Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH KLIMATOLOGI

Menentukan Curah Hujan Kabupaten Buton Selatan, Kecamatan

Lapandewa, Menurut Para Ahli Dan Jenis Tanaman Yang Sesuai Dengan

Iklim Di Tempat Tersebut

OLEH :

ADRYAN SAPUTRA

M1A1 16 171

KEHUTANAN C

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................. Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI..........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ......................................... Error! Bookmark not defined.


1.1. Latar Belakang ........................................... Error! Bookmark not defined.
1.2. Rumusan Masalah ...................................... Error! Bookmark not defined.
1.3. Tujuan dan Manfaat ................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................. Error! Bookmark not defined.
2.1. Radiasi Surya ............................................. Error! Bookmark not defined.
2.2. Tekanan Udara .......................................... Error! Bookmark not defined.
2.3. Hubungan cuaca dan iklim dengan pertumbuhan tanaman ............... Error!
Bookmark not defined.
2.4. Kelembapan udara ................................................................................... 24
2.5. Curah Hujan ............................................................................................. 26
2.6. Angin ....................................................................................................... 32

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 35


3.1. Keadaan geografis Kec. Lapandewa ........ Error! Bookmark not defined.
3.2. Data iklim Kec. Lapandewa 10 tahun terakhir ........ Error! Bookmark not
defined.
3.3. Sistem Klasifikasi Iklim Koppen
Error! Bookmark not defined.
3.4. Sistem Klasifikasi Iklim Mohr ................... Error! Bookmark not defined.
3.6. Klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson ......... Error! Bookmark not defined.
3.7. Klasifikasi iklim Oldeman.......................... Error! Bookmark not defined.
3.8. Perhitungan curah hujan dan penentuan tipe iklim pada Wilayah Kec. Ma
Lapandewa .................................................... Error! Bookmark not defined.
3.9. Jenis Tanaman Yang Cocok Pada Kecamatan Mawasangka ............. Error!
Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 56
A. Kesimpulan .................................................................................................. 56

2
B. Saran ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Bismillah

Assalamualaikum. Wr, wb.

Dengan rahmat Allah serta syukur Alhamdulillah, penyusun panjatkan

kehadiratNya yang telah melimpahkan beribu-ribu karunia, hidayah, inayah,

kesehatan dan keimanan islam kepada kita semua. Salam serta sholawat selalu

tertuju kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para

pengikutnya sampai akhir zaman Karena atas rahmat-Nya, penyusun dapat

menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “CURAH HUJAN

KABUPATEN BUTON SELATAN, KEC. LAPANDEWA”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Klimatologi”.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam

penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik

materi maupun bahasanya, maka penyusun mengharapkan saran dan kritik yang

membangun untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat

memberikan manfaat bagi semua pihak yang menjadikan makalah ini sebagai

bahan literatur mengenai materi terkait. Amin.

Wassalamu’alaikum, wr. Wb.


Kendari, Desember 2018

3
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Buton adalah sebuah pulau di Sulawesi Tenggara yang terkenal akan

produksi aspalnya. Berdasarkan luas wilayah, pulau Buton menduduki urutan ke-

130 di dunia dan menduduki urutan ke-73 di dunia. Daftar pulau menurut jumlah

penduduk berdasarkan jumlah penduduknya. Buton termasuk dalam wilayah

administratif Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota terbesar di pulau ini

adalah Baubau yang merupakan kota terbesar ke-8 di sulawesi dan ke-2

di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Kabupaten Buton Selatan atau disingkat Busel merupakan salah satu

kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, hasil pemekaran dari Kabupaten

Buton pada pertengahan tahun 2014 menjelang akhir kepengurusan DPR RI

periode 2009-2014. Alasan pemekaran kabupaten ini salah satunya karena akses

yang menghambat pelayanan. Sejak pemekaran Kota Baubau pada tahun 2001,

ibukota Kabupaten Buton dipindahkan ke Pasarwajo. Akses menuju Pasarwajo

bagi masyarakat Buton Selatan harus melalui Kota Baubau terlebih dahulu karena

belum ada akses langsung dari wilayah Buton Selatan ke Pasarwajo. Terlebih

beberapa daerah di Buton Selatan merupakan pulau-pulau yang terpisah dari

Pulau Buton, seperti Pulau Kadatua, Pulau Siompu, dan Pulau Batu Atas, pulau

paling selatan di Sulawesi Tenggara. Kabupaten Buton Selatan sebagian besar

4
wilayahnya terletak di Pulau Buton yang merupakan pulau terbesar di luar pulau

induk Kepulauan Sulawesi, atau pulau ke-130 terbesar di dunia

Produksi hutan Buton Selatan adalah rotan jenis batang yang memiliki luas

area 150 Ha dengan total produksi 85.604 dan nilai produksinya mencapai

34.241.200. Selain itu terdapat pula perkebunan pohon palm agel yang digunakan

sebagai salah satu bahan baku tali untuk dibuat menjadi aneka kerajinan, salah

satunya dibuat sebagai tas tangan Agel. Di mana tas Agel ini merupakan salah

satu cendera mata khas Sulawesi Tenggara.

Hujan (presipitasi) merupakan fenomena hidrologi yang berlangsung pada

lapisan atmosfer yang berkaitan dengan fenomena meteorologis di bumi. Kajian

meteorologi dan klimatologi hujan merupakan salah satu dari tujuh anasir

meteorologi dan klimatologi. Tujuh anasir tersebut antara lain radiasi sinar

matahari, temperatur, penguapan, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan

angin, dan hujan. Selain itu besarnya curah hujan di wilayah Indonesia juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti medan/topografi, arah lereng medan,

arah angin yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angin di atas

medan datar.

Pengertian antara presipitasi dengan hujan memiliki perbedaan makna.

Presipitasi merupakan peristiwa jatuhnya cairan atau zat padat yang berasal dari

hasil kondensasi atau pengembunan uap air yang jatuh ke permukaan bumi.

Menurut linsey dkk (1986) presipitasi adalah produk dari awan yang turun

berbentuk air hujan atau salju. Pengertian dari hujan sendiri merupakan bentuk

dari presipitasi berupa cairan yang jatuh dipermukaan bumi. Proses terjadiya

5
hujan tidak terlepas dari pentingnya hujan sebagai komponen input dalam siklus

hidrologi. Siklus air tidak akan berlangsung apabila tidak ada hujan didalamnya

sehingga peranan hujan paling menentukan dalam proses siklus air yang terjadi

dipermukaan bumi.

Menurut Handoko (1986), intensitas hujan adalah curah hujan dibagi

dengan selang waktu terjadinya hujan. Intensitas curah hujan dapat diukur

menggunakan alat pengukur curah hujan baik otomatis maupun manual. Alat

pengukur tersebut diletakkan pada area atau wilayah yang dapat mewakili

besarnya intensitas curah hujan di daerah tersebut. Keakuratan data curah hujan

memerlukan banyak alat pengukur hujan dengan variasi posisi titik pengamatan

(point rainfall). Menurut (Hutchinson, 1970; Browning, 1987, dalam Asdak C.

1995) ketelitian hasil pengukuran curah hujan tergantung pada variabilitas curah

hujan, yang berarti bahwa diperlukan banyak alat pengukur curah hujan untuk

menghitung suatu daerah dengan variasi curah hujan yang besar. Alat pengukur

curah hujan yang sering dipakai dalam obsevatorium yaitu ombrometer dengan

luas mulut penakar 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian 1.2 meter dari

permukaan tanah

Menurut Sri Harto (1985), Linsley dkk, (1986), data hujan yang diperlukan

dalam analisa hidrologi memiliki 5 unsur penting yang perlu diamati antara lain:

(a). Intensitas (I), adalah laju hujan yaitu tinggi hujan per satuan waktu, misalnya :

mm/menit, mm/jam, mm/hari. (b). Lama waktu (duration) (t), adalah lamanya

curah hujan (durasi) dalam menit atau jam. (c). Tinggi hujan (d), adalah jumlah

atau banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan

6
data, dalam mm. Frekuensi (T), adalah frekuensi kejadian, dinyatakan dengan

waktu ulang (return period), Luas, adalah luas geografis curah hujan.

Proses terjadinya hujan berawal dari penguapan air di lautan maupun

daratan, yang selanjutnya uap air yang terbentuk ini bergerak naik ke atmosfer.

Setelah terjadi penguapan selanjutnya angin berperan memindahkan lengasaan

udara tersebut ke atmosfer yang lebih tinggi hingga mengalami kondensasi

menjadi butir air atau salju. Hujan terbentuk apabila titik air hasil kondensasi di

awan memiliki ukuran tertentu, terpisah dan terjatuh ke permukaan bumi. Oleh

karena itu, pengaruh faktor suhu berperan penting dalam proses kondensasi titik--

titik air hujan. Tidak semua air hujan yang jatuh akan sampai ke permukaan bumi,

tetapi sebagian juga akan menguap pada saat jatuh. Butir air hasil kondensasi

yang dapat mencapai permukaan bumi pada umumnya berdiameter 200

mikrometer, sedangkan air yang <200 mikrometer akan habis menguap bila

bergesekan dengan lapisan bumi (Larsen and MacDonald 1998; Drobyshev 2004)

Iklim merupakan sintesis atau kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur

cuaca dalam jangka panjang pada suatu tempat atau wilayah. Cabang ilmu

pengetahuan yang membahas sintesis atau statistik unsur-unsur cuaca dalam

periode beberapa tahun pada suatu tempat atau wilayah tertentu disebut dengan

klimatologi. Klasifikasi Iklim Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola

keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur

iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi

iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya,

misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim

7
yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi

hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung

mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan,

2002).

Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia berada di wilayah tropis maka

selisih suhu siang dan suhu malam hari lebih besar dari pada selisih suhu

musiman (antara musim kemarau dan musim hujan), sedangkan di daerah sub

tropis hingga kutub selisih suhu musim panas dan musim dingin lebih besar dari

pada suhu harian. Kadaan suhu yang demikian tersebut membuat para ahli

membagi klasifikasi suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat. Hujan

merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu

maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas

bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk

wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan

menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002).

Tjasyono (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan

sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan

pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara

tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi

dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. Beberapa sistem

klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di

Indonesia antara lain adalah: (+) Sistem Klasifikasi Koppen Koppen membuat

klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan. Koppen

8
memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan

kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini

dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim

hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry

climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy

climates), iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest

climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates) (Safi’i, 1995). (+)

Sistem Klasifikasi Mohr Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara

penguapan dan besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis

pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun.

Iklim dapat terbentuk karena adanya : a. Rotasi dan revolusi bumi sehingga

terjadi pergeseran semu harian matari dan tahunan. b. Perbedaan lintang geografi

dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas

matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi

Mekanisme pembentukan iklim Penyerapan energi surya oleh permukaan bumi

mengaktifkan molekul gas atmosfer sehingga terjadilah pembentukan cuaca.

Perubahan sudut datang sinar surya tiap saat dalam sehari dan tiap hari dalam

setahun pad tiap titik lokasi di bumi mengakibatkan perubahan jumlah energi

surya, Akibatnya terjadi perubahn cuaca diurnal (selama 24 jam) dan perubahan

tiap bulan dalam setahun. Interaksi antara unsur dan faktor pengendali cuaca

membentuk cuaca sesaat, yang dalam proses jangka panjang akan membentuk tipe

iklim. Iklim sutu wilayah biasanya dicirikan oleh salah satu unsur iklim yang

paling dominan.

9
unsur iklim yang paling dominan ini dikenal dengan tipe iklim (kelas iklim).

Suatu wilayah meski berdekatan dapat berbeda tipe iklimnya, sebaliknya meski

berjauhan dapat saja tipe iklimnya, asalkan unsur iklim yang dominan ada

kesamaan. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim,

yaitu : Suhu atau temperatur udara Tekanan udara, Angin, Kelembaban udara,

Curah hujan, Hubungan unsur-unsur iklim bagi tumbuhan hutan Pertumbuhan dan

produksi tanaman merupakan hasil akhir dari proses fotosintesis dan berbagai

fisiologi lainya. Proses fotosintesis sebagai proses awal kehidupan tanaman pada

dasarnya adalah proses fisiologi dan fisika yang mengkonversi energi surya dalam

bentuk gelombang elektromagnetik menjadi energi kimia dalam bentuk

karbohidrat. Selain radiasi surya, proses fotosintesis sangat di tentukan oleh

ketersedian air, konsentrasi CO2 dan suhu udara.

Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca

terutama radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi dan proses-

proses metabolisme di dalam sel organ tanaman. Fotosintesis dan respirasi adalah

merupakan proses biokimia, sehingga memerlukan katalisator sebagaimana proses

kimia fisik. Kecepatan proses tergantung pada aktivitas katalisator yang diatur

oleh suhu. Pada kisaran suhu toleransi terlalu tinggi suhu akan mempercepat

proses dan meningkatkan produksi. Perbedaannya adalah pada proses biokimia

katalisatornya adalah enzim. Enzim adalah protein, zat yang peka terhadap suhu.

Pada proses fotosintesis, suhu reaksi dan jumlah energi yang terserap sangat

ditentukan oleh intensitas radiasi PAR, sehingga pada daun di puncak tajuk yang

memperoleh radiasi langsung pengaruh suhu terhadap fotosintesis tak terlalu

10
besar. Fotosintesis hanya berlangsung siang hari. Adapun intensitas respirasi daun

sepenuhnya dipengaruhi oleh suhu udara dan berlangsung secara terus-menerus

sepanjang umur tanaman. Maka semakin rendah suhu udara harian akan semakin

rendah penggunaan karbohidrat untuk respirasi. Produksi gugus karbohidrat netto

harian pada tanaman merupakan produk bruto fotosintesis siang hari dikurangi

pemanfaatan untuk respirasi selama 24 jam. Maka pada kisaran toleransi, semakin

tinggi intensitas radiasi PAR yang berlangsung semakin lama, disertai suhu udara

yang rendah akan menghasilkan produk fotosintesis netto yang semakin tinggi.

Pengaruh cuaca terhadap tanaman berbeda dengan pengaruh iklim. Suatu

wilayah pusat produksi tanaman yang telah berlangsung puluhan hingga ratusan

tahun, kondisi iklimnya jelas sesuai bagi kultivar yang dibudidayakan. Walau

demikian sesekali mengalami cuaca ekstrim selama beberapa hari sehingga gagal

panen. Jadi, keadaan cuaca menentukan kondisi aktual hasil panen sedangkan

kondisi iklim menentukan kapasitas dan rutinitas panen. Sejak awal sang petani

harus yakin bahwa kultivar yang akan ditanam memiliki kesesuaian yang

optimum dengan bahan, lingkungan dan kondisi iklim setempat. Kemudian, petani

harus tanggap terhadap keadaan cuaca tiap hari agar mampu mengantisipasi

penyimpangan cuaca agar tak sampai mengakibatkan cekaman terhadap tanaman.

Penggunaan pengukur cuaca mikro (dipasang di kebun untuk mewakili iklim

mikro jaringan pertanian) dan pemantauan hariannya di negara maju telah banyak

dilakukan sehingga apabila terjadi kondisi cuaca kritis dapat diantisipasi sebelum

menimbulkan gangguan pada tanaman. Bila perlu petani harus melakukan

11
modifikasi terhadap iklim mikro agar tanaman tumbuh, berkembang dan

berproduksi optimum.

Peranan hutan sebagai p engatur iklim mikro pada lingkungan di sekitarnya

sangat penting. Tiap kondisi hutan akan memiliki kemampuan yang berbeda

dalam hal mengaturiklim mikro pada suatu lingkungan hutan, misalnya

temperatur udara, kelembaban udara,penerimaan cahaya matahari, dan defisit

tekanan uap air.

Timbulnya iklim mikro disebabkan oleh adanya perbedaan- perbedaan dari

keadaan cuaca dan iklim yang cukup besar terutama proses sifat fisik lapisan

atmosfer (Hassan, 1970). Dijelaskan oleh Anwar (1983), bahwa temperatur udara

dekat permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari yang

diserap oleh permukaan tanah itu sendiri. Radiasi yang diterima permukaan tanah

pada siang hari, sebagian digunakan untuk memanaskan dan merambatkan ke

bagian yang lebih dalam dan sebagian lagi diradiasikan kembali dalam bentuk

gelombang panas yang memanaskan udara dan menguapkan air. Energi radiasi

matahari pendek yang merambat ke dalam tanah diubah menjadi energi panas

dalam tanah yang akan mempengaruhi temperatur tanah tersebut.

dikemukakan oleh Tjasjono (1999), bahwa ada interaksi antara tumbuhan

dan iklim. Pengaruh tumbuhan pada iklim adalah menjadi penting dengan

semakin besarnya tumbuhan dan semakin banyaknya jumlah tumbuhan. Pada

mulanya tumbuhan hanya dipengaruhi oleh iklim mikro saja, namun kemudian

lambat laun dipengaruhi oleh iklim makro dan iklim meso. Ada hubungan yang

erat antara pola iklim dengan distribusi tumbuhan, sehingga beberapa klasifikasi

12
iklim didasarkan pada dunia tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan dipandang sebagai

sesuatu yang kompleks dan peka terhadap pengaruh iklim misalnya pemanasan,

kelembaban, penyinaran matahari, dan lain-lain. Tanpa unsur-unsur iklim ini,

pada umumnya pertumbuhan tanaman akan terhambat, meskipun ada beberapa

tanaman yang dapat menyesuaikan diri untuk tetap hidup dalam periode yang

cukup lama jika kekurangan salah satu faktor tersebut. Unsur-unsur iklim yang

mempengaruhi pertumbuhan tanaman ialah curah hujan, suhu, angin, sinar

matahari, kelembaban, dan evapotranspirasi.

Unsur iklim mikro seperti curah hujan, kelembaban relatif dan temperatur

merupakan unsur yang menunjukkan adanya perubahan pola iklim mikro di suatu

wilayah jika terjadi perubahan pada penggunaan lahan dan perubahan luas hutan

dan vegetasi (Larjavaara, 2005). Perubahan iklim mikro juga akan mempegaruhi

keberadaan hutan di wilayah tersebut karena tumbuhan memiliki ketergantungan

yang besar terhadap keadaan iklim dan cuaca (Spittlehouse, 2005).

Menurut Jumin (1989), temperatur udara dapat mempengaruhi iklim mikro

tanaman. Pada prinsipnya temperatur yang dibutuhkan oleh organ tanaman

diekspos dari matahari dan digunakan untuk beberapa proses. Temperatur akan

mengaktifkan proses fisik dan proses kimia pada tanaman. Energi panas dapat

menggiatkan reaksi-reaksi biokimia pada tanaman atau reaksi fisiologis dikontrol

oleh selang temperatur tertentu. Temperatur meningkatkan perkembangan

tanaman sampai batas tertentu.

Kelembaban berperan pada perkembangan kutikula, mencegah hidrasi

kutikula, transpirasi yang akhirnya juga sangat berperan dalam mengurangi

13
adanya water stress. Oleh karena itu dalam mencegah water stress kelembaban

nisbi lebih penting peranannya daripada kelembaban mutlak. Kelembaban nisbi

bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu, karena

dipengaruhi oleh faktor meteorologi dan fisiologi tanaman seperti transpirasi,

respirasi dan fotosintesis. Kelembaban nisbi rendah secara morfologis

mempengaruhi endapan lilin yang tebal. Kondisi ini secara fisiologis

mempengaruhi kecepatan transpirasi (Jumin, 1989).

Pengaruh-pengaruh unsur iklim diatas yang memberi pengaruh pada

karakter hutan di suatu daerah, demikian pula sebaliknya perubahan luas hutan

dalam jumlah besar akan memberi pengaruh pada keadaan iklim di suatu wilayah

(Carvalho dkk, 2003).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan dari makalah ini yaitu :

a) mengevaluasi kondisi iklim dan jenis tanaman yang cocok di

kecamatan Lapandewa Kab. Buton selatan

b) menentukan tipe iklim menurut koppen, mort, schmidt fetgusson, dan

oldeman.

1.3. Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

klimatologi, dan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Radiasi Surya

Radiasi surya merupakan sumber energi utama kehidupan di muka bumi ini.

Setiap waktu hampir terjadi perubahan penerimaan energi radiasi surya yang

dapat mengaktifkan molekul gas atmosfer sehingga terjadilah pembentukan cuaca.

Cuaca adalah keadaan fisik atmosfer jangka pendek dan mencakup wilayah yang

relatif sempit. Perubahannya dapat dirasakan (kualitatif) dan diukur (kuantitatif).

Keadaan minimum rata-rata jangka panjang kondisi cuaca membentuk suatu pola

yang dinamakan iklim. Jadi iklim adalah keadaan unsur cuaca rata-rata dalam

waktu yang relatif panjang, dengan unsur-unsur sebagai berikut: radiasi surya,

suhu udara, kelembaban nisbi udara, tekanan udara, angin, curah hujan,

evapotranspirasi dan keawanan. Unsur cuaca/iklim bervariasi menurut waktu dan

tempat, yang disebabkan adanya pengcndali iklim/cuaca (climatic controls).

(Handoko, 1994).

Radiasi surya merupakan unsur iklim/cuaca utama yang akan mempengaruhi

keadaan unsur iklim/cuaca lainnya. Perbedaan penerimaan radiasi surya antar

tempat di permukaan bumi akan menciptakan pola angin yang selanjutnya akan

berpengaruh terhadap kondisi curah hujan, suhu udara, kelembaban nisbi udara,

dan lain-lain. Pengendali iklim suatu wilayah akan sangat berbeda dari pengendali

iklim di bumi secara menyeluruh.Pengendali iklim bumi yang dikenal sebagai

15
komponen iklim terdiri dari lingkungan atmosfer, hidrosfer, litester, kriosfer, dan

biosfer. Dalam hal ini akan terjadi hubungan interaksi dua arah di antara ke lima

jenis lingkungan tersebut dengan unsur iklim/cuaca. Kondisi iklim/cuaca akan

mempengaruhi proses-proses fisika, kimia, biologi, ekofisiologi, dan kesesuaian

ekologi dari komponen lingkungan yang ada (LIPI,2008)

Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup

misalnya pada manusia dan hewan. Juga akan berpengaruh pada metabolisme

yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, misalnya pada tumbuhan.

Penyinaran yang lebih lama akan memberi kesempatan yang lebih besar bagi

tumbuha tersebut untuk memanfaatkanya melalui proses fotosintesis. Pergeseran

garis edar matahari menyebabkan peruban panjang hari (lama penyinaran) yang

diterima pada lokasi-lokasi di permukaan bumi. Perubahan panjang hari tidak

begitu besar pada daerah tropis yang dekat dengan garis ekuator. Semakin jauh

letak tempat dari garis ekuator maka fluktuasi lama penyinaran akan semakin

besar (Benyamin Lakitan, 1994).

Radiasi surya terdiri dari spectra ultraviolet (panjang gelombang kurang dari

0.38 mikron) yang berpengaruh merusak karena daya bakarnya sangat tinggi,

spectra photosynthetically Active Radiation (PAR) yang berperan membangkitan

proses fotosintesis dan spectra inframerah (lebih dari 0.74 mikron) yang

merupakan pengatur suhu udara. Spectra radiasi PAR dapat dirinci lebih lanjut

menjadi pita-pita spectrum yang masing-masing memiliki karakteristik tertentu.

Ternyata spectrum biru memberikan sumbangan yang paling potensial dalam

fotosintesis (Kartasapoetra, 2004).

16
Umumnya di nusantara sinar matahari terdapat dalam jumlah yang cukup.

Penyinaran yang terlalu kuat dapat merangsang proses pembungaan dan buahnya

terlalu lebat dan karenanya hanya dapat memberi hasil yang baik untuk beberapa

tahun saja. Terlalu banyak matahari juga dapat mengakibatkan terlalu cepat

merosotnya keadaan tanah. Penghancuran humus di daerah-daerah tropis yang

lebih rendah juga sudah berjalan dengan sangat cepat. Maka pada dasarnya semua

hal yang ada di alam ini harus dipergunakan secara bijak tidak perlu dieksploitasi

sedemikian rupa (Vink, 1984).

Stasiun pencatat meteorologi dilengkapi dengan radiometer untuk mengukur

radiasi gelombang-pendek yang datang dari matahari dan langit, dan radiasi murni

yang merupakan jumlah aljabar dari semua radiasi yang datang dan radiasi

gelombang-pendek dan gelombang-panjang yang direfleksikan dari permukaan

bumi (Wilson, 1993).

2. Tekanan Uda

Atmosfer adalah lapisan yang melindungi bumi. Lapisan ini meluas hingga

1000 km ke atas bumi dan memiliki massa 4.5 x 1018 kg. Massa atmosfir yang

menekan permukaan inilah yang disebut dengan tekanan atmosferik. Tekanan

atmosferik di permukaan laut adalah 76 cmHg(Anonim1, 2010).

Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh udara, karena geraknya

tiap 1 cm2 bidan g mendatar dari permukaan bumi sampai batas atmosfer.

Satuannya : 1 atm = 76 cmHg. Tekanan 1 atm disebut sebagai tekanan

normalTekanan udara makn berkurang dengan penambahan tnggi tempt. Sebagai

ketentuan, tiap naik 300 m tekanan udara akan turun 1/30 x. Tekanan udara

17
mengalir dar tempat yang mempunya tekanan tinggi ke tempat yang memiliki

tekanan lebh rendah, dapat secara vertikal atau horizontal (Wuryatno, 2000).

Tekanan udara merupakan tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa

udara dalam setiap satuan luas tertentu. Diukur dengan menggunakan barometer.

Satuan tekanan udara adalah milibar (mb). Garis yang menghubungkan tempat-

tempat yang sama tekanan udaranya disebut sebagai isobar. Tekanan udara

memiliki beberapa variasi. Tekanan udara dibatasi oleh ruang dan waktu. Artinya

pada tempat dan waktu yang berbeda, besarnya juga berbeda (Mohr,1998).

Udara mempunyai massa/berat besarnya tekanan diukur

dengan barometer.Barograf adalah alat pencatat tekanan udara.Tekanan udara

dihitung dalam milibar. Garis pada peta yang menghubunkan tekanan udara yang

sama disebutisobar. Barometer aneroid sebagai alat pengukur ketinggian tempat

dinamakanaltimeter yang biasa digunakan untuk mengukur ketinggian pesawat

terbang (Leonheart, 2010).

Tekanan atmosfer tidaklah seragam di semua tempat. Tidak semata terjadi

permukaan yang cepat dengan naiknya ketinggian, tetapi pada suatu ketinggian

tertentupun ada varian dari suatu tempat ke tempat yang lain serta dari waktu ke

waktu yang lainnya, meskipun tidak sebesar variasi yang disebabkan oleh

ketinggian yang berbeda (Benyamin Lakitan, 1994).

Tekanan udara antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain dan pada

lokasi tertentu dapat berubah secara dinamis dari waktu ke waktu. Perbedaan atau

perubahan tekanan uadara ini terutama disebabkan oleh pergeseran garis edar

18
matahari, keberadaan bentang laut dan ketinggian tempat (Masson dan Cloud,

1962).

3. Suhu

Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan

molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan

benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda- benda lain atau

menerima panas dari benda-benda lain tersebut. Dalam sistem dua benda, benda

yang kehilangan panas dikatakan benda yang bersuhu lebih tinggi.Alat pengukur

suhu disebut termometer.Termometer dibuat dengan mendasarkan sifat-sifat fisik

dari suatu zat (bahan), misalnya pengembangan benda padat, benda cair, gas dan

juga sifat merubahnya tahanan listrik terhadap suhu. Alat yang digunakan untuk

mengukur suhu – suhu yang tinggi disebut Pyrometer, misalnya Pyrometer

radiasi, digunakan untuk mengukur suhu benda yang panas dan tidak perlu

menempelkan alat tersebut pada benda yang diukur suhunya. Suhu tidak

berdimensi sehingga untuk mengukur derajat suhu, pertama-tama ditentukan 2

titik tertentu yang disesuaikan dengan suatu sifat fisik suatu benda

tertentu.Kemudian diantara dua buah titik yang telah di tentukan tersebut di bagi –

bagi dalam skala – skala, yang menunjukan derajat – derajat suhu. Skala-skala

tersebut merupakan pembagian suhu dan bukan satuan daripada suhu. Dengan

demikian suhu 30°C tidak berarti 3 x 10°C, dan 10°C berarti skala derajat C ke

sepuluh (Stasiun Metereologi, 2005).

Pada umumnya suhu di nusantara terutama berkaitan dengan ketinggian di

atas permukaan laut. Setiap pertumbuhan ketinggian 100 m, suhunya menurun,

19
selanjutnya dengan situasi dan kondidi yang sama; 0,6 derajat. Pada suhu yang

lebih rendah tumbuhnya tanaman menjadi lebih lambat (Vink, 1984).

Temperatur tanah beragam dalam suatu pola yang khas yang didasari harian

atau dasar musim. Sehingga suhu tanah mempengaruhi kegiatan fisiologis

tanaman. Kedua fluktuasi terbesar pada permukaan tanah dan menurun dengan

bertambahnya kedalaman tanah. Di bawah kedalaman sekitar 3 m temperatur

sedikit tetap (Foth, 1991).

Pembangunan membawa kesan ke atas sistem iklim mikro. Pembangunan

mengubah iklim mikro suatu kawasan; kesan utama adalah terhadap imbangan

sinaran tenaga dan gangguan terhadap kitaran hidrologi. Penebangan pokok

mengakibatkan kuantiti sinaran tenaga yang diserap oleh tanah lapang meningkat.

Ini menyebabkan peningkatan suhu permukaan tanah dan suhu udara. Pembalikan

sinar tenaga bertambah hingga menyebabkan suhu udara meningkat (Anonim2,

2008).

Suhu dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena jika

kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan

suhu udara rendah, kelembaban tinggi, memungkinkan tumbuhnya jamur pada

kertas, atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara

(Soewandi, 2005).

Intensitas cahaya tinggi di siang hari berakibat meningkatkan hasil

fotosintesis bruto. Bila siang hari cahaya surya terik kemudian diikuti oleh suhu

udara rendah di malam hari, hal tersebut menguntungkan bagi tanaman karena

akan meningkatkan produk fotosintesis netto. Pengurangan produk fotosintesis

20
oleh respirasi sangat ditentukan oleh suhu udara. Suhu udara yang terus menerus

tinggi akan mengurangi produk fotosintesis netto (Handoko, 1993).

Suhu tanah beraneka ragam dengan cara yang khas pada perhitungan harian

dan musiman. Fluktuasi terbesar terdapat di permukaan tanah dan akan berkurang

dengan bertambahnya kedalaman tanah. Suhu tanah sebagai sifat tanah yang

penting, digunakan untuk mengklasifikasikan tanah. Penggunaan tanah untuk

pertanian dan kehutanan berhubungan penting dengan suhu tanah karena

kebutuhan tumbuhan terhadap suhu yang khas. Selain itu suhu tanah juga

mempengaruhi kegiatan fisiologis tanaman sehingga bila suhu tanah ideal bagi

tanaman maka kegiatan fisiologisnya juga akan baik (Foth, 1994).

4. Kelembaban Udara

Kelembaban udara yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara, dalam

kelembaban kita mengenal beberapa istilah yaitu:

a. Kelembaban mutlak : massa uap air yang berada dalam satu satuan udara

yang dinyatakan dalam gram/m3.

b. Kelembaban spesifik : perbandingan jumlah uap air di udara denagn

satuan massa udara yang dinyatakan dalam gram /kg

c. Kelembaban relatif : merupakan perbandingan jumlah uap air di udara

dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung panas dan temperatur tertentu

yang dinyatakan dalam %

(Gunarsih, 2001).

Faktor cuaca yang paling dominan dan berpengaruh langsung terhadap

produktivitas tanaman adalah kelembaban udara. Semakin tinggi kelembaban

21
udara udara dapat menyebabkan produktivitas tanaman menurun. Kelembaban

udara disamping berpengaruh langsung juga berpengaruh tidak langsung terhadap

produktivitas melalui evaporasi dan selanjutnya. Kelembaban udara dipengaruhi

secara langsung oleh curah hujandan hari hujan maka kelembaban makin

meningkat yang mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman (Herlina,

2003).

Kelembaban udara merupakan uap air (gas) yang tidak dapat dilihat, yang

merupakan salah satu bagian dari atmosfer. Banyaknya uap air yang dikandung

oleh hawa tergantung pada temperatur. Makin tinggi temperatur makin banyak

uap air yang dapat dikandung oleh hawa (Soekirno, 2010).

Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentrasi ini dapat

diekspresikan dalam kelembaban absolut, spesifik dan relatif. Alat ukur

kelembaban disebut higrometer. Sebuah humidistat digunakan untuk mengatur

tingkat kelembaban udara dalam sebuah bangunan dengan sebuah

pengawalembap (dehumidifier) (Anonim1, 2010).

Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara. Kandungan

uap air di udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi

(relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban nisbi membandingkan antara

tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya pada kapasitas udara untuk

menampung uap air (Jason, 2010). Udara dengan mudah menyerap kelengasan

dalam bentuk uap air. Banyaknya bergantung pada suhu udara dan suhu air.

Makin tinggi suhu udara, makin banyak uap air yang dapat dikandungnya

(Wilson, 1993).

22
Kelembaban nisbi suatu tempat tergantung pada suhu yang menentukan

kapasitas udara untuk menampung uap air serta kandungan uap air aktual di

tempat tersebut. Kandungan uap air aktual ini ditentukan oleh ketersediaan air

ditempat tersebut serta energi untuk menguapkannya (Handoko,

1993).Kelembaban udara dapat dinyatakan oleh tekanan uap air oleh koefisien

hygrometrik/kelembaban relatif atau temperatur titik embun sebab sesungguhnya

tekanan uap tidaklah cukup mencirikan kelembaban sebenarnya. Ada banyak hal

yang menunjukkan akan kelembaban itu sendiri. Namun, secara umum semakin

bertambah ketinggian maka kelembaban udara juga akan semakin tinggi (Martha,

1993).

5. Curah Hujan

Hujan merupakan susunan kimia yang cukup kompleks serta bervariasi dari

tempat yang satu ke tempat yang lain, dari musim ke musim pada tempat yang

sama dan dari waktu hujan berbeda. Air hujan terdiri atas: ion-ion natrium,

kalium, kalsium, khlor, karbonat dan sulfat yang merupakan jumlah yang besar

bersama-sama (Soekardi, 1986).

Hujan merupakan suatu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa,

seperti salju, hujan es, embun, dan kabut. Hujan terbentuk apabila titik air yang

terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan

bumi, sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering, sejenis presipitasi

yang dikenali sebagai virga (Anonim3, 2009).

Penguapan berasal dari laut dan uap air diserap dalam arus udara yang

bergerak melintasi permukaan laut. Udara bermuatan embun terus menyerap uap

23
air tersebut hingga menjadi dingin mencapai temperatur di bawah temperatur titik

embun, sehingga terjadilah presipitasi (hujan). Jika temperaturnya rendah,

terbentuklah hujan es atau salju. Menurunnya temperatur massa udara disebabkan

oleh konveksi, yaitu udara yang mengandung embun panas yang temperaturnya

bertambah kemudian berkurang lagi sehingga membentuk awan dan selanjutnya

dengan cepat menimbulkan hujan. Hal ini disebut presipitasi konvektif. Presipitasi

orografis berasal dari arus udara di atas lautan yang bergerak melintasi daratan

dan membelok ke atas karena adanya pegunungan sepanjang pantai, dan akhirnya

berubah menjadi dingin di bawah temperatur jenuh dan menjadi embun (Wilson,

1993).

Selain suhu, faktor yang penting dari iklim adalah curah hujan yang disebut

pula presipitasi.Sebenarnya sebutan ini lebih luas cakupannya. Cakupannnya

meliputi endapan air, salju, salju keras, butiran es sampai batu es, akan tetapi juga

endapan kabut dan embun (Darldjoeni, 2000)

Hujan adalah uap air di atmosfer yang mengembun menjadi butir-butir air

dan jatuh ke tanah.Satuan ukuran hujan adalah mm. Yang dimaksud banyaknya

hujan (curah hujan) adalah tinggi air hujan bila tidak ada yang merembes ke

dalam tanah. Sebagai patokannnya ialah 100 cc air hujan = 10 mm curah hujan.

Alat pengukurnya menggunakan ombrometer yang dibagi menjadi 2 tipe yaitu

observatorium (biasa) dan otomatis (Soekirno, 2000)

Perubahan curah hujan, distribusi hujan sangat berpengaruh pada

ketersediaan air. Hal ini sangat menentukan keberhasilan produksi tanaman.

Curah hujan mempengaruhi kelembaban udara (Herlina, 2003).

24
Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Ia

dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan

diukur kurang lebih 0,25 mm. Satuan hujan menurut SI adalah milimeter yang

merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi (Anonim1, 2010).

Curah hujan dihitung harian, mingguan, hingga tahunan, sesuai kebutuhan.

Pembangunan saluran drainase, selokan, irigasi serta pengendalian banjir selalu

menggunakan data curah hujan, untuk mengetahui jumlah curah hujan yang

terjadi di suatu tempat. Curah hujan sebesar 1 mm artinya adalah tinggi air hujan

setinggi 1 mm pada daerah seluas 1 m2 (Bocah, 2008).

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh dipermukaan tanah selama

periode tertentu yang diukur dalam satuan tinggi diatas permukaan horizontal

apabila tidak terjadi penghilangan oleh proses evaporasi, pengaliran dan

peresapan. Dinyatakan sebagai tebal lapisan air yang jatuh diatas permukaan tanah

rata seandaiya tidak ada infiltrasi dan evaporasi. Satuannya adalah mm. curah

hujan 1mm berarti banyaknya hujan yang jatuh diatas sebidang tanah seluas 1m 2=

1mm x 1m2 = 0,01dm x 100dm2 = 1dm3 = 1liter. Hari hujan adalah suatu hari

dimana terkumpul curah hujan 0,5mm atau lebih (Guslim et al., 1987).

6. Angin

Angin merupakan udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi

dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara (tekanan tinggi ke tekanan

rendah) di sekitarnya. Angin merupakan udara yang bergerak dari tekanan tinggi

ke tekanan rendah atau dari suhu udara yang rendah ke suhu udara yang tinggi

(Soemarto, 1987).

25
Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih

ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun kerena udaranya

berkurang. Udara dingin disekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah

tadi. Udara menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Diatas tanah udara

menjadi penas lagi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya

udara dingin ini dinamanakan konveksi (Suyono, 2006).

Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu

udara pada suatu daerah atau wilayah.Hal ini berkaitan dengan besarnya energi

panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah

yang menerima energi panas matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara

yang lebih panas dan tekanan udara yang cenderung lebih rendah. Perbedaan suhu

dan tekanan udara akan terjadi antara daerah yang menerima energi panas lebih

besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas, yang

berakibat akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut (Sriharto, 2000).

Pada bulan April-Oktober, matahari berada di belahan langit utara, sehingga

benua asi lebih panas daripada benua australia. Akibatnya, di asia terdapat pusat-

pusat tekanan udara rendah, sedangkan di australia terdapat pusat-pusat tekanan

udara tinggi yang menyebabkan terjadinya angin dari australia menuju asi. Di

indonesia terjadi angin musim timur di belahan bumi selatan dan angin musim

barat daya di belahan bumi utara. Oleh kerena tidak melewati lautan yang luas

maka angin tidak banyak mengandung uap air oleh karena itu pada umumnya di

indonesia terjadi musim kemarau, kecuali pantai barat sumatera, sulawesi

tenggara, dan pantai selatan irian jaya. Antara kedua musim tersebut ada musim

26
yang disebut musim pancaroba (peralihan), yaitu : Musim kemareng yang

merupakan peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau, dan musim labuh

yang merupakan peralihan musim kemarau ke musim penghujan. Adapun ciri-ciri

musim pancaroba yaitu: Udara terasa panas, arah angin tidak teratur dan terjadi

hujan secara tiba-tiba dalam waktu singkat dan lebat (Ponce, 1989).

Angin darat dan angin laut Angin ini terjadi di daerah pantai.Angin laut

terjadi pada siang hari daratan lebih cepat menerima panas dibandingkan dengan

lautan.Angin bertiup dari laut ke darat.Sebaliknya, angin darat terjadu pada

malam hari daratan lebih cepat melepaskan panas dibandingkan dengan

lautan.Daratan bertekanan maksimum dan lautan bertekanan minimum. Angin

bertiup dari darat ke laut (Sudjarwadi, 1995).

Erosi angin pada dasarnya disebabkan pengaruh angin pada partikel-partikel

yang ukurannya cocok untuk bergerak dengan saltasi. Erosi angin dapat

dikendalikan; (1) Bila partikel-partikel tanah dapat dibentuk ke dalam

kelompok/butiran yang terlalu besar ukurannya untuk bergerak dengan saltasi, (2)

Bila kecepatan angin dekat permukaan tanah dapat dikurangi melalui penggunaan

tanah, oleh tanaman tertutup, (3) Dengan menggunakan jalur-jalur

tunggul/tanaman penutup lain yang cukup untuk menangkap dan menahan

partikel-partikel yang bergerak dengan saltasi (Foth, 1994).

Angin mengakibatkan meningkatnya penguapan, yang dengan kelembaban

yang cukup mungkin dapat menguntungkan.Namun di daerah-daerah kering,

banyak angin berpengaruh sangat buruk, karena mengakibatkan pengeringan yang

27
kuat.Angin mempunyai pengaruh mekanis, yang kadang-kadang besar artinya

(Vink, 1984).

Angin adalah udara yang bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya.

Angin berhembus dikarenakan beberapa bagian bumi mendapat lebih banyak

panas matahari dibandingkan tempat yang lain. Permukaan tanah yang panas

membuat suhu udara di atasnya naik. Akibatnya udara mengembang dan menjadi

lebih ringan (Anonim4, 2007).

Angin mengakibatkan meningkatnya penguapan, yang dengan kelembaban

yang cukup mungkin dapat menguntungkan. Namun di daerah-daerah kering,

banyak angin berpengaruh sangat buruk, karena mengakibatkan pengeringan yang

kuat. Angin mempunyai pengaruh mekanis, yang kadang-kadang besar artinya

(Vink, 1984).

Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi. Udara

bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Angin diberi

nama sesuai dengan arah mana angin datang, misalnya angin laut adalah angin

yang bertiup dari laut ke darat (Hanum, 2009).

Mata angin merupakan panduan yang digunakan untuk menentukan arah.

Umum digunakan dalam navigasi, kompas, dan peta. Berpandukan pada pusat

mata angin, maka kita akan melihat 8 arah yaitu dengan urutan sebagai berikut

(mengikuti arah jarum jam): 1.Utara (0o), 2. Timur Laut (45o), 3. Timur (90o), 4.

Tenggara (135o), 5. Selatan (180o), 6. Barat Daya (225o), 7. Barat (270o), 8. Barat

Laut (315o) (Anonim3, 2009).

28
Kecepatan dan arah angin masing-masing diukur dengan anemometer dan

penunjuk arah angin. Anemometer yang lazim adalah anemometer cawan yang

terbentuk dari lingkaran kecil sebanyak tiga (kadang-kadang empat) cawan yang

berputar mengitari sumbu tegak. Kecepatan putaran mengukur kecepatan angin

dan jumlah seluruh perputaran mengitari sumbu itu memberi ukuran berapa

jangkau angin, jarak tempuh kantung tertentu udara dalam waktu yang ditetapkan

(Foth, 1991).

7. Evapotranspirasi

Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap. Uap ini kemudian

bergerak dari permukaan tanah atau permukaan air ke udara (Sosrodarsono,

1999). Sedangkan Menurut Lee (1988), evaporasi merupakan proses perubahan

cairan menjadi uap, ini terjadi jika cairan berhubungan dengan atmosfer yang

tidak jenuh, baik secara internal, pada daun tanaman (transpirasi) maupun secara

eksternal, pada permukaan yang basah. Evaporasi adalah perubahan air menjadi

uap air. Yang merupakan suatu proses yang berlangsung hampir tanpa gangguan

selama berjam-jam pada siang hari dan sering juga selama malam hari. Air akan

menguap dari permukaan baik tanah gundul maupun tanah yang ditumbuhi

tanaman, dan juga dari pepohonan permukaan kedap air atap dan jalan raya air, air

terbuka dan sungai yang mengalir (Wilson, 1993).

Evapotranspirasi (ET) adalah ukuran total kehilangan air (penggunaan air)

untuk suatu luasan lahan melalui evaporasi dari permukaan tanaman. Secara

potensial ET ditentukan hanya oleh unsur – unsur iklim, sedangkan secara aktual

ET juga ditentukan oleh kondisi tanah dan sifat tanaman (Handoko, 1995).

29
Jumlah total air yang hilang dari lapangan karena evaporasi tanah dan

transpirasi tanaman secara bersama disebut evapotranspirasi (ET). Evaporasi

merupakan suatu proses yang tergantung energi yang meliputi perubahan sifat dari

fase cairan ke fase gas. Laju transpirasi merupakan fungsi dari landaian tekanan

uap, tahanan terhadap aliran, dan kemampuan tanaman dan tanah untuk

mentranspor air ke tempat terjadinya transpirasi. Kehilangan air ke atmosfer

ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan dan faktor dalam tanaman. Pengaruh

lingkungan terhadap ET disebut tuntutan atmosfer atau tuntutan evaporisasi

(Anonim2, 2008).

Perkiraan evaporasi dan transpirasi adalah sangat penting dalam pengkajian-

pengkajian hidrometeorologi. Pengukuran langsung evaporasi maupun

evapotranspirasi dari air ataupun ermukaan lahan yang besar adalah tidak

mungkin pada saat ini. Akan tetapi beberapa metode yang tidak langsung telah

dikembangkan yang akan memberikan hasil-hasil yang dapat diterima (Anonim3,

2009).

Penguapan adalah proses perubahan air dari bentuk cair menjadi bentuk gas

(uap). Ada dua macam penguapan, yaitu evaporasi (penguapan air secara

langsung dari lautan, danau, sungai, dll) dan transpirasi (penguapan air dari

tumbuh-tumbuhan dan lain-lain, makhluk hidup). Gabungan antara evaporasi dan

transpirasi disebut evapotranspirasi (Wuryanto, dkk, 2000).

Penguapan cenderung untuk menjadi sangat tinggi pada daerah-daerah yang

mempunyai suhu tinggi, angin kuat, dan kelembaban yang rendah. Daerah

subtropik biasanya merupakan daerah yang langsung menerima insolasi

30
(pemanasan dari matahari) tanpa terlindung oleh adanya awan. Juga merupakan

daerah yang mempunyai angin yang kuat dan mempunyai nilai kelembaban yang

rendah (Hutabarat, 1986).

Kecepatan hilangnya air oleh evaporasi (penguapan)/transpirasi pada

dasarnya ditentukan oleh gradien tekanan uap; yaitu oleh perbedaan tekanan pada

daun/permukaan tanah dan tekanan dari atmosfer. Seterusnya gradien tekanan-uap

terhubung dengan sejumlah faktor iklim dan tanah yang lain (Buckman dan

Brady, 1982).

Pengukuran langsung evapotranspirasi dengan penginderaan jauh masih

belum masih belum dimungkinkan. Pendekatan penginderaan jauh terhadap

penentuan evapotranspirasi terletak pada pengukuran jumlah dan lamanya gerakan

air dari tanah ke atmosfer. Untuk peliputan kawasan yang luas alat yang paling

tepat bagi penelitian evaporasi adalah radiometer inframerah dan pancatat citra

dari udara (Handoko, 1994.).

Air dalam tanah juga dapat naik ke udara melalui tumbuh-tumbuhan.

Peristiwa ini disebut evapotranspirasi. Banyaknya berbeda-beda tergantung dari

kadar kelembaban tanah dan jenis tumbuh-tumbuhan. Umumnya banyaknya

transpirasi yang diperlukan untuk menghasilkan satu gram bahan kering disebut

laju transpirasi (Karim, 1985).

8. Awan

Udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini meluap menjadi titik-

titik air, maka terbentuklah awan. Peluapan ini bisa terjadi dengan dua cara: 1.

Apabila udara panas, lebih banyak uap terkandung di dalam udara karena air lebih

31
cepat menyejat. Udara panas yang sarat dengan air ini akan naik tinggi, hingga

tiba di satu lapisan dengan suhu yang lebih rendah, uap itu akan mencair dan

terbentuklah awan, molekul-molekul titik air yang tak terhingga banyaknya. 2.

Suhu udara tidak berubah, tetapi keadaan atmosfir lembap. Udara makin lama

akan menjadi uap air. Apabila awan telah terbentuk, titik-titik air dalam awan

akan menjadi semakin besar dan awan itu akan menjadi semakin berat, dan

perlahan-lahan daya tarik bumi menariknya ke bawah. Hingga sampai satu titik

dimana titik-titik air itu akan terus jatuh ke bawah dan turunlah hujan ini

(Doorenbos dkk, 1977)

Awan kumulus adalah awan yang bentuknya seperti bunga kol. Awan ini

terjadi karena proses konveksi. Secara lebih rinci awan ini terbagi dalam 3 jenis,

yaitu: strato kumulus yaitu awan kumulus yang baru tumbuh, kumulus, dan

kumulonimbus yaitu awan kumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri

beberapa awan kumulus yang bergabung menjadi satu (Suroso, 2005)

Awan Stratus adalah awan yang berwarna keabu-abuan yang biasanya

menutupi seluruh langit.Kita menyebutnya langit mendung.Awan ini mirip kabut

yang tak mencapai tanah.Terkadang gerimis mengiringi awan stratus.Kalau

menghasilkan hujan, namanya adalah nimbo stratus.Kalau kamu lihat, awan itu

sering berupa gabungan dari jenis-jenis di atas. Cirrus, misalnya, bisa menjadi

pertanda badai akan datang, bila awan menebal menjadi cirro stratus yang

menutupi langit (Rachmad Jayadi, 2000).

Awan dapat terdiri dari butir-butiran, kristal-kristal es, atau kombinasi

keduanya. Bila awan demikian tipisnya hingga sinar matahari atau bulan

32
menembusnya, awan tersebut sering melahirkan pengaruh-pengaruh optik yang

memungkinkannya dapat dibedakan antara awan kristal es dan awan butir air

(Masson, 1962).

Penyebaran keawanan hampir sama dengan penyebaran hujan jadi pada

lintang ekuator dimana banyak terjadi konvergensi horizontal besar, terdapat

keawanan maksimum. Tidak sejelas seperti maksimum hujan di ekuator, sebab

daerah tropis lebih banyak awan konektif atau tipe cumulus.awan-awan tebal ini

(Manan, 1980).

Awan dapat terdiri dari butir-butir air, kristal-kristal es atau kombinasi

keduanya. Bila awan demikian tipisnya hingga sinar matahari atau bulan

menembusnya, awan tersebut sering melahirkan pengaruh-pengaruh optik yang

memungkinkan dapat dibedakan antara awan kristal es dan awan butir air

(Masson, 1962). Awan mencegah radiasi penuh matahari mencapai permukaan

bumi, akan mengurangi masukan energi dan dengan demikian memperlambat

proses evaporasi. (Wilson, 1993).

33
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Evaluasi Kondisi Iklim Dan Jenis Tanaman Yang Cocok di kecamatan.

Lapandewa.

Gambar 3.1.1 peta buton selatan, kecamatan lapandewa

Wilayah Kabupaten Buton Selatan terletak di Kepulauan Buton, jazirah

tenggara Pulau Sulawesi. Secara geografis, terletak di bagian selatan garis

khatulistiwa, memanjang dari Utara ke Selatan diantara 5o30’-6 o¬25’ LS dan

membentang dari Barat ke Timur dantara 122’,20o–122,46o BT.

Secara administratif batas-batas Kabupaten Buton Selatan dapat dirinci sebagai

berikut :

34
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Betoambari, Kecamatan

Sorawolio Kota Baubau dan Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sebelah

Selatan berbatasan dengan Laut Flores.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wabula dan Kecamatan

Pasarwajo Kabupaten Buton dan Laut Flores. Sebelah Barat berbatasan dengan

Laut Flores. Kabupaten Buton Selatan memiliki wilayah keseluruhan ±509,92

km2 dengan daratan seluas ±348,00 km2 atau 34.800 Ha. Jumlah kecamatan

sebanyak 7 kecamatan, 60 desa, dan 10 kelurahan dengan rincian luas masing-

masing kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Berdasarkan data yang dipeoleh dari buku batu atas dalam buku dapat

dilihat sebagai berikut:

Tabel 3.1.1 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2006

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 18 350

Februari 21 191

Maret 18 152

April 13 107

Mei 26 386

Juni 19 329

Juli 3 24

35
Agustus 2 10

September 0 0

Oktober 0 0

November 3 18

Desember 3 24

Jumlah 126 1.591

Sumber : KPK Kec. Lapandewa

Berdasarka tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 kecamatan

Lapandewa memiliki curah hujan sepanjang tahun 2006 adalah 1.591 mm,

dengan hari hujan 126 hh. Dari tabel 1.1 juga dapat dilihat bahwa sepanjang

januari hingga juni 2006 hampir terjadi hujan setiap harinya, dengan curah hujan

yang relatif tinggi.

Tabel 3.1.2 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2007

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 13 159

Februari 24 198

Maret 27 179

April 22 369

Mei 21 141

Juni 22 450

36
Juli 16 102

Agustus 10 62

September 9 3

Oktober - -

November 2 6

Desember 18 111

Jumlah 183 1.780

Sumber : PPL pertanian kec. lapandawa

Berbeda dengan tabel 1.1 abel 1.2 tahun 2007 curah hujan dikecamatan ini

tercatat mencapai anggka 1.780 mm dengan 183 hari hujan. Melalui gambaran 1.2

terlihat bahwa bulan januari hingga mei 2007 hujan hanpir terjadi setiap

haridengan curah hujan yang relatif tinggi hingga mencapai angka klimaksnya

111 mm. Yakni pada bulan mei 2007.

Tabel 3.1.3 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2008

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 13 159

Februari 24 198

Maret 27 198

April 22 179

Mei 21 369

Juni 21 141

37
Juli 16 450

Agustus 10 102

September 09 3

Oktober 0 0

November 2 126

Desember 18 111

Jumlah 183 1.780

Pada tahun 2008 memiliki jumlah curah hujan 1.750 mm dengan curah

hujan tertinggi terjadi pada bulan januari yaitu 183 mm dengan hari hujan terbesar

yaitu pada bulan febriari sebanyak 23 hari hujan. Dan curah hujan terendah yaitu

pada bulan september yaoti 7 mm. Dengan hari hujan terendah pada bulan oktober

dan november yaitu 3 hari hujan.

Tabel 3.1.4 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandawa


Tahun 2009

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 14 309

Februari 17 164

Maret 21 172

April 23 98

Mei 26 377

Juni 29 312

38
Juli 11 24

Agustus 9 17

September 15 34

Oktober 5 23

November 3 14

Desember 7 217

Jumlah 136 1.761

Sumber : PPL. Pertanian Kec. Lapanmdewa

Pada tebel 1.4 sepanjang tahun 2009 curah hujannya sebesar 1.761 mm,

dengan hari hujanya 136 hh. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan mei 377 mm,

dan terendah pada bulan november. Dan hari hujan tertingginya terdapat pada

bulan juni 29 hh, dengan yang terendah bulan november 3 hh.

Tabel 3.1.5 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2010

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 21 366

Februari 18 203

Maret 19 255

April 18 180

Mei 27 465

Juni 26 647

39
Juli 28 175

Agustus 18 54

September 24 87

Oktober 22 71

November 19 258

Desember 27 471

Jumlah 267 3.232

Sumber : Desa/Kelurahan Kec. Lapandewa

Pada tabel 1.5 terlihat bahwa pada tahun 2010 terjadi hujan setiap

bulannya dengan jumlah hari hujan 267 hh, dengan hari hujan tertinggi yaitu

bulan juli dan terendahnya bulan mei. Dan curah hujannya mencapai 3.232 mm,

dengan curah hujan tertinggi di bulan juli yaitu 471 mm dan curah hujan

terendahnya yaitu mei 3 mm.

Tabel 3.1.6 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2011

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 22 279

Februari 18 275

Maret 22 247

April 24 329

Mei 19 243

Juni 06 324

40
Juli 15 230

Agustus 07 39

September 02 47

Oktober 08 64

November 13 179

Desember 20 449

Jumlah 176 2.705

Sumber : Desa/Kelurahan Ke. Lapandewa

Kecamatan Lapandewa pada tahun 2011 memiliki curah hujan 2.705 mm

dengan curah hujan terendah pada bulan mei 3 mm, dan tertingginya bulan juli.

Serta mamiliki hari hujan 176 hh dengan hari hujan tertingginya bulan april 24 hh

dan hari hujan terendahnya yaitu bulan september 2 hh.

Tabel 3.1.7 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2012

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 16 127

Februari 11 159

Maret 20 451

April 3 32

Mei 16 372

41
Juni 9 152

Juli 14 56

Agustus 7 7

September 0 0

Oktober 1 6

November 3 11

Desember 14 299

Jumlah 114 1.672

Sumber : kec. Lapandewa

Sepanjang tahun 2012 jumlah curah hujan kecamatan ini tercatat

mencapai angka 1.674 mm dengan 114 hari hujan. Melalui gambaran tabel 3.1.7

terlihat bahwa sepanjang bulan januari hingga maret hujan terjadi hingga tiap hari

dan sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret hingga mencapai

451 mm.

Tabel 3.1.8 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2013

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 10 108

Februari 0 0

Maret 16 216

April 11 65

Mei 15 215

42
Juni 11 342

Juli 11 65

Agustus 3 10

September 3 22

Oktober 3 11

November 3 10

Desember 5 16

Jumlah 91 1080

Sumber : Desa/Kelurahan kec. Lapandewa.

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 curah

hujan kecamatan Lapandewa yaitu 1080 mm dengan hari hujanya 91 hh. Tetapi

pada bulan februari sama sekali tidak terjadi hujan.

Tabel 3.1.9 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2014

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 9 67

Februari 6 34

Maret 18 113

April 19 89

Mei 12 24

Juni 20 108

43
Juli 4 9

Agustus 1 4

September 7 12

Oktober 0 0

November 0 0

Desember 3 19

Jumlah 99 479

Sumber : Desa/Kelurahan kec.Lapandewa.

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa pada tahun 2014 kecamatan

Lapandewa memiliki curah hujan 479 mm dengan hari hujannya yaitu 99 hh, dari

tabel 1.9 juga dapat dilihat bahwa pada bulan oktober dan november sama sekali

tidakmterjadi hujan.

Tabel 3.1.10 Hari Hujan Dan Curah Hujan Kecamatan Lapandewa


Tahun 2015

Bulan Hari Hujan Curah hujan


(hh) (mm)

(1) (2) (3)


Januari 10 108

Februari 0 0

Maret 16 216

April 11 65

Mei 15 215

Juni 11 342

Juli 11 65

44
Agustus 3 10

September 3 22

Oktober 3 11

November 3 10

Desember 5 16

Jumlah 91 1080

Sumber :

Dari data 1.10 dapat diketahui bahwa curah hujan tahun 2010 adalah 1080

mm dengan hari hujan 91 hh. Pada tahun 2010. Dari data yang ada diketahui

bahwa tanaman yang cocok tumbuh di kecamatan Lapandewa adalah jati

(Tectona grandis), Akasia (Acacia mangium), jati putih (Gmelina arborea), dan

Sengon (Falcataria moluccana).

3.2. Tipe Iklim Menurut Koppen, Mort, Schmidt Fetgusson, Dan Oldeman

1. Tipe iklim menurut koppen

Klasifikasi iklim Köppen banyak digunakan di dunia yang berbasis pada

sistem klasifikasi iklim empiris vegetasi yang dikembangkan oleh ahli botani-

klimatologi Wladimir Köppen dari Jerman. Tujuannya adalah untuk merancang

formula yang akan menentukan batas-batas iklim sedemikian rupa sehingga sesuai

dengan mereka yang sedang berada pada zona vegetasi (bioma) yang sedang

dipetakan untuk pertama kalinya selama hidupnya.

Köppen menerbitkan skema pertama pada tahun 1900 dan versi revisinya

pada tahun 1918. Dia terus merevisi sistem klasifikasinya sampai kematiannya

pada tahun 1940. Wladimir Koppen mengklasifikasi daerah iklim berdasarkan

45
rata-rata curah hujan dan temperatur, baik bulanan maupun tahunan. Hal itu

disebabkan curah hujan dan temperatur merupakan unsur yang sangat

berpengaruh terhadap kehidupan di permukaan bumi. Untuk membedakan ciri-ciri

temperetur dan hujan Koppen menggunakan simbol huruf besar dan kecil.

Digunakan untuk menentukan pembagian daerah iklim berdasarkan temperatur

bulan terdingin atau terpanas.

- A = iklim tropis

- B = iklim kering

- C = iklim sedang

- D = iklim dingin

- E = iklim kutub

Digunakan untuk membedakan tipe atau ciri-ciri hujan di setiap daerah

iklim.

- F = selalu basah : hujan bisa jatuh dalam semua musim

- S= buan kering pada musim panas dibelahan bumi yang bersangkutan.

- W= bulan kering(winter)

- M= hujan cukup(MEDIUM.

A. Iklim Hujan Tropis (A)

Daerah hujan tropis yaitu daerah yang mempunyai temperatur bulanan

terdingin +18°C. Iklim tersebut dibagi menjadi tiga tipe yaitu Hutan Hujan

Tropika (Af), Monsun Tropika (Am), dan Savana (Aw).

a) Hutan Hujan Tropika (Af)

46
Daerah tipe f pada bulan terkering, curah hujan rata-rata > 60 mm. OKI, di

daerah ini terdapat hutan-hutan yang lebat.

b) Monsun Tropika (Am)

Daerah peralihan yang jumlah hujan pada bulan basah dapat mengimbangi

kekurangan hujan pada bulan-bulan kering. Di daerah ini masih terdapat hutan

yang cukup lebat.

c) Savana (Aw)

Daerah tipe w memiliki musim kering yang panjang jumlah hujan pada

bulan basah tidak dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan-bulan kering.

OKI, vegetasi di daerah ini berupa padang rumput dan pohon-pohon yang jarang.

B. Iklim Kering (B)

Daerah iklim kering (subtropik) mempunyai tingkat evaporasi(penguapan)

tinggi daripada curah hujan, temperatur bulan terdingin 18-3°C. OKI, persediaan

air tidak cukup untuk mendukung kehidupan tanaman. Tanaman tertentu yang

dapat hidup seperti kaktus.

a) Iklim Stepa (Bs)

Daerah setengah kering (semi arid) dengan curah hujan di lintang rendah

antara 380-760 mm/tahun. Iklim Padang Pasir (Bw) Daerah kering (arid) yang

mempunyai curah hujan kurang dari 250 mm/tahun.

C. Iklim Hujan Sedang (C)

Daerah iklim sedang dengan suhu udara rata-rata bulan terdinginnya = -3-

18°C terpanas >10°C. Iklim ini dibagi menjadi tiga tipe yaitu Iklim Sedang

47
dengan Musim Panas yang Kering (Cs), Iklim Sedang dengan Musim Dingin yang

Kering (Cw), Iklim Sedang yang Lembab (Cf).

a) Iklim Sedang dengan Musim Panas yang Kering (Cs)

musim panas yang kering apabila jumlah hujan terkering (<30mm) pada

musim panas lebih kecil dari 1/3 jumlah hujan bulan terbasah pada musim dingin.

b) Iklim Sedang dengan Musim Dingin yang Kering (Cw)

musim panas yang lembab musim dingin yang kering apabila jumlah hujan

rata-rata pada musim dingin lebih kecil dari 1/10 jumlah hujan bulan terbasah

pada musim panas

c) Iklim Sedang yang Lembab (Cf)

Iklim Sedang tidak dengan musim kering, daerah ini selalu lembab

sepanjang tahun.

D. Iklim Dingin (D)

Daerah yang termasuk iklim dingin mempunyai temperatur rata-rata

bulan-bulan terdingin kurang dari -3°C dan rata-rata bulan-bulan terpanas lebih

dari 10°C. Iklim ini dibagi menjadi dua tipe yaitu Iklim Dingin dengan Musim

Dingin yang Kering (Dw) dan Iklim Dingin tanpa Periode Siang (Df).

a. Iklim Dingin dengan Musim Dingin yang Kering (Dw)

Contoh: Seoul di Korsel dan Rusia.

b. Iklim Dingin selalu Basah (Df)

Contoh: Kanada, Norwegia, dsb.

E. Iklim Kutub (E)

48
Daerah yang termasuk iklim kutub mempunyai rata-rata temperatur bulan terpanas

kurang dari 10°C. Iklim itu dibagi menjadi dua tipe iklim yaitu Iklim Tundra (ET)

dan Iklim Es Salju Abadi (EF).

a) Iklim Tundra (ET)

Temperatur rata-rata bulan terpanas 10-0 C. Oleh karena itu daerah ini

hanya terdapat berbagai lumut. Terdapat di daerah Kanada utara dan rusia utara.

b) Iklim Es-Salju Abadi (EF)

Temperatur rata-rata bulan terpanas dibawah 0 C. Olek karena itu derah ini

terdapat es-salju abadi. Terdapat di daerah : Antarktika dan Greenland

Gambar 3.1.2 pembagian iklim koppen.

Cara menentukan tipe iklim koppen

1. Tentukan rata-rata curah hujan dalam 10 tahun terakhir

2. Tentukan jumlah bulan keringnya dalam 10 tahun terakhir

3. Masukkan kordinat rata-rata curah hujan pada sumbu X

4. Masukkan kordinat jumlah bulan kering pada sumbu Y

49
5. Hubungkan kedua kordinat tersebut dan temukan titik pertemuan kedua

kordinat fuatcepat tersebut

6. Pertemuan kedua kordinat tersbut menentuka tipe iklim wilayah tersebut

menurut Koppen

Dari data curah hujan diatas dapat di peroleh:

1. Tentukan rata-rata curah hujan dalam 10 tahun terakhir = 95,275:10 =

9567,5

2. Tentukan jumlah bulan keringnya dalam 10 tahun terakhir = 74

3. Masukkan kordinat rata-rata curah hujan pada sumbu X

4. Masukkan kordinat jumlah bulan kering pada sumbu Y

5. Hubungkan kedua kordinat tersebut dan temukan titik pertemuan kedua

kordinat fuatcepat tersebut

6. Pertemuan kedua kordinat tersbut menentuka tipe iklim wilayah tersebut

menurut Koppen

Jadi, diperoleh data tersebut adalah termaksud tipe iklim am.

3.3. Tipe Iklim Menurut Schmidt Fergusson

Mereka menggolongkan iklim dengan indikator utama bulan basah-bulan

lembab-bulan kering. Klasifikasi ini dikembangkan pada 1950 oleh kedua ahli

meteorologi tersebut. Mereka membuat klasifikasi khusus tentang iklim di

Indonesia karena klasifikasi Koppen, Thornwaite dan Oldemen dirasa tidak cocok

digunakan di Indonesia.

Indikator yang digunakan untuk menentukan bulan basah, bulan kering dan

bulan basah adalah sebagai berikut:

50
- Bulan Basah (BB) : curah hujan > 100 mm per bulan.

- Bulan Lembab (BL) : curah hujan 60-100 mm per bulan

- Bulan Kering (BK) : curah hujan < 60 mm per bulan

Schmidt-Ferguson melakukan penelitian untuk menentukan kategori bulan

di atas lalu dihitung rata-ratanya, hasilnya muncul angka di atas tadi. Rumus

untuk menghitung iklim ini menggunakan Model Q yaitu:

𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


𝑄= × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ

Gambar 3.2.2 grafik sistem klasifikasi iklim Schmidt Fergusson

Dari data diatas maka dapat di peroleh tipe iklim menurut schmidt-

fergusson adalah

𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


𝑄= × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
74
Maka 𝑄 = 39 × 100%

= 189,7436

51
Jadi, data curah hujan kecamatan batu atas ini menurut schmidt-fergusson

adalah termaksud tipe F dan merupakan sifat kering.

3.4. Tipe Iklim Menurut Mohr

Mohr membuat klasifikasi iklim untuk wilayah indonesia pada tahun 1933

yang didasarkan atas hubungan antar curah hujan dengan penguapan. Berdasarkan

hasil penelitiannya pada pusat penelitian tanah dibogor, beliau mendapat

hubungan antara curah hujan evapotranspirasi dengan bentuk hubungan sebagai

berikut: 𝐸𝑇 = 𝑐 + 𝑓 𝐶𝐻

Yang dimana

C = konstanta (60),

f = faktor pembobot untuk kota bogor (1/8)

kriteria yang digunakan mohr untuk menetapkan tipe iklim adalah

berdasarkan curah hujan bulanan yang menghasilkan tiga derajat kebasahan dan

atau kekeringan, sebagai berikut:

d) Bulan basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan rata-rata diatas 100 mm

perbulan

e) Bulan kering (BK) adalah bulan dengan curah hujan rata-rata lebih kecil

dari 60 mm perbulan

f) Bulan lembab (BL) adalah bulan dengan curah hujan rata-rata setinggi 60

mm-100 mm perbulan.

Tabel 3.2.3 Sistem Klasifikasi Iklim Mohr

Zona Jumlah Bulan basah BB Jumlah Bulan kering

BK

52
Ia 12 0

Ib 6 – 11 0

II 4 – 11 1–2

III 4–9 2–4

IV 4–7 4–6

V 2–5 6–8

Berdasarkan data curah hujan pada tabel 3.2.1 maka dapat diperoleh kelas

Iklim kecamatan Lapandewa menurut mohr adalah kelas tipe IV dan berada pada

zona iklim Ib Bulan basah BB. karena bulan basahnya adalah 8 dan bulan

keringnya adalah 11.

3.5. Tipe Iklim Menurut Oldeman

Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan

pada beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang

digunakan. Namun demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup

berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia.

Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan palawija.

Dibandingkan dengan metode lain, metode ini sudah lebih maju karena sekaligus

memperhitungkan unsur cuaca lain seperti radiasi matahari dikaitkan dengan

kebutuhan air tanaman.

Oldeman membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan

dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Ia membuat dan

menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan

basah dan bulan-bulan kering secara berturut-turut. Kriteria dalam klasifikasi

53
iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL) dan

bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan peluang hujan, hujan efektif

dan kebutuhan air tanaman.

- Bulan Basah (BB) : Bulan dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm

- Bulan Lembab (BL) : Bulan dengan rata-rata curah hujan 100-200 mm

- Bulan Kering (BK) : Bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100

mm

Selanjutnya dalam penentuan klasifikasi iklim Oldeman menggunakan

ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering berturut-turut.

Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada

jumlah pada jumlah bulan basah berturut-turut. Sedangkan sub divisinya dibagi

menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan kering berturut-turut.

Oldeman membagi tipe iklim menjadi 5 katagori yaitu A, B, C, D dan E.

- Tipe A : Bulan-bulan basah secara berturut-turut lebih dari 9 bulan.

- Tipe B : Bulan-bulan basah secara berturut-turut antara 7 sampai 9 bulan.

- Tipe C : Bulan-bulan basah secara berturut-turut antara 5 sampai 6 bulan.

- Tipe D : Bulan-bulan basah secara berturut-turut antara 3 sampai 4 bulan.

- Tipe E : Bulan-bulan basah secara berturut-turut kurang dari 3 bulan.

54
Tabel 3.2.4 Tipe Iklim menurut Oldeman,

Berdasarkan kriteria di atas kita dapat membuat klasifikasi tipe iklim

Oldeman untuk suatu daerah tertentu yang mempunyai cukup banyak stasiun/pos

hujan. Data yang dipergunakan adalah data curah hujan bulanan selama 10 tahun

atau lebih yang diperoleh dari sejumlah stasiun/pos hujan yang kemudian dihitung

rata-ratanya.

3.6. Jenis Tanaman yang sesuai dengan kondisi iklim kecamatan Lapandewa

kecamatan Lapandewa menurut Klasifikasi iklim Oldeman termasuk dalam

Zona 1b ini terletak pada ketinggian 0 – 1000 m dari permukaan laut. Zona 1 ini

disebut juga dengan hutan hujan bawah. Penyebaran hutan hujan bawah di

Indonesia ini meliputi wilayah Indonesia Bagian Barat hingga Indonesia Bagian

Tengah yaitu di daerah sekitar Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa,

dan juga Indonesia Bagian Timur seperti pada daerah Nusa Tenggara, Irian,

Sulawesi dan Maluku.

Pada wilayah Zona 1 ini banyak tumbuh jenis flora menurut ketinggian dan

iklim yaitu seperti jenis anggota famili Dipterocarpaceae terutama anggota

55
genus Dipterocarpus, Shorea,Vatiea,Cotylelobium, Dryobalanops, dan Hopea. Se

lain spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae tersebut, ada juga spesies

famili Myrtaceae, Myristicaceae, Lauraceae, dan Ebenaceae, serta pohon-pohon

anggota genus Agathis, Kompasia, dan Dyera

Pada ekosistem zona 1 yang ada pada wilayah Jawa dan Nusa Tenggara,

tumbuh jenis spesies pohon anggota genus Altingia, Bischofia,Castanopsis, Ficus,

dan Gossampinus, serta spesies-spesies pohon dari

famili Leguminosae. Sedangkan pada ekosistem zona 1 di wilayah Sulawesi,

Maluku, dan Irian,didominasi oleh spesies pohon Palaquium

spp., Koordersiodendron pinnatum, Intsia spp., Diospyros spp., Canarium

spp., dan Pometia pinnata. Selain berbagai jenis pohon yang mendominasi, ada

juga spesies – spesies tumbuhan merambat yang juga banyak dijumpai seperti

anggota famili Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan.

56
BAB IV
PENUTUP

1.4. Kesimpulan

Kesimpulan pada makalah ini adalah pada kecamatan batu atas selama 10

tahun teratas memiliki curah hujan yang relatif tinggi, dan termasuk dalam

kategori iklim Bulan basah. jenis tumbuhan kehutanan yang dapat tumbuh yaitu

famili Dipterocarpaceae seperti sengon (Falcataria molucana), jati (Tectona

grandis), dan jati putih (Gmelina arborea).

1.5. Saran

Saran saya semoga kedepannya penulisan makalah dapat lebih baik lagi dan

saya harap saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun guna

perbaikan penulisan kedepannya.

57
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Hujan.www.wikipedia.org/wiki/Hujan. Diakses hari sabtu 26


januari 2018 pukul 15.15

Anonim2. 2008. Pentingnya Pemahaman Unsur


Cuaca. http://www.jplh.or.id. Diakses pada tanggal 26 Januari 2018.

Anonim3. 2009. Kelembaban Udara. http://abuhaniyya.wordpress.com. Diakses


pada tanggal 26 Januari 2018.

Anonim4. 2009. Seputar Angin. http://one.indoskripsi.com/.Diakses pada tanggal


26 Januari 2018.

Darldjoeni. 2000. Prinsip Kerja Peralatan Klimatologi. UT. Jakarta.

Bayong Tyasono. 2004. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Program Studi


Agronomi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Benyamin, Lakitan. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

58
Bocah. 2008. Unsur-unsur Cuaca dan
Iklim.http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/unsur-unsur-cuaca-
dan-iklim/Diakses pada Hari sabtu, 26 Januari 2018.

Buckman Brady. 1982. Dasar Klimatologi. Erlangga. Jakarta.

Doorenbos. 1977. Peralatan Agroklimatologi dalam Menunjang Dunia Pertanian


Secara Umum. Bina Insan Press. Jakarta.

Foth, Henry D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah edisi ke-7. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Foth, Henry D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah edisi ke-6. Erlangga. Jakarta

Gunarsih.2001. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman.


BinaAksara. Jakarta

Guslim, O.K Nazaruddin H, Roeswandi, A. Hamdan, dan Rosmayati.


1987. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan.

Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar, landasan pemahaman fisika atmosfer dan


unsur-unsur iklim. PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar Edisi 2. Pustaka Jaya. Bogor.

Hanum. 2009. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Program Studi Agronomi.


Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Herlina.2003. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati. UniversitasBrawijaya. Malang.

Hutabarat. 1986. Manfaat Klimatologi Bagi Pertanian. Bumi Penerbit. Surabaya.

Jason. 2010. Yang Dimaksud Kelembaban Udara. www. Answers.yahoo.com.

Diakses Hari Minggu pukul 16.30 26 januari 2108.

Karim, K. 1985. Dasar-Dasar Klimatologi. Jurnal Agrista. 2 (2): 127-137

59
Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.

LIPI. 2008. Agroklimatologi – Alat dan Prinsip


Kerja. http://www.lipi.go.id Diakses pada hari Minggu, 26 Januari
2018.

Leonheart, 2010. http://taufikanugrah.blogspot.com/2010/04/unsur-unsur-cuaca-


dan-iklim.html Diakses pada Hari Minggu, 26 Januari 2018.

Manan. 1980. Unsur Cuaca dan Iklim. Sains Media. Tangerang

Martha W.J. 1993. Mengenal Dasar–Dasar Hidrologi. Nova. Bandung.

Masson, B. J. & Cloud. 1962. Rain And Rain Making, Cambridge. London.

Mohr. 1998. The Cultural Turn in American Sociology—A Report from the
Field.http://www.ibiblio.org/culture/newsletter/cult172and3.pdf Diakse
s pada hari Minggu, 26 Januari 2018.

Ponce. 1989. Manfaat dan Peranan Iklim bagi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta

Reisenauer, H.M. 1976. Soil and Plant Tissue Testing in California. Divison of
agricultural sciences university of California. California.

Rachmad Jayadi. 2000. Dunia Pertanian Era Milenium. Nova. Bandung.

Sriharto. 2000. Pertanian Era Sekarang. Kompasiana. Jakarta

Soekardi. 1986. Persaingan dalam bercocok tanam jagung (Zea Mays). Jurnal
Budidaya Pertanian. 12 (1) : 13-19.

Soekirno. 2010. Ilmu Iklim dan Pengairan. Bina Cipta. Bandung

Soemarto. 1987. Manfaat dan Peranan Agroklimatologi. Bina Aksara. Jakarta.

Soewandi, A. 2005. Prosedur dan Pengambilan Contoh Analisa Tanaman.


Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogjakarta.

60
Sosrodarsono.1999. Ilmu Usaha Tani. LSM Pertanian. Purwokerto.

Suroso. 2005. Era Baru Pertanian. Erlangga. Jakarta.

Suyono. 2006. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Usaha Tani. UGM Press.


Jogjakarta

Sudjarwadi. 1995. Pertanian Dahulu, Masa Kini dan Masa Depan. UI Press.
Jakarta.

Vink, G.J. 1984. Dasar-Dasar Usaha Tani di Indonesia. PT. Midas Surya
Grafindo. Jakarta.

61

Anda mungkin juga menyukai