Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MATA KULIAH TEKNOLOGI PASCA PANEN NABATI

“ALPUKAT”

Disusun Oleh

Nama dan NIM : 1. Anggun Fitria Mustika Yekti (B32181450)

2. Dzulfiky Fatkurohman (B32181520)

3. Dyah Tripuspita Wulandari (B32181515)

4. Duana Santun Budi Palupi (B32181416)

5. Rizal Dwi Permadi (B32181477)

Dosen Pengampu : Ir. Agus Santoso M.Si

Golongan :C

Kelompok :2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan Makalah Penanganan Pasca Panen pada buah alpukat. Yaitu
sebagai tugas dari Bapak Ir. Agus Santoso M.Si. sebagai dosen mata kuliah
Teknologi Pasca Panen. yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita, kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kita harapkan. Untuk
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan

Jember, 18 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Tujuan................................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1 Klasifikasi Alpukat (Persea americana mill)..................................... 3
2.2 Morfologi.......................................................................................... 4
2.3 Bagian-Bagian Tanaman Alpukat...................................................... 4
2.4 Manfaat Alpukat................................................................................ 5
2.5 Jenis Alpukat..................................................................................... 6
BAB III ISI....................................................................................................... 7
3.1 Panen................................................................................................. 7
3.2 Penanganan Pasca Panen................................................................... 9
3.3 Distribusi dan Pemasaran.................................................................. 20
BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 22
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 22
4.2 Saran ................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan pertanian 7,7 juta
hektar sehingga memiliki bermacam- macam hasil produk hortikultura. Buah-
buahan sebagai salah satu komoditi hortikultura memiliki potensi untuk
dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri.
Negara tujuan ekspor Indonesia untuk komoditi hortikultura adalah Singapura,
Cina, Taiwan, Hongkong, Belanda, Prancis, Spanyol dan Timur Tengah.
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah yang berasal dari dataran
rendah atau tinggi Amerika Tengah. Bagian tanaman alpukat yang banyak
dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Kandungan alpukat
yang tinggi lemak yakni 6,50- 25,18 gram per 100 gr. Lemak yang terdapat dalam
alpukat sebagian besar berupa asam lemak tak jenuh tunggal yang lebih
dibutuhkan oleh manusia. Selain itu, manfaat lain dari daging buah alpukat adalah
untuk bahan dasar kosmetik. Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya
yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal, rematik).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 1997- 2010
produktivitas alpukat di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan yaitu pada
tahun 1997 mencapai 129,952 ton sedangkan tahun 2010 mencapai 225,143 ton.
Namun, pada kenyataannya buah alpukat belum ditangani dengan tepat karena
belum diketahui potensinya secara luas sehingga belum mendapat perhatian yang
khusus dari masyarakat.
Diperkirakan lebih dari 30% komoditas buah, sayur, dan bunga segar di
Indonesia mengalami kerusakan setelah sampai di tangan konsumen, akibat
penanganan yang kurang baik. Penanganan pasca panen seperti pengangkutan,
sortasi, pengemasan dan penyimpanan yang tidak tepat dapat mempengaruhi
tingkat perubahan mutu komoditi. Penyebab utama kerusakan akibat pasca panen
ini dapat berupa kerusakan fisik, mekanik, biologi, kimia, maupun mikrobiologi.
Oleh karena itu, perlunya penanganan pasca panen yang tepat agar buah alpukat
masih dalam kondisi yang baik hingga ke tangan konsumen.

1
Pasca panen merupakan kegiatan penting setelah pemanenan yang
bertujuan untuk mempertahankan sifat produk pertanian seperti semula. Oleh
karena itu, dengan penanganan pasca panen maka hasil komoditas pertanian dapat
disimpan lebih lama dan dapat menjaga penampilan tetap segar sehingga dapat
menambah nilai tambah.
Salah satu komoditas hasil pertanian yang perlu penanganan pasca panen
adalah alpukat (Persea americana Mill). Alpukat merupakan salah satu jenis
tanaman hortikultura yang berasal dari Amerika Tengah. Bagian tanaman alpukat
yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Selain
itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dilakukan masyarakat Eropa
adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai masakan.
Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik.
Alpukat juga termasuk komoditi buah-buahan yang mempunyai permintaan pasar
dalam bentuk segar yang cukup kuat. Salah satunya yaitu Masyarakat Eropa (ME)
yang merupakan pengimpor buah alpukat terbesar di dunia, seperti Perancis,
Belanda, Inggris, Jerman dan Amerika (Anonim, 2009).
Salah satu kendala dalam usaha pemenuhan kebutuhan buah alpukat ini
adalah karena rusaknya buah alpukat sebelum sampai ketempat tujuan atau
sebelum dikonsumsi. Hal ini disebabkan karena alpukat termasuk buah yang
mudah rusak. Kerusakan-kerusakan ini dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis
ataupun fisiologis.

1.2 Tujuan
Untuk lebih mengetahui fisiologi pasca panen buah alpukat meliputi
pemanenan dan penanganan pasca panen, kerusakan- kerusakan dan teknologi
penanganan pasca panen.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana fisiologi pasca panen buah alpukat?
2. Apa saja penyebab kerusakan buah alpukat?
3. Teknologi pasca panen apa saja yang diterapkan untuk menjaga mutu
buah alpukat?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Alpukat (Persea americana mill)


Tanaman alpukat (Persea americana mill) merupakan tanaman yang
berasal dari daratan tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang
tersebar di seluruh dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe West
Indian, tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian
bawah kulit dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau
karena kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002;
Andi,2013).
Menurut Sunarjono (1998), alpukat termasuk tanaman hutan yang
tingginya mencapai 20 meter. Bentuk pohonnya seperti kubah sehingga
dari jauh tampak menarik. Daunnya panjang (lonjong) dan tersusun seperti
pilin. Pohonnya berkayu, umumnya percabangan jarang dan arahnya
horizontal. Bunga alpukat keluar pada ujung cabang atau ranting dalam
tangkai panjang. Warna bunga putih dan setiap bunga akan mekar
sebanyak dua kali.

Tabael 2.1 Taksonomi Tanaman Alpukat


Klasifikasi Nama
Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Kelas Magnolipsisada spermotyha
Sub kelas Magnoliidae
Ordo Laurales
Famili Lauraceae
Genus Persea
Spesies Persea americana mill

3
2.2 Morfologi
Tanaman alpukat berupa pohon dengan ketinggian 3-10 m, rating tegak
dan berambut halus, daun berdesakan diujung ranting, bentuk bulat telur atau
corong, awalnya berbulu pada kedua belah permukaannya dan lama-kelamaan
menjadi licin. Bunga alpukat berupa malai dan terletak di dekat ujung ranting,
bunganya sangat banyak berdiameter 1-1,5 cm, berwarna kekuningan, berbulu
halus dan benang sari dalam 4 karangan, buah alpukat berbentuk bola lampu
sampai bulat telur, berwarna hijau kekuningan berbintik ungu, gandul/halus, dan
harum, biji berbentuk bola dan hanya terdapat satu biji dalam 1 buah (Materia
Medika Indonesia, 1996; Hika citra, 2009).

2.3 Bagian-Bagian Tanaman Alpukat


Tanaman alpukat memiliki dua jenis akar, yaitu akar tunggang dan
memiliki akar rambut. Rambut pada akar tanaman alpukat hanya sedikit sehingga
pemupukan harus dilakukan dengan cara yang benar. Pupuk harus diletakkan
sedekat mungkin dengan akar sehingga pupuk ditanam dengan kedalaman 30 – 40
cm disekitar tanaman (Andi, 2013). Tinggi tanaman alpukat dapat mencapai 20 m,
terdiri dari batang berwarna coklat kotor memiliki banyak cabang dan ranting
yang berambut halus. Batang tanaman alpukat biasanya digunakan sebagai
pengembangan bibit, penyambungan dan okulasi (Prihatman 2000; Andi, 2013).
Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan
di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti
kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata kadang-kadang agak rmenggulung ke
atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda warnanya
kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnanya hijau dan gundul (Prihatman
2000; Andi, 2013).
Bunga alpukat bersifat sempurna (hermaprodit), tetapi sifat
pembungaannya dichogamy, artinya tiap bunga mekar 2 kali berselang, menutup
antara 2 mekar dalam waktu berbeda. Pada hari mekar pertama, bunga betina yang
berfungsi sedangkan pada hari mekar berikutnya bunga jantan yang berfungsi.
Berdasarkan sifat pembungaannya, tanaman alpukat dibedakan menjadi 2 tipe.
Tipe A: bunga betina mekar pada pagi hari sedangkan bunga jantan mekar pada

4
sore hari pada hari berikutnya. Tipe B: bunga betina mekar pada sore hari dan
bunga jantan mekar pada pagi hari berikutnya (Ashari, 2004; Andi, 2013).
Buah alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau bulat telur dan
bulat tidak simetris, panjang 9 – 11,5 cm, memiliki massa 0,25 – 0,38 kg,
berwarna hijau atau hijau kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki
kulit yang lembut dan memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna buah
alpukat bervariasi dari warna hijau tua hingga ungu kecoklatan. Buah alpukat
berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji
berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x
4 cm (Andi, 2013).

2.4 Manfaat Alpukat


Alpukat merupakan buah yang sangat bergizi, mengandung 3-30 persen
minyak dengan komposisi yang sama dengan minyak zaitun dan banyak
mengandung vitamin B (Samson, 1980; Andi 2013). Dalam daging buah alpukat
terkandung protein, mineral Ca, Fe, vitamin A, B, dan C (Samson,1980;
Andi,2013). Dengan kandungan nutrisi yang banyak tersebut maka alpukat dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, diantaranya:
1. Lemak monosaturated (tak jenuh) yang terdapat di dalam alpukat mengandung
aleic acid yang terbukti mampu meningkatkan kadar lemak sehat dalam tubuh,
dan mengontrol diabetes. Dengan menggunakan alpukat sebagai sumber
lemak, penderita diabetes dapat menurunkan kadar triglycerides sampai 20%.
2. Lemak tak jenuh ini juga sangat baik untuk mengurangi kadar kolesterol. Diet
rendah lemak yang menyertakan alpukat telah terbukti mampu menurunkan
kadar kolesterol jahat, dan meningkatkan kadar kolesterol baik dalam darah.
3. Alpukat juga banyak mengandung serat yang sangat bermanfaat untuk
mencegah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker.
4. Alpukat juga mengandung potassium 30% lebih banyak di banding nenas.
Potassium sangat bermanfaat bagi tubuh untuk mengurangi resiko terkena
penyakit tekanan darah tinggi, serangan jantung, dan kanker. Selain itu,
alpukat juga sangat sempurna jika di jadikan sebagai makanan untuk wanita
yang sedang hamil. Itu karena follate yang terdapat dalam alpukat, dapat
mengurangi resiko terhadap ancaman penyakit birth defect ( Andi, 2013).

5
2.5 Jenis Alpukat
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe
keturunan/ras, yaitu:
1. Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis
dengan ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan
buahnya yang berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih
kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval),
bertangkai pendek, kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah.
Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini
tahan terhadap suhu dingin.
2. Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan
ketinggian sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin
(toleransi sampai -4,5 ˚C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai
ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah
tebal, keras, mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12
bulan sesudah berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat
dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai
kandungan minyak yang sedang.
3. Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan
yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini
sangat peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi sampai minus 2 derajat C.
Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan
kedua ras yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300
gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9
bulan sesudah berbunga. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping
biji kasar. Kandungan minyak dari daging buahnya paling rendah (Andi,
2013).

6
BAB III
ISI

Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam


kondisi baik dan sesuai/tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan
baku pengolahan. Penanganan pasca panen buah alpukat (Persea americana Mill)
yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak” (perishable), bertujuan
mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang
tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti buah keriput, terlalu matang, dll.
Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan (losses), baik dalam
kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai komoditas
tersebut tidak layak pasar (not marketable) atau tidak layak dikonsumsi.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada pasca panen hasil tanaman tidak dapat
dihentikan, tetapi hanya dapat diperlambat. Keberhasilan penanganan pasca panen
sangat ditentukan dari tindakan awalnya, yaitu panen dan penanganan pasca panen
yang baik harus dimulai sedini mungkin, yaitu segera setelah panen.

3.1 Panen
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok
tanam), tapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan
persiapan untuk penyimpanan dan pemasaran. Komoditas yang dipanen tersebut
selanjutnya akan melalui jalur-jalur tataniaga, sampai berada di tangan konsumen.
Pada dasarnya yang dituju pada perlakuan panen adalah mengumpulkan
komoditas dari lahan penanaman, pada taraf kematangan yang tepat, dengan
kerusakan yang minimal, dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya yang
“rendah”. Untuk mendapatkan hasil panen buah alpukat yang baik, 4 hal utama
yang perlu diperhatikan pada pemanenan, yaitu :
1. Menentukan waktu panen yang tepat. Yaitu menentukan “kematangan” yang
tepat dan saat panen yang sesuai. dapat dilakukan berbagai cara, yaitu:
- Cara visual / penampakan : misal dengan melihat warna kulit, bentuk buah,
ukuran, perubahan bagian tanaman seperti daun mengering dan lain-lain.
Buah alpukat masak secara visual bila warna kulit buah tua tapi belum
menjadi coklat, dan tidak mengkilap.

7
- Cara fisik : misal dengan perabaan, buah lunak, umbi keras, buah mudah
dipetik dan lain-lain. Buah alpukat masak bila buah diketuk dengan
punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring, dan bila buah
digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
- Cara komputasi, yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam atau umur
buah dari mulai bunga mekar. Buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan
dari saat bunga mekar.
- Cara kimia, yaitu dengan melakukan pengukuran/analisis kandungan zat
atau senyawa yang ada dalam komoditas. Untuk buah alpukat yang akan di
ekspor biasanya kadar lemak minimal aplukat sebesar 8%, Sedangkan buah
alpukat lokal kadar lemak tidak terlalu diperhatikan.
2. Melakukan penanganan panen yang baik.
Yaitu menekan kerusakan yang dapat terjadi. Dalam suatu usaha
pertanian (bisnis) cara-cara panen yang dipilih perlu diperhitungankan,
disesuaikan dengan kecepatan atau waktu yang diperlukan (sesingkat
mungkin) dan dengan biaya yang rendah.
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu
dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak
memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan
menggunakan alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga.
Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya
(3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai
buah.
3. Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan,
dan musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan
Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman
alpukat, musim panen dapat terjadi setiap bulan.
4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah
baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat
diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.

8
3.2 Penanganan Pasca Panen
1. Pencucian (washing)
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam
kotoran yang menempel sehingga mempermudah penyortiran. Cara
pencucian tergantung pada kotoran yang menempel. Selain itu, Pencucian
dilakukan pada buah alpukat agar memberikan kesegaran dan
membersihkan kulit buah dari berbagai residu pestisida maupun hama dan
penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang
bersih.
2. Sortasi
Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani,
dengan tujuan memilih buah yang baik dan memenuhi syarat, buah yang
diharapkan adalah yang memiliki ciri sebagai berikut:
1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.
2. Cukup tua tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg terdiri dari
3 buah atau berbobot maksimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak adalah yang berbentuk
lonceng. Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar
negeri adalah buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega
tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,
semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.
3. Grading dan Standartisasi
Grading adalah pemilahan berdasarkan kelas kualitas. Biasanya
dibagi dalam kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan seterusnya. Tujuan dari tindakan
grading ini adalah untuk memberikan nilai lebih (harga yang lebih tinggi)
untuk kualitas yang lebih baik. Untuk buah alpukat, berdasarkan beratnya
dapat digolongkan dalam 3 macam ukuran, yaitu:
a) Alpukat besar: 451 – 550 gram/ buah
b) Alpukat sedang : 351 – 450 gram/ buah
c) Alpukat kecil : 250 – 350 gram/ buah
(BPPT, 2005).

9
Standarisasi merupakan ketentuan mengenai kualitas atau kondisi
komoditas berikut kemasannya yang dibuat untuk kelancaran
tataniaga/pemasaran. Standarisasi pada dasarnya dibuat atas persetujuan
antara konsumen dan produsen, dapat mencakup kelompok tertentu atau
wilayah/ negara/ daerah pemasaran tertentu. Standar mutu buah alpukat
diterangkan pada table 3.2. berikut:
Tabel 3.2 Standar Mutu I dan Mutu I Buah Alpukat

Kriteria mutu Mutu I Mutu II


Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam
Tingkat ketuaan Tua, tidak terlalu matang Tua, tidak terlalu matang
Bentuk Normal Kurang Normal
Tingkat kekerasan Keras Keras
Ukuran Seragam Kurang seragam
Tingkat kerusakan maksimum (%) 5,0 10,0
Kadar kotoran 1,0 2,0
Tingkat pembusukan Bebas Bebas
maksimum (%)

Sumber: BPPT, 2005

Keterangan:
a) Kesamaan sifat varietas
Dinyatakan seragam apabila dalam satu lot buahnya sama dalam
hal bentuk, tekstur, warna daging buah, dan warna kulit buah.
b) Tingkat ketuaan
Dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat pertumbuhan yang
menjamin dapat tercapainya proses kematangan yang sempurna.
Dinyatakan terlalu matang apabila daging buah lunak atau telah berubah
warna dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya.
c) Bentuk
Dinyatakan normal apabila bentuknya normal menurut varietasnya.
Dinyatakan kurang normal apabila bentuknya agak menyimpang dari

10
bentuk normal menurut varietasnya, tetapi tidak mempengaruhi
kenampakannya.
d) Kekerasan
Dinyatakan keras apabila buah terasa cukup keras saat ditekan
sedikit dengan jari tangan (tidak lunak), meskipun kulit sedikit lemas
tetapi tidak keriput.
e) Ukuran
Dinyatakan seragam apabila dalam sati lot berukuran seragan
menurut golongan ukurannya berdasarkan berat perbuah yang telah
ditentukan, dengan toleransi maksimum 5 %. Dinyatakan kurang seragam
apabila dalam satu lot berukuran tidak seragam menurut golongan
ukurannya berdasarkan berat buah yang telah ditentukan, dengan toleransi
maksimum 10 %.
f) Kotoran
Dinyatakan bebas bersih apabila bebas dari kotoran atau benda
asing lainnya seperti tanah, bahan tanaman, dan lain- lain yang menempel
pada buah atau pada kemasan yang dapat mempengaruhi kenampakannya.
Bahan penyekat (pembungkus) tidak dianggap sebagai kotoran.
g) Kerusakan
Dinyatakan rusak apabila mengalami kerusakan biologis,
fisiologis, mekanis, dan sebab-sebab lain yang mengenai 10 % atau lebih
dari permukaan buah.
h) Pembusukan
Dinyatakan busuk apabila mengalami kerusakan atau cacat seperti
tersebut diatas sedemikian rupa sehingga daging buahnya tidak dapat
dipergunakan.
(BPPT, 2005).
4. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai
tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila
buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu
tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu. Untuk

11
keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman karena tenggang
waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di tempat
tujuan. Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya
hanya dengan memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian
ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung diletakkan di tempat yang kering
dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar
7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin
memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan
menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat Celcius. Dengan cara
tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
5. Kerusakan Alpukat
a) Kerusakan Biologi
Kerusakan biologis pada bahan nabati seperti buah-buahan dan
sayuran disebabkan oleh adanya respirasi, produksi etilen, transpirasi,
dan faktor morfologis atau anatomis, serta suhu atau cahaya yang
berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan
lebih cepat rusak. Pengurangan laju respirasi sampai batas minimal
pemenuhan kebutuhan energi sel tanpa menimbulkan fermentasi akan
dapat memperpanjang umur ekonomis produk nabati. Manipulasi faktor
ini dapat dilakukan dengan teknik pelapisan (coating), penyimpanan
suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir ruang penyimpan.
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk
nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal
(morfologis/anatomis, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan
fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara
dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan menyebabkan
produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu), nilai
tekstur dan nilai gizi. Pengendalian laju transpirasi dilakukan dengan
pelapisan, penyimpanan dingin, atau memodifikasi atmosfir. (Ir. I Made
S. Utama, MS.,PhD., Forum Konsultasi Teknologi).

12
Etilen adalah senyawa organik sederhana yang dapat berperan
sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan
kelayuan. Keberadaan etilen akan mempercepat tercapainya tahap
kelayuan (senesence), oleh sebab itu untuk tujuan pengawetan senyawa
ini perlu disingkirkan dari atmosfir ruang penyimpan dengan cara
menyemprotkan enzim penghambat produksi etilen pada produk, atau
mengoksidasi etilen dengan KMnO4 atau ozon. (Ir. I Made S. Utama,
MS.,PhD., Forum Konsultasi Teknologi)
b) Kerusakan Patologis dan Kerusakan Fisik
Kerusakan produk nabati dapat terjadi karena aktivitas bakteri atau
jamur, dan akibat serangan mikroorganisme ini timbul kerusakan fisik
dan fisiologis. Sebaliknyapun akibat kerusakan fisik karena penanganan
yang tidak benar bisa juga memicu pertumbuhan mikroorganisme.
c) Hama pada Daun
1. Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan
dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala.
Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada
serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman tidak
akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.
Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung bahan
aktif monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC
dengan dosis 1-3 cc/liter atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3
cc/liter.
2. Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan
warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna
hijau tertutup tepung putih, panjang 15 cm dan mempunyai duri
yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna
coklat.

13
Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat kipat, tetapi kepompong
tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.
Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3. Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama
ini mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan
jelaga sehingga daun menjadi hitam dan semut berdatangan.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terganggu. Pada serangan yang
hebat tanaman akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif
asefat/dimetoat, misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8
gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.
4. Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri
Risso
Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai
merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm,
mempunyai tonjolan di tepi tubuh dengan jumlah 14-18 pasang dan
yang terpanjang di bagian pantatnya.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda,
daun, batang, tangkai bunga, tangkai buah, dan buah yang
terserang akan terlihat pucat, tertutup massa berwarna putih, dan
lama kelamaan kering.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida yang mengandung
bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau karbaril.
Misalnya anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2%
dari konsentrasi fomula.
5. Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan,
sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat
beberapa bercak hitam, kaki dan bagian mulut putih, ukuran tubuh
0,5 mm.

14
Gejala: Permukaan daun berbintik-bintik kuning yang kemudian
akan berubah menjadi merah tua seperti karat. Di bawah
permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan
yang hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok.
Pengendalian: Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang
mengandung bahan aktif dikofol dan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.
d) Hama pada Buah
1. Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm.
Bagian dada berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan bagian
perut coklat muda dengan pita coklat tua. Stadium larva berwarna
putih pada saat masih muda dan kekuningan setelah dewasa,
panjang tubuhnya 1 cm.
Gejala: Terlihat bintik hitam atau bejolan pada permukaan buah,
yang merupakan tusukan hama sekaligus tempat untuk meletakkan
telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena dimakan
larva.
Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein
malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan
insektisida dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC
yang berbahan aktif triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang
paling baik adalah memusnahkan semua buah yang terserang atau
membalik tanah agar larva terkena sinar matahari dan mati.
2. Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil
menyerang buahbuahan pada malam hari.
Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas gigitan. Buah
yang terserang hanya yang telah tua, dan bagian yang dimakan
adalah daging buahnya saja.
Pengendalian: Menangkap codot menggunakan jala/menakut-
nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga
dapat menimbulkan suara.

15
e) Hama pada Cabang atau Ranting
1. Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus
morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna
coklat tua dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan
panjangnya 2 mm.
Gejala: Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang
atau ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga
makanan tidak dapat tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi
layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati.
Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan
dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat
atau diazinon yang terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis
pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
f) Penyakit yang disebabkan Jamur
1. Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc.
Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam
kelabu dan sporanya berwarna jingga.
Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali
akar. Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian
daun, bunga, buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur.
Pengendalian: Pemangkasan ranting dan cabang yang mati.
Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah tua tapi belum
matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan
aktif maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2
minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2. Bercak daun atau bercak cokelat

16
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan
Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna
gelap dan menyukai tempat lembab.
Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di permukaan
daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah
menjadi bintik-bintik kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan
menjadi lubang yang dapat dimasuki organisme lain.
Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang
mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat juga
dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3. Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang
mengandung bahan organik, menyukai tanah basah dengan
drainase jelek.
Gejala: Bila tanaman yang terserang akarnya maka
pertumbuhannya menjadi terganggu, tunas mudanya jarang
tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon. Bila
batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan
warna kulit pada pangkal batang.
Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai ada air
yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang
kemudian diganti dengan tanaman yang baru.
4. Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang
apabila ada lukapada permukaan buah.
Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai
buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang
kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul
tonjolan-tonjolan kecil.
Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida
Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5
gram/liter.

17
g) Kerusakan Oleh Sensitivitas Terhadap Suhu
Ekspose komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan
kerusakan fisiologis yang bisa berupa : (1) Freezing injuries karena
produk disimpan di bawah suhu bekunya; (2) Chilling injuries umum
pada produk tropis yang disimpan di atas suhu beku dan diantara 5 – 15
oC tergantung sensitivitas komoditi; (3) Heat injuries terjadi karena
ekspose sinar matahari atau panas yang berlebihan. Untuk menjaga
mutunya, produk-produk hortikultura (buah-buahan dan sayuran)
memerlukan suhu penyimpanan tertentu.
Kulit alpukat sering berbintik-bintik hitam dan pada dagingnya
sering terjadi perubahan warna terutama di sekitar biji dan pada serat-
serat daging buah. Untuk mencegah hal tersebut buah alpukat yang
masih keras atau belum masak sebaiknya disimpan pada suhu 7.5°C.
Sedangkan buah yang sudah masak dapat disimpan pada suhu sekitar
0°C.
6. Perlakuan Khusus
a) Pelilinan
Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap
kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditaas akibat penguapan
dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat
mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi
(Roosmani, 1975). Dengan demikian lapisan lilin dapat menekan
respirasi dan transpirasi yang terlalu cepat dari buah-buahan dan sayur-
sayuran segar. Konsentrasi lilin optimal untuk produk hortikultura dapat
dilihat pada table berikut:

Tabel. Konsentrasi Emulsi Lilin Optimal Pada Beberapa Komoditas Hortikultura.


Komoditas Konsentrasi lilin optimal (%)
Alpukat 4
Apel 8
Mangga Alphonso 6
Jeruk 12
Nanas 6

18
Pepaya 6
Pisang Raja 9

Sumber: Balai Penelitian Hortikultura dalam Chotimah 2008


Pelapisan lilin pada buah-buahan pada umumnya menggunakan lilin
lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4%
sampai dengan 12%.
Pembuatan emulsi lilin standar dilakukan dengan cara memanaskan 120
ml lilin dalam panic (90-950C). Asam oleat sebanyak 20 ml
ditambahkan kedalam cairan lilin dengan menuangkannya secara
perlahan dan diaduk sahingga merata. Kemusian tambahkan
trietanolamin sebanyak 40 ml dan terus diaduk dengan suhu
dipertahankan stabil. Campuran yag telah terbentuk dibiarkan dan
didinginkan selama 10 menit, kemudian ditambahkan air sehingga
volume mencapai 1 liter.
Sehingga dapat diketahui bahwa untuk membuat emulsi lilin 4% maka
emulsi lilin 12% (standar) ditambahkan dengan 2 liter air. Tebal lapisan
lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan terlalu tipis maka usaha
dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika
lapisan terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua pori-pori
tertutup. Apabila semua pori-pori tertutup maka akan mengkibatkan
terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa
menggunakan O2 sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh
buah itu sendiri yang dapat mengakibatkan proses pembusukan lebih
cepat dari keadaan yang normal (Roosmani, 1975). Pemberian lapisan
lilin dapat dilakukan dengan penghembusan, penyemprotan, pencelupan
(30 detik) atau pengolesan (Pantastico, 1986).
b) Perlakuan Panas
Secara normal buah dan sayur tidak akan rusak pada perlakuan panas
dengan suhu 42-600C, namun banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti kematangan, jenis, ukuran buah, dan kararakteristik
morfologinya serta lama perlakuan. Suhu dan waktu adalah dua hal

19
penting yang harus diperhatikan untuk membunuh hama-hama tanpa
menyebabkan kerusakan. Pada buah alpukat, perlakuan panas dapat
dilakukan dengan cara penyemprotan ataupun pencelupan dalam air
panas. Perlakuan panas sebaiknya dilakukan pada suhu 450C selama 20
menit. Hal ini dilakukan agar spora, telur, ataupun larva yang telah
terinvestasi dalam buah dapat hilang dan tidak merusak lapisan lilin
pada buah alpukat.
7. Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas
suatu komoditas. Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk
diekspor. Untuk pemasaran di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam
karung-karung plastik/keranjang, lalu diangkut dengan menggunakan truk.
Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda lagi, yaitu umumnya
menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat. Sebelum
dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,
kemudian diatur susunannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari
potongan karton.

3.3 Distribusi dan Pemasaran


Walaupun keuntungan bertanam alpukat di Indonesia belum begitu bisa
dirasakan karena pengelolaannya tidak intensif, namun karena permintaannya naik
maka pertanaman alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke
depan bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya
peluang pasar. Tetapi sayangnya masih banyak wilayah yang merupakan sentra
produksi belum tergali, sehingga kesulitan mendapatkan buah masih tetap
dirasakan oleh para pedagang, baik di pasar lokal maupun eksportir. Alpukat
merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi yang semakin banyak diminati. Hal
ini terlihat dari banyaknya permintaan alpukat di pasaran.
Selain di pasar lokal, pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-
mula hanya Singapura dan Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis,
dan Brunei Darussalam. Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790 kg
dengan nilai 379 US$, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 5.749 kg dengan
nilai 10.876 US$. Situasi harga di tingkat petani memang relatif bervariasi

20
dibandingkan dengan di tingkat pengecer. Harga setiap kilogram di tingkat petani
di daerah Garut pada tahun 1991 berkisar antara Rp 200,- sampai Rp 600,-.
Seangkan di tingkat pengecer biasanya lebih stabil, dan harga bisa mencapai Rp
700,- sampai Rp 1.750,-/kg. Adanya perbedaan harga yang cukup besar tersebut
antara lain disebabkan karena di tingkat pengecer risiko kerusakannya lebih
tinggi.

21
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pasca panen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah
komoditas pertanian selesai dipanen dengan tujuan untuk mempertahankan mutu
dan kesegaran komoditas hasil pertanian. Pada buah alpukat, penanganan pasca
panen dilakukan agar buah tetap dalam kondisi segar hingga sampai ke tangan
konsumen.
Tindakan pasca panen ditentukan sejak awal panen hingga cara
penanganan pasca panennya. Panen alpukat yang baik harus didasarkan pada 2 hal
penting yakni waktu pemanenan dan cara pemanenan yang tepat. Waktu
pemanenan alpukat dapat dilihat secara visual, fisik, maupun menghitung umur
panennya, sedangkan teknik pemanenan yang baik adalah dengan menggunakan
tangan/dipetik.
Kegiatan penanganan pasca panen buah alpukat meliputi pencucian, dan
sortasi agar buah alpukat dapat tahan lama disimpan. Selain itu juga gradding dan
standartisasi, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan, serta perlakuan
(pelilinan dan pemanasan). Serangkaian kegiatan ini dilakukan pada dasarnya
untuk mempertahankan mutu alpukat agar buah tetap segar sehingga mampu
menambah nilai tambah. Selain itu, juga ditujukan untuk mengurangi laju
transpirasi dan respirasi pada buah alupakat sehingga dapat disimpan dalam
jangka waktu yang lama. Dengan penanganan pasca panen yang baik, maka buah
alpukat dapat dipasarkan hingga keluar wilayah (ekspor), sehingga dapat
meningkatkan pangsa pasar dan meningkatkan pendapatan usaha.

4.2 Saran
Sebaiknya perbanyak sumber dan bahan materi di sekitar kampus sebagai
fasilitas bagi mahasiswa supaya memungkinkan mahasiswa lebih mudah dalam
mencari refrensi dikampusnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Candra, K. (2013). FISIOLOGI, KERUSAKAN dan TEKNOLOGI PASCA PANEN


ALPUKAT (Persea americana Mill). [Online]. Tersedia :
http://candrasevgilisi.blogspot.com/2013/01/fisiologi-kerusakan-dan-
teknologi-pasca.html. [15 Mei 2019]
Dinda, U. (2011). PENANGANAN PASCA PANEN PADA BUAH ALPUKAT
(Persea americana Mill). [Online]. Tersedia :
http://ndagoldenboy.blogspot.com/2011/12/penanganan-pasca-
panen-pada-buah.html. [15 Mei 2019)

23

Anda mungkin juga menyukai