Anda di halaman 1dari 5

SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI KALENDER TANAM TERPADU

MAKALAH SISTEM INFORMASI PERTANIAN

Oleh:
Nopatus Jojo
522017019

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
I. LATAR BELAKANG
Perubahan iklim merupakan gejala alam yang telah terjadi di tingkat global,
regional, maupun lokal. Salah satu dampaknya adalah perubahan awal dan akhir musim
tanam yang sangat berpengaruh terhadap pola tanam, luas tanam, dan produksi
tanaman.
Akibat perubahan iklim, hampir setiap tahun petani berhadapan dengan pergeseran
musim terkait dengan perubahan pola curah hujan. Selain itu, tidak jarang pula petani
berhadapan dengan kondisi iklim yang ekstrim, baik kering (El-Nino) maupun basah
(La-Nina). Kondisi iklim tersebut, memicu ancaman banjir, kekeringan dan serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT) yang berakibat pada penurunan produksi
tanaman, bahkan gagal panen.
Perubahan pola curah hujan harus menjadi perhatian serius dalam mengatur
pola termasuk waktu dan luas tanam, agar kesinambungan produksi dan kemandirian
pangan nasional tidak terancam. Untuk itu, sangat diperlukan suatu pedoman berupa
“Kalender Tanam Terpadu” yang didukung dengan sistem informasi berbasis web yang
handal.

II. TUJUAN
 Dapat meningkatan pertanian dengan aplikasi katam

III. DASAR TEORI


Waktu dan pola tanam yang efektif tersebut perlu pula didukung oleh penerapan
teknologi yang adaptif, baik varietas, sistem pemupukan, pengendalian OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman) dan lain-lain. Pedoman untuk mengatur waktu dan
pola tanam termasuk rekomendasi tersebut adalah Sistem Informasi Kalender Tanam
Terpadu sesuai dengan kondisi iklim berdasarkan prediksi iklim dan musim yang
mutakhir. Di Indonesia kejadian anomali iklim dominan mempengaruhi produksi
pertanian dan ketahanan pangan (Hendon, 2003).
Dampak dari anomali iklim ini antara lain terjadinya gangguan secara langsung
terhadap sistem produksi pertanian. Indikatornya terjadinya penurunan luas tanam, luas
panen dan produksi merosot tajam pada saat terjadi anomali iklim. Mengingat besarnya
dampak yang diakibatkan oleh adanya penyimpangan iklim, maka diperlukan suatu
model yang menghubungkan antara curah hujan dengan indikator anomali iklim
sehingga dapat dilakukan perencanaan yang tepat serta langkah-langkah antisipasi lebih
dini. Penyesuaian waktu tanam dan pola tanam merupakan pendekatan yang strategis
dalam mengurangi atau menghindari dampak perubahan iklim akibat pergeseran musim
tanam dan perubahan pola curah hujan. Waktu tanam dan pola tanam disusun
berdasarkan beberapa skenario perubahan iklim, khususnya pola dan jumlah curah
hujan (Irsal Las, 2007).
Selain menurunkan produktivitas, pergeseran musim dan peningkatan intensitas
kejadian iklim ekstrim, terutama kekeringan dan kebanjiran, juga menjadi penyebab
penciutan dan fluktuasi luas tanam serta memperluas areal pertanaman yang akan gagaI
panen, terutama tanaman pangan dan tanaman semusim lainnya. Oleh sebab itu
perubahan iklim dan kejadian iklim ekstrim seperti EI-Nino dan La-Nina akan
mengancam ketahanan pangan nasional, dan keberlanjutan pertanian pada umumnya.
Sebagai gambaran, satu kali kejadian EI-Nino (Iemah-sedang) dapat menurunkan
produksi padi nasional sebesar 2-3%. Jika iklim ekstrim diikuti oleh peningkatan suhu
udara maka penurunan produksi padi akan lebih tinggi. Sistem Informasi Kalender
Tanam Terpadu adalah pedoman atau alat bantu yang memberikan informasi spasial
dan tabular tentang prediksi musim, awal waktu tanam, pola tanam, luas tanam
potensial, wilayah rawan kekeringan dan banjir, potensi serangan OPT, serta
rekomendasi dosis dan kebutuhan pupuk, varietas yang sesuai (pada lahan sawah
irigasi, tadah hujan dan rawa) berdasarkan prakiraan iklim. Katam Dinamaik terpadu
memiliki keunggulan sebagai berikut: (1). Dinamis: disusun berdasarkan prediksi iklim
musiman dan tahunan. (2). Operasional dan spesifik lokasi: didasarkan pada potensi
sumberdaya iklim dan air, wilayah rawan bencana (banjir, kekeringan, OPT) tingkat
kecamatan. (3). Terpadu: diintegrasikan dengan rekomendasi teknologi (pupuk, benih,
PHT). (4). Mudah diperbaharui. (5). Mudah dipahami pengguna: disusun secara spasial
dan tabular yang dilengkapi manual cara menggunakan system (6). Informatif:
dikomunikasikan dengan sistem informasi website yang dapat diunduh setiap saat
(Syahbuddin, dkk, 2007).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penggunaan dan optimalisasi data prakiraan cuaca dan kondisi metreologi serta
geofisika di negara maju diolah sedemikian rupa hingga mampu menghasilkan
informasi yang bisa dipergunakan oleh masyarakat. Hal ini tentu penting dalam
menghadapi dan mengantisipasi berbagai kondisi. Selain kebencanaan, informasi ini
juga penting untuk bidang-bidang lain seperti penerbangan, informasi wisata, pertanian
dan lain-lain. Kemajuan informasi untuk bidang pertanian di Indonesia tentunya secara
langsung maupun tidak langsung akan ikut andil dalam kemajuan pembangunan.
Indonesia yang memiliki potensi pertanian sangat besar memerlukan berbagai
perangkat untuk membangun sektor ini. Sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
yang cukup tentu akan sangat dasyat bila didukung oleh sumberdaya lain seperti
teknologi dan informasi.
Upaya pengelolaan sumberdaya dan pencapaian produksi perlu didukung
dengan perangkat keras (software) dan perangkat lunak (hardware). Salah satu
perangkat lunak berupa informasi sudah disiapkan oleh pemerintah dalam hal ini Badan
Litbang Pertanian. Perangkat itu adalah Kalender Tanam Terpadu (katam) yang
disiapkan untuk setiap kabupaten. Diharapkan dengan memanfaatkan ini, petani dapat
melihat waktu terbaik melakukan penanaman sekaligus mendapatkan rekomendasi
penggunaan varietas dan pemupukan yang tepat.
Pendekatan pengembangan kalender tanam ini disusun berdasarkan kondisi
aktual dilapang dan kondisi potensial dengan menggunakan analisis klimatologis.
Kondisi aktual diketahui dari luas tanam dan insensitas penanaman, sedangkan kondisi
potensial disimpulkan melalui analisis ketersediaan air berdasarkan curah hujan seperti
pada Diagram alir penyusunan peta kalender tanam aktual dan potensial.
Katam diharapkan akan menjadi acuan awal untuk terus meningkatkan iklim
kegiatan pertanian yang seharusnya menjadi tulangpunggung bangsa Indonesia yang
agraris. Sosialiasi perlu dilakukan oleh petugas yang disiapkan dan melibatkan pihak
lain yang bersentuhan dengan sektor pertanian. Kontroling, monitoring dan evaluasi
yang terus menerus akan meningkatkan kualitas katam serta aplikasinya di sektor
pertanian.
Tentu, keberhasilan membangun pertanian Indonesia tidak sekedar adanya
katam ini karena masih diperlukan peran serta seluruh stakeholder dan pihak yang
bersentuhan dengan bidang pertanian dari hulu hingga hilir. Kemauan untuk membuka
diri dan saling memberikan komitmen bagi pembangunan pertanian menjadi kata kunci
keberhasilan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Katam diharapkan akan menjadi acuan awal untuk terus meningkatkan iklim
kegiatan pertanian yang seharusnya menjadi tulang punggung bangsa Indonesia yang
agraris. Sosialiasi perlu dilakukan oleh petugas yang disiapkan dan melibatkan pihak
lain yang bersentuhan dengan sektor pertanian. Kontroling, monitoring dan evaluasi
yang terus menerus akan meningkatkan kualitas katam serta aplikasinya di sektor
pertanian.
Tentu, keberhasilan membangun pertanian Indonesia tidak sekedar adanya
katam ini karena masih diperlukan peran serta seluruh stakeholder dan pihak yang
bersentuhan dengan bidang pertanian dari hulu hingga hilir.Kemauan untuk membuka
diri dan saling memberikan komitmen bagi pembangunan pertanian menjadi kata kunci
keberhasilan.Sehingga tujuan utama pembangunan pertanian yakni kesejahteraan
petani dapat meningkat dan berkelanjutan.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Hendon, H.H. 2003. Indonesian Rainfall Variability: Impacts of ENSO and Local Air-
Sea Interaction, American Meteorology Society.
Irsal Las, 2007. Strategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim, Sinar Tani Edisi 14 –
20 Nopembar 2007.
Syahbuddin, H., E. Runtunuwu, A. Pramudia, E. Surmaini, R. Shofiati, K. Subagyono,
I. Amien, dan I. Las. 2007. Identifikasi dan Delineasi Kalender dan Pola Tanam Pada
Lahan Sawah Terhadap Anomali Iklim di Pulau Jawa. Laporan Tengah Tahun. Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.

Anda mungkin juga menyukai