk organik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pupuk kandang
(kotoran hewan), pupuk kompos (bagian tanaman yang telah lapuk), pupuk
hijau (bagian tanaman yang masih hijau) (Nurhidayati et al, 2008)
Pupuk Organik Granul merupakan pupuk yang sebagian atau seluruhnya
berasal dari bahan – bahan organik yang berbentuk butiran padat. Pemasaran
pupuk organik dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk sesuai dengan
biaya, penggunaan, dan aspek lainnya. Bentuk pupuk organik dalam bentuk
padat biasanya dijual dalam bentuk curah tablet, pellet, ataupun granul. Salah
satu bentuk pupuk organik padat yang mulai digemari yaitu pupuk organik
granul. Pupuk organik granul merupakan pupuk organik yang dibentuk
seperti butiran-butiran yang bersifat keras dan kering. Menurut Kunyik, dkk
(2013) respon tanaman jagung manis dengan perlakuan pupuak pupuk
anorganik (NPK) dan perlakuan pupuk kandang saja.
Granul yang baik adalah grnaul yang memiliki ukuran seragam, cukup
keras, namun mudah larut apabila terkena air atau ditimbun tanah. Aspek
yang diperhatikan dalam pembuatan granul adalah ukuran granul yang
diharapkan, kekerasan granul, dan kemudahan grnaul untuk pecah atau larut
(Isroi dan Nurhesi, 2009). Menurut Wahyono, dkk (2011), pupuk kompos
yang berbentuk pellet atau granul memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan pupuk curah, yaitu :
1) Memiliki kepadatan tertentu sehingga tidak mudah diterbangkan angina
dan terbawa air.
2) Tidak menimbulkan debu sehingga pengaplikasian pupuk dapat
dilakukan dekat pemukiman penduduk.
3) Overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi yang mendadak karena
proses peluruhannya lebih lambat dibanding dengan pupuk curah.
Kecepatan pelepasan bahan aktif dari partikel-partikel halus akan lebih
besar dibandingkan bentuk granul (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013)
4) Pengaplikasiannya lebih mudah dan lebih efektif
Menurut Sirappa dan Wahid (2012), perlakuan dengan pupuk organik
granul dapat meningkatkan unsur hara K dan C organik pada tanah bertekstur
lempung berdebu yaitu dari 1,18 % menjadi 2,00 – 3,00 % dibanding dengan
perlakuan pupuk kandang sapi dan petroganik.
Menurut Hadisoewignyo dan Fudholi (2013), granulasi merupakan suatu
proses pembentukan partikel-partikel besar yang disebut granul dari suatu
partikel serbuk yang memiliki daya ikat. Proses granulasi bertujuan :
1) Mencegah segresi campuran serbuk
2) Memperbaiki sifat alir sebuk atau campuran
3) Meningkatkan densitas ruahan produk
4) Memperbaiki kompresibilitas serbuk
5) Mengontrol kecepatan pelepasan obat
6) Memperbaiki penampilan produk
7) Mengurangi debu
Efektivitas dan hasil granulasi bergantung pada tipe bahan pengikat,
jumlah bahan pengikat, dan ukuran partikel bahan.
F. Hidrobiokanat (hidroton)
Hidroton merupakan media tanam hidroponik yang berbentuk bulat, dalam
bulatan-bulatan terdapat pori-pori yang dapat menyerap air sehingga menjaga
ketersediaan nutrisi tanaman hidroponik. Pembuatan hidroton menggunakan
tanah liat karena merupakan jenis tanah yang bertekstur halus dan lengket
atau berlumpur (Hafizah et al., 2019). Hidroton merupakan media tanam
hidroponik yang terbuat dari bahan dasar lempung yang dipanaskan.
Hidroton memilik pH netral dan stabil. Dengan bentuk yang bulat (tidak
bersudut), maka dapat mengurangi resiko merusak akar, dan ruang antar
bulatan-bulatan ini baik untuk ketersediaan oksigen bagi akar. Hidroton dapat
dipakai berulang-ulang, cukup dicuci saja dari kotoran/lumut/alga jika
digunakan untuk penanaman selanjutnya (Halaudin et al., 2018).
Kelebihan hidroton sebagai media hidroponik adalah tingkat porositas
yang tinggi sehingga jarang terjadinya penyumbatan, mampu
mempertahankan akar tanaman untuk selalu beroksidasi, ramah lingkungan
dan dapat diperbarui, mudah penggunaannya, koloni yang baik untuk
populasi mikroba. Sedangkan kelemahan dari hidroton adalah memiliki daya
ikat ai yang rendah, harga hidoton yang relatif mahal, dan dapat
mengakibatkan penyumbatan pada pipa (HIMATAN, 2018).
Penambahan bahan organik pada media tanam, hidroton dapat
memperbaiki karakteristik fisi, biologis, dan kimia pada media tanam
tersebut. Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang dan kompos pada
tanah bertekstur liat dapat meningkatkan kada air tanah dan kapasitas air
tersedia (WHC) serta mengurangi evaporasi dan berat volume tanah (Rosman
et al, 2019).
Menurut Rosman et al (2019), hasil pembakaran menghasilkan hidroton
dengan tekstur yang lebih keras dibandingkan sebelum dibakar. Efek
pembakaran tanah liat menjadu hidroton memberikan perubahan fisik
terhadap warna dan kekerasan. Tanah liat yang dibakar pada suhu berkisar
antara 500-800C akan menggelas. Selain itu, dapat menghilangkan uap air
yang terikat pada molekul tanah liat, serta membakar habis unsur karbon dan
bahan organik.
Bahan organik pada media tanam mempunyai pori-pori miko yang jauh
lebih banyak yang berarti kemampuan media dalam menyimpan air lebih
tinggi, sehingga semakin tinggi bahan organik suatu media, maka semakin
tinggi kemampuan menyimpan airnya. Kemampuan mengikat air suatu media
dipengaruhi oleh ukuran partikel maka semakin besar kemampuan menahan
air ( Oktafri, 2015).
Komposisi tanah liat yang semakin tinggi pada pembuatan media tumbuh
dengan menggunakan bahan kompos, menghasilkan media dengan
kemmapuan menagan takanan yang semakin tinggi. Kemampuan hidroton
dalam menahan beban akan menentukan mudah tidaknya media menjadi
padat (Oktafri, 2015).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Praktikum pupuk dan teknologi pemupukan telah dilaksanakan mulai dari
bulan Maret sampai Juni 2022 di laboratorium Fisika Tanah, Kimia Tanah,
Biologi Tanah dan Laboratorium Pupuk Organik, Fakultas Pertanian,
Universitas Andalas, Padang.
B. Alat dan Bahan
1. Biochar
Alat yang digunakan dalam pembuatan biochar dengan metode terbuka
ini adalah kawat ram, karung, dan korek api. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah sekam padi, minyak tanah, dan batok kelapa.
2. Biokanat
Alat yang digunakan dalam pembuatan biokanat adalah timbangan,
molen, gerobak, drum, sekop, dan ember. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah biochar, sampah rumah tangga, pupuk kandang, air, gula
merah, trichoderma, dan kapur.
3. Ecoenzym
Alat yang digunakan dalam pembuatan Ecoenzym adalah toples plastik
lengkap dengan tutupnya, timbangan, dan ember. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah gula merah 1 Kg, sampah buah yang sudah dibersihkan
dan tidak berlemak 3 Kg, dan air 10 L.
4. Trichoderma
Alat yang digunakan dalam pembuatan atau pembiakan jamur
Trichoderma sp adalah tali rafia, kain lap, bambu satu ruas yang masih
memiliki sekat antar ruas (buku), pisau, dan karton untuk
penyimpanannya. Sedangkan bahan yang digunakan adalah nasi setengah
matang sebagai media pembiakan jamur.
5. Pupuk Organik Granul
Alat yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik granul adalah
pengranulator, botol semprot, baki plastik, timbangan, ayakan, dan ember.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah gula merah sebagai molase 1 Kg
(telah direbus dan didinginkan), kompos yang telah dihaluskan dan diayak,
tanah ultisol (tanah liat) yang telah dihaluskan dan diayak, dan air.
6. Hidrobiokanat
Alat yang digunakan dalam pembuatan hidobiokanat adalah ember dan
alat pembakar seperti oven. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air,
tanah ultisol, pupuk organik granul.
C. Prosedur Penelitian
1. Biochar
Adapun prosedur dalam pembuatan biochar sekam padi adalah
sebagai berikut :
a. Buat gulungan kawat ram, kemudian masukkan batok kelapa ke dalam
gulungan tersebut
b. Tumpukkan sekam padi disekeliling gulungan kawat ram tersebut
c. Kemudian sekam dibakar melalui batok kelapa yang telah disiram
dengan minyak tanah. Pembakaran akan mudah berlangsung jika
sekam padi dalam keadaan kering. Sekam yang terbakar sedikit demi
sedikit akan jatuh kebawah sambil di bolak-balik sehingga menjadi
arang sekam
d. Arang sekam yang telah bewarna hitam dikeluarkan, lalu arang
tersebut disiram dengan air agar arang sekam tidak menjadi abu
e. Jamur arang sekam supaya kering, kemudian masukkan ke dalam
karung
2. Biokanat
Adapun prosedur dalam pembuatan biokanat adalah sebagai berikut :
a. Bahan yang sudah ditimbang sesuai takaran (pupuk kandang 10 Kg,
sampah dapur 10 Kg, dan biochar 10 Kg) dimasukkan ke dalam
molen, lalu aduk rata semua bahan tersebut dengan molen.
b. Pada saat proses pengadukan dengan molen, ditambahkan larutan
(campuran trichoderma 30 gram dengan gula merah 8,3 gram dan ai
1,5 liter) sebanak 1,5 liter. Lalu tambahkan air bersih satu ember.
c. Setelah semua bahan tercampur rata, keluarkan dari molen dan
masukkan ke dalam gerobak untuk diangkut ke dekat drum
penyimpanan.
d. Kemudian masukkan semua bahan tersebut ke dalam drum
menggunakan sekop. Drum tersebut ada 2 bagian yaitu didalam drum
besar terdapat du kecil yang berlubang di dindingnya. Lubang tersebut
digunakan untuk mengeluarkan pupuk organik cair, sedangkan drum
kecil tersebut digunakan untuk meletakkan bahan (biokanat).
e. Tambahkan air bersih setengah ember ke dalam drum yang berisi
bahan tersebut dan tambahkan juga kapur yang bertujuan untuk
mengikat logam berat.
f. Tutup drum selama 2 hingga 3 minggu dan aduk setiap 3 hari sekali
atau seminggu sekali.
3. Ekoenzim
Adapun prosedur dalam pembuatan Ecoenzym adalah sebagai
berikut :
a. Masukkan air bersih sebanyak 10 liter ke dalam toples plastik yang
akan diguakan sebagai wadah pembuatan ecoenzym.
b. Hancurkan gula merah sampai halus, kemudian larutkan gula merah
tersebut dengan air dan aduk hingga rata.
c. Masukkan sampah buah yang sudah dibersihkan sebanyak 3 Kg ke
dalam larutan gula merah yang sudah dibuat tadi
d. Tutup rapat toples dan diamkan selama 3 bulan serta lakukan
pengecekan setiap sebulan sekali.
4. Trichoderma
Adapun prosedur dalam pembuatan pembiakan Tcrichoderma adalah
sebagai berikut :
a. Belah bambu menjadi dua bagian, dan bersihkan ruas bambu
b. Masukkan nasi setengah matang ke dalam ruas bambu tersebut hingga
semua bagian terisi penuh. Kemudian satukan kedua ruas bambu
tersebut dan balutkan kain lap yang sudah dilembabkan sebelumnya
c. Ikat bambu tersebut menggunakan tali rafia dan simpan dalam karton.
Pastikan media penyimpanannya bersih dan disimpan ditempat yang
tidak terkena sinar matahari langsung.
d. Lakukan pengecekan sekali dalm 3 hari untuk melihat pertumbuhan
jamur. Bagian jamu yang akan diambil adalah jamur yang bewarna
hijau tua, sedangan jamur yang bewarna putih bisa didiamkan sampai
berubah warna menjadi hijau.
5. Pupuk Organik Granul
Adapun prosedur dalam pembuatan pupuk organik granul adalah
sebagai berikut :
a. Siapkan kompos dan tanah ultisol yang telah dihaluskan dan diayak,
kemudian timbang kompos dan tanah ultisol
b. Masukkan kompos dan tanah ultisol ke dalam granulator dengan
perbandingan yang sama (1:1). Kemudian hidupkan alat granulator
c. Semprotkan molase (gula merah cair) sampai terbentuk granul.
d. Kemudian alat granul dimatikan, selanjtnya dipindahkan pada baki
plastik dan dikering anginkan.
6. Hidrobiokanat (hidroton)
Adapun prosedur dalam pembuatan hidroton adalah sebagai berikut :
a. Siapkan tanah ultisol dalam ember dan tambahkan air secukupnya,
kemudian buat adonannya dalam bentuk bola kecil menggunakan
tangan
b. Tekan/pipihkan adonan tersebut, kemudian masukkan pupuk organik
granul dan bentuk menjadi bola kecil
c. Buatlah lobang-lobang kecil di sekeliling bola kecil tersebut agar air
dapat masuk dan dapat mengambil unsur hara dari granul
d. Lakukan pembakaran pada hidrobiokanat. Apabila menggunakan oven
dibakar pada suhu 120°C selama 2 hari, sedangkan secara manual
dengan suhu 250-300°C.
e. Apabila hidrobiokanat telah matang (agak kemerahan), rendam
dengan air bersih untuk menghilangkan sisa abu pembakaran.
f. Hidrobiokanat siap diaplikasikan pada tanaman
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Biochar

Dokumentasi Keterangan

Hasil akhir dari pembakaran


sekam padi berupa arang hitam
(biochar).

2. Biokanat

Dokumentasi Keterangan

Hasil dari pengomposan sampah


sayur, biochar dan pupuk
kandang berupa pupuk kompos
(biokanat).
3. Ekoenzym

Dokumentasi Keterangan

Hasil akhir dari fermentasi


sampah buah dengan larutan
gula merah yaitu berupa
ekoenzym yang memiliki
banyak manfaat seperti sebagai
pestisida alami.

4. Trichoderma

Dokumentasi Keterangan

Pembiakan jamur Trichoderma


sp dengan media nasi setengah
matang menghasilkan koloni
jamur bewarna hijau.

5. Pupuk Organik Granul


Dokumentasi Keterangan

Pencampuran tanah ultisol dan


kompos yang ditambahkan
molase menghasilkan pupuk
organik dalam bentuk granul.

6. Hidrobiokanat

Dokumentasi Keterangan

Hasil akhir dari hidrobionat


yaitu berupa bola kecil yang
disekelilingnya dilubangi dan
didalamya terdapat pupuk
organik granul.

B. Pembahasan
1. Biochar
Biochar merupakan arang hitam yang dihasilkan dari pembakaran
tidak sempurna atau pyrolysis. Pyrolisis merupakan suatu proses
dekomposisi biomassa secara termal dengan kondisi sedikit atau tanpa
oksigen sama sekali. Produk utama yang dihasilkan dari pyrolysis adalah
arang (char), tar dan gas (Herlambang et al., 2017). Bahan baku
pembuatan biochar yang digunakan pada praktikum ini yaitu sekam padi.
Sekam merupakan sisa hasil panen padi yang tidak mudah
terdekomposisi tetapi mudah dijadikan biochar. Metode yang digunakan
yaitu metode terbuka dengan menggunkan kawat ram. Pembakaran
dengan metode terbuka ini membutuhkan waktu yang lama. Apabila
seluruh permukaan sekam terlihat sudah menghitam segera lakukan
penyiraman untuk mematikan bara. Mematikan bara dilakukan ketika
seluruh permukaan timbunan sekam telah berubah warna menjadi hitam
biochar dan menyisakan sedikit (5%) saja yang masih berwarna sekam
(Nurida, 2015).
Menurut Secara ilmiah, saat ini terdapat beberapa kriteria yang
digunakan dalam menilai kualitas biochar sebagai pembenah tanah,
diantaranya pH, kadar abu, kandungan bahan mudah menguap, kapasitas
memegang air, Berat isi (BD), kapasitas tukar kation dan kandungan
karbon total. Sedangkan Secara praktis di lapangan, untuk memilih
kualitas biochar yang baik dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) jumlah arang yang dihasilkan; 2) jumlah abu yang dihasilkan; dan 3)
biochar yang dihasilkan homogen atau merata pembakarannya.
Penjemuran meliputi lama penjemuran dan proses penjemurannya
(meratakan seluruh bagian arang agar terjemur merata) menentukan
kualitas arang yang akan diaplikasikan. Proses penjemuran ditujukan
untuk mengurangi kadar air biochar. Selain itu, proses pencacahan atau
penggilingan pun akan berpengaruh terhadap kualitas akhir biochar yang
dihasilkan (BPTP Jambi, 2009).
Pemanfaatan biochar sebagai pembenah tanah dan sumber energi,
yang perlu dikembangkan secara lebih luas untuk meningkatkan
kesuburan tanah dengan perbaikan kapasitas tukar kation (KPK) dan
retensi hara sehingga terjadi peningkatan produktivitas lahan. Aplikasi
biochar ke tanah dapat meningkatkan penyerapan C dan kualitas tanah.
Penambahan biochar dapat meningkatkan ketersediaan kation tanah dan
posfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah (KPK) yang pada
akhimya meningkatkan hasil karenadapat mengurangi risiko pencucian
hara khususnya (Herlambang et al., 2017)
2. Biokanat
Biokanat merupakan salah satu bentuk inovasi dari pupuk bentuk
inovasi dari pupuk organik yang dikomposkan. Pada praktikum ini bahan
yang digunakan berasal dari bahan yang cepat terdekomposisi seperti sisa
sampah rumah tangga (sampah sayur), pupuk kandang, biochar yang
dicampur dengan perbandingan 1:1:1. Bahan-bahan tersebut memiliki
kandungan dan fungsi yang berbeda-beda dan disatukan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Misalnya pupuk kandang dan sampah
organik dimanfaatkan untuk menambah unsur hara pada tanaman,
sedangkan biochar dimanfaatkan sebagai pembenah tanah.
Kompos adalah hasil proses pelapukan bahan-bahan organik akibat
adanya interaksi antara mikroorganisme pengurai yang bekerja
didalamnya. Dengan kata lain kompos adalah salah satu jenis pupuk
organik karena berasal dari bahan orgaik yang melapuk. Kompos yang
merupakan pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang
ramah lingkungan. Unsur hara yang terdapat pada kompos tidak akan
merusak tanah seperti pupuk buatan pabrik (pupuk anorganik). Kompos
juga bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi tanaman
walaupun jumlah yang digunakan cukup banyak (Pelealu et al., 2017).
Trichoderma sp sebagai aktivator, dapat digunakan biomassa
mikroba yang berasal dari kotoran ternak sapi karena di dalamnya
mengandung mikroba pendegradasi bahan organic (Pelealu et al., 2017).
Trichoderma sp dapat meningkatkan daya antagonis dan mempercepat
proses pengomposan. Kompos yang sudah jadi ini merupakan pupuk
organik hasil pelapukan bahan-bahan tanaman atau limbah organik dari
kotoran yang banyak mengandung nutrisi atau makanan untuk kebutuhan
Trichoderma sp (Mariana et al., 2021).
Biochar merupakan arang hayati yang diperoleh dari pembakaran
tidak sempurna sehingga menyisakan unsur hara dan 50% karbon (C)
yang dapat meningkatkan kesuburan tanah (Neonbeni et al., 2019).
Biochar sekam padi mampu meningkatkan kandungan C-organik dan N
total karena karbon didalam biochar bersifat stabil dan tidak mudah
terdekomposisi oleh mikroorganisme tanah. Menurut Palealu dan
Baideng (2018), biokanat mengandung unsur hara makro dan mikro
sehingga dapat memperbaiki struktur tanah, memudahkan pertumbuhan
akar tanaman, menahan air, meningkatkan aktivitas biologis
nikroorganisme tanah yang menguntungkan, meningkatkan PH pada
tanah asam dan mengedalikan OPT penyakit tular tanah.
3. Ekoenzym
Ekoenzym merupakan larutan hasil fermentasi selama 3 bulan dari
sampah buah bersih dengan gula merah sebagai molase yang dilarutkan
dengan air. Hasil fermentasi ini bewarna coklat tua dan berbau asam-
manis kuat khas produk fermentasi. Pada praktikum ini, syarat sampah
buah yang digunakan yaitu harus bersih, tidak busuk dan tidak
mengandung lemak tinggi serta memiliki aroma khas seperti nanas. Kulit
buah yang digunakan yaitu harus bersih dan tidak busuk karena
menghindari tumbuhnya bakteri jahat pada ekoenzym tersebut. Gula
merah digunakan sebagai molase untuk sumber makan bagi bakteri.
Hasil fermentasi dari ekoenzim dipanen dengan cara disaring lalu
dipisahkan dengan sisa kulit dan residunya. Enzim yang terdapat dalam
ekoenzim adalah enzim amilase, kaseinase, dan protease. Menurut
Roham et al (2020), Ekoenzim dengan bahan baku kulit kering
cenderung lebih cepat mengalami proses fermentasi, hal tersebut ditandai
dengan dihasilkannya gas yang banyak diminggu awal pembuatan, serta
perubahan aroma ekoenzim menjadi asam dalam waktu yang singkat.
Seperti pada aromanya, tampilan atau warna dari ekoenzim dipengaruhi
dari proses fermentasinya. Ekoenzim yang sudah terfermentasi dan siap
dipanen berwarna coklat pekat. Kadar ekoenzim didapat setelah proses
penyaringan, dimana terjadi perubahan volume.
Gula yang direkomendasikan untuk pembuatan larutan ekoenzim
adalah gula merah sedangkan untuk sampah organic direkomendasikan
sampah buah atau sayur dengan keadaan tidak terlalu kering. Penggunaan
bahan ini perlu diperhatikan, karena akan mempengaruhi hasil akhir dari
produk ekoenzim itu sendiri. (Samriti, 2019). Proses fermentasi
ekoenzim terjadi selama 3 bulan. Selama bulan pertama fermentasi,
alkohol akan dilepaskan, sehingga akan tercium bau alkohol dari larutan
ekoenzim. Pada bulan kedua, akan tercium bau asam, yang merupakan
bau asam asetat. Dengan banyak senyawa seperti mineral dan vitamin, itu
akan terus rusak dan secara alami membentuk enzim. Oleh karena itu,
durasi minimum yang disarankan adalah 3 bulan. Setelah selesai
difermentasi, produk fermentasi ekoenzimakan memiliki aktivitas
mikroba yang tinggi, sehingga dapat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba (Rohmah et al., 2020).
4. Trichoderma
Jamur Trichoderma sp merupakan jamur yang digunakan sebagai
agen pengendali hayati. Jamur ini dapat dibiakkan diberbagai media
seperti nasi setengah matang, serbuk gergaji, sekam padi, dan media
lainnya. Bahan yang digunakan yaitu bahan yang mengandung
karbohidrat dan kandungan lainnya yang menunjang pertumbuhan dan
perkembangan jamur tersebut. Pada media biakkan yang nutrisinya
cukup akan didapatkan koloni jamur bewarna hijau. Pada praktikum ini,
media biakkan yang digunakan yaitu nasi setengaj matang. Tinggi
rendahnyanya kandungan karbohidrat akan mempengaruhi pertumbuhan
dari jamur tersebut. Pertumbuhan jamur yang tinggi akan menghasilkan
lebih banyak konidia dan warna koloni akan lebih hijau.
Perbanyakan massal dapat dilakukan dengan menggunakan media
buatan yang bernutrisi sebagai tempat berkembangbiaknya Trichoderma
sp. yang berasal dari bahan-bahan sederhana seperti; dedak, beras, serbuk
gergaji dan sekam padi. Bahan-bahan tersebut mengandung karbohidrat,
serat, nitrogen, posfat, kalium yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan menggunakan berbagai bahan seperti dedak, beras, serbuk
gergaji dan sekam padi. Penggunaan beras sebagai media perbanyakan
karena tingkat efektifitasnya tinggi setelah dedak.
Penggunaan agens hayati jamur Trichoderma sp untuk
pengendalian penyakit tumbuhan adalah upaya untuk mengurangi
kemampuan bertahan suatu patogen, menghambat pertumbuhan dan
penyebaran, mengurangi infeksi dan beratnya serangan patogen pada
tanaman inang. Jamur ini dapat menggantikan peran pestisida kimia dan
mengurangi biaya penanggulangan dan mudah diaplikasian pada hamper
semua jenis tanaman yang dibudidayakan (Anwar et al, 2020).
Tanda proses perbanyakan Trichoderma sp. dikatakan sudah
berhasil apabila media beras akan berubah warna menjadi warna hijau
yang merata (Balitbang Pertanian, 2018). Aplikasi Trichoderma sp dapat
dilakukan dengan 4 cara yaitu; menebar langsung pada lahan,
memasukkan ke lubang tanam, mengocor atau menyiram pada bagian
sekitar akar tanaman, dan menyemprot ke bagian sekitar akar dan batang
tanaman.
5. Pupuk Organik Granul
Pupuk organik granul merupakan salah satu inovasi dari bentuk
pupuk organik dalam bentuk granul (butiran). Pupuk ini merupakan
solusi dari permasalahan saat pengaplikasian pupuk sering diterbangkan
angin dan hanyut dibawa air sehingga tanaman belum mendapatkan hara
dari pupuk. Pada praktikum ini, pupuk organik granul dibuat dari
campuran pupuk kompos dengan tanah ultisol dan ditambahkan gula
merah sebagai molase. Pembuatan pupuk organik granul ini dibantu
menggunakan alat yaitu granulator. Alat ini akan memproses dan
membentuk pupuk organi menjadi butiran (granul) dalam bentuk padat.
Pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian atau seluruhnya
berasal dari hewan maupun tumbuhan yang berfungsi sebagai penyuplai
unsur hara tanah. Dalam pembuatan pupuk organik granul, pupuk
kompos organik dan bahan perekat yang akan dibuat granul diayak
terlebih dahulu untuk mendapat kan partikel halus dan seragam. Pupuk
organik granul dengan perekat tanah liat dan tepung tapioka dapat
mencegah overdosisnya tanaman terhadap pelepasan nutrisi secara
mendadak dengan waktu hancur perendaman yang lebih lama (Utari et
al., 2015).
Untuk mendapatkan pupuk organik yang baik, maka sebaiknya
bahan organik yang ada diproses terlebih dahulu melalui proses
pengomposan sampai diperoleh kompos yang memenuhi kriteria kompos
matang dan siap digunakan. Baik tidaknya kualitas pupuk organik granul
sangat tergnatung dari kualitas kompos atau pupuk organik yang
dijadikan sebagai bahan baku.
Pada umumnya bahan baku pupuk organik granul terdiri dari dua
bagian, yaitu bahan baku utama dan bahan baku tambahan atau pengisi
(filler). Dikatakan bahan baku utama karena jumlahnya mendominasi
dari keseluruhan bahan baku yaitu berkisar 80-90%. Sedangkan filler
umumnya terdiri dari dolomit, fosfat alam, kapur, dan zeolit yang
jumlahnya hanya berkisar 10-20%. Bahan baku utama yang biasa
digunakan yaitu bahan yang memiliki sifat mudah lapuk, halus dan
kering sehingga dengan bahan ini pengomposan dapat berlangsung cepat.
Bahan yang digunakan sebagai filler yaitu pupuk kandang atau kotoran
hewan, limbah pertanian seperti jerami, dan lain sebagainya (Sahwan et
al, 2011).
Proses granulasi merupakan inti dari pembuatan pupuk organik
granul ini. Campuran bahan yang telah dimasukkan ke dalam granulator
akan membentuk bahan tersebut menjadi granul. Kemudian granul
tersebut dikeringkan baik menggunakan cahaya matahari langsung
maupun menggunakan alat. Proses pengeringan denga suhu yang tinggi
akan berdampak negatif terhadap kualitas pupuk organik granul karena
dapat mematikan mikroba fungsional yang secara alamiah sudah ada
dalam pupuk organik granul.
6. Hidrobiokanat
Hidrobiokanat atau yang lebih dikenal dengan hidroton merupakan
produk yang dihasilkan dari pemanasan suhu tinggi bahan dasar tanah
ultisol (tanah liat) yang didalamnya terdapat pupuk organik granul.
Hidrobiokanat ini biasanya dimanfaatkan sebagai media tanam
hidroponik. Hidrobiokanat dibentuk menjadi bulatan-bulatan berpori
yang dapat menyerap air sehingga dapat menjaga ketersediaan nutrisi
bagi tanaman hidroponik. Pada praktikum ini, hidrobiokanat
ditambahkan pupuk organik granul didalamnya betujuan untuk
memperbaiki karakteristik fisik, biologis, dan kimia pada media tanam
tersebut. Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang dan kompos
pada tanah bertekstur liat dapat meningkatkan kadar air tanah dan
kapasitas air tersedia (WHC) serta mengurangi evaporasi dan berat
volume tanah (Rosman et al., 2019).
Pembuatan media hidrobiokanat dilakukan secara manual
menggunakan tangan dengan mencampurkan bahan baku yaitu tanah liat
dengan bahan organic. Penambahan bahan organik pada media tanam
hidroton diduga dapat memperbaiki karakteristik fisik, biologis dan kimia
pada media tanam tersebut. Menurut Rosman et al (2019), Kemampuan
tanah dalam menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah dan bahan
organik. Tanah liat sebagai bahan baku hidroton memiliki kemampuan
mengikat air yang baik karena sebagian besar dari teksturnya tersusun
atas pori mikro.
Berbagai keunggulan hidroton antara lain drainase yang baik dalam
membuang kelebihan air (over watering) tetapi tetap menyimpan nutrisi
yang cukup bagi akar, steril, pH netral, aerasi baik, mudah dipanen dan
transplantasi, ramah lingkungan dan dapat digunakan berulang kali
sehingga menghemat biaya produksi (Kevin, 2016; Rosman et al, 2019).
Media tanam berperan dalam menentukan baik atau buruknya
pertumbuhan tanaman yang mempengaruhi hasil produktivitas tanaman
tersebut, syarat media tanam hidroponik yang baik adalah mampu
menyimpan air nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan tanaman,
mempunyai drainase dan aerasi yang baik, mudah ditembus akar dan
memiliki pH netral (Rifqi, 2017; Hafizah et al, 2019 ).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Biochar merupakan arang hitam yang dihasilkan dari pembakaran tidak
sempurna atau pyrolysis. Pyrolisis merupakan suatu proses dekomposisi
biomassa secara termal dengan kondisi sedikit atau tanpa oksigen sama
sekali. Produk utama yang dihasilkan dari pyrolysis adalah arang (char), tar
dan gas. Biokanat merupakan salah satu bentuk inovasi dari pupuk bentuk
inovasi dari pupuk organik yang dikomposkan. Pada praktikum ini bahan
yang digunakan berasal dari bahan yang cepat terdekomposisi seperti sisa
sampah rumah tangga (sampah sayur), pupuk kandang, biochar yang
dicampur dengan perbandingan 1:1:1.
Ekoenzym merupakan larutan hasil fermentasi selama 3 bulan dari
sampah buah bersih dengan gula merah sebagai molase yang dilarutkan
dengan air. Hasil fermentasi ini bewarna coklat tua dan berbau asam-manis
kuat khas produk fermentasi. Jamur Trichoderma sp merupakan jamur yang
digunakan sebagai agen pengendali hayati. Jamur ini dapat dibiakkan
diberbagai media seperti nasi setengah matang, serbuk gergaji, sekam padi,
dan media lainnya. Bahan yang digunakan yaitu bahan yang mengandung
karbohidrat dan kandungan lainnya yang menunjang pertumbuhan dan
perkembangan jamur tersebut.
Pupuk organik granul merupakan salah satu inovasi dari bentuk pupuk
organik dalam bentuk granul (butiran). Pupuk ini merupakan solusi dari
permasalahan saat pengaplikasian pupuk sering diterbangkan angin dan
hanyut dibawa air sehingga tanaman belum mendapatkan hara dari pupuk.
Hidrobiokanat atau yang lebih dikenal dengan hidroton merupakan produk
yang dihasilkan dari pemanasan suhu tinggi bahan dasar tanah ultisol (tanah
liat) yang didalamnya terdapat pupuk organik granul. Hidrobiokanat ini
biasanya dimanfaatkan sebagai media tanam hidroponik.
B. Saran
Praktikum yang telah dilaksanakan memberikan banyak ilmu baru
mengenai pertanian pada praktikan dan telah dilakukan berbagai jenis
pembuatan pupuk dan produk pertanian lainnya. Namun, dalam
pelaksanaannya penggunaan alat dan bahan yang didapatkan masih terbatas
sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatan objek
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar M, Rizal A, Sarlan M, Rini E.P, dan Nashruddin M. 2020. Pelatihan
Perbanyakan Trichoderma Sp. Dengan Media Beras Di Dusun Solong Desa
Pesanggrahan Kecamatan Montong Gading Lombok Timur. ABDIMAS
RINJANI. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Gunung
Rinjani. Hal. 60-66.
Balitbang Pertanian, 2018. Info Teknologi: Tehnik Sederhana Memproduksi
Trichoderma sp. Kementrian Pertanian. https://bali.litbang.pertanian.go.id/in
d/index.php/info-teknologi.
Hafizah N., Adriani F, dan Luthfi M. 2019. Pengaruh Berbagai Komposisi Media
Tanam Hidroponik Sistem DFT pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Selada (Lactuca sativa L.). Rawa Sains : Jurnal Sains STIPER Amuntai.
Vol. 9 (2) : 62-67.
Herman W dan Resigia E. 2018. Pemanfaatan Biochar Sekam dan Kompos Jerami
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa) pada Tanah Ordo
Ultisol. Junal Ilmiah Pertanian. Vol 15 (1) : 42-50.
Majjuara, Asmira. 2018. Pemanfaatan Trichoderma Dan Pupuk Organik Cair
Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Cabai Rawit (Capsicum frutescens
L.). Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nurida N.L, Rachman A, dan Sutono S. 2015. Biochar Pembenah Tanah Yang
Potensial. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian
Pertanian. Jakarta: IAARD Press. Hal 11.
Nurida N.L. 2014. Potensi Pemanfaatn Biochar untuk Rehabilitasi Lahan Kering
di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan Edisi Khusus. Hal 57-68.
Ridwan MB, Sukartono, dan Suwardji. 2014. Pemanfaatan Kompos dan Biochar
sebagai bahan Pembenah Tanah Lahan Bekas Penambangan Batu Apung.
Program Studi Ilmu Tanah. Universitas Mataram.
Rohmah N.U, Astuti A.P, dan Maharani E.T.W. 2020. Organoleptic Test Of The
Ecoenzyme Pineapple Honey With Variations In Water Content. Seminar
Nasional Edusaintek. FMIPA UNIMUS. Hal 408-414.
Rosman A.S, Kendarto D.R, dan Dwiratna S. 2019. Pengaruh Penambahan
Berbagai Komposisi Bahan Organik Terhadap Karakteristik Hidroton
Sebagai Media Tanam. Jurnal Pertanian Tropik. Vol. 6 (2) : 180-189.
Safitri I, Setiawati T, dan Bowo C. 2018. Biochar dan Kompos untuk Peningkatan
Sifat Fisika Tanah dan Efisiensi Penggunaan Air. TECHNO : Jurnal
Penelitian. Vol. 7 (1) : 116-127.
Sahwan F.L, Wahyono S, dan Suryanto F. 2011. Evaluasi Proses Produksi Pupuk
Organik Granul (POG) yang Diperkaya dengan Mikroba Fungsional. J. Tek.
Ling. Vol. 12 (1) :7-16.
Samriti, Sajal S. dan Arti A., 2019. Garbage enzyme: A study on compositional
analysis of kitchen waste ferments. The Pharma Innovation Journal 2019;
8(4): 1193-1197.
Sutrisna N, Prawiranegara D, Sunandar B, dan Diwa AT. 2018. Pemanfaatan
Biochar untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan NPK dan Produktivitas
Jagung di Lahan Kering. BPTP Jawa Barat.
Utari N.W.A, Tamrin, dan Triyono S. 2015. Kajian Karakteristi Fisik Pupuk
Organik dengan Dua Jenis Bahan Perekat. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. Vol. 3 (3) : 267-274.
Widiastuti M.M.D, dan Lantang B. 2017. Pelatihan Pembuatan Biochar dari
Limbah Sekam Padi Menggunakan Metode Retort Kiln. Agrokreatif. Jurnal
Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. Vol 3 (2) : 129 -135.

LAMPIRAN

A. Dokumentasi
1. Biochar

No
Dokumentasi Keterangan
.

Pembakaran sekam padi dengan


1 metode terbuka untuk dijadikan
biochar

Menimbun bara api di sekeliling


2 kawat ram dengan sekam padi
agar tidak padam

Pembuatan biochar
3
menggunakan alat pisolisator
Biochar yang dihasilkan dalam
4
bentuk arang hitam

2. Biokanat

No
Dokumentasi Keterangan
.

Penimbangan biochar sebagai


1
bahan baku pembuatan biokanat

Pemotongan sampah sayur


2 menjadi lebih kecil agar
terdekomposisi cepat

3 Penimbangan trichoderma
4 Penimbangan gula merah

5 Pembuatan larutan trichoderma

6 Larutan trichoderma

Pencampuran sampah sayur,


7 bichar, dan pukan menggunakan
molen

8 Penambahan larutan trichoderma


Hasil pencampuran sampah
9 sayur, bichar, dan pukan dengan
molen

Pemindahan ke dalam drum


10
(pengomposan)

11 Pengomposan

12 Penutupan drum

Pengadukan kompos
13
menggunakan alat
14 Pengambilan pupuk organik cair

15 Pengeringan kompos

16 Kompos yang telah kering

3. Ekoenzym

No
Dokumentasi Keterangan
.

1 Penimbangan sampah buah


2 Penghancuran gula merah

3 Membuat larutan gula merah

Mengaduk larutan gula merah


4
secara merata

Penambahan sampah buah ke


5
dalam larutan gula merah

Penyimpanan ekoenzym selama


6
3 bulan

4. Trichoderma

No
Dokumentasi Keterangan
.
Membagi bambu menjadi 2
1
bagian

Memasukkan nasi setengah


2
matang ke dalam ruas bambu

3 Melembabkan kain lap

Mengikat erat bambu dengan tali


4 rafia dan membalut dengan kain
lap lembab

Penyimpanan media pembiakan


5
trichoderma

6 Hasil trichoderma

5. Pupuk Organik Granul


No
Dokumentasi Keterangan
.

1 Pengayakan tanah ultisol

2 Pengayakan kompos

Pencampuran kompos dan tanah


3 ultisol menggunakan alat
granulator

4 Penyemprotan molase

Pemindahan pupuk organik


5
granul

6 Hasil pupuk organik granul


6. Hidrobiokanat

No. Dokumentasi Keterangan

1 Pengayakan tanah ultisol

Pembuatan adonan dari tanah


2 ultisol yang telah dihaluskan
dan diayak

Membentuk menjadi bola kecil


3
dan melubangi di sekelilingnya

B. Perhitungan
Biokanat
1. Bahan biokanat
Pupuk kandang = 10 Kg
Biochar = 10 Kg
Sampah sayu = 10 Kg
Sehingga total bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan biokanat yaitu 30
Kg dengan perbandingan bahan (1:1:1).
2. Larutan trichoderma
1 ton = 1.000 Kg
1.000 Kg : 33 = 30 Kg
Sehingga didapatkan takaran bahan dalam pembuatan larutan trichoderma
untuk 30 Kg biokanat yaitu :
Trichoderma = 1.000 g : 33 = 30 g
Gula merah = 250 g : 33 = 8,3 g
Air = 50 L : 33 = 1,5 L

Anda mungkin juga menyukai