Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN BAYAM CABUT


(Amaranthus tricolor L.)

Disusun oleh :
Andi Muhtadin Dwi Putra Ikbal NIM. 195040201111064

Kelas H
Program Studi Agroekoteknologi Komoditas
Bayam

Asisten Kelas : Ahmad Ali Yuddin Fitra

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN MALANG
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

Disetujui oleh :
Asisten Kelas

Ahmad Ali Yuddin Fitra


NIM. 165040200111105

ii
RINGKASAN

Andi Muhtadin Dwi Putra Ikbal. 195040201111064. Pengaruh Jenis Media


Tanam dan Pengaplikasian Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.), Dibawah Bimbingan
Ahmad Ali Yuddin Fitra. 165040200111105.

Tanaman bayam cabut merupakan salah satu sayur yang mudah dikembangkan
dengan baik karena dapat ditanam setiap tahun dan tergolong dalam tanaman yang
toleran terhadap suhu tinggi. Tanaman bayam cabut tumbuh dengan baik pada
kondisi lingkungan yang memiliki suhu dan kelembapan udara yang tinggi,
meskipun bayam cabut juga dapat tumbuh pada kondisi suhu dan kelembapan
yang rendah. Bayam cabut merupakan contoh sayuran yang paling sering dijumpai
dalam setiap makanan sehari-hari. Melihat banyaknya manfaat yang terkandung di
dalam bayam cabut serta proses budidaya yang tergolong mudah, membuat
tanaman bayam cabut menjadi salah satu tanaman yang diproduksi dalam jumlah
banyak. Namun seiring berjalannya waktu produksi bayam di Indonesia
mengalami penurunan. Jika dianalisis lebih dalam, menurunnya kualitas bayam
cabut dapat disebabkan karena perawatan yang kurang intensif. Perawatan dengan
cara memerhatikan kondisi fisiologis dan biologis tanaman. Seperti penyiangan
serta pengendalian hama dan penyakit Selain itu, teknik budidaya yang
diaplikasikan tidak sesuai dengan kriteria bayam cabut yang bermacam-macam
sehingga pertumbuhan dan perkembangan bayam tidak optimal. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk meminimalisir permasalah tersebut ialah dengan cara
perlakuan media tanam serta pengaplikasi pupuk anorganik tepat dosis. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh media tanam dan
pengaplikasian pupuk anorganik pada tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor
L.).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan oktober sampai Desember 2020.
Lokasi praktikum bertempat di pekarangan rumah yang berada di Jalan Baji Gau 1
No. 12, RT 008/RW 001, Kelurahan Baji Mappakasunggu, Kecamatan Mamajang,
Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan 90134. Peralatan yang digunakan pada
praktikum ini yaitu berupa alat seperti polybag, cetok, ember, gayung, botol
sprayer, label identitas, kamera, penggaris, timbangan analitik, buku, dan gunting
serta bahan seperti benih unggul Bintang Asia (Amarin), air, media tanam berupa
tanah, kompos, sekam, pupuk NPK (15:15:15) merek kuda dan singa. Adapun
perlakuan dari penelitian ini ialah perlakuan jenis media tanam berupa tanah, tanah
+ kompos dan tanah + sekam. Adapun parameter yang diamati yaitu parameter
pertumbuhan, parameter hasil, keragaman arthropoda, dan intensitas penyakit.
Hasil penelitian menunjukkan, terdapat perbedaan yang signifikan antara ketiga
perbedaan perlakuan jenis tanaman terhadap respon pertumbuhan tanaman bayam

ii
i
cabut. Hasil pertumbuhan yang maksimal terdapat pada perlakuan tanah + sekam.
Hal tersebut dapat dilihat dari parameter pertumbuhan meliputi parameter tinggi
tanaman dan jumlah daun yang terus meningkat. Tinggi tanaman dan jumlah daun
yang terus meningkat menyebabkan berat basah tanaman yang dihasilkan menjadi
maksimal.

SUMMARY

Andi Muhtadin Dwi Putra Ikbal. 195040201111064. The Effect of Planting


Media Types and Application of Inorganic Fertilizers on the Growth of
Spinach (Amaranthus tricolor L.) under the guidance of Ahmad Ali Yuddin
Fitra. 165040200111105.

Spinach is one of the vegetables that is easy to grow well because it can be planted
every year and is classified as a plant that is tolerant of high temperatures. Pulled
spinach plants grow well in environmental conditions that have high temperature
and humidity, although spinach can also grow in conditions of low temperature
and humidity. Shredded spinach is an example of a vegetable that is most often
found in every daily diet. Seeing the many benefits contained in spinach pulled and
the cultivation process that is relatively easy, making spinach pulled into one of the
plants that are produced in large quantities. However, over time, spinach
production in Indonesia has decreased. If analyzed more deeply, the deterioration
in the quality of pulled spinach can be caused by less intensive care. Treatment by
paying attention to the physiological and biological conditions of the plant. Such
as weeding and controlling pests and diseases. In addition, the cultivation
technique applied is not in accordance with the various criteria of spinach pull so
that the growth and development of spinach is not optimal. One of the efforts that
can be made to minimize this problem is by treating the planting medium and
applying the right dose of inorganic fertilizers. This study aims to determine and
study the effect of growing media and the application of inorganic fertilizers on
spinach plants (Amaranthus tricolor L.).
This research was conducted from October to December 2020. The
location of the practicum is located in the yard of the house on Jalan Baji Gau 1
No. 12, RT 008 / RW 001, Baji Mappakasunggu Village, Mamajang District,
Makassar City, South Sulawesi Province 90134. The equipment used in this
practicum is in the form of tools such as polybags, trowels, buckets, scoops,
sprayer bottles, identity labels, cameras, rulers , analytical scales, books, and
scissors as well as materials such as superior seeds of the Asian Star (Amarin),
water, planting media in the form of soil, compost, husks, NPK fertilizer
(15:15:15) brands of horses and lions. The treatment of this research is the
treatment of planting media types in the form of soil, soil + compost and soil +
husk. The parameters observed were growth parameters, yield parameters,
arthropod diversity, and disease intensity.
The results showed that there were significant differences between the three
different types of plant treatments on the growth response of the spinach plant. The
maximum growth results are found in soil + husk treatment. This can be seen from
the growth parameters including the parameters of plant height and the number of
leaves which continues to increase. Plant height and the number of leaves that
continue to increase cause the maximum wet weight of the plant to be produced.

iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang dengan izin-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu.
Laporan ini berisi tentang pembahasan mengenai teknologi produksi tanaman yang
dilaksanakan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Teknologi Produksi
Tanaman. Mudah-mudahan melalui laporan ini, para pembaca mendapat tambahan
wawasan mengenai budidaya tanaman bayam hijau.
Dalam prosesnya, penulisan laporan ini tidak lepas dari hambatan baik dari diri
saya maupun dari luar. Saya menyadari bahwa kelancaran penulisan laporan ini
tidak lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan berbagai pihak sehingga segala
kendala yang dihadapi dapat teratasi. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh
pihak yang telah membantu menyusun penulisan laporan ini serta membimbing
saya, khususnya Ahmad Ali Yuddin sebagai asisten praktikum. Saya menyadari
bahwa penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan dan belum sempurna. Atas
segala kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, saya ucapkan terima
kasih. Akhir kata, saya berterima kasih atas ketersediaannya untuk membaca
laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Makassar, 18 Desember 2020

Andi Muhtadin Dwi Putra Ikbal


NIM. 195040201111064

DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
RINGKASAN........................................................................................................iii
SUMMARY...........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................viii

v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................ix
1. PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3
2.1 Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.)..........................................3
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Bayam Cabut........................................................5
2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut...................................................7
2.4 Teknik Budidaya Tanaman Bayam................................................................7
2.5 Pengaruh Komposisi Media Tanam.............................................................10
3. BAHAN DAN METODE.................................................................................12
3.1 Waktu dan Tempat.......................................................................................12
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................................12
3.3 Cara Kerja....................................................................................................12
3.4 Parameter Pengamatan.................................................................................15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................17
4.1 Kondisi Umum Lahan..................................................................................17
4.2 Parameter Pertumbuhan...............................................................................17
4.3 Parameter Hasil............................................................................................22
4.4 Keragaman Arthropoda pada Tanaman Bayam Cabut.................................24
4.5 Intensitas Penyakit Tanaman Bayam Cabut.................................................25
4.6 Pembahasan Umum......................................................................................26
5. PENUTUP.........................................................................................................30
5.1 Kesimpulan..................................................................................................30
5.2 Saran.............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
LAMPIRAN.........................................................................................................35

vi
Nomor Halaman

DAFTAR TABEL

Teks
1. Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap Tinggi Tanaman ...............................
17
2. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Jumlah Daun ..................................... 20
3. Berat Basah Tanaman Bayam Cabut .............................................................. 22
4. Keanekaragaman Arthropoda .........................................................................
24
5. Intensitas Penyakit ......................................................................................... 25

vi
i
Nomor Halaman

DAFTAR GAMBAR

Teks
1.Tanaman Bayam Cabut ..................................................................................... 3
2. Pengolahan Tanah ............................................................................................ 8
3. Bayam Cabut pada saat panen ........................................................................ 10
4. Grafik Tinggi Tanaman ..................................................................................
18
5. Grafik Jumlah Daun ....................................................................................... 21
6. Grafik Berat Basah Tanaman ......................................................................... 23
DAFTAR LAMPIRAN

Teks
1. Deskripsi Varietas .......................................................................................... 35
2. Perhitungan Pupuk per Polybag...................................................................... 36
3. Data Pengamatan Semua Parameter ............................................................... 37
4. Logbook Kegiatan + Dokumentasi ................................................................. 38
5. Dokumentasi Pertumbuhan dan Hasil Tanaman.............................................. 41

viii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman hortikultura umumnya merupakan komoditas yang memiliki prospek
yang baik untuk dikembangkan karena memiliki nilai komersil yang cukup tinggi,
sayur misalnya. Tanaman bayam hijau merupakan salah satu sayur yang mudah
dikembangkan dengan baik karena dapat ditanam setiap tahun dan tergolong
dalam tanaman yang toleran terhadap suhu tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nina dan Ambar (2020) yang menyatakan bahwa tanaman bayam hijau tumbuh
dengan baik pada kondisi lingkungan yang memiliki suhu dan kelembapan udara
yang tinggi, meskipun bayam hijau juga dapat tumbuh pada kondisi suhu dan
kelembapan yang rendah. Bayam hijau merupakan contoh sayuran yang paling
sering dijumpai dalam setiap makanan sehari-hari. Dalam praktiknya, bayam hijau
banyak mengandung beberapa kandungan gizi dan serat yang berguna untuk
tubuh.
Kebutuhan nasional akan bayam cabut tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
data produksi tanaman bayam yang dianalisis oleh Badan Pusat Statistik (2020),
produksi tanaman bayam mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2015 sebesar
150.093 ton/ha menjadi 162.277 ton/ha pada tahun 2019. Berdasarkan hal
tersebut, grafik produksi tanaman bayam terus meningka dalam 5 tahun terakhir.
Namun seiring berjalannya waktu dengan permintaan pasar yang terus meningkat,
produksi bayam di Indonesia akhirnya mengalami penurunan. Pada tahun 2019,
produksi bayam mengalami penurunan sebesar 1.971 ton/ha menjadi 160.306
ton/ha. Hal ini menjadi pokok permasalahan yang terjadi secara umum pada
produksi pertanian, baik itu komoditas hortikultura maupun lainnya. Jika
dianalisis lebih dalam, menurunnya kualitas bayam cabut dapat disebabkan karena
perawatan yang kurang intensif. Perawatan dengan cara memerhatikan kondisi
fisiologis dan biologis tanaman. Seperti penyiangan serta pengendalian hama dan
penyakit Selain itu, teknik budidaya yang diaplikasikan tidak sesuai dengan
kriteria bayam cabut yang bermacam-macam sehingga pertumbuhan dan
perkembangan bayam tidak optimal. Selain itu, semakin berkurangnya lahan
subur yang disebabkan dari maraknya praktik penggunaan pupuk anorganik oleh
petani secara berlebihan. Akibatnya, praktik tersebut membuat tanah menjadi
lebih padat dan kandungan bahan organik serta mikroorganisme yang terdapat di

1
dalam tanah menjadi kurang. Secara tidak langsung, tanah tersebut berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman bayam, produktivitas menurun
dan praktik pupuk anorganik tersebut menciptakan polusi lingkungan yang berasal
dari emisi CO2.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya perlakuan media tanam yang
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman bayam hijau. Sehingga
diharapkan nantinya dapat menambah unsur hara dan bahan organik yang terdapat
dalam media tanam tersebut. Pemberian pupuk anorganik sesuai dosis juga
diharapkan mampu menambah pasokan unsur hara yang diperlukan tanaman.
Selain itu, teknik budidaya yang tepat juga diperlukan agar tanaman bayam hijau
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum ini ialah dapat mengetahui pengaruh media
tanam dan aplikasi pupuk anorganik pada tanaman bayam cabut
(Amaranthus tricolor L.).

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.)

Gambar 1.Tanaman Bayam Cabut


(Sumber: Gunawan, 2013)
Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.) merupakan salah satu tanaman
yang berasal dari komoditas hortikultura musiman yang banyak dibudidayakan
oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini banyak dibudidayakan karena tanaman
ini termasuk berumur pendek sehingga pemanenannya dapat dilakukan dengan
cepat. Selain itu, terjadinya peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan

2
meningkatnya kebutuhan gizi masyarakat sehingga produksi sayuran ini
diharapkan dapat mengimbangi peningkatan jumlah penduduk. Tanaman ini
digemari karena banyak mengandung kandungan gizi dan serat yang berguna
untuk tubuh. Menurut Rahayu et al. (2013), bayam hijau mengandung
karbohidrat, protein, betacarotenem vitamin B kompleks, dan vitamin C serta
serat. Tanaman bayam cabut juga tergolong dalam tanaman yang berumur pendek
sehingga permintaan dan produksi bayam cabut selalu meningkat tiap tahunnya
(Sahat dan Iteu, 2000). Bayam cabut merupakan tanaman yang telah lama
dibudidayakan, yaitu sekitar 6700 tahun SM dan berasal dari Amerika
(Departement Agriculture, Forestry and Fisheries dalam Zuryanti et al., 2016).
Menurut (Gunawan dalam Rachmatullah, 2017), tanaman bayam cabut dapat
diklasifikasikan kedalam kingdom plantae, divisi magnoliophyta, kelas
magnolipsida, ordo caryophyllales, famili amaranthaceae, genus amaranthus, dan
spesies amaranthus tricolor L.
2.1.2 Morfologi Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.)
Bayam cabut merupakan salah satu jenis tanaman berbentuk perdu (semak) yang
masuk ke dalam anggota tanaman yang berakar tunggang dan berakar samping
(Rukmana, 2006). Berdasarkan morfologinya, tanaman bayam cabut dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu akar, batang, daun, bunga, dan biji. Secara umum,
akar berfungsi sebagai tempat masuknya mineral (zat-zat hara) dari tanah menuju
ke seluruh bagian tumbuhan, juga untuk menunjang dan memperkokoh berdirinya
tumbuhan di tempat hidupnya Akar pada tanaman bayam secara visual termasuk
ke dalam akar tunggang, tidak berkayu, dan berwarna putih kekuningan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Sunarjono, 2014), bayam berakar tunggang dan berakar
samping, akarnya berwarna putih, dan memiliki akar samping yang kuat, tegak
dan agak dalam.
Batang adalah bagian dari tubuh tanaman yang menghasilkan daun, struktur
reproduktif dan umumnya tegak diudara. Batang dan akar mempunyai struktur
umum yang sama, yaitu mempunyai stele dengan xylem dan floem, pericycle,
endodermis, korteks dengan endodermis. Yang membedakan antara batang dan
akar adalah struktur pembuluhnya, ruas dan buku-buku (Heddy dalam Haerani,
2018). Warna batang pada tanaman bayam bermacam-macam, tapi tanaman
bayam yang dibudidayakan saat ini adalah berjenis bayam cabut yang memiliki

3
batang berwarna hijau. Batang pada bayam berbentuk tegak, tebal, berdaging dan
banyak mengandung air serta tumbuh tinggi diatas permukaan tanah (Haerani,
2018).
Daun adalah organ-organ khusus yang mempunyai fungsi sebagai tempat
fotosintesis. Dapat dikatakan bahwa daun merupakan pusat transformasi
fotosintesis yang sangat penting bagi tanaman. Morfologi daun sangat bervariasi
pada beberapa jenis tanaman (Heddy dalam Haerani, 2018). Daun bayam
umumnya berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing dan memiliki
uraturat daun yang jelas serta daunnya berwarna hijau dan lebar (Fatimah, 2009).
Apabila dilihat secara visual, tanaman bayam termasuk tanaman yang berdaun
tunggal.
Bunga merupakan alat perkembangbiakan karena di dalam bunga terdapat alat-
alat reproduksi, seperti benang sari, putik dan kandung lembaga. Bunga seringkali
dikatakan sebagai hasil modifikasi dari daun karena letaknya di bagian ujung
batang. Bunga pada tanaman bayam tersusun majemuk tipe yang rapat, bunga
bayam berukuran sangat kecil, terdiri dari daun bunga 4-5 buah, benang sari 1-5
buah dan bakal buah 2-3 buah. Bunga keluar dari ujung-ujung tanaman atau ketiak
daun yang tersusun seperti malai yang tumbuh tegak. Tanaman bayam dapat
tumbuh sepanjam musim dengan perkawinan yang bersifat unisexual yaitu dapat
menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Bunga hanya muncul pada waktu-
waktu tertentu dengan bantuan angin dan serangga (Fatimah, 2009)
Biji merupakan komponen yang penting dalam perbanyakan tanaman. Setiap
malai bunga dapat menghasilkan ratusan hingga ribuan biji. Ukuran biji bayam
sangat kecil, bentuknya bulat dan berwarna coklat tua mengkilat hingga berwarna
hitam (Fatimah, 2009).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Bayam Cabut
Dalam budidaya tanaman bayam cabut, agar mendapatkan hasil dengan kualitas
yang baik dan maksimal harus memperhatikan syarat tumbuh, teknik budidaya,
dan teknologi produksi yang digunakan. Syarat tumbuh merupakan ketentuan atau
skala pertumbuhan dari suatu tanaman sehingga tumbuhan dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Seluruh jenis tanaman, termasuk bayam cabut, tidak
akan terlepas dari faktor lingkungan yang sesuai, sehingga tanaman bayam cabut

4
dapat berproduksi secara optimal sehingga nantinya diharapkan menciptakan hasil
yang maksimal. Syarat tumbuh tanaman bayam cabut antara lain :
2.2.1 Iklim
Tanaman bayam cabut memiliki kemampuan daya adaptasi cukup luas terhadap
lingkungan tempat tumbuh dan berkembangnya. Di Indonesia sendiri bayam cabut
dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi yaitu berkisar antara 5-2000 m
diatas permukaan laut. Tanaman bayam akan tumbuh dengan baik apabila ditanam
di lahan terbuka dengan sinar matahari penuh atau berawan dan tidak tergenang
air, Karena kebutuhan sinar matahari untuk tanaman bayam berkisar 400-800
foodcandles yang akan mempengaruhi pertumbuhan optimum dengan suhu rata-
rata 20o-30oC. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
Kurniawan dan Listiatie (2014) yang menyatakan bahwa suhu lingkungan yang
berkisar antara 24,75-30,25oC merupakan batasan tanaman bayam cabut untuk
tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan karena tanaman bayam cabut
memiliki pertumbuhan yang optimal apabila berada pada dataran tinggi dan
memiliki suhu lingkungan yang rendah berkisar antara 16oC-20oC (Susila, 2006).
Selain suhu lingkungan, pertumbuhan tanaman bayam cabut juga erat kaitannya
dengan curah hujan dan kelembaban pada lingkungan tersebut. Curah hujan
sebesar 1000-2000 mm, dan kelembaban diatas 60%. Adapun pendapat lain dari
(Kesuma dan Zuchrotus, 2013) yang menyatakan bahwa kelembaban sebesar 40-
60% dianggap sebagai kelembaban optimal. Tanaman bayam cabut termasuk jenis
tanaman yang memerlukan tingkat kelembaban yang optimal karena kondisi
lembab menyebabkan banyaknya air yang diserap ke dalam tanaman sehingga
mendukung aktivitas pemanjangan sel-sel (Kurniawan dan Listiatie, 2014). Waktu
yang baik untuk menanam bayam cabut adalah pada awal musim hujan yaitu
pada bulan Oktober-November karena pada awal musim hujan hama dan penyakit
tanaman belum banyak menyerang. Selain itu, pada awal musim kemarau yaitu
pada bulan Maret-April karena pada akhir musim hujan masih tersedia air yang
cukup sehingga benih bayam cabut dapat tumbuh dengan cepat, namun setelah itu
penyiraman harus dilakukan apabila matahari sangat terik (Yusro, 2017).

5
2.2.2 Tanah
Tanaman bayam cabut termasuk jenis tanaman yang mampu beradaptasi di segala
jenis tanah yang subur dan bertekstur gembur karena tekstur tanah yang berat akan
menyulitkan produksi dan pada saat pemanenan. Bayam cabut membutuhkan
tanah yang mengandung bahan organik, bayam cabut dapat tumbuh dengan baik
jika dilakukan penambahan bahan organik yang cukup banyak (Yusro, 2017). Ph
tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah berkisar antara 6-7 yang
bersifat netral (Rukmana dalam Kurniawati dan Emil, 2019). Tanaman bayam
cabut tumbuh dengan optimal dengan Ph seperti itu karena apabila Ph tanah diatas
7 (basa), maka tanaman ini akan mengalami klorosis yang ditandai dengan
pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putihkekuning-kuningan
akibat ketersediaan unsur Nitrogen, besi, Mangan, Borium, dan tembaga yang
relatif sedikit. Sebaliknya, pada Ph dibawah 6 (asam) maka pertumbuhan tanaman
bayam cabut akan menurun akibat unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, dan
magnesium yang menurun dengan sangat cepat (Rukmana, 2010).
2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut
Fase pertumbuhan tanaman bayam terdiri daru dua fase yaitu vegetatif dan fase
generatif. Menurut Solikin (2013), pertumbuhan vegetatif dan generatif adalah
proses penting dalam siklus hidup setiap jenis tumbuhan. Pertumbuhan pada fase
vegetatif ditandai dengan adanya pertambahan volume, jumlah, bentuk dan ukuran
organ-organ vegetatif seperti daun, batang dan akar yang dimulai dari
terbentuknya daun pada proses perkecambahan benih hingga awal terbentuknya
organ generatif. Sedangkan pertumbuhan generatif adalah pertumbuhan organ
generatif yang dimulai dengan terbentuknya primordia bunga hingga buah masak.
Kedua proses dan fase pertumbuhan ini ditentukan oleh faktor genetik dan
lingkungan, serta tempat tumbuh tanaman. Penanda dari fase vegetatif adalah
tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini telah dibuktikan pada saat penelitian
yang dilakukan oleh Kusumawati et al. (2015) yang menyatakan bahwa terjadi
penambahan tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman yang menandakan
bahwa pertumbuhan tanaman masih berada pada fase pertumbuhan vegetatif.
Tanaman bayam cabut akan mencapai kandungan klorofil maksimalnya pada fase
vegetatif sebelum memasuki fase generatif (Sardoei et al., 2014). Fase awal

6
pertumbuhan atau vegetatif dimulai pada 2 MST sampai 4 MST, sedangkan fase
generatif terjadi pada 5 MST dengan membentuk dua jenis bunga yaitu bunga
jantan dan bunga betina (Sidemen et al., 2017).
2.4 Teknik Budidaya Tanaman Bayam
Budidaya bayam cabut bukan merupakan hal baru lagi di Indonesia. Namun
dalam prosesnya juga perlu diketahui hal-hal yang harus diperhatikan dan
dilaksanakan selama budidaya berlangsung, sehingga bayam cabut dapat tumbuh
dengan baik dan menghasilkan produksi yang maksimal. Berikut merupakan
teknik budidaya bayam cabut menurut Setyaningrum dan Cahyo (2012),
2.4.1 Persiapan Benih
Benih bayam yang dapat ditanam adalah benih bersertifikat yang bisa dibeli di
toko pertanian. Benih bayam juga bisa dibuat sendiri, yaitu diambil dari tanaman
bayam yang berumur tiga bulan. Benih yang diambil dari tanaman yang terlalu
muda dan tidak tahan lama jika disimpan dan daya tumbuhnya juga kurang baik.
Benih yang diambil dari tanaman induk dikeringkan terlebih dahulu dengan cara
dijemur, kemudian dirontokkan. Untuk penanaman pada lahan 100 m 2, dibutuhkan
benih bayam sebanyak 30-40 g benih
2.4.2 Pengolahan Tanah

Gambar 2. Pengolahan Tanah


(Sumber: Setyaningrum dan Cahyo, 2012)
Tanah yang digunakan sebaiknya bukan bekas tanaman sefamili, untuk
menghindari serangan dari hama tanaman sebelumnya. Pengolahan tanah diawali
dengan membersihkan gulma dan rumput liar agar tidak menjadi sarang hama dan
penyakit. Selanjutnya mengolah tanah menggunakan bajak atau cangkul hingga
menghasilkan tanah yang gembur. Kemudian membuat bedengan/guludan dengan

7
panjang sesuai lahan. Setelah itu mencampur pupuk kandang dengan tanah di
bedengan sebagai pupuk dasar dengan dosis 100 kg untuk luasan lahan 100 m2.
2.4.3 Penanaman
Waktu penanaman bayam cabut yang baik adalah awal musim hujan (Oktober-
November) atau awal musim kemarau (Maret-April). Sedangkan cara menanam
bayam cabut adalah benih bayam disebar secara berderet maupun merata ke
semua arah, kemudian ditutup dengan lapisan tanah tipis-tipis dengan kebutuhan
benih setiap bedeng sekitar 3,63 gram.
2.4.4 Pemeliharaan
Menjaga keadaan tanaman bayam cabut agar tetap sehat dan produktif perlu
dilakukan usaha seperti perawatan. Perawatan yang harus diberikan pada tanaman
bayam cabut antara lain, penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan
pemberantasan hama. Benih yang telah ditanam akan tumbuh menjadi tanaman
muda sekitar lima hari setelah tanam. Pada saat itu, pemeliharaan tanaman harus
segera dilakukan. Penyiraman tanaman harus rutin dilakukan setiap pagi dan sore
hari. Penyiraman masih tetap menggunakan sprayer yang halus karena akar
tanaman muda belum benar-benar kuat dengan siraman air yang deras. Setelah
tanaman terlihat kuat, barulah dapat disiram dengan gembor atau selang air biasa
atau dapat menggunakan gayung. Pemeliharaan selanjutnya ialah pemupukan.
Pemupukan tanaman bayam dapat dilakukan setelah satu minggu benih ditanam,
ketika tanaman bayam berada pada fase vegetatif pertumbuhan akar, batang, dan
daun. Pupuk yang dibutuhkan untuk lahan 100 m2 adalah urea sebanyak 1,5 kg,
TSP 1 kg, dan KCl 0,75 kg. Pemupukan dilakukan dengan cara menyebar pupuk
di sebelah kiri dan kanan bedengan/guludan. Pemupukan dilakukan satu kali
untuk satu musim tanam.
Penyiangan tanaman harus segera dilakukan dengan cara mencabuti gulma atau
rumput liar yang ada di sekitar tanaman. Pada kegiatan penyiangan sekaligus
dilakukan juga penjarangan tanaman. Tanaman yang tumbuhnya terlalu
rapat/berdesak-desakan harus dijarangkan dengan cara mencabut tanaman atau
memotong tanaman yang pertumbuhannya tidak sempurna maupun terjepit agar
pertumbuhan dan proses fotosintesis terfokus pada beberapa tanaman saja.
Selanjutnya adalah penanggulangan hama dan penyakit. Meskipun tanaman

8
bayam merupakan tanaman berumur pendek, tetapi pengendalian hama dan
penyakit tetap harus diperhatikan. Hal ini karena hama dan penyakit dapat meluas
dalam waktu yang singkat. Beberapa hama dan penyakit yang biasa menyerang
tanaman bayam adalah sebagai berikut.
• Kutu Daun. Kutu daun biasanya menyerang tanaman dengan cara mengisap
cairan daun. Hal ini menyebabkan daun menjadi melengkung dan berpilin.
Pada serangan yang parah, daun menjadi rontok dan tanaman tumbuh kerdil.
• Ulat daun. Ulat daun biasanya menyerang daun bayam dengan cara
meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan
• Penyakit rebah kecambah. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Rhizoctonia solani. Rebah kecambah biasanya menyerang tanaman muda
dengan gejala serangan berupa pertumbuhan kecambah tidak normal serta
batang lemah dan mudah rebah.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman dapat dilakukan dengan


menyemprotkan insektisida. Penyemprotan dapat dilakukan sebelum tanaman
terserang sebagai pencegahan atau ketika ada gejala serangan. Umumnya,
penyemprotan dilakukan saat umur tanaman 10-14 hari atau ketika timbul gejala
serangan hama. Penyemprotan dilakukan dengan memakai hand sprayer. Namun
penyemprotan insektisida tidak dianjurkan dan lebih dianjurkan dengan cara
pengendalian nabati atau pengendalian secara fisik.
2.4.5 Panen dan Pascapanen

Gambar 3. Bayam Cabut pada saat panen


(Sumber: Setyaningrum dan Cahyo, 2012)

9
Setelah melewati seluruh teknik budidaya, selanjutnya langkah terakhir ialah
panen dan pascapanen. Bayam cabut dapat dipanen pada umur 3-4 minggu setelah
tanaman. Pemanenan bayam cabut dilakukan dengan mencabut bayam sampai ke
akarnya. Oleh karena bayam merupakan sayuran yang cepat layu maka
penanganan pascapanen bayam harus tepat sehingga kesegarannya dapat terjaga.
Setelah dipanen, bayam harus segera diangkut ke pasar atau ke konsumen. Agar
kesegaran bayam tetap terjaga selama menunggu pembeli, biasanya daun bayam
diperciki air bersih atau merendam akar bayam selama beberapa saat.
2.5 Pengaruh Komposisi Media Tanam
Pertumbuhan dan hasil maksimal tanaman bayam cabut dipengaruhi oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan. Menurut Hayati et al.
(2012), media tumbuh merupakan salah satu faktor lingkungan yang perlu
dipertimbangkan karena sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman.
Media tumbuh atau biasa disebut dengan media tanam digunakan sebagai media
untuk menumbuhkan tanaman/bahan tanam, tempat akar atau bakal akar tumbuh
dan berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Haryanto et al. (2007) yang
menyatakan bahwa media tanam diartikan sebagai tempat pertumbuhan dan
perkembangan suatu tanaman. Salah satu media yang paling sering digunakan
adalah tanah. Tanah ideal secara umum mengandung 45% butiran mineral, 25%
air, 25% udara, dan 5% bahan organik (Tim Pengampu Praktikum DBT, 2020).
Kelebihan dari media tanam adalah ketersediaan unsur hara alami dari sisa-sisa
bahan organik yang berada di dalam tanah yang dapat diserap tanaman.
Ketersediaan air dan udara di dalam tanah dapat mempengaruhi lingkungan untuk
tanaman yang tumbuh menjadi lebih optimal pertumbuhannya (Naldo, 2011)
Selain itu, terdapat berbagai media lain yang dapat digunakan menjadi media
tanam yaitu kompos dan sekam. Kompos merupakan bahan organik yang telah
mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai yang bahan asalnya
berasal dari tanaman maupun kotoran hewan. Kompos akan meningkatkan
kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos juga dapat
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Peningkatan ketersediaan unsur hara tidak hanya memacu pertumbuhan

10
tinggi tanaman tetapi juga cenderung meningkatkan jumlah daun (Mamonto et al.,
2017).
Selain kompos, media tanam yang digunakan pada budidaya tanaman bayam
cabut adalah sekam bakar. Menurut Tim Penulis PS (2009), sekam bakar adalah
media tanam yang porous dan steril dari sekam padi yang hanya dapat dipakai
untuk satu musim tanam dengan cara membakar kulit padi kering di atas tungku
pembakaran. Keunggulan sekam bakar ialah dapat memperbaiki sifat fisik dan
kimia tanah. Sekam bakar sebenarnya berasal dari sekam padi yang memiliki
aerasi dan drainasi yang baik, tetapi masih mengandung organisme-organisme
patogen atau organisme yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktikum Teknologi Produksi pada tanaman bayam cabut dilaksanakan
pada bulan Oktober sampai Desember 2020. Lokasi Praktikum bertempat di
pekarangan rumah yang berada di Jalan Baji Gau 1 No. 12, R 008/RW 001,
Kelurahan Baji Mappakasunggu, Kecamatan Mamajang, Kota
Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan 90134. Menurut Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (2020), Makassar merupakan wilayah yang memiliki
suhu rata-rata berkisar antara 24oC-32oC, dengan kelembaban sekitar 60%-95%.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan ialah polybag, cetok, ember, gayung, botol sprayer, label
identitas, kamera, penggaris, timbangan analitik, pulpen, buku, dan gunting.
Kemudian bahan-bahan yang digunakan pada saat penanaman diantaranya adalah
benih unggul Bintang Asia (Amarin), air, media tanam berupa tanah, kompos dan
sekam bakar, pupuk NPK (15:15:15) merek kuda dan singa.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persiapan Media Tanam
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam persiapan media tanam yaitu
menyiapkan alat dan bahan. Apabila alat dan bahan telah terkumpul, tahap
selanjutnya ialah mempersiapkan media tanam pada masing-masing polybag.
Polybag pertama berisi tanah dengan komposisi 100%, polybag kedua berisi
campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1, serta polybag ketiga berisi

11
campuran tanah dan sekam bakar dengan perbandingan 1:1. Setelah itu, ketiga
polybag disiram terlebih dahulu dengan air.
3.3.2 Penanaman
Setelah media tanam dibiarkan selama seminggu, selanjutnya adalah dilakukan
penanaman pada masing-masing polybag. Penanaman dilakukan dengan cara
membuat lubang menggunakan cetok atau jari terlebih dahulu dengan kedalaman
sekitar 2 cm kemudian menebar benih yang ingin ditanam. Setelah itu, lubang
yang berisi benih ditutup dengan lapisan tanah yang tipis agar pertumbuhan atau
penetrasi tanaman tidak terhambat oleh media tanam yang bersifat padat. Lalu,
ketiga polybag disiram dengan air hingga kondisi media tanam menjadi lembab.
Kondisi kelembaban yang optimal tentunya dapat berdampak positif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Apabila media tanam yang terdapat
pada ketiga polybag telah ditanam dengan benih bayam cabut, maka selanjutnya
ialah menaruh polybag di tempat teduh yang tetap terkena sinar matahari.
3.3.3 Pemeliharaan
Menjaga keadaan tanaman bayam cabut agar tetap sehat dan produktif perlu
dilakukan usaha seperti perawatan. Perawatan yang harus diberikan pada tanaman
bayam cabut antara lain, penyiraman, penyiangan, penjarangan, pemupukan serta
pengendalian hama dan penyakit.
1) Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara rutin setiap hari yaitu pagi dan sore hari
dengan menggunakan gayung atau botol sprayer. Botol sprayer dapat
dibuat dengan cara membuat lubang pada penutup botol sehingga air bisa
keluar melalui celah-celah tersebut. Penyiraman dilakukan dengan
menggunakan botol sprayer hingga tanaman berumur 7 HST karena akar
pada tanaman muda belum benar-benar kuat dengan siraman air yang deras.
Setelah tanaman telah melewati 7 HST, penyiraman baru bisa dilakukan
dengan menggunakan gayung. Penyiraman air pada tanaman dilakukan
secukupnya dan tidak membiarkan polybag yang berisi media tanam
menjadi tergenang.
2) Penyiangan
Penyiangan gulma bertujuan untuk memberantas gulma yang berada di
sekitar polybag agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman bayam cabut

12
dapat maksimal dan mencegah terjadinya perebutan unsur hara antara
gulma dengan tanaman budidaya. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara
mencabut gulma atau rumput liar yang berada di sekitar polybag.
3) Penjarangan
Penanaman yang dilakukan dengan sistem tebar mengakibatkan tanaman
tumbuh dengan intensitas yang banyak di sekitar lahan budidaya. Tanaman
yang tumbuhnya terlalu rapat/berdesak-desakan harus dijarangkan dengan
cara mencabut tanaman atau memotong tanaman yang pertumbuhannya
tidak sempurna maupun terjepit agar pertumbuhan dan proses fotosintesis
terfokus pada beberapa tanaman saja. Penjarangan dilakukan pada 15 HST
dan hanya menyisakan 2 tanaman per polybag.
4) Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk menambah kebutuhan nutrisi tanaman.
Pemupukan dilakukan pada 16 HST. Pemupukan dilakukan dengan dosis
0,25 gram pada setiap polybag. Pemupukan dilakukan dengan cara
membuat galian panjang disekitar tanaman bayam cabut kemudian menebar
pupuk NPK (15:15:15) dengan kedalaman 3 cm. Setelah itu, hasil galian
ditutup kembali menggunakan tanah bekas galian.
5) Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terdapat hama dan
penyakit pada tanaman bayam cabut. Pengendalian dilakukan dengan cara
fisik menggunakan tangan. Apabila terdapat hama, maka hama tersebut
segera diambil dan tidak menjepit pada sekitar tanaman karena akan
menyebabkan hasil dari jepitan hama tersebut mempengaruhi tanaman
budidaya. Apabila terdapat penyakit, maka dapat dilakukan dengan cara
mencabut tanaman yang mengalami gejala penyakit dan membuang jauh
disekitar tanaman budidaya untuk meminimalisir penularan pada tanaman
bayam cabut lainnya.
3.3.4 Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali mulai dari 1 MST sampai
pemanenan. Pengamatan yang dilakukan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun yang
terhitung sejak munculnya daun, dan bobot segar tanaman. Pengamatan bobot
segar tanaman dan tinggi tanaman dilakukan secara kuantitatif yaitu mengukur

13
tinggi tanaman dengan menggunakan penggaris dan mengukur bobot segar
tanaman dengan menggunakan timbangan analitik. Sedangkan pengamatan jumlah
daun dilakukan secara kualitatif dengan cara mengamati jumlah daun pada lahan
budidaya.
3.3.5 Pemanenan
Pemanenan merupakan tahap akhir dalam proses budidaya tanaman bayam cabut.
Pemanenan dilakukan pada saat tanaman bayam cabut berumur 35 HST.
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman bayam dari polybag,
kemudian dicuci bersih, baik bagian akar, batang, maupun daun lalu ditimbang
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman adalah
tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot segar tanaman. Pengamatan dilakukan
pada bulan Oktober 2020 – November 2020 terhadap 3 polybag dengan perlakuan
yang berbeda sejak berumur 3 mst sampai 5 mst. Kecuali pengamatan bobot segar
tanaman yang dilakukan setelah 5 mst yaitu pada saat panen.
Pengamatan rutin dilaksanakan setiap minggu pada pagi hari.
3.4.1 Tinggi Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman bayam cabut dilakukan dari pangkal batang pada
permukaan tanah sampai ujung batang. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan
menggunakan penggaris. Setelah itu tinggi tanaman dicatat dan didokumentasikan
menggunakan kamera handphone. Perhitungan tinggi tanaman dilakukan dengan
menggunakan rumus:

Lalu, hasil dari perhitungan tersebut dicatat untuk melengkapi data pengamatan.
3.4.2 Jumlah Daun
Pengamatan atau perhitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang telah
membuka sempurna dan masih berwarna hijau. Kemudian, hasil dari pengamatan
tersebut dicatat dan didokumentasikan menggunakan kamera handphone.
Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan menggunakan rumus:

Lalu, hasil dari perhitungan tersebut dicatat untuk melengkapi data pengamatan.

14
3.4.3 Bobot Segar Tanaman
Pengamatan bobot segar dilakukan saat tanaman sudah dipanen. Pengukuran
bobot segar tanaman dilakukan dengan cara menimbang menggunakan timbangan
analitik seluruh bagian tanaman, baik akar, batang, maupun daun.
3.4.4 Intensitas Penyakit
Pengamatan intensitas penyakit ini dilakukan dengan cara mengobservasi secara
langsung (visual) yang terdapat pada tanaman bayam cabut terkait seberapa besar
intensitas serangan penyakitnya. Pengamatan intensites penyakit dilakukan
dengan sangat teliti menggunakan metode skoring. Terdapat 4 golongan tanaman
yang diklasifikasikan menjadi tanaman sehat (0), tanaman terserang penyakit
ringan (1), tanaman terserang penyakit sedang (2), tanaman terserang penyakit
berat (3), dan tanaman terserang penyakit sangat berat (4). Intensitas penyakit
dapat dirumuskan sebagai berikut:

%IP = ∑

Keterangan :
IP = Intensitas Penyakit v = Nilai skala setiap
kategori serangan n = Jumlah tanaman pada nilai skala
serangan tertentu
A = Nilai serangan tertinggi
N = Jumlah keseluruhan tanaman yang diamati Nilai
skor kerusakan bertahap misalnya:
1 = tidak ada kerusakan
2 = tingkat kerusakan 1-25%
3 = tingkat kerusakan 26-50%
4 = tingkat kerusakan 51-75%
5 = tingkat kerusakan 76-100%

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lahan


Praktikum Teknologi Produksi Tanaman dilaksanakan di Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut portal resmi pemerintah, Kota Makassar

15
terletak pada ketinggian antara 0 – 25 meter dari permukaan laut. Secara
astronomis, Kota Makassar terletak antara 1190 Bujur Timur dan 50 Lintang
Selatan. Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0 – 2 0 (datar)
dan kemiringan lahan 3 – 150 (bergelombang). Kondisi iklim Kota Makassar
tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 260 C sampai dengan 290 C. Kota
Makassar memiliki kondisi iklim sedang hingga tropis dan mengikuti perubahan
putaran dua iklim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dari data tersebut,
dapat diketahui bahwa Kota Makassar termasuk daerah dataran rendah.
4.2 Parameter Pertumbuhan
Parameter pengamatan pertumbuhan praktikum Teknologi Produksi Tanaman
yang dilakukan pada 3 minggu setelah tanam sampai 5 minggu setelah tanaman
pada komoditas Bayam Cabut, yaitu:
4.2.1 Tinggi Tanaman
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tanaman menggunakan
penggaris dari pangkal tanaman sampai daun tertinggi. Pengamatan dilakukan
pada 3 MST hingga 5 MST dengan memerhatikan dua tanaman dalam satu
polybag kemudian direratakan. Berikut hasil pengamatan tinggi tanaman pada
perlakuan berbagai media tanam.
Tabel 1. Pengaruh Jenis Media Tanam Terhadap Tinggi Tanaman

Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Tanaman (MST)


Jenis Media Tanam
3 4 5

Tanah 6,25 7,1 8,9


Tanah + Kompos 7,75 14,4 44,5
Tanah + Sekam Bakar 11,4 19,75 50

Berdasarkan data rata-rata tinggi tanaman bayam cabut pada perlakuan jenis
media tanam tanah, tanah + kompos, dan tanah + sekam bakar menunjukkan nilai
yang bervariasi dan mengalami peningkatan pertumbuhan. Hasil tinggi tanaman
terendah ditunjukkan pada media tanam tanah, dengan tinggi tanaman 8,9 cm
pada 5 MST. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil tinggi tanaman yang
ditunjukkan media tanam tanah + sekam bakar, dengan tinggi tanaman 50 cm
pada 5 MST. Secara umum, ketiga media tanam mengalami peningkatan yang
bervariasi. Pada saat 3 MST, media tanam tanah memiliki tinggi tanaman 6,25 cm,

16
media tanam tanah + kompos memiliki tinggi tanaman 7,75 cm, dan media tanam
tanah + sekam bakar memiliki tinggi tanaman 11,4 cm. Pada saat 4 MST, media
tanam tanah memiliki tinggi tanaman 7,1 cm, media tanam tanah + kompos
memiliki tinggi tanaman 14,4 cm, dan media tanam tanah + sekam bakar memiliki
tinggi tanaman 19,75 cm. Pada saat 5 MST, media tanam tanah memiliki tinggi
tanaman 8,9 cm, media tanam tanah + kompos memiliki tinggi tanaman 44,5 cm,
dan media tanam tanah + sekam bakar memiliki tinggi tanaman 50 cm.

Tinggi Tanaman Bayam Cabut


55
50
45
Tinggi Tanaman (cm)

40
35
30
Tanah
25
20 Tanah + Kompos
15 Tanah + Sekam
10
5
0
3 4 5
Umur Tanaman (MST)

Gambar 4. Grafik Tinggi Tanaman


Pada grafik diatas menggambarkan tinggi tanaman pada perlakuan jenis media
tanam yang berbeda yaitu tanah, tanah + kompos, dan tanah + sekam bakar. Rata-
rata tinggi tanaman pada masing-masing perlakuan mengalami peningkatan dari 3
MST hingga 5 MST. Dari grafik tinggi tanaman tersebut dapat diketahui bahwa
perlakuan media tanam tanah + sekam bakar memiliki rata-rata tinggi tanaman
total tertinggi yaitu 27,05. Sedangkan rata-rata tinggi tanaman total terendah
terdapat pada perlakuan media tanam tanah yaitu dengan tinggi tanaman sebesar
7,41. Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa tinggi tanaman pada media tanam
tanah + sekam mengalami peningkatan yang signifikan pada 4 MST hingga
5 MST. Pada media tanam tanah + kompos juga mengalami peningkatan yang
signifikan pada 4 MST hingga 5 MST. Namun, pada media tanam tanah
mengalami perubahan tinggi tanaman yang stagnan dan relatif stabil. Media
tanamn tanah + sekam memiliki rata-rata tinggi tanaman lebih tinggi daripada
perlakuan media tanam lainnya. Meskipun arang sekam mengandung unsur hara

17
yang tergolong sedikit. Akan tetapi, arang sekam dapat berfungsi sebagai pengikat
hara sehingga berdampak terhadap pertumbuhan yang signifikan pada parameter
tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanto dan Fidryaningsih
(2010), Penambahan arang sekam pada media tumbuh akan menguntungkan
karena dapat memperbaiki sifat tanah diantaranya adalah mengefektifkan
pemupukan karena selain memperbaiki sifat fisik tanah (porositas, aerasi), arang
sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara) yang dapat
digunakan tanaman ketika kekurangan hara.
Seiring dengan perlakuan sekam bakar + tanah, pada 3 MST diberikan pupuk
NPK dengan dosis 0,4-0,5 gram per polybag dan hasilnya mengalami peningkatan
yang signifikan. Unsur hara yang terkandung pada pupuk NPK kemudian
disalurkan terhadap berbagai perlakuan, perlakuan arang sekam yang bersifat
sebagai pengikat hara mengalami peningkatan signifikan. Hal ini disebabkan
karena pupuk NPK mengandung unsur hara, termasuk nitrogen yang berfungsi
untuk merangsang pertumbuhan tanaman terutama batang, cabang, dan daun. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Harin et al. (2016), pupuk nitrogen diperlukan untuk
merangsang pertumbuhan dan dapat memacu daun yang berperan sebagai
indikator pertumbuhan tanaman dalam proses fotosintesis. Meratanya cahaya yang
dapat diterima oleh daun menyebabkan meningkatnya proses asimilasi yang
terjadi sehingga hasil asimilasi yang diakumulasi akan lebih banyak, dimana
asimilat tersebut akan digunakan sebagai energi pertumbuhan tanaman untuk
membentuk organ vegetatif seperti daun dan tinggi tanaman
(Napitupulu dan Winarto, 2010)
4.2.2 Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan memerhatikan daun yang terbuka
lebar dan sempurna pada dua tanaman dalam satu polybag, kemudian direratakan.
Pengamatan dilakukan pada 3 MST hingga 5 MST. Berikut hasil pengamatan
jumlah daun bayam cabut pada berbagai perlakuan media tanam.
Tabel 2. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Jumlah Daun

Jumlah Daun pada Umur Tanaman (MST) Jenis


Media Tanam
3 4 5

Tanah 5 6 8

18
Tanah + Kompos 6 9 19
Tanah + Sekam Bakar 7 9 19

Berdasarkan data rata-rata jumlah daun tanaman bayam cabut pada perlakuan
jenis media tanam tanah, tanah + kompos, dan tanah + sekam bakar menunjukkan
nilai yang bervariasi dan mengalami peningkatan pertumbuhan. Hasil jumlah daun
tanaman terendah ditunjukkan pada media tanam tanah, dengan jumlah daun
tanaman sebanyak 8 buah pada 5 MST. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil
jumlah daun tanaman yang ditunjukkan media tanam tanah + sekam bakar,
dengan jumlah daun tanaman sebanyak 19 buah pada 5 MST. Secara umum,
ketiga media tanam mengalami peningkatan yang bervariasi. Pada saat 3 MST,
media tanam tanah memiliki jumlah daun tanaman sebanyak 5 buah, media tanam
tanah + kompos memiliki jumlah daun tanaman sebanyak 6 buah, dan media
tanam tanah + sekam bakar memiliki jumlah daun tanaman sebanyak 7 buah. Pada
saat 4 MST, media tanam tanah memiliki jumlah daun tanaman sebanyak 6 buah,
media tanam tanah + kompos memiliki jumlah daun tanaman sebanyak 9 buah,
dan media tanam tanah + sekam bakar memiliki jumlah daun tanaman sebanyak
19 buah. Pada saat 5 MST, media tanam tanah memiliki jumlah daun tanaman 8
buah, media tanam tanah + kompos memiliki jumlah daun tanaman sebanyak 19
buah, dan media tanam tanah + sekam bakar memiliki jumlah daun tanaman
sebanyak 19 buah.

Jumlah Daun Tanaman Bayam Cabut


20
Rerata Jumlah Daun Tanaman

18
16
14
12
10 Tanah
8 Tanah + Kompos
6
4 Tanah + Sekam
2
0
3 4 5
Umur Tanaman (MST)

Gambar 5. Grafik Jumlah Daun

19
Pada grafik diatas menggambarkan jumlah daun pada perlakuan jenis media
tanam yang berbeda yaitu tanah, tanah + kompos, dan tanah + sekam bakar. Rata-
rata jumlah daun pada masing-masing perlakuan mengalami peningkatan dari 3
MST hingga 5 MST. Dari grafik jumlah daun tersebut dapat diketahui bahwa
perlakuan media tanam tanah + sekam bakar memiliki rata-rata jumlah daun
tertinggi yaitu sebesar 11,66. Sedangkan rata-rata jumlah daun terendah terdapat
pada perlakuan media tanam tanah yaitu dengan jumlah daun sebesar 6,33. Pada
grafik tersebut dapat dilihat bahwa jumlah daun pada media tanam tanah + sekam
mengalami peningkatan yang signifikan pada 4 MST hingga 5 MST. Pada media
tanam tanah + kompos juga mengalami peningkatan yang signifikan pada 4 MST
hingga 5 MST. Media tanam tanah + sekam memiliki ratarata jumlah daun lebih
tinggi daripada perlakuan media tanam lainnya. Tingginya jumlah daun pada
perlakuan tanah + sekam bakar berbanding lurus dengan tinggi tanaman yang
telah diukur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudewi dan Indriani (2020),
bahwa peningkatan pertumbuhan pada panjang (tinggi) tanaman akan diikuti
dengan meningkatnya jumlah daun. Peningkatan jumlah daun juga dapat
dipengaruhi oleh unsur nitrogen yang dikandung oleh pupuk NPK yang
diaplikasikan pada 3 MST. Menurut Wiekandyne (2012), pupuk nitrogen mampu
mensuplai unsur hara untuk pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah
daun, dan pertumbuhan diameter batang. Selain itu, semakin banyak nitrogen
yang dikandung oleh tanaman maka semakin banyak pula daun yang dimiliki oleh
tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Harin et al. (2016), pemberian
pupuk nitrogen yang cukup tinggi maka jumlah daun tanaman akan semakin
banyak dan tumbuh melebar sehingga menghasilkan luas daun yang besar dan
memperluas permukaan yang tersedia untuk fotosintesis.
4.3 Parameter Hasil
Parameter pengamatan hasil praktikum Teknologi Produksi Tanaman yang
dilakukan setelah 5 MST yaitu saat panen pada tanaman Bayam Cabut yaitu:
4.3.1 Berat Basah Tanaman
Salah satu parameter hasil yang diamati ialah berat basah tanaman. Penimbangan
berat basah tanaman dilakukan pada saat pemanenan yang dilakukan dengan cara
mencabut seluruh bagian tanaman, kemudian memisahkan tanah dengan akar lalu

20
dibersihkan dengan air hingga basah. Berikut hasil pengamatan dan pengukuran
berat basah tanaman pada berbagai perlakuan media tanam.
Tabel 3. Berat Basah Tanaman Bayam Cabut
Jenis Media Tanam Berat Basah Tanaman
Bayam Cabut (gram)
Tanah 60 gram
Tanah + Kompos 110 gram
Tanah + Sekam 160 gram

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dengan ketentuan berupa perbedaan


media tanam pada tanaman bayam cabut pada tiga perlakuan yaitu dengan
menggunakan media tanah, media tanah + kompos, dan media tanah + sekam.
Berat basah tanaman bayam cabut terbesar yaitu dengan perlakuan media tanam
tanah + sekam sebesar 160 gram. Sedangkan berat basah terendah yaitu pada
perlakuan media tanam tanah sebesar 60 gram.

Berat Basah Tanaman


180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

Tanah Tanah + Kompos Tanah + Sekam

Gambar 6. Grafik Berat Basah Tanaman


Pada grafik diatas menggambarkan berat basah tanaman pada perlakuan jenis
media tanam yang berbeda yaitu tanah, tanah + kompos, dan tanah + sekam bakar.
Berat basah tanaman bayam cabut tertinggi pada media tanam tanah + sekam
bakar yaitu sebesar 160 gram. Sedangkan berat basah tanaman bayam cabut
terendah pada media tanam tanah yaitu sebesar 60 gram. Hal tersebut disebabkan
pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun yang dihasilkan pada media

21
tanam tanah + sekam bakar lebih besar dibandingkan pada perlakuan media yang
lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Prasetya (2009), bahwa
bobot segar tanaman dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan luas daun, semakin
tinggi dan semakin besar luas daunnya maka bobot segar tanaman akan semakin
tinggi. Selain itu, berat basah tanaman dipengaruhi oleh penggunaan pupuk
organik berupa pupuk NPK yang mengandung unsur Nitrogen. Nitrogen yang
cukup tinggi dapat memaksimalkan proses fotosintesis sehingga pertumbuhan
tanaman lebih cepat dan maksimum. Hal ini sesuai dengan pendapat Harin et al.
(2016), bahwa semakin tinggi pemberian nitrogen, maka jumlah klorofil yang
terbentuk akan meningkat. Meningkatnya jumlah klorofil mengakibatkan laju
fotosintesis pun meningkat sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat dan
maksimum. Hasil fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan organ-organ
tanaman, dimana semakin besar organ tanaman yang terbentuk maka semakin
banyak kadar air yang dapat diikat oleh tanaman.
4.4 Keragaman Arthropoda pada Tanaman Bayam Cabut
Pengamatan serangga pada komoditas bayam cabut dilakukan dengan
mengamati secara langsung serangga-serangga, baik di sekitar polybag maupun di
dalam polybag. Pengamatan dilakukan berdasarkan tiga perlakuan media tanam
yang berbeda. Berikut tabel keragaman serangga yang ditemukan pada komoditas
bayam cabut:
Tabel 4. Keanekaragaman Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Laba-laba Araneae Musuh Alami
kerdil

Berdasarkan tabel hasil pengamatan arthropoda yang dilakukan pada tanaman


bayam cabut hanya ditemukan satu jenis arthropoda. Arthropoda yang ditemukan
teridentifikasi sebagai laba-laba yang memiliki nama ilmiah Araneae. Laba-laba

22
merupakan musuh alami pada beberapa tanaman termasuk tanaman bayam cabut.
Dapat dikatakan musuh alami karena laba-laba dapat memangsa hama yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Laba-laba berperan sebagai musuh alami
sekaligus predator generalis bagi serangga hama (I Wayan Suana dan Hery
Haryanto, 2013). Hal ini didukung oleh pendapat Oberg (2007) yang menyatakan
bahwa laba-laba sebagai predator generalin berperan penting dalam mereduksi,
dan mencegah terjadinya ledakan hama secara alami pada budidaya tanaman
pertanian serta berkontribusi pada keanekaragaman hayati. Musuh alami ini
memakan serangga dan arthropoda lainnya, seperti Colembola, Diptera,
Homoptera, Orthoptera, Coleoptera, dan Lepidoptera. Berbagai jenis laba-laba
menerapkan strategi yang berbeda dalam menangkap dan memakan mangsanya.
Secara umum, laba-laba membuat jaring sebagai perangkap mangsa dan jenis ini
umumnya memiliki kaki yang panjang dan tipis atau mengecil dan cocok untuk
membuat jaring. Selain untuk menangkap massa, jaring yang dibuat oleh labalaba
juga berfungsi sebagai tempat tinggal. Jenis laba-laba lainnya berburu atau
berjalan, melompati mangsanya, menunggu dengan membiarkan mangsanya
mendekat kepadanya (Redsway, 2014)
Laba-laba memiliki struktur tubuh yang relatif kecil dengan jaring sebagai
kekuatan utamanya. Laba-laba memiliki klasifikasi kingdom animalia, filum
arthropoda, kelas Archanida, ordo Araneida, dan Famili Lynyphidae. Menurut
Fakhruddin (2019), Laba-laba kerdil memiliki warna kelabu di bagian belakang
abdomen. Sebagian besar mangsanya ditangkap dengan menggunakan jaring dan
terkadang juga memburu mangsanya secara langsung dan memiliki ukuran tubuh
sekitar 7-10 mm.
4.5 Intensitas Penyakit Tanaman Bayam Cabut
Penyakit tanaman merupakan suatu gangguan atau kerusakan yang terjadi pada
tanaman yang biasanya disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri,
fungsi atau jamur. Suatu penyakit dapat diketahui dan diidentifikasi dengan cara
visual. Adapun cara untuk mengetahui intensitas dari suatu penyakit yaitu dengan
metode skoring. Berikut ialah data hasil pengamatan intensitas penyakit berbagai
perlakuan media tanam pada tanaman bayam cabut.
Tabel 5. Intensitas Penyakit

23
Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tanaman (MST)
Jenis Media Tanam
3 4 5

Tanah 0 0 0
Tanah + Kompos 0 0 0
Tanah + Sekam Bakar 0 0 0

Berdasarkan data tabel diatas, pengamatan yang dilakukan pada ketiga perlakuan
media tanam dari 3 MST hingga 5 MST tidak menunjukkan adanya serangan
penyakit dari mikroorganisme, baik fungi, jamur, virus, maupun bakteri. Tanaman
bayam cabut yang dibudidayakan tidak menunjukkan adanya gejala penyakit
apapun. Tanaman bayam cabut pada kegiatan praktikum ini tumbuh dan
berkembang dengan baik dan subur. Hal ini dapat dilihat dari daun pada tanaman
bayam cabut yang terlihat berwarna hijau segar dan membuka sempurna serta
tidak menunjukkan adanya gejala layu. Batang tanaman bayam cabut juga terlihat
kokoh dan berdiri tegak dengan sistem perakaran meluas dan kuat untuk menahan
terpaan angin.
Salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya intensitas serangan pada
masing-masing perlakuan adalah dengan memerhatikan proses budidaya dan
merawat tanaman budidaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutarman (2017),
bahwa serangan penyakit dapat dikendalikan dengan cara perawatan yang baik
dan benar pada tanaman budidaya dengan memerhatikan prinsip dari segitiga
penyakit. Prinsip dari segitiga penyakit terdiri dari tiga faktor diantaranya ialah
inang, patogen, dan lingkungan. Inang sebagai tempat patogen memperoleh
makan atau berkembang biak. Salah satu syarat terjadinya penyakit ialah adanya
inang yang cocok terhadap patogen. Apabila patogen tersebut dapat dikatakan
berbahaya, akan tetapi inangnya tidak rentan maka penyakit tidak akan terjadi.
Patogen merupakan organisme yang dapat menyebabkan penyakit seperti virus,
jamur, atau bakteri. Menurut Sopialena (2017), beberapa patogen spesifik hanya
untu satu atau beberapa tanaman inang, ada pula yang memiliki kemampuan luas
untuk menyerang hampir semua. Adapun lingkungan sebagai tempat tinggal dari
inang yang ditempati oleh patogen. Lingkungan erat kaitannya dengan suhu,
kelembaban, curah hujan, angin dan intensitas matahari. Ketiga faktor tersebut
sangat berkaitan dengan ada atau tidaknya keberadaan mikroorganisme yang

24
menyebabkan penyakit pada tanaman bayam cabut. Apabila faktor lingkungan
seperti suhu, kelembaban, curah hujan, angin, dan intensitas cahaya matahari tidak
sesuai dengan syarat tumbuh dan berkembangnya penyakit maka tanaman inang
tidak akan terserang patogen. Menurut Ni Wayan Suniti (2016), kelembaban nisbi
yang tinggi dan suhu yang cocok merupakan kondisi yang baik bagi
perkembangan suatu spesies patogen. Selain itu, inang juga merupakan faktor
terjadinya penyakit yang dapat dilihat dari varietas dan umur tanaman itu sendiri
4.6 Pembahasan Umum
Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
tanaman bayam cabut yang ditanam di kondisi wilayah dengan suhu ratarata
berkisar antara 20oC- 30oC merupakan batasan tanaman bayam cabut untuk
tumbuh dan berkembang, serta kelembaban berkisar antara 40%-60% dianggap
sebagai kelembaban optimal pada pembudidayaan tanaman bayam cabut.
Tanaman bayam cabut termasuk jenis tanaman yang memerlukan tingkat
kelembaban yang optimal karena kondisi lembab menyebabkan banyaknya air
yang diserap ke dalam tanaman sehingga mendukung aktivitas pemanjangan selsel
(Kurniawan dan Listiatie, 2014).
Tanaman bayam cabut dibudidaya dengan menggunakan tiga perlakuan media
tanam, yaitu perlakuan media tanam tanah, media tanam tanah + kompos, dan
media tanam tanah + sekam. Perlakuan yang paling baik dan optimal terdapat
pada perlakuan media tanam tanah + sekam. Hal tersebut dapat dilihat dari
parameter pertumbuhan meliputi parameter tinggi tanaman dan jumlah daun.
Selain itu, parameter hasil berupa berat basah tanaman juga menunjukkan bahwa
tanaman bayam cabut dengan perlakuan media tanam tanah + sekam memiliki
bobot segar tanaman tertinggi.
Perbedaan perlakuan media tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
bayam cabut. Hal ini dapat dilihat dari data hasil pengamatan parameter
pertumbuhan seperti tinggi tanaman dan jumlah daun memiliki nilai yang
bervariasi tergantung media tanamnya. Pada parameter tinggi tanaman, hasil
pertumbuhan yang paling optimal terdapat pada perlakuan media tanam tanah +
sekam. Meskipun arang sekam mengandung unsur hara yang tergolong sedikit.
Akan tetapi, arang sekam dapat berfungsi sebagai pengikat hara sehingga

25
berdampak terhadap pertumbuhan yang signifikan pada parameter tinggi tanaman
yang mencapai 50 cm pada 5 MST. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanto
dan Fidryaningsih (2010), penambahan arang sekam pada media tumbuh akan
menguntungkan karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah (porositas, aerasi),
arang sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara) yang
dapat digunakan tanaman ketika kekurangan hara. Seiring dengan perlakuan
media tanam berupa tanah + sekam bakar, pada 3 MST diberikan pupuk NPK dan
hasilnya mengalami peningkatan yang signifikan. Unsur hara yang terkandung
pada pupuk NPK kemudian disalurkan terhadap berbagai perlakuan, perlakuan
arang sekam yang bersifat sebagai pengikat hara mengalami peningkatan
signifikan. Hal ini disebabkan karena pupuk NPK mengandung unsur hara,
termasuk nitrogen yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman
terutama batang, cabang, dan daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harin et al.
(2016), pupuk nitrogen diperlukan untuk merangsang pertumbuhan dan dapat
memacu daun yang berperan sebagai indikator pertumbuhan tanaman dalam
proses fotosintesis. Meratanya cahaya yang dapat diterima oleh daun
menyebabkan meningkatnya proses asimilasi yang terjadi sehingga hasil asimilasi
yang diakumulasi akan lebih banyak, dimana asimilat tersebut akan digunakan
sebagai energi pertumbuhan tanaman untuk membentuk organ vegetatif seperti
daun dan tinggi tanaman (Napitupulu dan Winarto, 2010).
Pada parameter tinggi tanaman, hasil pertumbuhan yang paling optimal terdapat
pada perlakuan media tanam tanah + sekam. Tingginya jumlah daun pada
perlakuan tanah + sekam bakar berbanding lurus dengan tinggi tanaman yang
telah diukur. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sudewi dan Indriani (2020),
bahwa peningkatan pertumbuhan pada panjang (tinggi) tanaman akan diikuti
dengan meningkatnya jumlah daun. Peningkatan jumlah daun juga dapat
dipengaruhi oleh unsur nitrogen yang dikandung oleh pupuk NPK yang
diaplikasikan pada 3 MST. Menurut Wiekandyne (2012), pupuk nitrogen mampu
mensuplai unsur hara untuk pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah
daun, dan pertumbuhan diameter batang. Selain itu, semakin banyak nitrogen
yang dikandung oleh tanaman maka semakin banyak pula daun yang dimiliki oleh
tanaman tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Harin et al. (2016), pemberian
pupuk nitrogen yang cukup tinggi maka jumlah daun tanaman akan semakin

26
banyak dan tumbuh melebar sehingga menghasilkan luas daun yang besar dan
memperluas permukaan yang tersedia untuk fotosintesis.
Pada parameter hasil berupa berat basah tanaman, hasil yang palig optimal
terdapat pada perlakuan media tanam tanah + sekam bakar. Hal ini disebabkan
karena parameter tinggi tanaman dan jumlah daun yang dihasilkan pada media
tanam tanah + sekam bakar lebih tinggi dibandingkan perlakuan media yang
lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Prasetya (2009), bahwa
bobot segar tanaman dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan luas daun, semakin
tinggi dan semakin besar luas daunnya maka bobot segar tanaman akan semakin
tinggi. Selain itu, berat basah tanaman dipengaruhi oleh penggunaan pupuk
organik berupa pupuk NPK yang mengandung unsur Nitrogen. Nitrogen yang
cukup tinggi dapat memaksimalkan proses fotosintesis sehingga pertumbuhan
tanaman lebih cepat dan maksimum. Hal ini sesuai dengan pendapat Harin et al.
(2016), bahwa semakin tinggi pemberian nitrogen, maka jumlah klorofil yang
terbentuk akan meningkat. Meningkatnya jumlah klorofil mengakibatkan laju
fotosintesis pun meningkat sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat dan
maksimum. Hasil fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan organ-organ
tanaman, dimana semakin besar organ tanaman yang terbentuk maka semakin
banyak kadar air yang dapat diikat oleh tanaman.
Dari segi keragaman arthropoda, pada ketiga perlakuan media tanam terdapat
laba-laba yang berperan sebagai musuh alami sekaligus predator generalis. Laba-
laba merusakan musuh alami pada beberapa tanaman termasuk tanaman bayam
cabut. Dapat dikatakan musuh alami karena laba-laba dapat memangsa hama yang
dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Menurut Oberg (2007), laba-laba
sebagai predator generalis berperan penting dalam mereduksi dan mencegah
terjadinya ledakan hama secara alami pada budidaya tanaman pertanian serta
berkontribusi pada keanekaragaman hayati.
Dari segi intensitas penyakit, ketiga perlakuan media tanam dari 3 MST hingga 5
MST tidak menunjukkan adanya serangan penyakit dari mikroorganisme, baik
fungi, jamur, virus, ataupun bakteri. Hal ini dapat terjadi karena kondisi
lingkungan tanaman budidaya sesuai dengan syarat tumbuh dan berkembang
tanaman bayam cabut, sehingga penyakit tanaman dapat dihindari. Selain itu,
tidak adanya serangan intensitas penyakit pada budidaya tanaman bayam cabut

27
disebabkan karena adanya perawatan yang baik selama proses budidaya. Menurut
Sutarman (2017), mengendalikan serangan penyakit dapat dilakukan apabila
tanaman dirawat dengan baik dan memperhatikan prinsip segitiga penyakit.
Segitiga penyakit terdiri dari 3 faktor diantaranya ialah inang, patogen, dan
lingkungan. Inang berkaitan dengan dimana patogen atau mikroorganisme
penyebab penyakit memperoleh makanan atau memperoleh tempat untuk
menggantungkan hidupnya. Patogen berkaitan dengan jenis organisme yang dapat
menyebabkan penyakit seperti virus, jamur, atau bakteri. Sedangkan lingkungan
berkaitan dengan kondisi klimatik seperti suhu, kelembaban, curah hujan, angin,
dan intensitas matahari.
5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa perlakuan jenis media tanam dan pemberian pupuk NPK
sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor
L.). Perlakuan jenis media tanam tersebut memberikan dampak yang berbeda juga
terhadap parameter pertumbuhan seperti tinggi tanaman dan jumlah daun,
parameter hasil seperti berat basah tanaman, keragaman arhtropoda, dan intensitas
penyakit. Perlakuan tanah + sekam bakar dinilai dapat memberikan hasil yang
optimal terhadap pertumbuhan tanaman bayam. Hal ini disebabkan karena tinggi
tanaman dan jumlah daun pada perlakuan media tanam tersebut lebih besar
daripada perlakuan lainnya. Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan media tanam
tanah + sekam bakar yaitu sebesar 27,05 cm. Sedangkan rata-rata jumlah daun
pada perlakuan media tanam tanah + sekam bakar yaitu sebesar 11,66. Selain itu,
perlakuan tersebut juga mempengaruhi parameter hasil berupa berat basah
tanaman, peningkatan parameter tinggi tanaman dan jumlah daun mengakibatkan
peningkatan pada berat basah tanaman, yaitu sebesar 160 gram pada perlakuan
media tanam tanah + sekam bakar.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan di dalam penelitian ini ialah mengenai teknologi
produksi tanaman bayam cabut. Diperlukan adanya sebuah teknologi produksi
agar hasil produksi dapat berjalan dengan baik dan maksimal.

28
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2020. Produksi Tanaman Sayuran. Diakses di
https://www.bps.go.id/subject/55/hortikultura.html#subjekViewTab5 pada
tanggal 21 November 2020
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2020. Prakiraan Cuaca Indonesia.
Diakses di https://www.bmkg.go.id/cuaca/prakiraan-cuacaindonesia.bmkg
pada tanggal 22 November 2020
Fakhruddin Hamzah. 2019. Keanekaragaman Serangga Predator Pada Tanaman
Kacang Panjang (Vigna sinensis L.,) Di Kecamatan Sumberejo
Kabupaten Tanggamus. Skripsi Jurusan Pendidikan Biologi. Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung
Fatimah, Siti. 2009. Studi Kadar Klorofil dan Zat Besi (Fe) Pada Beberapa Jenis
Bayam Terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Anemia. Skripsi Jurusan Biologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang
Gunawan dan Tatang S. 2013. Manfaat Nutrisi yang Dikandung Dalam Bayam.
Diakses pada http://www.aurailmu.com/2013/02/Manfaat-Nutrisi-
YangTerkandung-Dalam-Bayam.html. pada tanggal 21 November 2020
Gustia, Helfi. 2013. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar Pada Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi (Brassica Juncea
L.). E-Journal Widya Kesehatan dan Lingkungan. 1(1): 12-17
Haerani T. 2018. Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Lampu terhadap
Pertumbuhan Bayam (Amaranthus sp.). Skripsi Jurusan Fisika. Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar

29
Harin E. P., Tatik W., dan Mochammad N. 2016. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen
dan Tingkat Kepadatan Tanaman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kailan (Brassica oleraceae L.). Jurnal Produksi Tanaman 4(1):
49-56
Haryanto, W., T. Suhartini., dan E. Rahayu. 2007. Teknik Penanaman Sawi dan
Selada Secara Hidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya
Hayati E., Sabarudin., dan Rahmawati. 2012. Pengaruh Jumlah Mata Tunas dan
Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Jarak
Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Agrista. 16(3)
I Wayan Suana dan Hery Haryanto. 2013. Keanekaragaman laba-laba dan
potensinya Sebagai Musuh Alami Hama Tanaman Jambu Mete. Jurnal
Entomologi Indonesia. 10(1): 24-30
Kesuma, Puji dan Zuchrotus Salamah. 2013. Pertumbuhan Tanaman Bayam
Cabut (Amaranthus tricolor L.) Dengan Pemberian Kompos Berbahan
Dasar Daun Krinyu (Chromolaena odorata L.). Jurnal Bioedukatika.
1(1): 15-24
Kusumawati, Kartika., Sri Muhartini., dan Rohlan Rogomulyo. 2015. Pengaruh
Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Limbah Tahu
terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Bayam (Amaranthus tricolor L.) Pada Media
Pasir Pantai. Vegetalika. 4(2): 48-62
Kurniawan, Agis dan Listiatie Budi Utami. 2014. Pengaruh Dosis Kompos
Berbahan Dasar Campuran Feses dan Cangkang Telur Ayam Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.) Sebagai
Sumber Belajar Biologi SMA Kelas XII. Jupermasi-PBIO. 1(1): 66-75
Kurniawati, Herlina dan Emil Tunada. 2019. Upaya Peningkatan Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.) Dengan
Pemberian Pupuk Organik Cair (POC) Keong Mas pada Tanah PMK.
PIPER. 15(29): 153-164
Mamonto, R., Johan A. R., dan Marthen Th. Lasut. 2017. Pengaruh Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan Semai Aquilaria malaccensis Lamk. Di
Persemaian. Jurnal Ilmu Kehutanan. hlmn: 1-14

30
Naldo, R. A. 2011. Sifat Fisika Ultisol Limau Manis Tiga Tahun Setelah
Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Hijau. J. Agroland. Fakultas Pertanian.
Universitas Andalas
Napitupulu, D dan L. Winarto. 2010. Pengaruh Pemberian Pupuk N dan K
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah. Hortikultura. 20(1):
27-35
Nina Sakina Lessy dan Ambar Pratiwi. 2020. Pengaruh Pupuk Organik Cair
Limbah Bakpia dan Tahu Terhadap Pertumbuhan Bayam Hijau
(Amaranthus viridis L.). Bioma. 9(1): 117-128
Ni Wayan Suniti. 2016. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Tumbuhan. Jurusan
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Udayana. Denpasar
Oberg S. 2007. Spider in the Agriculture Landscape. Diversity, recolonitation,
and boddy condition. Doctoral Thesis. Swedish University of Agricultural
Sciences. Uppsala.
Prasetya, B., S. Kurniawan., dan M. Febrianingsih. 2009. (Brassica juncea L.)
pada Entisol. Jurnal Agritek. 17(5): 1022-1029
Rachmatullah, M. V. 2017. Pengaruh Penambahan Ekstrak Bayam (Amaranthus
tricolor) Pada Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Lobster Air
Tawar (Cherax quadricarinatus). Skripsi Jurusan Perikanan. Universitas
Muhammadiyah Malang
Rahayu, S. T., Ali. A., Iteu M. H., Kusmana., dan Diny. J. 2013. Evaluasi
Kualitas Beberapa Genotipe Bayam (Amaranthus sp) Pada Penanaman Di
Jawa Barat. Berita Biologi. 12(2): 153-160
Redsway T. D. Maramis. 2014. Diversitas Laba-Laba (Predator Generalis) Pada
Tanaman Kacang Merah (Vigna angularis) di Kecamatan Tompaso,
Kabupaten Minahasa. Jurnal Bioslogos. 4(1): 31-40
Rukmana, R. 2010. Bayam. Jakarta: Penebar Swadaya
Sahat, Sudjoko dan Iteu M. Hidayat. 2000. Bayam: Saluran Penyangga Petani di
Indonesia. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Sardoei, A. S., Rahbarian, P., and Shahdadneghad, M. 2014. Evaluation
Chlorophyll Content Assesment on Three Indoor Ornamental Plants with
Plant Growht Regulators. European Journal of Experimental Biologi. 4(2):
306-310

31
Setyaningrum, Hesti Dwi dan Cahyo Saparinto. 2012. Panen Sayur secara Rutin di
Lahan Sempit. Jakarta: Penebar Swadaya
Sidemen, I. N., I Dewa N. R., dan Putu Bagus U. 2017. Pengaruh Jenis Pupuk
Organik Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bayam (Amaranthus sp.) Pada
Tanah Tegalan Asal Daerah Kubu, Karangasem. Agrimeta. 7(13): 31-40
Solikin. 2013. Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Stachytarpeta jamaicensisv
(L.). UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi. Malang
Sopialena. 2017. Segitiga Penyakit Tanaman. Samarinda: Mulawarman
University Press
Sudewi, S dan Indriani, L. 2020. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan
Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Bawang
Merah Lokal Palu. Agropet. 14(1): 20-30
Sunarjono, Hendro. 2014. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya
Supriyanto dan Fidryaningsih Fiona. 2010. Pemanfaatan Arang Sekam untuk
Memperbaiki Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba
(Roxb.)Miq) Pada Media Subsoil. Jurnal Silvikultur Tropika. 1(1): 24-28
Susila, A. D. 2006. Budidaya Tanaman Sayur. Bandung: Bagian Produksi
Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura ITB.
Sutarman. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tanaman. Sidoarjo: Umsida Press
Tim Pengampu Praktikum Dasar Budidaya Tanaman. 2020. Modul Praktikum
Dasar Budidaya Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Malang
Tim Penulis PS. 2009. Budidaya Tomat Secara Komersial. Jakarta: Penebar
Swadaya
Yusro, Rindiana. 2017. Pengaruh Pemberian Jenis Kotoran Unggas Sebagai
Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Bayam Cabut (Amaranthus
tricolor L.). Skripsi Jurusan Pendidikan IPA Biologi. Universitas Islam
Negeri Mataram
Zuryanti, D., Arifah R., dan Nur R. 2016. Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas
Bayam (Amaranthus tricolor L.) Pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang
Ayam dan Kalium Nitrat (KNO3). Jurnal Agronida. 2(2): 98-105

32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Varietas
Nama komoditas : Bayam Cabut
Nama varietas : Amarin
Nomor SK Kementan : 1846/kpts/SR.120/4/2011
Tahun : 2011
Produsen : PT. Benih Citra Asia
Bentuk daun : Lebar
Warna daun : Hijau kekuningan
Potensi hasil : 10-15 ton/ha
Umur panen : 20-30 hst
Spesifikasi : Cocok untuk dataran rendah – tinggi
Daya berkecambah minimal : 85%
Kemurnian fisik minimal : 99%
Kadar air maksimal : 8%
Jumlah benih : 50 gram
Nomor Lot : 64111712
Nomor Sertifikat : 10-LSSM BTPH

33
Lampiran .
2 Perhitungan Pupuk per Polybag
Kedalaman Lapisan Olah (KLO) = 10 cm
Berat Isi (BI) = 1 gr/cm3
Luas Lahan = 1 ha = 1x108 cm2
Rekomendasi pupuk NPK per hektar = 200 kg/ha a.
Hektar Lapis Olah (HLO)
HLO = KLO x BI x Luas Lahan
= 10 cm x 1 gr/cm3 x (1x108 cm2)

= 109 gram
= 106 kg
b. Kebutuhan Pupuk pada Media tanamn tanah

Kebutuhan NPK
= 0,0005 kg/polybag
= 0,5 gram/polybag
c. Kebutuhan Pupuk pada Media tanam tanah + kompos

Kebutuhan NPK
= 0,0005 kg/polybag
= 0,5 gram/polybag
d. Kebutuhan Pupuk pada Media tanam tanah + sekam

Kebutuhan NPK
= 0,0004 kg/polybag
= 0,4 gram/polybag
3 Data Pengamatan Semua Parameter
Jenis Media Tanam Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Tanaman (MST)
3 4 5

34
Lampiran .
Tanah 6,25 7,1 8,9
Tanah + Kompos 7,75 14,4 44,5
Tanah + Sekam Bakar 11,4 19,75 50

Jenis Media Tanam Jumlah Daun pada Umur Tanaman (MST)


3 4 5
Tanah 5 6 8
Tanah + Kompos 6 9 19
Tanah + Sekam Bakar 7 9 19

Jenis Media Tanam Berat Basah Tanaman


Bayam Cabut (gram)
Tanah 60 gram
Tanah + Kompos 110 gram
Tanah + Sekam 160 gram

Jenis Media Tanam Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tanaman (MST)
3 4 5
Tanah 0 0 0
Tanah + Kompos 0 0 0
Tanah + Sekam Bakar 0 0 0

Perhitungan :
Intensitas penyakit :

IP = (tidak ada kerusakan)


4 Logbook Kegiatan + Dokumentasi
No. Hari, tanggal Deskripsi Kegiatan Dokumentasi

35
Lampiran .
1. Senin, 12 Oktober Persiapan media tanam berupa
2020 tanah humus, pupuk kompos
dan pupuk sekam bakar ke
dalam 3 polybag.

2. Selasa, 13 Oktober - Pencampuran media tanam


2020 (tanah dengan kompos dan
tanah dengan sekam)
- Penyiapan 3 polybag
(polybag 1 berisi tanah,
polybag 2 berisi tanah + sekam
1:1, polybag 3 berisi tanah +
kompos 1:1)

3. Sabtu, 24 oktober Penanaman benih bayam hijau


2020

4. Senin, 26 oktober Pengamatan 2 HST


2020

36
37
5. Minggu, 1 Pengamatan 1 MST
November 2020

6. Senin, 9 November Pengamatan 2 MST


2020

7. Selasa, 10 Penjarangan terhadap 3


November 2020 polybag,
menyisakan dua
tanaman per polybag

38
8. Selasa, 10 Mengamati tanaman, tinggi
November 2020 tanaman dan jumlah daun

9. Rabu, 11 November Pemupukan NPK dosis 0,5 - gram (Tanah), 0,5


2020 gram
(Tanah + Kompos), dan 0,4
gram (Tanah + Sekam)

10. Selasa, 17 November Penggemburan -


2020

11. Senin, 23 November Pengamatan 5 MST


2020

39
12. Senin, 30 November Pemanenan dilakukan dengan
2020 mencabut seluruh tanaman
hingga akar

Lampiran 5. Dokumentasi Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

40

Anda mungkin juga menyukai