TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan
berupa suatu ekosistem. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Pamulardi, 1999)
yang terdapat di dalam hutan ini tidak pernah menggugurkan daunnya secara
serentak, kondisinya sangat bervariasi seperti ada yang sedang berbunga, ada yang
sedang berbuah, ada yang dalam perkecambahan atau berada dalam tingkatan
tersebut. Hutan hujan tropis memiliki vegetasi yang khas daerah tropis basah dan
menutupi semua permukaan daratan yang memiliki iklim panas, curah hujan cukup
Daniel, et al, (1992) menyatakan bahwa hutan memiliki beberapa fungsi bagi
kehidupan manusia antara lain: (1) pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik
dengan komponen oksigen yang stabil, (2) produksi bahan bakar fosil (batu bara), (3)
pengembangan dan proteksi lapisan tanah, (4) produksi air bersih dan proteksi daerah
aliran sungai terhadap erosi, (5) penyediaan habitat dan makanan untuk binatang,
serangga, ikan, dan burung, (6) penyediaan material bangunan, bahan bakar dan hasil
hutan, (7) manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi alam asli, dan
Menurut Vickery (1984), hutan hujan tropis merupakan salah satu type
vegetasi hutan tertua yang telah menutupi banyak lahan yang terletak pada 10o LU
dan 10o LS. Ekosistem hutan hujan tropis terbentuk oleh vegetasi klimax pada daerah
dengan curah hujan 2000 sampai 4000 mm pertahun, rata-rata temperatur 25o C
dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun dan kelembaban udara 80
%.
tinggi. Hutan alami dengan keanekaragaman jenis pepohonan yang berumur panjang
dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan C tertinggi. (Hairiah dan
Rahayu, 2007).
(FAO, dalam FWI, 2003), jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari
14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada Negara-negara lain di Asia dan
setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini
Menurut Pamulardi (1999) Hutan dataran rendah merupakan salah satu dari tiga
bentuk ekosistem alami utama selain hutan Monsoon dan Hutan Pegunungan di
kawasan yang paling luas di Indonesia, terletak pada ketinggian 0 – 1000 meter dari
permukaan laut.
ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis dibedakan menjadi tiga
1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah, karena terletak pada daerah dengan
2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan
3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan
Selanjutnya Irwan (1992), menyatakan hutan hujan tropis sangat menarik, karena
Hutan dataran rendah ditandai oleh perbedaan biomasa yang sangat besar dan
jumlah ini dapat diukur dalam jumlah karbon yang ada. Dari jumlah biomassa hutan
dataran rendah hanya 1-2 % terdapat dalam serasah tumbuhan, kira-kira 40 % dalam
tanah, tetapi kira-kira 60 % dalam tumbuhan. Hutan type ini ditandai juga dengan
adanya secara nyata tumbuh-tumbuhan pemanjat pohon yang banyak dan lebat,
pohon-pohon berbanir besar dan banyak pohon-pohon dengan batang yang tinggi
demikian, hutan hujan bawah disebut juga :hutan Dipterocarpaceae. Selain terdapat
2.3 Pohon
yang merupakan masyarakat yang kompleks, tempat yang menyediakan pohon dari
berbagai ukuran. Di dalam kanopi iklim mikro berbeda dengan keadaan sekitarnya;
cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi, dan temperatur lebih rendah. Pohon-
pohon kecil berkembang dalam naungan pohon yang lebih besar, di dalam iklim
mikro dari kanopi berkembang juga tumbuhan yang lain seperti pemanjat, epifit,
pohon berpengaruh pada fisiognomi umum, produksi dasar dan lingkaran keseluruhan
dari komunitas. Banyak ciri-ciri pohon tropis berbeda dengan daerah lain mengingat
system akar yang jarang dan tidak pernah dijumpai di bagian bumi lain (Longman
yang berawakan pohon, batangnya tunggal berkayu, tegak, biasanya beberapa meter
dari tanah tidak bercabang mempunyai tajuk dengan percabangan dan daun
berbentuk seperti kepala. Menurut Witmore (1986), dalam Tamin (1991), pohon
tumbuh secara alami di hutan dalam bentuk yang dominan dalam hutan hujan, bahkan
tumbuhan bawah sebagian besar terdiri dari tumbuhan berkayu yang mempunyai
bentuk pohon.
Pada saat ini daerah hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman jenis
pohon yang terbesar dan masih cukup baik berada di Asia Tenggara, terutama di
1980). Keanekaragaman jenis yang tinggi terdapat di hutan hujan tropis yang menurut
Polunin (1997) memiliki struktur yang sangat kompleks dibandingkan dengan jenis
hutan lainya.
yang berbeda tiap hektarnya, tidak termasuk tingkat seedling (semai) walaupun
spesies pohon mungkin hampir 400 spesies per-hektar. Daerah hutan tropis yang
relatif paling sedikit adalah Afrika, dimana lebih sedikit dari 100 spesies pohon
sebagai berikut:
b. Sapling (pancang, sapihan) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 m dan lebih
d. Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm yang diukur 1,3
(CH 4 ) dan nitrogen oksida (N 2 O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK)
Kenaikan konsentrasi CO 2 dan GRK lain di atmosfer dapat terjadi secara alamiah,
misalnya dari erupsi gunung berapi yang melepaskan sekitar 130-200 juta ton CO 2
dihasilkan manusia mencapai 27-30 milyar ton per tahun, lebih dari 130 kali lipat
dibandingkan emisi dari gunung berapi (Hairiah dan Rahayu, 2007). Gas-gas tersebut
sehingga suhu bumi akan semakin panas jika jumlah gas-gas tersebut meningkat di
meningkat sebagai akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain
adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan
pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan
serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga
Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton
melalui proses fotosintasis, CO 2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi
dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses
Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu, (2007), menyatakan tanaman atau pohon
lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan
tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan
atau ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot. berkenaan dengan upaya
lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi
penggunaan lahan tanaman, seresah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai
dibandingkan dengan jalur hijau sungai dan pantai diduga karena tingginya emisi
matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklofil mampu menyerap CO 2 dari
atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosisntasis ini antara lain disimpan
dalam bentuk biomasa yang menjadikan vegetasi tumbuhan menjadi besar dan tinggi
Dampak konversi hutan menjadi lahan pertanian baru terasa apabila diikuti
dari aspal sebagai pengganti tanah atau rumput. Masalah utama yang terkait dengan
alih guna lahan adalah perubahan jumlah cadangan karbon. Pelepasan karbon ke
atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg ha-1 C (Mg = mega gram =
106 g = ton) yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan
kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 Mg ha-1 C.
karbon yang telah ada dengan cara mengelola hutan lindung, mengendalikan
(c)mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbaharui secara
langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau
lazimnya 450 (dengan kisaran 60-800) Ton per hektar, tergantung pada tipe vegetasi
dan tipe tanah. Dan kebanyaan biomas ini terdapat dalam batang – batang pohon.
Palm, at al. menyatakan bahwa pohon hutan menyimpan 50-80 karbon namun
jenis tegakannya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan
spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi
bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan
kayu rendah. Biomasa pohon (dalam berat kering) dihitung menggunakan "allometric
equation" berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah
2.5 Vegetasi
terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-
hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi
kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut
atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur tegakan. Dalam ekologi hutan, satuan
vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan
asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh
karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk
mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang
komposisi spesies dan struktur komunitasnya. Struktur suatu komunitas tidak hanya
dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi juga oleh jumlah individu dari setiap
bahwa hal yang demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat
kuantitatif. Namun persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah
bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies
tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja
komposisi floristik serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh
bahwa untuk keperluan deskripsi vegetasi tersebut ada tiga macam parameter
dinyatakan dengan salah satu atau kedua-duanya dari penutupan dasar (basal cover)
dan penutupan tajuk (canopy cover). Adapun parameter umum dari dominansi yang
dikemukakan oleh Gopal dan Bhardwaj (1979), meliputi kelindungan, biomassa, dan
hutan pada umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies tetumbuhan yang
dominan yang memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan.
Spesies tumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan mengukur
antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan
disebabkan oleh adanya aktifitas alam maupun manusia. Aktifitas manusia yang
berkaitan dengan upaya memanfaatkan hutan sebagai salah satu faktor penyebab
manusia di dalam hutan dapat bersifat merusak, juga bersifat memperbaiki kondisi
pembakaran hutan, dan perambahan dalam kawasan hutan. Adapun aktifitas manusia
reboisasi dalam rangka merehabilitasi areal kosong bekas penebangan, areal kosong
vegetasi dengan menggunakan salah satu dari beberapa metode pengambilan contoh
hutan akan sangat berguna dalam menerapkan sistem pengelolaan hutan (Indriyanto,
2006).
Potensi dan keadaan hutan yang selalu berubah karena pertumbuhan dan
menyebabkan perlu adanya informasi hutan setiap jangka waktu tertentu. Informasi
ini tidak hanya dilakukan terhadap tegakan baru atau tegakan yang mengalami
perubahan besar saja, tetapi terhadap seluruh tegakan yang ada (Simon, 2007).
atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan
penelitian yang mengarah pada analisis vegetasi, titik berat penganalisisan terletak
pada komposisi jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahui
Salah satu ciri hutan hujan tropik yang juga dapat disaksikan di hutan
pegunungan (Rifai, 1993). Lapisan-lapisan ini dibedakan atas lapisan tajuk (kanopi)
(A dan B) dan lapisan bawah (C dan D), kanopi merupakan atap hutan. Rata-rata
bertautan membentuk kesinambungan dan menjadi atap hutan. Lapisan B dihuni oleh
pohon-pohon yang masih muda dan kecil. Ketinggian rata-rata 4 sampai 20 meter.
Lapisan C dan D adalah lapisan semak dan lapisan penutup tanah (Hafild dan Aniger,
1984).
meliputi jumlah jenis ataupun banyaknya individu dari suatu jenis tumbuhan
daerah tertentu komposisi hutan berkaitan erat dengan ciri habitat dan topografi