Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

THP DAN PASCA PANEN

Di

Oleh :
Topan ariga 19130017
Mata kuliah : Thp dan pasca panen

FAKULTAS PERTANIAN
PRODI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Ucapan puji dan syukur semata-mata hanya milik Allah Subhana


huwata’ala. Hanya kepada-Nya kami memuji dan hanya kepada-Nya kami
bersyukur, kami meminta ampunan dan meminta pertolongan. Shalawat serta
salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan Nabi Agung, yaitu Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah
Subhana huwata’ala untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang
paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-
satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami


dapat menyelesaikan makalah kami ini, serta kami pun menyadari dengan sepenuh
hati bahwa tetap terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, kami
sangat menantikan kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca untuk
materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah berikutnya. Kami juga
berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami supaya kami lebih
mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

Banda Aceh, 25 Juli 2022


Penulis,

Topan Ariga

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengolahan hasil Tanah Pertanian...........................................4


2.2 Pengemasan dan pengangkutan...............................................6
2.3 Kerusakan Tanah Pertanian dan kerusakan fisiologis...................7
2.4 Hama dan penyakit pasca panen8
2.5 Penggunaan zat kimia dlm pengelolaan hasil Tanah Pertanian....10

BAB III : PENUTUP

3.1........................................................................................................Ke
simpulan....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai
tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai
komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat
disebut Pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau
tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing)
(Mutiarawati, 2007).
Pasca panen tanaman pangan dan hortikultura. Usaha yang terdapat pada
golongan ini (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, 2000):
a. Pertanian tanaman pangan dan perkebunan, meliputi: pertanian padi,
palawija, perkebunan tebu, tembakau, karet, tanaman bahan baku tekstil
(kapuk, kapas, rosela, rami, yute, linen, agave, abaca dan kenaf), tanaman
obat/ bahan farmasi (kina, jahe, adas, kapulaga, kunyit, temulawak,
temugiring, orang-aring, iles-iles, pinang, gambir, jarak), tanaman minyak
atsiri (sereh wangi, nilam, menthol, cendana, kenanga, ilang-ilang), dan
tanaman lainnya (pupuk hijau, tanaman penutup tanah, dan tanaman pakan
ternak seperti: rumput gajah, murbei).
b. Pertanian hortikultura sayuran dan bunga-bungaan, meliputi: pertanian
hortikultura sayuran yang dipanen sekali (bawang merah, bawang putih,
kentang, kubis, petsai/ sawi, wortel dan lobak, termasuk bayam dan
kangkung yang dipanen dengan akarnya); hortikultura sayuran yang
dipanen lebih dari sekali (kacang panjang, kacang merah, cabe, tomat,
terong, buncis, ketimun, labu siam, bayam, kangkung dan jamur);
hortikultura bunga-bungaan (anggrek, mawar, melati, dan sedap malam),
termasuk tanaman hias yang dipanen selain bunganya, serta pembibitan
dan pembenihan hortikultura sayuran dan bunga-bungaan.
c. Pertanian buah-buahan, perkebunan kelapa dan kelapa sawit, perkebunan
tanaman untuk minuman, perkebunan jambu mete, dan perkebunan

1
tanaman untuk rempah, meliputi: pertanian buah-buahan musiman
(rambutan, jeruk, durian, duku, semangka, dan mangga), buah-buahan
sepanjang tahun (pepaya, pisang dan nenas), perkebunan kelapa, kelapa
sawit, perkebunan tanaman untuk bahan minuman (kopi, teh dan coklat),
jambu mete, lada, cengkeh, tanaman rempah lainnya (panili, kayu manis,
dan pala).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah diatas sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengolahan hasil Tanah Pertanian
2. Bagaimana Pengemasan dan pengangkutan
3. Bagaimana Kerusakan Tanah Pertanian dan kerusakan fisiologis
4. Bagaimana Hama dan penyakit pasca panen
5. Bagaimana Penggunaan zat kimia dlm pengelolaan hasil Tanah Pertanian

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengolahan hasil Tanah. Pertanian
2. Untuk mengetahui Pengemasan dan pengangkutan
3. Untuk mengetahui Kerusakan Tanah Pertanian dan kerusakan fisiologis
4. Untuk mengetahui Hama dan penyakit pasca panen
5. Untuk mengetahui Penggunaan zat kimia dlm pengelolaan hasil Tanah
Pertanian

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah dapat digunakan sebagai


bahan pengajaran bagi semua pihak yang bernaung di bawah dunia
pendidikan,baik dijadikan rujukan untuk makalah lebih lanjut maupun untuk
pembaca agar dapat memberikan informasi.Dan untuk menambah wawasan bagi
sipembaca serta mengoreksi makalah ini apa bila ada kekeliruan sebagai sumber

2
dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali potensi kecerdasan
intelektual pendidikan dalam proses pembelajaran di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengolahan hasil Tanah Pertanian

Di indonesia pada saat panen, hasil pertanian Petani seperti sayur-sayuran,


buah-buahan, umbi-umbian dan serealia banyak mengalami kerusakan sebelum
dikonsumsi, hal ini dikarenakan hasil panen yang melimpah hanya dijual oleh
Petani dalam bentuk segar saja tanpa ada proses penangan yang baik. penanganan
yang tidak benar dan tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan /kerugian yang
cukup tinggi karena sifat hasil pertanian yang mudah rusak terutama untuk
golongan buah dan sayuran ( sekitar 30 – 40 % ). Hal ini juga menyebababkan
hasil penjualan dari hasil pertanian tersebut tidak maksimal. mengingat
pentingnya peranan hasil-hasil pertanian tersebut di dalam kehidupan manusia,
maka untuk mengurangi jumlah kerusakan tersebut serta menambah nilai jual dari
hasil pertanian maka diperlukan penanganan yang benar dan tepat salah satunya
yaitu teknik pengolahan.

Proses pengolahan adalah proses pembuatan bahan dari bahan


mentah/segar menjadi produk-produk guna memenuhi kebutuhan manusia baik
secara Fisik, Kimiawi maupun biokimiawi. Adapun perlakuan dalam proses
pengolahan hasil pertanian melingkupi beberapa proses diantaranya Penanganan
bahan, pembersihan, pemisahan, sortasi, pemanasan dengan suhu tinggi,
pendinginan dan pembekuan, pengeringan, pengentalan, pengkristalan, ekstraksi,
distilasi,penggilingan, pencampuran, pengemasan,penyimpanan dan
penggudangan

Dengan teknik pengolahan di harapkan dapat menekan kerusakan hasil


pertanian petani dan dapat memperoleh nilai tambah yang jauh lebih besar serta
dapat menghasilkan produk-produk pertanian dari komuditas lokal.

1. Keuntungan mengolah hasil pertanian

4
a. Memperpanjang waktu dan jumlah persediaan

Hasil pertanian yang diolah pasti akan akan terawetkan dan dapat bertahan
lebih lama dari pada bahan segar.

b. Memudahkan penyimpanan dan distribusi

Semua bahan pangan yang diolah dengan mudah disimpan dan dikirim ke
daerah lain. Manfaatnya, yaitu bahan pangan kita tidak akan busuk
sebelum sampai tujuan.

c. Meningkatkan nilai tambah ekonomis dan nilai tambah sosial

Hasil olahan pertanian akan bertambah nilai jual setelah menjadi produk
yang beraneka ragam.

d. Mengurangi tingkat kerugian

Hal ini jelas terjadi, misalnya tomat yang harganya jatuh di pasaran karena
panen besar-besaran dapat sangat merugikan. Namun, jika tomat tersebut
diolah jadi saus, tidak akan ada kata rugi.

e. Mengurangi pencemaran lingkungan dan pengolahan limbah

Bahan pangan mentah yang diolah dengan benar akan menekan porsi
mubazir karena hasil samping atau limbah dari proses pengolahan hasil
pertanian dapat menjadi produk pertanian yang juga memiliki nilai
ekonomis cukup tinggi. Ada beberapa contoh limbah dari pengolahan
pertanian yang dapat diolah kembali. Misalnya ampas dari tahu dapat
dijadikan tempe gembos dan limbah dari potongan-potongan sayur dan
buah dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos yang dapat menyuburkan
tanah.

2. Yang perlu diperhatikan dalam pengolahan hasil pertanian

5
a. Mutu

Dalam proses pengolahan harus diperhatikan kebersihan, bahan baku yang


bagus tidak terkontaminasi, dan yang tidak kalah penting produk yang
dibuat harus sesui dengan selera dan keinginan konsumen.

b. Kontinuitas Produksi (jumlah dan Waktu)

c. Harga

2.2 Pengemasan dan Pengangkutan


1. Keuntungan dari pengemasan yang baik (Mutiarawati, 2007):
a. Melindungi komoditas dari kerusakan
Melindungi dari kerusakan mekanis: gesekan, tekanan, getaran
Melindungi dari pengaruh lingkungan: temperatur, kelembaban,
angin Melindungi dari kotoran / pencemaran : sanitasi
b. Melindungi dari kehilangan (pencurian): memudahkan pengontrolan
c. Memudahkan penanganan: Penggunaan berbagai fasilitas
pengemasan memudahkan penanganan Memberikan kesinambungan
dalam penanganan
d. Mengacu pada standarisasi wadah / kontainer
e. Meningkatkan pelayanan dalam pemasaran Praktis untuk konsumen
(pengemasan dalam skala kecil) Lebih menarik Dapat untuk
menyampaikan informasi produk yang dikemas Penggunaan label
dapat menerangkan cara penggunaan dan cara melindungi produk
yang dikemas
f. Mengurangi / menekan biaya transportasi / biaya tataniaga
2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengemasan
(Mutiarawati, 2007):
a. Pengemasan harus dilakukan dengan hati-hati terutama mencegah
terluka, terjatuh atau kerusakan lain.
b. Hanya komoditas yang baik yang dikemas (melalui sortasi)

6
c. Tempat pengemasan harus bersih dan hindari kontaminasi
d. Container atau wadah dan bahan pengemas lain, juga “pengisi” atau
pelindung, harus bersih atau untuk yang tidak “didaur pakai” seperti
kardus, plastik transparan dan lain-lain, harus yang baru.
e. Pengemasan pada beberapa komoditas dilakukan setelah precooling .
Pengemasan sebaiknya dilakukan pada tiap grad kualitas secara
terpisah.
f. Bahan pengemas harus kuat, sesuai dengan sifat dan kondisi produk
yang dikemas dan lama penyimpanan/pengangkutan.

Pada beberapa negara ada peraturan khusus mengenai bahan pengemas


yang diperbolehkan, juga dalam hubungannya dengan penggunaan bahan kimia
setelah panen.

1. Pengangkutan (Mutiarawati, 2007):


Pengangkutan umumnya diartikan sebagai penyimpanan berjalan. Semua
kondisi penyimpanan pada komoditas yang diangkut harus diterapkan.
a. Faktor pengangkutan yang perlu diperhatikan adalah:
1) Fasilitas angkutannya
2) Jarak yang ditempuh atau lama perjalanan
3) Kondisi jalan dan kondisi lingkungan selama pengangkutan -
Perlakuan “bongkar-muat” yang diterapkan.

2.3 Kerusakan Tanah Pertanian dan kerusakan fisiologis


1. Kerusakan Tanah pertanian

Tanah adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi
yang terdiri dari bahan mineral. dan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia,
dan biologi yang mampu menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Sebagai bagian dari tubuh alam, tanah memiliki kapasitas yang terbatas
secara kualitas maupun kuantitas. Kerusakan tanah adalah hilangnya atau
menurunnya fungsi tanah, baik sebagai sumber unsur hara tumbuhan maupun
sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan tempat air tersimpan.
7
Pemanfaatan tanah dengan intensitas tinggi berpotensi mengalami kerusakan
tanah.

Dalam upaya mencegah dan mengendalikan kerusakan tanah, pemerintah


Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 150
tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa.
Peraturan tersebut digunakan sebagai pedoman dalam menyusun peta status
kerusakan tanah, yang merupakan acuan dalam kegiatan pencegahan serta
pengendalian pada tanah yang belum maupun yang sudah mengalami kerusakan.
Peraturan ini ditujukan untuk tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian, misal
sawah, perkebunan, tegalan, ladang dan hutan tanaman.

2. Kerusakan Fisik – Fisiologis

Perubahan-perubahan terjadi karena proses fisiologi (hidup) yang terlhiat


sebagai perubahan fisiknya seperti perubahan warna, bentuk, ukuran, lunak, keras,
alot, keriput, dll. Juga bisa terjadi timbul aroma, perubahan rasa, peningkatan zat-
zat tertentu dalam hasil tanaman tersebut.

2.4 Hama dan Penyakit pasca Panen

Hama pascapanen atau hama gudang merupakan organisme yang


aktivitasnya dapat menurunkan dan merusak kualitas juga kuantitas produk
pertanian setelah dipanen. Hama gudang dapat merusak produk pertanian saat
berada di gudang atau pada masa penyimpanan. Hama pasca panen merupakan
salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam penurunan kualitas
produk. Hasil panen yang disimpan khususnya biji-bijian setiap saat dapat
diserang oleh berbagai hama gudang yang dapat merugikan. Hama gudang
umumnya tergolong ke dalam ordo Coleoptera dan Lepidoptera, dikategorikan ke
dalam hama utama (primary pest) yaitu hama yang mampu makan keseluruhan
biji yang sehat dan menyebabkan kerusakan.

8
Penyakit pascapanen pada komoditas hortikultura terdiri dari dua jenis,
yaitu penyakit nonparasiter dan penyakit parasiter. Penyakit non parasiter
merupakan jenis penyakit pada suatu komoditi yang penyebabnya bukan karena
organisme lain melainkan disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Penyakit non
parasiter ini meliputi kerusakan mekanis, kerusakan fisiologis, penguapan,
kerusakan akibat respirasi, kerusakan fisik, kerusakan akibat suhu, kerusakan
akibat kelembaban relatif, maupun perubahan biologis lainnya.

Penyakit parasiter merupakan penyakit-penyakit komoditi hasil panen


yang disebabkan oleh patogen seperti jamur, bakteri, dan virus. Penyakit parasit
pascapanen merupakan penyakit yang terjadi pada saat produk masih di lapang
(sebelum dipanen), tetapi patogen pada saat itu dalam keadaan dorman. Setelah
pemanenan, pada saat kondisi mendukung bagi perkembangan dan aktivitas
patogen tersebut, barulah terjadi perkembangan atau aktivitas patogen sehingga
terjadi perkembangan penyakit yang ditandai terlebih dahulu dengan adanya
gejala-gejala serangan penyakit. Penyebab penyakit pascapanen umumnya
tergolong kelas Ascomycetes dan Phycomycetes, contoh: Rhizopus, Phytopthora,
dan Pythium. Penyakit pascapanen yang disebabkan oleh bakteri dapat terjadi
akibat infeksi bakteri sejak di lapang maupun saat periode pascapanen, selama
periode pengumpulan hasil panen, sortasi, pencucian, packing, maupun
pengangkutan dan penyimpanan. Bakteri penyebab penyakit pascapanen
umumnya adalah Erwinia dan Pseudomonas.

1. Bahan-bahan
Biji-bijian yang terserang hama pascapanen yang meliputi kutu beras,
kupu-kupu beras, hama boleng, kumbang tepung dan penggerek biji-
bijian, produk pascapanen yang terserang kapang Aspergillus sp.,
Penicilium sp., Rhizopus sp, Fusarium sp., dan bakteri Erwinia sp.
2. Alat-alat : pensil warna, kertas gambar, pinset, kaca pembesar, mikroskop.
Cara kerjanya sebagai berikut

9
a. Amati jenis hama dan penyebab penyakit yang menyerang produk
pascapanen berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkannya. Catat
dengan lengkap
b. Gambarkan bentuk morfologi organisme masing-masing jenis hama
dan penyebab penyakit di atas kertas gambar dengan bantuan kaca
pembesar atau mikroskop. Sebutkan bagian-bagiannya dengan jelas
c. Tentukan penggolongan taksonomi dari masing-masing hama dan
penyebab penyakit tersebut
d. Apabila sudah teridentifikasi, jelaskan siklus hidupnya, habitat tempat
hidupnya, gejala-gejala serangan yang ditimbulkannya, dan perlakuan
yang dibutuhkan untuk mencegah atau membasmi hama dan penyakit
tersebut
e. Susun makalah untuk setiap hama atau penyebab penyakit yang
teridentifikasi untuk dipresentasikan pada pertemuan praktikum
selanjutnya (Wagiman, 2019).

2.5 Penggunaan zat kimia dlm pengelolaan hasil Tan. Pertanian

Penggunaan pupuk dan pestisida di Indonesia mulai meningkat pesat sejak


gerakan revolusi hijau tahun 1970 an. Sejak itu, penggunaan pupuk dan pestisida
menjadi keharusan bagi petani. Untuk mengantisipasi dampak penggunaan pupuk
berlebihan maka pemerintah mulai menerapkan berbagai peraturan dan teknologi
penggunaan pupuk seperti pemupukan berimbang. Program tersebut mulai
diterapkan hingga diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang budi daya
tanaman yang mengatur penggunaan pupuk. Demikian juga kandungan hara dan
logam berat dalam pupuk sudah diatur dalam Permentan No70/Permentan/Sr.
140/10/2011. Dengan sosialisasi yang cukup luas, maka harapannya penggunaan
pupuk dapat dikendalikan.

Penggunaan bahan agrokimia yang berlebihan merupakan tantangan utama


dalam pertanian ramah lingkungan. Bahan agrokimia pupuk dan pestisida
merupakan salah satu input teknologi yang sangat dibutuhkan untuk sistem

10
pertanian modern namun juga berpotensi menimbulkan banyak kerusakan.
Penggunaan bahan agrokimia yang sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan
tidak akan menyebabkan banyak masalah baik untuk jangka pendek maupun
jangka panjang. Namun penggunaannya yang berlebihan dan tidak tepat sasaran
dapat menyebabkan berbagai permasalahan diantaranya keracunan tanaman,
timbulnya resistensi hama, serta tercemarnya tanah dan air. Selain pencemaran
lingkungan, pengaruh cemaran agrokimia ini juga memberikan dampak negatif
terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.

Trend penggunaan pupuk (N, P2O5, dan K2O) untuk semua sektor di Indonesia.
Penggunaan pupuk N, P, dan K secara umum meningkat sesuai dengan adanya
perluasan lahan pertanian dan digunakannya varietas dengan hasil tinggi yang
kebutuhan pupuknya juga lebih tinggi.

Selain unsur N, potensi cemaran berupa akumulasi logam berat banyak


ditemukan pada pemupukan P terutama jenis fosfat alam. Batuan fosfat alam
dapat digunakan langsung ke tanaman agar lebih ekonomis. Namun demikian
batuan fosfat alam mengandung logam berat. Sehingga penggunaan fosfat alam
dalam jangka panjang dapat mengakumulasi logam berat dalam tanah. Ini
merupakan salah satu penyumbang keracunan logam berat dalam tanah.

Kelebihan unsur hara dalam tanah akan menyebabkan toksisitas bagi


tanaman, kerusakan bagi lingkungan, sebaliknya pada kondisi tanah kekurangan
unsur hara akan terjadi defisiensi bagi beberapa unsur hara tertentu yang
selanjutnya menyebabkan degradasi lahan. Pemulihan lahan tercemar dengan
pemulihan lahan terdegradasi sama sulit dan beratnya. Oleh karena itu
pengelolaan lahan yang ramah lingkungan dalam arti menjaga keseimbangan
alam, keberlangsungan produksi tanaman, dan kesehatan lingkungan menjadi
sangat penting.

Selain pupuk, input produksi yang tidak kalah pentingnya dan berpotensi
mencemari lingkungan adalah pestisida. Pestisida masih menjadi andalan petani
untuk melindungi tanaman dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

11
Penggunaan pestisida oleh petani umumnya melebihi dosis yang disarankan
dalam kemasannya. Sementara itu semakin tinggi dosis pestisida yang
diaplikasikan, resistensi hama penyakit terhadap pestisida jenis tersebut juga
meningkat. Akibatnya petani beralih menggunakan jenis pestisida lain yang
dianggap lebih ampuh. Ini seperti lingkaran masalah yang tidak ada habisnya.
Jenis pestisida yang beredar di pasaran juga semakin banyak (Husnain,
Nursyamsi. dan Purnomo 2015).

1. Potensi Dampak Negatif Bahan Agrokimia Terhadap Lingkungan


Penggunaan pupuk seyogyanya sudah memperhatikan tepat dosis, tepat
waktu, tepat cara, tepat jenis, dan tepat tanamannya. Apabila aturan ini sudah
diterapkan, maka tidak banyak pupuk yang terbuang dan berpotensi merusak
lingkungan. Namun hingga saat ini persepsi sebagian besar petani kita masih
belum berubah. Petani percaya bahwa semakin banyak pupuk yang diberikan akan
dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Selain itu, terjadi ketimpangan
dimana petani yang mampu menyediakan pupuk memberikannya secara
berlebihan, sebaliknya bagi yang kurang mampu hanya memberikan pupuk
seadanya. Penggunaan pestisida perlu menjadi perhatian yang serius karena
pestisida merupakan katagori Persistent Organic Pollutants (POPs) yang paling
populer dengan kandungan senyawa berbahayanya. Senyawa POPs merupakan
senyawa organik yang sulit terdegradasi sehingga dapat bertahan lama di
lingkungan (Husnain, Nursyamsi. dan Purnomo 2015).
a. Nitrogen
1) Potensi hilangnya N dari sistem tanah-tanaman
Potensi cemaran lingkungan dari pupuk umumnya berasal dari
sumber pupuk N dan P. Kelebihan pupuk N dalam tanah akan
menyebabkan banyak N hilang baik melalui volatilisasi, run-off, dan
leaching. Kehilangan N ini umumnya setelah pupuk N mengalami
perubahan bentuk menjadi nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan ammonia
(NH4) (Rechcigl 1995). Pupuk N yang diberikan baik dalam bentuk N

12
inorganik seperti urea maupun N dari bahan organik seperti kotoran
hewan (kohe) akan mengalami reaksi dengan ion H dan air tanah
membentuk ion amoniak (NH3 dan NH4) (Gambar 3 dan 4).
Komposisi NH3 dan NH4 dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH
tanah, dimana tanah dengan pH didominasi oleh ion NH4. Ion NH4 ini
dapat diserap, difiksasi oleh mineral liat atau dipertukarkan dalam
komplek pertukaran. Secara biologi, pupuk N dalam tanah akan
mengalami perubahan melalui proses nitrifikasi menjadi NO3. Proses
nitrifikasi terjadi dengan adanya enzim Nitrosomonas dan Nitrobacter
dipicu oleh pH masam saat kondisi aerobik. Secara fisiologis, tanaman
cenderung menyerap N dalam bentuk NH4 dibandingkan dengan NO3
(Brady and Weil 2007). Ion NO3 sangat dinamis dalam tanah dan tidak
diikat kuat oleh mineral liat sehingga mudah hilang dalam sistem tanah
dan tanaman. Hal ini yang menyebabkan banyaknya nitrat (NO3) yang
hilang dan berpotensi menyebabkan tercemarnya air tanah, air sungai,
dan air irigasi (Husnain, Nursyamsi. dan Purnomo 2015).
2) Potensi cemaran N dalam ekosistem perairan
Akibat banyaknya N yang hilang dari sistem tanah-tanaman maka
ekosistem perairan menjadi terganggu. Hasil penelitian neraca hara
menyimpulkan bahwa N yang hilang melalui volatilisasi, denitrifikasi
dan drainase cukup tinggi . Penggunaan pupuk yang berlebihan akan
meningkatkan juga jumlah N yang hilang ke perairan. Sektor industri
merupakan penyumbang terbesar sumber cemaran air. Namun
demikian, N yang hilang dari lingkungan pertanian juga turut
menyumbangkan penurunan kualitas air tanah dan air sungai.
Hasil pengamatan kandungan N dalam bentuk nitrit, nitrat, dan
ammonium dalam air sungai Wangisagara yang terletak di bagian hulu
DAS Citarum dari tahun 2000 hingga 2005 di bulan yang sama
(Januari), menunjukkan konsentrasi N yang meningkat dari tahun ke
tahun. Konsentrasi nitrat hingga mencapai 0,5 mg/l tergolong cukup
tinggi untuk daerah hulu sungai dimana aktivitas manusia belum
13
terlalu intensif. Tingginya kandungan nitrat tersebut diduga berasal
dari praktek pertanian di bagian hulu yang menyebabkan
meningkatnya kandungan N.
Berbagai kerusakan lingkungan akibat emisi, hujan asam, dan
sebagainya yang terkait dengan pertanian sudah banyak dilaporkan.
Potensi kerusakan yang disebabkan oleh unsur N dapat dijelaskan
seperti yang telah dirangkum oleh Keeney (1982) dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1
Potensi dampak lingkungan yang berhubungan dengan N

Issu lingkungan Penyebab dan dampak


Kesehatan manusia dan hewan
Methemoglobinema Kanker Mengkonsumsi air minum dan makanan yang
mengandung nitrat tinggi, terutama
mempengarui bayi dalam transpor oksigen
dalam darah
Keracunan nitrat Terekspos nitrosamine yang terbentuk dari
reaksi amina dengan agen nitrous, kanker kulit
meningkat dengan ekspose sinar ultraviolet
karena lapisan ozon (O3) yang makin rusak
Keracunan nitrat Pencernaan hewan ternak karena mengandung
nitrat yang tinggi dalam air minum dan
pakannya
Kerusakan lingkungan
Kontaminasi air tanah Nitrat yang pencucian dari pupuk, kotoran
hewan, sludge, air buangan, septic tank dapat
mempengaruhi kesehatan manusia dan hewan
dan juga status tropic air permukaan (menjadi
eutrophik)

Eutropikasi air permukaan N yang berasal dari N yang terlarut, N dalam


sedimen, run-off, dan dari inlet air tanah,
buangan dari perumahan, pabrik, kantor, dll,
serta sumbangan N dari atmosfir akan
memasuki badan air menyebabkan perubahan
status hara N dalam tanah sehingga terbentuk
eutrofikasi

Hujan asam, evolusi, dan Asam nitrit di atmosfir turun kembali melalui
deposisi amonia air hujan
Penurunan tebal lapisan ozon Nitrous oksida dari pembakaran fosil oleh
dan perubahan iklim global industri dan kendaraan bermotor dan dari
denitrifikasi nitrat dalam tanah berpindah ke
lapisan stratosfir terjadi kerusakan O3 (Ozon)
sehingga sinar ultraviolet langsung menuju

14
bumi dan menyebabkan permanasan global
Sumber: Husnain, Nursyamsi. dan Purnomo, (2015).

b. Pestisida
Terdapat 14 jenis pestisida dalam Pedoman Penggunaan Pestisida
(Ditjen PSP 2011) yaitu akarisida, algasida, alvisida, bakterisida,
fungisida, herbisida, insektisida, molluskisida, nematisida, ovisida,
pedukulisida, piscisid, rodentisida, dan termisida. Dari berbagai jenis
pestisida tersebut, 7 diantaranya banyak digunakan dalam bidang pertanian
seperti herbisida, insektisida, fungisida, bakterisida, nematisida, acaricida,
dan rodentisida. Selanjutnya dalam makalah ini ke 7 jenis pestisida
tersebut disebut dengan pestisida.
Bahan utama penyusun pestisida adalah persistent organic
pollutants (POPs) yang diketahui resisten di lingkungan, terakumulasi di
dalam tubuh makhluk hidup, dan memiliki toksisitas yang tinggi.
Sembilan dari 12 jenis senyawa POPs terdapat dalam pestisida, yaitu
aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, endrin, heptachlor, exachlorobenzene,
mirex, dan toxaphene. Berdasarkan pedoman penggunaan pestisida yang
dikeluarkan oleh Ditjen PSP 2011, terdapat 39 jenis bahan aktif pestisida
yang dilarang beredar di Indonesia. Ke 39 jenis tersebut dapat dilihat
dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2
Daftar bahan aktif pestisida yang dilarang

No Bahan aktif No Bahan aktif


1. 2,4,5-T 20, Heptaklor
2. 2,4,6-T 21. Kaptafol
3. Natrium 4-brom-2,5- diklorofenol 22. Klordan
4. Aldikarb 23. Klordimefon
5. Aldrin 24. Leptofos
6, 1,2-Dibromo-3- kloropropan 25. Heksakloro Siklo Heksan (HCH)
(termasuk Lindan)
7. Cyhexatin 26. Metoksiklor
8. Dikloro difenil trikloroetan (DDT) 27. Mevinfos
9. Dieldrin 28. Monosodium metam arsonat
(MSMA)
10 2,3-Diklorofenol 29 Natrium klorat
11. 2,4-Diklorofenol 30. Natrium tribromofenol

15
12. 2,5-Diklorofeno 31 Metil parathion
13. Dinoseb 32 Halogen fenol (termasuk Penta)
Kloro Fenol (PCP) dan garamnya
14. Ethyl p-nitrophenyl Benzene- 33. Pestisida berbahan aktif
thiophosponate (EPN) Salmonella
15. Endrin 34. Senyawa arsen
16. Endosulfan 35. Senyawa merkuri
17 Etilen dibromida (EDB) Etilen 36. Strikhnin
dibromida (EDB)
18. Formaldehida 37. Telodrin
19 Fosfor kuning (YellowPhosphorus) 38. Toxaphene
Mireks

Pestisida menjadi berbahaya karena efek sampingnya seperti


tertinggal dalam tanaman, masuk ke dalam bahan makanan dan
pencernaan makhluk hidup, terbawa air dan terbang lewat udara (Madhun
dan Freed 1990). Senyawa POPs ini juga bersifat semi volatil sehingga
dapat berada dalam fase uap ataupun terserap di dalam partikel debu,
sehingga POPs dapat menempuh jarak yang jauh di udara (long- range air
transport) sebelum akhirnya terdeposisi di bumi (Ritter et al. 2007).
Dengan sifat-sifat demikian, senyawa POPs cenderung terakumulasi dan
selalu terdapat di lingkungan.

Madhun dan Freed (1990) merangkum berbagai pengaruh pestisida


terhadap tanah dan air seperti dapat dilihat dalam Tabel 8. Hampir semua
jenis pestisida dapat terangkut dalam residu tanaman kecuali kelompok
organophosphate, carbonate, dan pyrethroid yang memiliki umur pendek.

Pestisida juga dapat merusak pertumbuhan tanaman air sehingga


ekosistem perairan menjadi terganggu. Pengaruh negatif pestisida untuk
tanaman yang sensitif adalah tanda pematangan yang cepat dan tidak
beraturan, kehilangan biomassa dan kematian tanaman (Wild 1993). Bagi
organisme pengganggu tanaman (OPT) misalnya serangga dapat
membangun imunitas tinggi terhadap pestisida sehingga dosis
penggunaannya akan selalu meningkat. Pengendalian hama sebelum
program pengendalian hama terpadu (PHT) lebih banyak mengandalkan

16
pestisida jenis organoklorin dan organofosfat yang memiliki toksisitas
tinggi dan persistensi lama dalam tanah sehingga berpotensi mencemari
lingkungan. Selanjutnya berkembang pestisida golongan carbonate dan
pyrethroid yang lebih aman terhadap lingkungan karena mudah
terdegradasi, namun penggunaannya dalam jangka panjang tetap perlu
diwaspadai.

Tingkat kerusakan yang ditimbulkan dari residu pestisida


dipengaruhi oleh jenis bahan aktif, tingkat kelarutan, dan kondisi
lingkungan saat pestisida diberikan. Proses transformasi pestisida dalam
tanah dapat dilihat dari Gambar 9. Pestisida yang masuk ke dalam tanah
akan melalui 7 proses yaitu: 1) volatilisasi ke atmosfir tanpa perubahan
kimia; 2) diadsorpsi tanah; 3) hilang melalui leaching; 4) bereaksi secara
kimia di dalam tanah maupun permukaan tanah; 5) dapat dirombak oleh
mikroorganisme; 6) terbawa erosi dan run-off ke aliran sungai; dan 7)
masuk jaringan tanaman dan juga hewan melalui rantai makanan (Weber
dan Miller 1989). Lebih lanjut, pestisida masuk melalui perakaran,
diabsorpsi oleh mineral liat tanah kemudian mengalami degradasi biologi
dan kimia. Pestisida yang diberikan ke tanaman juga akan mengalami
volatilisasi, terpapar radiasi sehingga terurai (photodecomposition), hilang
melalui leaching dan run off. Bahan aktif pestisida yang tidak dapat terurai
baik secara kimia dan biologi sangat berbahaya apabila tercuci sehingga
masuk ke dalam air tanah, bertahan dalam air run off dan menjadi toksik.

Kelarutan bahan aktif pestisida menjadi indikator proses


transformasinya dalam tanah. Pada Gambar 10 dapat dilihat tingkat
kelarutan beberapa jenis bahan aktif pestisida dalam air. Kelompok
halogen, alkylated benzenes, dan phthalate memiliki tingkat kelarutan
tinggi dalam air yaitu sekitar 10-3 hingga 1 mol/l kelompok yang paling
rendah tingkat kelarutannya dalam air adalah polychlorinated biphenyls
(PCBs) (Wild 1993). Semakin tinggi tingkat kelarutannya dalam air maka
semakin cepat tingkat degradasinya dan sebaliknya dengan tingkat

17
kelarutan rendah persistensinya juga semakin lama (Husnain, Nursyamsi.
dan Purnomo 2015).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai
tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai
komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat
disebut Pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau
tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing)
Tanah adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak
bumi yang terdiri dari bahan mineral. dan organik serta mempunyai sifat fisik,
kimia, dan biologi yang mampu menunjang kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Kerusakan Fisik – Fisiologis adalah Perubahan-perubahan terjadi
karena proses fisiologi (hidup) yang terlhiat sebagai perubahan fisiknya seperti
perubahan warna, bentuk, ukuran, lunak, keras, alot, keriput, dll. Juga bisa terjadi
timbul aroma, perubahan rasa, peningkatan zat-zat tertentu dalam hasil tanaman
tersebut.
Hama pascapanen atau hama gudang merupakan organisme yang
aktivitasnya dapat menurunkan dan merusak kualitas juga kuantitas produk
pertanian setelah dipanen. Penggunaan bahan agrokimia yang berlebihan
merupakan tantangan utama dalam pertanian ramah lingkungan. Bahan agrokimia
pupuk dan pestisida merupakan salah satu input teknologi yang sangat dibutuhkan

18
untuk sistem pertanian modern namun juga berpotensi menimbulkan banyak
kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Mutiarawati, T. (2007). Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Bandung.


Universitas Padjadjaran, 1-5.

Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. (2000). Pertanian, Perburuan, Dan


Kehutanan. 1-83

Husnain, Nursyamsi. D., dan Purnomo. J. (2015). Penggunaan Bahan Agrokimia


dan Dampaknya terhadap Pertanian Ramah Lingkungan. 7-46

Wagiman, F. X. (2019). Hama Pascapanen dan Pengelolaannya. UGM PRESS.

Rukmana, R. P., Kusmiyarti, T. B., & Kusmawati, T. A. T. I. E. K. (2016). Kajian


potensi dan status kerusakan tanah pada lahan pertanian di Kecamatan
Denpasar Timur. Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 5(3), 254-264

19

Anda mungkin juga menyukai