Anda di halaman 1dari 11

HAMA DAN PENYAKIT PENTING TANAMAN

“Penyakit Cacar Daun (Exobasidius vexans) pada Tanaman Teh”

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Rizkyansyah Arya Mahendra 195040200111106
Hernando Aldiansyah 195040200111128
Chornelius Glori Yulio 195040200111133
Muhammad Rakha Aditya Simangunsong 195040200111166
Gari Anantya Nugroho 195040201111021
Melda Vivin Anjela 195040201111027
Andi Muhtadin Dwi Putra Ikbal 195040201111064
Lailatul Mu`afida 195040201111088
Nur Sofa Riana 195040201111097
Mega Ayu Chantika 195040201111099

Kelas : H

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
PEMBAHASAN

Penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans terkenal
sebagai penyebab utama kerugian produksi teh. Menurut Gulati et al. (1993)
bahwa penyakit cacar teh juga dapat merusak kualitas teh, karena dapat
menurunkan kandungan theaflavine, thearubigine, kafein, dan jumlah fenol.
Exobasidium vexans memproduksi banyak basidiospora dan dapat dengan mudah
terpencar secara luas. Pada tahap ini, basidiospora memiliki potensi untuk tercuci
oleh curah hujan. Ketika permukaan daun atau ranting muda dipenuhi oleh
basidiospora dan kondisi lingkungan mendukung, basidiospora akan berkecambah
dan melakukan penetrasi ke dalam epidermis daun (Fauziyah et al., 2018).

Gambar 1. E. vexans dilihat dengan mikroskop cahaya perbesaran 10 x 40


Sumber : (Wulandari, 2006)
Menurut Wulandari (2006) klasifikasi Exobasidium vexans adalah sebagai
berikut :
Kelas : Basidiomycetes
Kelas : Holobasidiomycetidae
Bangsa : Exobasidiales
Suku : Exobasidiaceae
Marga : Exobasidium
Jenis : Exobasidium vexans Massee

1. Karakteristik Gejala
Penyakit cacar daun pada komoditas teh dapat menyerang bagian
tanaman yaitu daun, tunas dan ranting-ranting yang masih muda. Pada
tanaman yang terserang tampak adanya bintik-bintik yang awalnya
berukuran kecil yang nantinya akan membesar hingga berukuran 10-15
mm. Kemudian pada bagian bawah daun yang terserang tampak pada
permukaannya lapisan selaput yang berwarna putih, terdiri dari spora-
spora (basidiospora) yang berjuta-juta jumlahnya. Pada keadaan telah
masak (tua), spora-spora tersebut akan terlepas serta akan hinggap pada
daun ataupun pada bagian ranting lain. Dalam waktu kurang lebih dari
lima hari setelah menghasilkan spora, jamur tersebut mati. Sehingga
bagian daun ataupun ranting yang terserang akan menjadi mengering
hingga mati. Setelah beberapa hari, bekas-bekas serangan tersebut akan
lapuk dan menimbulkan lubang-lubang pada daun. Pada serangan yang
hebat menyebabkan daun perdu teh menjadi gugur serta menjadikan
kuantitas ataupun kualitas produksi pada teh menurun. Serangan penyakit
ini akan menjadi parah jika keadaan kebun teh tersebut mendukung, yaitu
dengan cuaca yang sangat lembab karena penyakit tersebut sangat
berbahaya pada musim hujan (Wulandari, 2006).
Dapat dilihat dari Gambar 1, bahwa pada daun yang terserang
penyakit cacar daun yang disebabkan oleh Jamur E. vexans awalnya daun
tersebut akan tampak sehat atau tidak menunjukkan gejala infeksi.
Kemudian pada bagian (B) menunjukkan gejala yaitu berupa bercak terang
dengan bintik-bintik kecil tembus cahaya dan lebarnya. Kemudian setelah
itu diikuti dengan gejala yang tampak seperti pada bagian (C) yaitu
terdapat bercak terang dikelilingi cincin hijau tua, yang ukurannya bisa
mencapai 1-2 mm dan masih rata. Pada bagian bercak terang tersebut
dikelilingi cincin hijau tua yang berukuran 3-6 mm, ketika sudah
melengkung ke permukaan bawah daun merupakan tipe gejala tersebut
termasuk pada bagian (D). setelah itu memasuki gejala bercak berspora
yaitu bagian (E) yang dimana bercak tersebut akan meluas, melengkung
atau cembung ke bawah serta membentuk cacar. Selanjutnya memasuki
pada bagian (F) yaitu tampak bercak sudah coklat serta kering atau
berlubang (Wulandari, 2006).

Gambar 2. Perkembangan gejala cacar daun teh


Sumber : (Wulandari, 2006)
2. Karakter Patogen
Menurut Wulandari (2006) jamur Exobasidium vexans Massee
mempunyai miselium interseluler, bergaris tengah lebih kurang 1-1,5 mm.
Sebelum membentuk basidium, hifa mengadakan agregasi di bawah
epidermis dan membentuk lapisan himenium. Basidium memanjang,
akibatnya epidermis terangkat dan pecah. Basidium mempunyai 2-4
basidiospora, yang mula-mula bersel 1, tetapi biasanya menjadi bersel 2
sebelum dihamburkan.
3. Karakter Agroekosistem Yang Mendukung
Penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh pathogen dalam bentuk
jamur Exobasidium vexans Massee ini jika sporanya sudah menulari
tanaman akan menjadi semakin ganas apabila didukung oleh faktor
agroekosistem yang mendukung pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wulandari, (2006) bahwa terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan penyakit cacar daun teh. Mulai dari
kelembaban udara, kelembaban ini merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya dalam perkembangan penyakit cacar daun teh. Pelemparan
spora ke udara memerlukan kelembaban yang lebih dari 80%, sedang
untuk perkecambahan spora diperlukan kelembaban yang lebih tinggi dari
90%. Spora tidak dapat tumbuh dalam tetes air tetapi sangat baik
tumbuhnya dalam lapisan embun.

Gambar 3. Spora Exobasidius vexans


Sumber : (Chaliha et al., 2020)
Timbulnya penyakit disebabkan oleh adanya interaksi antara tanaman,
patogen, dan cuaca/iklim. Pada keadaan tanaman yang lemah, patogen
pada masa infektif, dan keadaan lingkungan yang baik (kelembaban
tinggi) merupakan kondisi yang tepat timbulnya epidemi penyakit cacar.
Adapun cahaya matahari yang dapat mempengaruhi penyakit secara tidak
langsung karena cahaya dapat mengurangi kelembaban udara dalam
kebun. Angin juga berpengaruh terhadap penyakit, karena angin dapat
mempengaruhi kelembaban udara. Penyakit lebih banyak terdapat pada
bagian-bagian kebun yang kurang berangin, misalnya yang terletak di
lereng-lereng, di lembah-lembah, dan di belakang pagar-pagar.
4. Karakter Agroekosistem Yang Kurang Mendukung
Exobasidius vexans merupakan jamur yang memproduksi banyak
basidiospora. Penyakit ini akan menyerang daun yang terinfeksi dan akan
terpancar keudara dengan mudah saat sudah matang oleh angin. Penyakit
ini dapat menyerang pada pucuk muda dan akan terserang dengan mudah
pada keadaan lingkungan yang lembab, kondisi basah, dan berkabut,
kondisi ini akan sangat memungkinkan pada musim hujan. Jika dalam
kondisi umum, jamur ini dapat menginfeksi dalam waktu 24-48 jam,
sedangkan pada kondisi yang lebih memungkinkan jamur ini dapat
berkembang lebih cepat. Jamur ini bersifat obligat karna tidak dapat hidup
dan berkembang pada media buatan.

Gambar 4. Pathogen Exobasidius vexans


Sumber : (Fauziah et al., 2018)
Disamping keadaan yang mendukung berkembangnya jamur ini,
jamur ini juga memiliki keadaan lingkungan atau rekayasa lingkungan
yang dapat menghambat perkembangan jamur ini. Salah satunya adalah
penerimaan cahaya yang baik pada tanaman teh, keadaan tanaman yang
menerima pencahayaan yang baik ini dapat mengurangi kelembaban yang
tinggi disekitar tanaman sehingga dapat mengurangi dan menghambat
perkembangan jamur Exobasidium vexans. Selain pengaturan penerimaan
cahaya, cara lain yang dapat digunakan adalah dengan penanaman teh
pada daerah lereng atau yang memiliki keadaan tpografi yang miring,
keadaan topografi yang miring umumnya memiliki kecepatan angin yang
lebih cepat, kecepatan angina ini juga berpengaruh terhadap kelembaban
udara karna mempengaruhi penguapan disekitar tanaman. Menurut
Fauziah et al (2018) keadaan udara dan angin yang kering dapat
membunuh basidiospara dalam waktu 1-2 jam. Keadaan udara yang kering
akan menurunkan kelambaban udara dan dalam waktu 8 jam basidiospora
jamur ini dapat mati jika kelembaban udara hanya 50-80%.
Selain keadaan kelembaban yang rendah serta keadaan udara yang
kering, pemusnahan bagian tanaman yang terserang jugga dapat mencegah
perkecambahan dari amur ini karna tidak dapat berkembang pada jaringan
yang mati. Menurut Chatri (2016) jamur Exobasidium vexans tidak dapat
hidup dan berkembang biak sebagai saprofit pada jaringan tanaman yang
mati dan sampai saat ini belum ditemukan tumbuhan lain yang menjadi
inangnya. Sifat jamur ini yang tidak dapat tumbuh dan berkembang pada
jaringan mati ini dapat dimanfaatkan dengan menghilangkan daerah atau
bagian tanaman yang terserang sehingga jamur Exobasidium vexans tidak
dapat berkembang biak.
5. Perkembangan Penyakit
Penularannya mudah karena spora tergolong halus dan mudah tersebar
dibawa angin. Tanaman yang mempunyai kondisi fisik lemah bisa hancur
diserang. Bibit yang masih di persemaian tidak lepas dari ancaman
penyakit cacar daun. Kelembaban udara merupakan faktor yang sangat
besar pengaruhnya dalam perkembangan penyakit cacar daun teh
(Dishutbun, 2020). Exobasidium vexans hanya dapat membiak dengan
basidiospora. Jamur tidak dapat hidup sebagai saprofit pada jaringan yang
mati. Cacar teh hanya dapat disebarkan oleh basidiospora, atau oleh
pengangkutan bahan tanaman yang hidup (Wulandari, 2006).
6. Siklus Penyakit
Menurut Chalkley (2010), siklus penyakit dari Exobasidium vexans
dimulai setelah perkecambahan basidiospora yang pada umumnya
berlangsung dalam 24 jam setelah pengendapannya pada daun teh. Seluruh
siklus hidup dapat berlangsung selama 11 hari dalam kondisi cuaca yang
kondusif bagi patogen tersebut. Menurut Sen et al. (2020), pada kondisi
iklim yang kondusif, miselium menjadi aktif dan tumbuh secara
interseluler selama beberapa waktu sebelum hymenium berkembang di
bawah epidermis pada permukaan bawah daun teh yang empuk. Dalam
jurnal ini disebutkan bahwa belum jelas apakah fenomena somatogami
dapat mengakibatkan dikariotisasi atau tidak. Bergantung pada keadaan
cuaca, siklus hidup setelah perkecambahan basidiospora dapat
diperpanjang hingga 28 hari. Batasan durasi fase perkembangan dalam
siklus hidup patogen adalah sebagai berikut:
- Dari sporulasi hingga perkecambahan 2 jam hingga 5 hari
- Dari perkecambahan hingga masuk 2-9 hari
- Dari tempat masuk ke tempat tembus cahaya (tahap I) 3-10 hari
- Dari tahap I hingga wabah basidia 6-9 hari
Infeksi terjadi melalui pembentukan appressoria dan penetrasi secara
langsung pada kutikula daun muda dan jaringan batang. Setelah infeksi
terjadi, jamur tumbuh secara interseluler selama beberapa waktu sebelum
hymenium berkembang di bawah epidermis pada permukaan bawah.
Setelah palisade paraphyses dan basidia berkembang, patogen tersebut
memaksa epidermis yang membentuk lepuh, yang kemudian pecah.
Penyakit ini menyebabkan timbulnya lesi cembung yang khas (lecet) pada
permukaan bawah daun teh yang lunak. Patogen bertahan dalam lepuh
daun nekrotik. Exobasidium vexans merupakan parasit obligat yang hanya
menggunakan tanaman teh sebagai inangnya, oleh karena itu siklus
hidupnya selesai pada tanaman teh itu sendiri.
Gambar 5. Siklus Penyakit Exobasidium vexans
Sumber : (Sen et al., 2020)
7. Epidemiologi Penyakit
Exobasidium vexans menghasilkan basidiospora dalam jumlah besar
dan mudah menyebar secara luas. Exobasidium vexans basidiospora
terbentuk pada daun yang terinfeksi, setelah dewasa akan menyebar ke
udara dan mudah tertiup angin. Pada tahap ini, basidiospora mungkin
tersapu oleh hujan. Ketika permukaan daun atau cabang muda sudah
penuh dengan basidiospora dan kondisi lingkungan mendukung untuk
berkembang, maka basidiospora akan berkecambah dan menembus ke
dalam epidermis daun (Eden, 1976).
Secara umum, basidiospora Exobasidium vexans dapat menginfeksi
daun muda dalam waktu 24-48 jam, dan dalam kondisi yang
menguntungkan, proses infeksi dapat terjadi lebih cepat. Dalam kondisi
kelembaban tinggi dan air di lapisan daun, basidiospora dapat
berkecambah dan menginfeksi daun dengan menembus membran batang
atau menembus jaringan internal melalui stomata. Infeksi biasanya terjadi
di permukaan atas daun, dan menurut Loos (1951) cit. Semangun (1991)
seluruh proses memakan waktu setidaknya 16 jam.
Perkecambahan dimulai dengan pembentukan buluh kecambah.
Setelah buluh kecambah utuh terbentuk, maka terbentuklah benda yang
disebut folikel rambut. Tubuh jamur ini menempel erat pada permukaan
daun akibat cairan yang dihasilkan Exxonella. Di udara kering,
basidiospora akan mati dalam 1-2 jam, sedangkan pada kelembaban 50-
80%, basidiospora akan mati dalam waktu 3-6 jam. Pada suhu 10–25°C,
jika ada air, basidiospora ini akan berkecambah dalam waktu 2–2,5 jam
(Agrios, 2004).
Gambar 6. Basidispora Exobasidius vexans
Sumber : (Fauziyah et al., 2018)
8. Pengendalian
Dalam proses budidaya tanaman, seringkali terjadi beberapa serangan
hama maupun penyakit yang dapat mengganggu tanaman budidaya hingga
menurunkan hasil panen dan nilai ekonomis dari suatu tanaman. Pada
beberapa kasus, tanaman seringkali diserang penyakit yang dapat
disebabkan oleh beberapa mikroorganisme penyebab penyakit seperti
virus, bakteri, maupun jamur. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
pengendalian OPT. Pengendalian merupakan suatu langkah tepat yang
digunakan untuk meminimalisir terjadinya serangan hama maupun
penyakit pada suatu tanaman. Berikut merupakan beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mengendalikan maupun mencegah adanya suatu
penyakit menurut Ardiana (2006):
- Mengurangi pohon pelindung (peteduh). Upaya ini dilakukan agar
intensitas matahari yang masuk ke dalam lahan budidaya tanaman teh
semakin besar sehingga lingkungan di sekitar tidak lembab yang dapat
memicu datangnya penyakit sesuai dengan prinsip segitiga penyakit.
- Pemangkasan perdu teh pada musim kemarau. Upaya ini dilakukan
pada tunas-tunas yang baru tumbuh sesudah pemangkasan karena pada
saat inilah tanaman teh sangat rentan terhadap cacar. Upaya ini
bertujuan agar tunas-tunas kembali berkembang dalam cuaca yang
kering/
- Menggunakan klon-klon yang tahan untuk meremajakan kebun-kebun
yang rentan terhadap cacar. Seperti PS 1, SA 40, Cin 143, dan lain-
lain.
Selain itu, terdapat beberapa pengendalian yang dapat dilakukan untuk
menurunkan serangan dari penyakit cacar daun (Exobasidium vexans
Massae). Contohnya dengan menggunakan mikroorganisme antagonis. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rayati (2010),
mikroorganisme filosfer teh yang bersifat antagonis terhadap Exobasidium
vexans yang pada kondisi semilapangan efektif dapat menekan infeksi
penyakit cacar, antara lain jamur Verticillium sp. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Dini (2011), menyatakan bahwa penggunaan compost tea
yang dibuat dari campuran kotoran kambing dan A. pintoi yang efektif
dapat menekan intensitas penyakit cacar pada kondisi serangan yang berat.
Seperti yang telah diketahui bahwa compost tea atau ekstrak kompos
adalah ekstrak cair kompos yang mengandung konsentrat mikroorganisme
berguna, juga sebagai sumber mikroorganisme antagonis potensial.
KESIMPULAN

Karakteristik gejala penyakit cacar daun pada komoditas teh dapat


menyerang bagian tanaman yaitu daun, tunas dan ranting-ranting yang masih
muda. Kemudian pada bagian bawah daun yang terserang tampak pada
permukaannya lapisan selaput yang berwarna putih, terdiri dari spora-spora
(basidiospora) yang berjuta-juta jumlahnya. Karakter agroekosistem yang
mendukung penyakit ini dapat menyerang pada pucuk muda dan akan terserang
dengan mudah pada keadaan lingkungan yang lembab, kondisi basah, dan
berkabut, kondisi ini akan sangat memungkinkan pada musim hujan. Disamping
keadaan yang mendukung berkembangnya jamur ini, jamur ini juga memiliki
keadaan lingkungan atau rekayasa lingkungan yang dapat menghambat
perkembangan jamur ini. Salah satunya adalah penerimaan cahaya yang baik pada
tanaman teh, keadaan tanaman yang menerima pencahayaan yang baik ini dapat
mengurangi kelembaban yang tinggi disekitar tanaman sehingga dapat
mengurangi dan menghambat perkembangan jamur Exobasidium vexans.
Selain keadaan kelembaban yang rendah serta keadaan udara yang kering,
pemusnahan bagian tanaman yang terserang jugga dapat mencegah
perkecambahan dari jamur ini karna tidak dapat berkembang pada jaringan yang
mati. Secara umum, basidiospora Exobasidium vexans dapat menginfeksi daun
muda dalam waktu 24-48 jam, dan dalam kondisi yang menguntungkan, proses
infeksi dapat terjadi lebih cepat. Upaya ini dilakukan agar intensitas matahari
yang masuk ke dalam lahan budidaya tanaman teh semakin besar sehingga
lingkungan di sekitar tidak lembab yang dapat memicu datangnya penyakit sesuai
dengan prinsip segitiga penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 2004. Plant Pathology 3 rd ed. Academic Press, New York.
Chaliha, C., E. Kalita, and P. Verma. 2019. Optimizing In vitro Culture
Conditions for the Biotrophic Fungi Exobasidium vexans Through
Response Surface Methodology. Indian Journal of Microbiology Vol 60 :
167–174 https://doi.org/10.1007/s12088-019-00846-6
Charti Moralita. 2016. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Prenada Media.
Jakarta
Chalkley, D. 2010. Blister blight of tea - Exobasidium vexans. Systematic
Mycology and Microbiology Laboratory, ARS, USDA. Website:
https://nt.ars-grin.gov/. Retrieved in December 21, 2020
Dini Jamia Rayati. 2011. Berbagai Cara Pengendalian Nonkimiawi:
Efektivitasnya Terhadap Penyakit Cacar (Exobasidium vexans Massee)
pada Tanaman Teh. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 14(2): 47-58
Dishutbun. 2020. PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TANAMAN TEH
(Camelia sinensis L). Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan
Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMBPTKP). Dinas
Kehutanan dan Perkebunan.
Eden, T . 1976. Tea. Longman Group Ltd, London.
Gulati, A., S.D. Ravindranath, G. Satyanarayana, & D.N. Chakraborty. 1993.
Effect of Blister Blight on Infusion Quality in Orthodox Tea. Indian
Phytopathology. 46: 155−159.
Norma, Fauziyah., Bambang Hadisutrisno, & Achmadi Priyatmojo. 2018. Waktu
Pemencaran dan Pengaruh Jenis Air terhadap Perkecambahan
Basidiospora Exobasidium vexans, Penyebab Penyakit Cacar Daun Teh.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 22:66–71.
Rayati, Dini Jamia. 2010. Daya Antagonistik Jamur Filosfer Teh Terhadap
Exobasidium vexans Massee, Jamur Penyebab Penyakit Cacar pada
Tanaman Teh. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 13(1-2): 29-36
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sen, Surjit & Rai, Manjula & Das, Diptosh & Chandra, Swarnendu & Acharya,
Krishnendu. (2020). Blister blight a threatened problem in tea industry:
A review. 10.1016/j.jksus.2020.09.008.
Wulandari, Ardiana Freni. 2006. INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI
PENYAKIT-PENYAKIT PADA BEBERAPA KLON TEH (Camellia
sinensis L.) DI PT RUMPUN SARI KEMUNING. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Anda mungkin juga menyukai