Disusun oleh:
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri agraris dimana mayoritas masyarakatnya berprofesi
sebagai petani dan pekebun. Perekonomian negara agraris secara umum ditopang oleh sektor
pertanian dan perkebunan, meski tidak menutup kemungkinan jika negara agraris didukung
juga dengan beragam industri pengolahan sumber daya alam lainnya seperti peternakan,
perikanan, kelautan dan pertambangan. Predikat Indonesia sebagai negara agraris diperoleh
melalui dua hal, yaitu ketersediaan sumberdaya alam dan kemampuan sumberdaya manusia
dalam melakukan pengolahan. Kondisi geografis yang mendukung untuk melakukan kegaitan
pertanian dan perkebunan menjadi alasan mengapa sektor pertanian di Indonesia begitu
mendominasi. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia juga mampu
mengembangkan kearifan lokal dalam kegiatan bertani dan berkebun secara turun temurun, hal
ini dibuktikan dengan adanya kemampuan dalam mengolah dan memanfaatkan lahan
diberagam kondisi yang berbeda. Fenonena ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
mampu bertahan dan mengembangkan kemampuannya dalam bercocok tanam (Putra, 2019)
Indonesia sebagai salah satu negara besar, mempunyai luas daratan kurang lebih 200
juta hektar atau sekitar 1,5 % luas daratan di bumi. Sekitar 162 juta hektar (85 %), yang tersebar
di empat pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, sementara 123 juta
hektar diantaranya berupa lahan kering dan 39 juta hektar berupa lahan basah, baik berupa rawa
pasang surut atau rawa lebak. Sebagian besar dari jenis-jenis tanaman yang diusahakan petani
diusahakan diatas lahan kering. Dalam asasnya, diatas tanah kering orang lebih bebas
melakukan pemilihan atas jenis tanaman yanag hendak di usahakan daripada untuk lahan basah.
Karena itu didaerah-daerah lahan kering akan dijumpai beraneka ragam pola pertanamannya.
Keanekaragaman pola pertanaman di lahan kering itu bukan saja disebabkan karena banyaknya
jenis tanaman yang dapat diusahakan diatas lahan kering, tetapi juga karena perbedaan musim
hujan dan kemarau, sifat tanah, topografi dan faktor lain yang menimbulkan pola pertanaman
yang beragam (Pandiangan dan Simanungkalit, 2013). Dari luas lahan kering di Indonesia yang
mencapai 144,47 juta ha, sekitar 99,65 juta ha (68,98%) merupakan lahan potensial untuk
pertanian, sedangkan sisanya sekitar 44,82 juta ha tidak potensial untuk pertanian sebagian
besar terdapat di kawasan hutan. Sampai saat ini, pemanfaatan lahan kering di Indonesia belum
optimal sehingga produktivitasnya masih rendah. Pada masa yang akan datang, Indonesia
mungkin akan semakin bertumpu pada pertanian lahan kering beriklim kering (Heryani dan
Rejekiningrum, 2019)
Kelapa sawit dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi dengan optimal dan sesuai
dengan yang diharapkan apabila air tanah tersedia merata sepanjang waktu dalam jumlah yang
cukup dengan curah hujan 2.000 – 2.500 mm tahun-1 tanpa adanya periode kering yang nyata
atau bulan kering kurang dari satu bulan per tahun (Murtilaksono et al., 2009). Kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran
penting bagi sektor pertanian atau perkebunan, akan tetapi cara pengelolaan perkebunan kelapa
sawit di Indonesia selalu menjadi isu di dunia internasional, terutama negara-negara di Eropa
dan Amerika (Asbur dan Ariyanti, 2017). Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis
tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting dalam sektor pertanian umumnya, dan
sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tananam yang
menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per
hektarnya di dunia (Wahyudin et al., 2016). Sekitar 60% areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia terletak pada lahan kering masam dangn pembatas rendahnya pH tanah dan
ketersediaan unsur hara yang rendah (Wigena et al., 2009)
Upaya menjamin kestabilan dan peningkatan produksi kelapa sawit harus diikuti dengan
peningkatan pemeliharaan di lapang dengan penerapan teknologi budidaya yang baik yang
termasuk didalamnya aspek pemeliharaan, memegang peranan penting dalam pencapaian
2
peningkatan produksi dan produktivitas. Selain itu, lahan kelapa sawit yang semakin meningkat
dapat mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan hutan alami, sedangkan dalam
praktek pengolahan perkebunan pada umumnya berorientasi pada produksi maksimal, sehingga
sering melakukan praktek pertanian hanya untuk pencapaian produksi sesaat dengan kurang
memperhatikan sistem pertanian yang berkelanjutan (Manurung, 2017). Penerapan pertanian
dan perkebunan konvensional telah diketahui berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui
peningkataan gas rumah kaca, termasuk CO2, sehingga penerapan konservasi tanah pada bidang
pertanian merupakan langkah wajib yang harus dilaksanakan sesuai dengan UU No. 34 tahun
2014 tentang konservasi tanah dan air. Pembuatan teras gulud merupakan salah satu tindakan
konservasi tanah secara mekanik yang bertujuan menghambat erosi dan aliran permukaan
sehingga mencegah kehilangan hara, serta menampung dan meresapkan air yang mengalir
sebagai aliran permukaan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perkebunan
kelapa sawit yang diberi perlakuan teras gulud dengan mulsa vertikal dapat menurunkan aliran
permukaan, overland flow, dan erosi pada tanah.
Guna mempertahankan kesehatan tanah atau lahan perkebunan khususnya lahan
perkebunan kelapa sawit, maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan dalam praktek pertanian.
Konservasi merupakan cara yang tepat untuk mengurangi kerusakan tanah atau memulihkan
tanah-tanah yang sudah termasuk pada kategori rusak. Teknik konservasi yang umum
digunakan perkebunan kelapa sawit adalah dengan menggunakan teras bersambung, teras
individu, gulutan, rorak dan lubang biopori. Teknik-teknik tersebut diharapkan dapat
mengurangi erosi, meningkatkan daya infiltrasi tanah sehingga pada areal-areal yang memiliki
keterbatasan air akan menyimpan air lebih banyak dan memiliki cadangan air pada musim
kemarau. Selain masalah kekeringan, erosi juga dapat menjadi masalah dalam usaha budidaya
kelapa sawit di lahan kering. Oleh karena itu, pentingnya penerapan beberapa teknik konservasi
diharapkan dapat mengumpulkan memanen air hujan dan mengurangi terjadinya erosi pada
tanah yang dikarenakan erosi merupakan salah satu penyebab berkurangnya kesuburan tanah
(Manurung, 2017).
Pembuatan teras gulud merupakan salah satu tindakan konservasi tanah secara mekanik
yang bertujuan menghambat erosi dan aliran permukaan sehingga mencegah kehilangan hara,
serta menampung dan meresapkan air yang mengalir sebagai aliran permukaan. Teras gulud
merupakan penyempurnaan bentuk guludan dengan dibuatnya saluran di atas guludan sehingga
dapat menyalurkan air dengan kecepatan yang relatif lambat dan tidak merusak saluran,
mencegah air tergenang di lapangan, menurunkan permukaan air tanah, sehingga
perkembangan akar tanaman tidak terganggu serta mencegah terjadinya pencucian pupuk.
(Asbur dan Ariyanti, 2017). Selain itu, penerapan teknik guludan yang dikombinasikan dengan
lubang resapan dan mulsa untuk menekan aliran permukaan dan erosi sehingga teknik
konservasi tanah dan air tersebut dapat meningkatkan cadangan air tanah untuk pemenuhan
kebutuhan air oleh tanaman kelapa sawit saat musim kemarau sehingga produksi kelapa sawit
tetap dapat dipertahankan (Murtilaksono et al., 2009). Konservasi air di perkebunan kelapa
sawit di wilayah dengan periode kering yang mencolok sangat penting sehingga usaha seperti
pemanenan air di musim hujan untuk kemudian disimpan dalam tanah sebagai cadangan air
tanah sehingga tanaman kelapa sawit dapat mengkonsumsinya pada musim kemarau menjadi
penting. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran konservasi tanah
secara mekanik dan vegetatif dalam meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.
1.2 Pertanyaan Penelitian
1. Permasalahan apa saja yang terjadi pada lahan kelapa sawit tanpa adanya kegiatan
konservasi tanah dan air?
2. Bagaimana pengaruh aplikasi konservasi tanah dan air secara mekanik dan vegetatif
terhadap produksi kelapa sawit?
3
Dimana SWt merupakan kadar air tanah akhir (mm H2O), SWo yaitu kadar air tanah
awal pada hari ke-i (mm H2O), t adalah waktu (hari), Rday adalah jumlah hujan pada hari ke-i
(mm H2O), Ea adalah jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm H2O), Wseep adalah jumlah
air yang masuk ke zona vadose dari profil tanah (seepage) pada hari ke-i (mm H2O), Qgw
9
adalah jumlah aliran air bawah tanah (base flow/groundwater/return flow) pada hari ke-i (mm
H2O).
10
DAFTAR PUSTAKA
Achasov, A. B., A. A. Achasova, and A. V Titenko. 2019. “Soil Erosion by Assessing
Hydrothermal Conditions of Its Formation.” Global Journal of Environmental Science and
Management (GJESM) 5(S1):12–21.
Alie, M. E. R. 2015. “Kajian Erosi Lahan Pada Das Dawas Kabupaten Musi Banyuasin -
Sumatera Selatan.” Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan 3(1):749–54.
Asbur, Yenni, and Mira Ariyanti. 2017. “Peran Konservasi Tanah Terhadap Cadangan Karbon
Tanah, Bahan Organik, Dan Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.).” Jurnal
Kultivasi 16(3):402–11.
Barchia, Muhammad Faiz, Khairul Amri, and Renra Apriantoni. 2018. “Land Degradation and
Option of Practical Conservation Concepts in Manna Watershed Bengkulu Indonesia.”
TERRA : Journal of Land Restoration 1(2):23–30.
Bocco, Gerardo, and Brian M. Napoletano. 2017. “The Prospects of Terrace Agriculture as an
Adaptation to Climate Change in Latin America.” Geography Compass 11(10):1–13.
Heryani, Nani, and Popi Rejekiningrum. 2019. “Pengembangan Pertanian Lahan Kering Iklim
Kering Melalui Implementasi Panca Kelola Lahan.” Jurnal Sumberdaya Lahan 13(2):63–
71.
Idjudin, A. Abas. 2011. “Peranan Konservasi Lahan Dalam Pengelolaan Perkebunan.” Jurnal
Sumber Daya Lahan 5(2):103–16.
Khan, Nuzhat, Mohamad Anuar Kamaruddin, Usman Ullah Sheikh, Yusri Yusup, and
Muhammad Paend Bakht. 2021. “Oil Palm and Machine Learning: Reviewing One
Decade of Ideas, Innovations, Applications, and Gaps.” Agriculture 11:1–26.
Manurung, Saroha. 2017. “Evaluasi Sifat Tanah Pada Beberapa Teknik Konservasi Tanah Dan
Air Di Perkebunan Kelapa Sawit.” Jurnal Agro Estate 1(1):82–88.
Murtilaksono, Kukuh, Witjaksana Dannosarkoro, Edy Sigit Sutarta, Hasril Hasan Siregar, and
Yayat Hidayat. 2009. “Upaya Peningkatan Produksi Kelapa Sawit Melalui Penerapan
Teknik Konservasi Tanah Dan Air.” Jurnal Tanah Tropika 14(2):135–42.
Nasidi, Nuraddeen Mukhtar, Aimrun Wayayok, Ahmad Fikri Abdullah, and Muhammad SAufi
Mohd Kassim. 2020. “Vulnerability of Potential Soil Erosion and Risk Assessment at
Hilly Farms Using InSAR Technology.” Algerian Journal of Engineering and Technology
3:1–8.
Okolo, C. C., E. C. Okolo, A. L. Nnadi, F. E. Obikwelu, S. E. Obalum, and C. A. Igwe. 2019.
“The Oil Palm (Elaeis Guineensis Jacq): Nature’s Ecological Endowment to Eastern
Nigeria.” Agro-Science: Journal of Tropical Agriculture, Food, Environment and
Extension 18(3):48–57.
Osok, Rafael M., Silwanus M. Talakua, and Ellisa J. Gaspersz. 2018. “Analisis Faktor-Faktor
Erosi Tanah, Dan Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode Rusle Di DAS Wai Batu Merah
Kota Ambon Provinsi Maluku.” Jurnal Budidaya Pertanian 14(2):89–96.
Pandiangan, Dedy Gusnaryo, and Nahor M. Simanungkalit. 2013. “Penggunaan Teknologi
Konservasi Tanah Pada Pertanian Lahan Kering Di Desa Motung Kecamatan Ajibata
Kabupaten Toba Samosir.” Jurnal Geografi 5(1):75–92.
Putra, I. Made Kusuma Arya. 2019. “Pengendalian Pembukaan Lahan Perkebunan Kelapa
Sawit Sebagai Upaya Pelestarian Habitat Orangutan Di Indonesia.” Jurist-Diction
2(2):459–73.
11
Sakellariou, Michalia, Basil E. Psiloglou, Christos Giannakopoulos, and Photini V Mylona.
2021. “Integration of Abandoned Lands in Sustainable Agriculture: The Case of Terraced
Landscape Re-Cultivation in Mediterranean Island Conditions.” Land 10(5):1–16.
Satriawan, Halus, Zahrul Fuady, and Nanda Mayani. 2016. “Soil Conservation by Vegetative
Systems in Oil Palm Cultivation.” Polish Journal of Soil Science 49(2):223–35.
Suhatman, Yan, Agus Suryanto, and Lilik Setyobudi. 2016. “Studi Kesesuaian Faktor
Lingkungan Dan Karakter Morfologi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq .)
Produktif.” Jurnal Produksi Tanaman 4(3):192–98.
Sujadi, Hasrul Abdi Hasibuan, Meta Rivani, and Abdul Razak Purba. 2016. “Kadar Dan
Komposisi Kimia Minyak Pada Bagian-Bagian Buah Kelapa Sawit ( Elaeis Guineensis
Jacq .) Dari Delapan Varietas PPKS.” Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 24(2):67–76.
Wahyudi. 2014. “Teknik Konservasi Tanah Serta Implementasinya Pada Lahan Terdegradasi
Dalam Kawasan Hutan.” Jurnal Sains Dan Teknologi Lingkungan 6(2):71–85.
Wahyudin, Anthon Monde, and Abdul Rahman. 2016. “Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Quenensis Jacq) Di Desa Tolole Kecamatan Ampibabo
Kabupaten Parigi Moutong.” E-J. Agrotekbis 4(5):559–64.
Wang, Li Yan, Yi Xiao, En Ming Rao, Ling Jiang, Yang Xiao, and Zhi Yun Ouyang. 2018.
“An Assessment of The Impact of Urbanization on Soil Erosion in Inner Mongolia.”
International Journal of Environmental Research and Public Health 15:1–13.
Wibowo, Ariyanto, Tri Retnaningsih Soeprobowati, and Sudarno. 2015. “Laju Erosi Dan
Sedimentasi Daerah Aliran Sungai Rawa Jombor Dengan Model Usle Dan Sdr Untuk
Pengelolaan Danau Berkelanjutan.” Indonesian Journal of Conservation 4(1):16–27.
Wigena, I. G. P., Sudrajad, Santun R. P. Sitorus, and H. Siregar. 2009. “Karakterisasi Tanah
Dan Iklim Serta Kesesuaiannya Untuk Kebun Kelapa Sawit Plasma Di Sei Pagar,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.” Jurnal Tanah Dan Iklim (30):1–13.
Xu, Shanshan, Qinghe Zhao, Shengyan Ding, Mingzhou Qin, Lixin Ning, and Xiaoyu Ji. 2018.
“Improving Soil and Water Conservation of Riparian Vegetation Based on Landscape
Leakiness and Optimal Vegetation Pattern.” Sustainability 10(5):1–16.