Anda di halaman 1dari 40

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PASCA PANEN

Teknik Pasca Panen Buah Pisang (Musa paradisiaca L.)

Oleh :
Kelompok :
Maulida Larasati S.C. A1D0171
Makna Piningit A1D017143
Malik Priambada A1D0171
Feby Laelia Nur Hibah A1D017151
Fenita Nur Zaeni A1D017155

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat penyusun selesaikan tepat waktu

dan sesuai yang diharapkan. Makalah ini berisi ulasan teknologi pasca panen pada

buah pisang.

Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya kami mendapatkan

bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih kami ucapkan

kepada Bapak Ir. Slamet Rohadi Suparto, M.Agr selaku dosen pengampu mata

kuliah Teknologi Pasca Panen. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan

makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat dan berguna serta dapat digunakan sebagaimana mestinya. Demikian

makalah ini kami susun, atas perhatian dan kerjasama dari semua pihak yang

membantu kami ucapkan terimakasih.

Purwokerto, 18 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………………………………………………………… i
PRAKATA ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................... 3
C. Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
II. ISI ........................................................................................................................... 4
A. Tanaman Pisang .................................................................................................... 4
B. Fisiologi Buah Pisang .......................................................................................... 14
C. Permasalahan Pasca Panen ................................................................................ 21
D. Perlakuan Pasca Panen ...................................................................................... 23
E. Teknologi Pasca Panen ....................................................................................... 29
III. PENUTUP ............................................................................................................ 33
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 33
B. Saran .................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 36

iii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pisang (Musa parasidiaca L.) merupakan komoditas hortikultura jenis buah-

buahan yang banyak tumbuh di daerah tropik terutama di dataran rendah. Tanaman

pisang yang merupakan suku Musaceae termasuk tanaman yang besar memanjang.

Penyebaran tanaman pisang mulai dari daerah Asia Tenggara, seperti Malaysia,

Indonesia serta termasuk pulau Papua, Australia Topika, Afrika Tropik. Pisang

dapat berubah sepanjang tahun pada daerah dengan hujan merata sepanjang tahun.

Tanaman pisang termasuk jenis tanaman serbaguna. Hampir seluruh bagian

tanman pisang dapat dimanfaatkan, mulai dari buah, daun, bunga, bonggol hingga

kulitnya. Buah termasuk bagian yang paling banyak dikonsumsi dan mempunyai

nilai ekonomi tinggi. Menurut Sumarwan dan Palupi (2017) pisang merupakan

buah yang paling diminati masyarakat Indonesia kemudian diikuti dengan buah

semangkan dan jeruk. Buah pisang memiliki harga terjangkau dengan kandungan

nutrisi tinggi serta tingkat penyebaran yang luas.

Masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya kebutuhan gizi dalam

dengan mengkonsumsi buah-buahan. Kebutuhan gizi buah-buahan dapat dipenuhi

dengan buah pisang yang mengandung berbagai sumber vitamin, mineral dan

karbohidrat. Ismanto (2015) menyatakan bahwa buah pisang mengandung gizi

cukup tinggi, kolesterol rendah serta vitamin B6 dan vitamin C tinggi. Zat gizi

terbesar pada buah pisang masak adalah kalium sebesar 373 miligram per 100 gram

pisang, vitamin A 250-335 gram per 100 gram pisang dan klor sebesar 125 miligram

1
per 100 gram pisang. Pisang juga merupakan sumber karbohidrat, vitaminn A dan

C, serta mineral. Komponen karbohidrat terbesar pada buah pisang adalah pati pada

daging buahnya, dan akan diubah menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat

pisang matang (15-20 %).

Pisang merupakan komoditas unggulan Indonesia, dengan jumlah produksi

pada tahun 2010 sebesar 5.755.073 ton. Jawa timur merupakan produsen pisang

terbesar kedua setelah Jawa Barat dengan jumlah produksi sebanyak 921.964 ton

pada tahun 2010 (BPS, 2011). Total konsumsi pisang per kapita relatif stabil setiap

tahun namun cenderung menurun dalam lima tahun terakhir dengan rata-rata

penurunan sebesar 1,8% per tahun. Konsumsi pisang lainnya secara umum lebih

tinggi dibandingkan konsumsi pisang ambon dan pisang raja. Tahun 2011, terjadi

kenaikan konsumsi pisang menjadi 8,812 kg/kapita atau naik 29,01% dibandingkan

tahun sebelumnya. Penyediaan pisang digunakan untuk bahan makanan sebesar

93,65%, sedangkan 6,35% sisanya tercecer (Kementerian Pertanian, 2015).

Pisang bermanfaat sebagai bahan baku industri makanan. Pemanfaatan

tersebut disesuaikan dengan jenis dan tingkat kematangan pisang. Pisang mentah

biasanya diolah menjadi kripik, sedangkan pisang matang dikonsumsi sebagai

kebutuhan buah sehari-hari maupun diolah menjadi kue atau makanan penutup

lainnya. Pisang yang terlalu matang juga enak dimakan dengan mengolahnya

menjadi pisang rebus. Bahan pisang rebus harus pisang yang dipanen tua, saat kadar

pati sudah optimal.

Produksi pisang di Indonesia yang cukup tinggi tidak sebanding dengan

tingkat konsumsi masyarakat, sehingga mengakibatkan banyaknya pisang yang

2
tidak dimanfaatkan karena daya simpan buah pisang yang relatif singkat.

Kurangnya tindakan pengolahan yang tepat menyebabkan pisang bernilai jual

rendah. Tanpa adanya teknologi yang mengatur pasca panen pisang, kualitas buah

semakin menurun dan produk mudah terinfeksi patogen hama pasca panen. Solusi

permasalahan tersebut yaitu menerapkan teknologi pasca panen yang tepat untuk

mengatasi resiko serangan OPT pasca panen, meningkatkan nilai jual, serta

menambah daya simpan produk.

B. Tujuan

Penyusunan makalah Teknologi Pasca Panen Buah Pisang bertujuan untuk :

1. Mengetahui karakteristik tanaman pisang.

2. Mengetahui morfologi dan fisiologi buah pisang.

3. Mengetahui perlakuan dan teknologi pasca panen buah pisang.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan tujuan yang telah ditentukan, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan antara lain :

1. Bagaimana karakteriktik tanaman pisang ?

2. Bagaimana morfologi dan fisiologi buah pisang ?

3. Teknologi dan perlakuan apa yang diterapkan untuk menanagani pasca panen

buah pisang ?

3
II. ISI

A. Tanaman Pisang

1. Klasifikasi Tanaman Pisang

Kedudukan tanaman pisang dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah

sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Devisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca L.

Pisang termasuk famili Musaceae dari ordo Scitaminae dan terdiri dari dua

genus, yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi dalam empat golongan,

yaitu Rhodochlamys, Callimusa, Australimusa dan Eumusa. Golongan

Australimusa dan Eumusa merupakan jenis pisang yang dapat dikonsumsi, baik

segar maupun olahan. Buah pisang yang dimakan segar sebagian besar berasal dari

golongan Emusa, yaitu Musa acuminata dan Musa balbisiana (Tjitrosoepomo,

2000).

2. Morfologi Tanaman Pisang

Morfologi buah pisang mencakup bagian-bagian tanaman seperti akar, batang,

daun, bunga, dan buah. Bagian-bagian tersebut dapat tumbuh secara

4
berkesinambungan satu dengan lainnya. Berikut adalah penjelasan bagian-bagian

tanaman pisang menurut Suyanti dan Ahmad (2008) :

a. Akar

Pohon pisang memiliki akar rimpang dan tidak mempunyai akar

tunggang yang berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di

bagian bawah tanah. Akar ini tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75-

150 cm. Akar yang berada di bagian samping umbi batang tumbuh ke

samping atau mendatar yang bisa mencapai ukuran 4-5 m.

b. Batang

Batang pisang berupa umbi batang yang terletak di dalam tanah.

Bagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun dan

pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang (jantung). Batang pisang yang

berdiri tegak di atas tanah merupakan batang semu. Batang semu ini

terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menutupi dengan kuat dan

kompak sehingga bisa berdiri tegak layaknya batang tanaman. Batang semu

juga kerap dianggap batang tanaman pisang yang sesungguhnya dengan

tinggi berkisar 3,5-7,5 m tergantung dari jenisnya.

c. Daun

Helaian daun pisang berbentuk lanset memanjang yang letaknya

tersebar dengan bagian bawah daun tampak berlilin. Daun ini diperkuat oleh

tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm. Daun pisang mudah

terkoyak oleh hembusan angin yang kencang karena tidak memiliki tulang-

tulang pada bagian tepinya.

5
d. Bunga

Bunga pisang disebut juga dengan jantung pisang karena bentuknya

menerupai jantung. Bunga pisang tergolong berkelamin satu yaitu berumah

satu dalam satu tandan. Daun penumpu bunga biasanya berjejal rapat dan

tersusun secara spiral. Daun pelindung yang berwarna merah tua, berlilin,

dan mudah rontok berukuran panjang 10-25 cm. bunga tersebut tersusun

atas dua baris melintang, yakni bunga betina berada di bawah bunga jantan.

Lima daun tenda bunga melekat sampai tinggi dengan panjang 6-7 cm.

Benangsari yang berjumlah 5 buah pada bunga betina terbentuk tidak

sempurna. Bunga betina memiliki bakal buah yang berbentuk persegi,

sedangkan pada bunga jantan tidak terdapat bakal buah.

e. Buah

Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap tandan terdiri atas beberapa sisir,

dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau tergantung pada varietasnya.

Buah pada pisang diawali dengan tumbuhnya sisir yang terbentuk setelah bunga

keluar. Sisir pertama yang terbentuk akan terus memanjang membentuk sisir

kedua, ketiga, dan seterusnya. Buah pisang pada umumnya tidak berbiji atau

disebut 3n (triploid), kecuali pada pisang batu (klutuk) bersifat diploid (2n).

Proses pembuahan tanpa menghasilkan biji disebut partenokarpi (Rukmana,

1999).

Ukuran buah pisang bervariasi, panjangnya berkisar antara 10-18 cm

dengan diameter sekitar 2,5-4,5 cm. Buah berlingir 3-5 alur, bengkok dengan

ujung meruncing atau membentuk leher botol. Daging buah (mesokarpa) tebal

6
dan lunak. Kulit buah (epikarpa) yang masih muda berwarna hijau, namun

setelah tua (matang) berubah menjadi kuning dan strukturnya tebal sampai tipis

(Cahyono, 2002).

Buah pisang termasuk buah buni, bulat memanjang, membengkok, tersusun

seperti sisir dua baris, dengan kulit berwarna hijau, kuning, atau coklat. Tiap

kelompok buah atau sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Berbiji atau tanpa

biji. Bijinya kecil, bulat, dan warna hitam. Buahnya dapat dipanen setelah 80-

90 hari sejak keluarnya jantung pisang. Pisang termasuk buah klimakterik, yaitu

suatu periode mendadak yang unik bagi buah-buahan tertentu, di mana selama

proses ini terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses

pembuatan etilen. Proses ini ditandai dengan mulainya proses kematangan.

Buah pisang kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, kalsium,

dan besi. Mineral pisang khususnya besi hampir 100% dapat diserap oleh tubuh.

Kadar besi pisang mencapai 2 mg/100 g dan seng 0,2 mg/100 g. kandungan

vitamin buah pisang pun sangat tinggi terutaa provitamin A berupa betakaroten

(45mg/100 g berat kering). Pisang juga mengandung vitamin B, yaitu tiamin,

riboflavin, niasin, dan vitamin B6 (piridoksin). Kandungan vitamin B6 pisang

cukup tinggi, yaitu sebesar 0,5 mg/100 g. selain berfungsi sebagai koenzim

untuk beberapa reaksi dalam metabolisme, vitamin B6 berperan dalam proses

sintetis dan metabolisme protein, khususnya serotonin. Serotonin berperan aktif

sebagai neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak. Vitamin B6 juga

berperan dalam metabolisme energi yang berasal dari karbohidrat. Peran

vitamin B6 untuk mendukung ketersediaan energi bagi otak.

7
3. Jenis Pisang

Di Indonesia terdapat kurang lebih 230 jenis pisang, namun tidak semua jenis

pisang yang ada dapat diperoleh dipasaran. Terdapat dua jenis pisang yang dapat

dikleompokkan bersdasarkan penggunaannya. Pertama pisang meja (banana) yang

umum disajikan sebagai buah segar danm kedua pisang olahan (plantain) yang

hanya enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu menjadi berbagai produk

makanan (Prabawati et al., 2008). Menurut Direktorat Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Hortikultura (2005), jenis pisang dibagi menjadi empat :

1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M.paradisiaca var

sapientum, M.nana atau disebut juga M. cavendish dan M.sinesis.

Misalnya pisang ambon, pisang susu, pisang raja, pisang cavendish,

pisang barangan, dan pisang mas.

2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca.

Misalnya pisang nangka, tanduk, dan kepok.

3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkna

daunnya.Misalnya pisang batu dan pisang klutuk.

4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila.

4. Varietas Pisang

Varietas pisang terdapat tiga golongan yaitu pertama; Musa nana yakni varietas

pisang yang berasal dari Cina. Pisang ini hidup pada dataran tinggi 1000 meter di

atas permukaan laut (mdpl). Kedua; jenis varietas pisang Musa paradisiaca yakni

golongan varietas pisang yang dapat dikonsumsi setelah diolah menjadi makanan

ataupun dapat diperoleh tepungnya. Ketiga; jenis varietas pisang Musa paradisiaca

8
var. sapientum pisang ini dapat dimakan setelah masak sebagai buah meja seperti

pisang raja sere, pisang ambon, pisang susu dan lain sebagainya (Nuswamarhaeni

et al., 1999).

a. Pisang Raja Sere

Pisang Raja Sere dikenal sebagai pisang meja. Ukuran buahnya kecil

dengan panjang buah 10-15 cm dan diameter 3- 4 cm. Berat per tandan antara

10-14 kg, jumlah sisir 5-9, dan tiap sisir terdiri dari 12-16 buah. Buah yang

matang warna kulitnya kuning kecoklatan dengan bintik bintik coklat

kehitaman. Kulit buah tipis, warna daging buah putih, rasanya manis dan

aromanya harum.

b. Pisang Ambon Kuning

Merupakan buah meja yang penting dan umum disajikan setelah makan.

Pisang Ambon Kuning pada saat matang berwarna kuning dengan warna

daging buah krem atau putih kekuningan. Rasa daging buahnya manis dan

aromanya kuat. Selain sebagai buah meja, pisang Ambon digunakan sebagai

makanan pemula untuk bayi. Berat tandan antara 15-25 kg tersusun dari 10-

14 sisir. Setiap sisir terdiri dari 14-24 buah. Ukuran buahnya termasuk besar,

panjang tiap buah 15-20 cm dan diameter 3,45 cm. Selain untuk pisang meja,

buah pisang Ambon dapat diolah menjadi sari buah, dodol, sale, jam dan

tepung pisang.

c. Pisang Ambon Lumut

Warna kulit pisang Ambon Lumut hijau kekuningan dengan bintik-bintik

coklat kehitaman. Daging buahnya berwarna putih kemerahan dan lunak.

9
Rasanya manis, enak, dan aromanya kuat. Berat per tandan mencapai kisaran

15-18 kg dengan jumlah sisir 8-18. Setiap sisir kurang lebih 20 buah. Ukuran

buah 15-20 cm dengan diameter 3-3,5 cm. Selain untuk buah meja, pisang

Ambon Lumut dapat diolah menjadi sari buah, dodol, sale, jam dan tepung

pisang.

d. Pisang Emas

Pisang Emas memiliki bentuk buah kecil-kecil dengan panjang 8-12 cm dan

diameter 3-4cm. Berat per tandan antara 8-12 kg terdiri dari 5-9 sisir. Setiap

sisir rata-rata berisi 14- 18 buah. Pisang Emas, bila matang berwarna kuning

cerah, kulit buahnya tipis, rasanya sangat manis dan aromanya kuat. Selain

sebagai buah meja, pisang Emas dapat diolah menjadi sari buah, dodol, sale,

jam, dan keripik utuh (yang digoreng vakum).

e. Pisang Cavendish

Pisang Cavendish Termasuk dalam kelompok pisang Ambon, saat ini

kultivar Cavendish banyak ditanam di Indonesia oleh perusahaan swasta

besar untuk ekspor dan pasar domestik. Pisang Cavendish yang

diperdagangkan rata-rata memiliki kualitas baik, karena sudah dibudidayakan

mengikuti anjuran dan diproduksi untuk pasar. Seperti pisang Ambon, ukuran

buah termasuk besar, panjang buah antara 17-23 cm dengan diameter 3,5-4

cm, berat tiap buah 130-200 gram, warna kulit buah kuning merata saat

matang dan daging buah putih kekuningan dan aroma kuat. Susunan buah rapi

dan kompak membentuk sisir, sisir yang besar bisa berisi 16-20 buah. Tandan

buahnya juga besar, berisi sekitar 14-20 sisir.

10
f. Pisang Lampung

Pisang Lampung Pisang jenis ini mirip pisang Emas, perbedaannya terletak

pada ujung buahnya. Pisang Lampung memiliki ujung buah lancip,

sedangkan pisang Emas ujung buahnya tumpul. Setiap tandan terdiri dari 6-8

sisir dengan setiap sisir terdiri dari 18-20 buah. Berat setiap sisir adalah ± 940

gram, berat setiap buah 50 gram. Panjang buah 9 cm dan diameter buah 3-4

cm. Warna kulit buah kuning dan warna daging buah putih kemerahan.

Rasanya manis dan aromanya harum. Pisang Lampung disajikan sebagai buah

segar. Kelemahan jenis pisang ini adalah jari pisang mudah rontok dari

sisirnya. Selain untuk buah meja, pisang Lampung dapat diolah menjadi sari

buah, dodol, sale, dan tepung pisang.

g. Pisang Barangan

Jenis pisang ini termasuk buah meja yang banyak dihasilkan dari daerah

Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan, terkenal karena rasanya yang manis

dan aroma harum. Tiap sisir berisi 16-23 buah, dengan besar buah yang

hampir rata, panjang buah antara 12-15 cm, susunan buah dalam satu sisir

kompak, sehingga mudah diatur dalam pengepakan. Tiap tandan memiliki

berat 12-20 kg, berisi antara 8-12 sisir. Kulit buah ketika mentah hijau dengan

bintik-bintik coklat dan saat matang berwarna kuning dengan bintikbintik

coklat pada permukaan kulitnya. Daging buahnya berwarna kuning

kemerahan dengan aroma pisang yang kuat. Pisang Barangan dari Sumatera

Utara memiliki daya tahan yang cukup kuat dan tidak mudah rontok, saat ini

dipasarkan sampai Jakarta.

11
h. Pisang Raja Bulu

Pisang Raja Bulu atau dikenal dengan pisang Raja termasuk buah yang

dapat digunakan sebagai buah meja dan bahan baku produk olahan atau

campuran dalam pembuatan kue. Daging buah rasanya manis dan aromanya

kuat, namun, kulit agak tebal sehingga bagian yang dapat dimakan (bdd).

Pada waktu matang, warna kulit buahnya kuning berbintik coklat atau kuning

merata, dengan warna daging buah kuning kemerahan. Setiap tandan

memiliki berat berkisar 4-22 kg dengan jumlah sisir 6-7 sisir dan jumlah buah

10-16 setiap sisir. Sebagai buah segar, pisang Raja Bulu memiliki nilai

ekonomis yang tinggi terutama di pulau Jawa. Pisang Raja cocok untuk diolah

menjadi sari buah, dodol dan sale.

i. Pisang Kepok

Buah pisang Kepok enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Bentuk

buahnya agak pipih karenanya sering disebut pisang gepeng dan memiliki

kulit tebal. Berat per tandan dapat mencapai 22 kg memiliki 10-16 sisir.

Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah. Bila matang warna kulit buahnya kuning

penuh. Pisang Kepok, yang terkenal di antaranya pisang Kepok Putih dan

Kepok Kuning. Pisang Kepok Putih memiliki warna daging buah putih dan

pisang Kepok Kuning daging buahnya berwarna kuning. Pisang Kepok

Kuning rasa buahnya lebih enak dibanding Kepok Putih sehingga lebih

disukai dan harganya lebih mahal.

j. Pisang Nangka

12
Warna kulit buah pisang Nangka saat matang tetap hijau dengan rasa

buahnya asam manis. Berat per tandan antara 11-14 kg terdiri dari 6-8 sisir,

dan tiap sisir terdiri dari 14-24 buah. Panjang buah 24-28 cm dengan diameter

3,5-4 cm. Pisang Nangka digunakan untuk pisang olahan. Buah pisang

Nangka cocok diolah menjadi keripik, buah dalam sirup dan tepung serta

olahan sehari-hari seperti pisang goreng dan kolak pisang. Pisang Siem

Pisang jenis ini rata-rata tiap tandan buah terdiri atas 6 sisir yang masing-

masing tersusun oleh 15 buah pisang. Berat buah pisang sekitar 92 gram

dengan panjang 20- 25 cm dan diameter 3,2 cm. Bentuk buahnya melengkung

dengan bagian pangkal bulat. Warna daging buahnya kuning kemerahan

tanpa biji. Empulur buahnya nyata, dengan tekstur kasar, rasanya manis.

Lamanya tanaman berbunga sejak tunas adalah 14 bulan. Pisang jenis ini

hanya cocok untuk olahan terutama keripik dan sale. Bila dibuat tepung

menghasilkan tepung pisang dengan rasa agak asam.

k. Pisang Tanduk

Pisang Tanduk berukuran besar dan bentuknya menyerupai tanduk. Buah

matang memiliki warna kulit buah coklat kemerahan berbintik-bintik dan

warna daging buahnya kuning kemerahan. Pisang jenis ini hanya cocok untuk

pisang olahan. Berat setiap tandan berkisar antara 7-10 kg yang terdiri atas

tiga sisir, dan setiap sisir berisi paling banyak sekitar 10 buah. Ukuran buah

pisang tanduk termasuk besar, yaitu panjang 25,3-30,9 cm, lingkar buah 13,6-

15,2 cm dengan berat buah 247,4-346,3 g, daging buah berkisar 113-199 g.

Pisang Tanduk sebaiknya dipanen saat sudah tua, yaitu sekitar 105-120 hari

13
setelah bunga mekar, karena memiliki sifat-sifat fisik dan kimia yang berada

pada kondisi maksimum. Pada saat mentah memiliki kadar karbohidrat 30-

33,2% dan setelah matang menjadi 25,6-29,7% (karbohidrat) atau gula total:

22,1-30,5% (Murtiningsih dan Pekerti, 1988). Pisang Tanduk sangat cocok

diolah menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional (pisang

goreng, rebus) dan tepung. Persentase daging buah sekitar 73% karena bagian

kulitnya cukup tebal.

B. Fisiologi Buah Pisang

1. Respirasi

Menurut Nurjanah (2002) Respirasi adalah suatu proses yang melibatkan

terjadinya penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta

energi yang digunakan untuk mempertahankan reaksi metabolisme dan reaksi

lainnya yang terjadi di dalam jaringan. Respirasi juga didefinisikan sebagai suatu

proses yang melibatkan terjadinya penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran

karbondioksida (CO2) serta energi yang digunakan untuk mempertahankan reaksi

metabolisme dan reaksi lainnya yang terjadi di dalam jaringan. Bahan hasil

pertanian setelah dipanen pada umumnya masih mengalami proses metabolisme

dan respirasi hingga produk tersebut cenderung mengalami kerusakan baik secara

fisik maupun kimia. Proses pematangan buah disertai dengan perubuhan fisiologis

dan kimiayang merupakan ciri khas dari semua jenis buah dan sayur. Pematangan

merupakan proses transformasi pectic yang menyebabkan pelunakan, perubahan

warna, hilangnya/berkurangnya pigmen klorofil dan munculnya pigmen sekunder

baru, dan senyawa-senyawa lain pada buah (Millerd et al., 1952).

14
Reaksi kimia pada proses respirasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + 673 kcal

Dengan melihat reaksi tersebut di atas maka laju respirasi dapat dijadikan petunjuk

sebagai parameter daya simpan pasca panen. Laju respirasi dianggap sebagai

ukuran dari laju metabolisme sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai

petunjuk dari daya simpan buah. Kecepatan respirasi yang tinggi akan menurunkan

umur simpan buah.

Berdasarkan kebutuhan oksigennya respirasi dibedakan menjadi dua jenis

yaitu respirasi aerob dan anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang

membutuhkan oksigen. Sedangkan respirasi anaerob merupakan proses respirasi

yang tidak menggunakan oksigen, tetapi menggunakan senyawa tertentu seperti

etanol dan asam laktat. Pada respirasi aerob berlangsung dalam tiga tahap yaitu :

Glikolisis, Silklus Krebs, dan Transport Elektron dengan hasil akhir CO2, air, dan

energi. Sedangkan pada respirasi anaerob hanya berlangsung dalam satu tahap

yaitu glikolisis yang akan menghasilkan alkohol, CO2, dan energi (Dimas, 2011).

Pisang merupakan buah klimakterik dan juga masuk kedalam kategori buah

dengan laju respirasi sedang. Hal-hal yang berkaitan dengan produksi gas CO2 dan

gas etilen pada saat proses pematangan di dalam ruang penyimpanan sangat perlu

untuk diperhatikan. Hubungan antara respirasi dengan pertumbuhan padabuah

klimakterik dan nonklimakterik dapat dilihat pada grafik

15
Gambar 1. Laju respirasi bukah klimaterik dan non-klimaterik

(Sumber : Nurjanah, 2002)

Dapat dilihat pada kurva di atas laju respirasi pada buah klimakterik mulai

dari fase maturation (penuaan) sampai fase ripening (pematangan) cenderung

meningkat sampai mendekati fase senescence (pelayuan) nilai laju respirasi

mengalami penurunan, sedangkan perbedaan laju respirasi pada buah non

klimakterik terlihat pada saat fase maturation, ripening, dan senescence laju

respirasi cenderung turun secara linear dan tidak mengalami peningkatan. Pada

penyimpanan atmosfir termodifikasi kadar oksigen sangat harus diperhatikan.

Semakin rendah kandungan oksigen di dalam udara penyimpanan maka laju

respirasi akan semakin menurun. Hal ini karena apabila kandungan oksigen di

dalam udara penyimpanan pada komoditi buah di bawah 2% maka buah tersebut

akan mengalami proses respirasi anaerob yang akan mengakibatkan timbulnya

aroma yang tidak sedap pada produk yang disimpan (Dimas, 2011).

16
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi komodit pertanian.

Menurut Hotman (2009), proses respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor Internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, maka semakin tinggi jumlah
CO2 yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju
respirasi, dimana pada buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat,
maka laju respirasinya akan semakin meningkat. Laju respirasi rendah
terjadi pada produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal.
b. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal yang umum dalam mempengaruhi laju respirasi
antara
lain :
1. Suhu
Kenaikan suhu 100 C pada umumnya akan meningkatkan laju respirasi
2 – 2.5 kalinya.
2. Konsenterasi O2
Konsenterasi gas oksigen diudara sangat perlu diperhatikan karena
semakin tinggi kadar oksigen di udara maka akan meningkatkan laju
respirasi buah
3. Konsentrasi CO2
Kandungan CO2 di udara yang sesuai akan memperpanjang umur
simpan buah-buahan dan sayur-sayuran, hal ini karena CO2 tersebut
dapat menggangu proses respirasi pada buah tersebut.
4. Etilen
Penambahan gas etilen pada tingkatan pra-klimakterik dapat
meningkatkan laju respirasi pada buah klimakterik.
5. Kerusakan/Memar
Kerusakan/memar pada permukaan produk dapat meningkatnya laju
respirasi produk akibat kerusakan fisik buah tersebut sehingga umur
simpan produk pasca panen akan relatif menurun.

17
2. Transpirasi

Kandungan cairan pada buah pisang bertambah dengan meningkatnya

kemasakan. Penambahan air berasal dari pemecahan karbohidrat (glukosa) dalam

respirasi menjadi karbondioksida, energi, dan air. Perubahan tersebut disebabkan

adanya tekanan osmosis yang mengakibatkan perpindahan air dari kulit ke daging

buah,dan mengakibatkan terjadinya perpindahan air dari kulit ke daging buah. Hal

ini disebabkan karena daging buah memiliki potensial air yang lebih rendah

dibanding kulit buahnya (Pujimulyani, 2009).

Menurut Retno (2011), pada tahap pematangan buah pisang besarnya

kenaikan kadar air sebanding dengan semakin meningkatnya laju respirasi pada

jaringan buah. Peningkatan kadar air pada daging buah juga diakibatkan oleh

adanya perbedaan tekanan osmosis antara daging buah dan kulit buah selama proses

penyimpanan dan proses pematangan, buah tetap melakukan proses metabolik yaitu

respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan kehilangan air dan bahan organik

lain.

Harun (2012), menyatakan bahwa penurunan kadar air daging buah selain

disebabkan oleh proses penuaan buah, juga diduga terjadi karena tingkat kandungan

air dan hasil proses transpirasi lebih besar sehingga buah cepat mengalami

penurunan tingkat kesegaran. Semakin tingginya transpirasi pada buah

menyebabkan kesegaran buah akan semakin berkurang. Transpirasi pada buah

menyebabkan ikatan sel menjadi longgar dan ruang udara menjadi besar seperti

mengeriput, keadaan sel yang demikian menyebabkan perubahan volume ruang

udara, tekanan turgor, dan kekerasan buah.

18
3. Proses Pemasakan

Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan sifat fisik

dan kimiawi, antara lain adalah: perubahan tekstur, aroma dan rasa, kadar pati dan

gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama

pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut.

Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang sedang jumlah pektin

yang larut menjadi bertambah. Menurut Palmer (1981), jumlah selulosa buah

pisang yang baru dipanen adalah 2–3% dan selama pemasakan buah jumlahnya

akan berkurang.

Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi

pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa.

Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh

senyawa tanin. Selama proses pemasakan buah rasa sepet berangsur-angsur kurang,

hal ini disebabkan kandungan tanin aktif menurun pada buah yang masak (Stover,

1987).

Timbulnya aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya

senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak

esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma terbentuk juga gula selama

pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah menguap pada saat pemasakan

buah pisang sangat erat hubungannya dengan pembentukan aroma buah pisang

(Stover, 1987). Komponen penyusun aroma pada buah pisang adalah iso–amil

asetat, amil asetat, amil propionat, amil butirat, heksil asetat, metil asetat, pentanol,

butil alkohol, amil alkohol, dan heksil alkohol.

19
Sebagian besar zat padat dalam buah adalah karbohidrat. Karbohidrat utama

jaringan tanaman yang tidak ada hubungannya dengan dinding sel adalah senyawa

pati. Pati terdapat dalam plastida intraseluler atau granula yang mempunyai ukuran

dan bentuk khusus. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses

pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati dapat diubah menjadi gula

sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Dalam penyimpanan suhu rendah,

terjadinya akumulasi gula adalah akibat dari aktivitas enzim. Perubahan kadar pati

dan penambahan kadar gula merupakan sifat yang menonjol dalam proses

pemasakan buah pisang. Pada waktu dipanen, buah pisang mengandung pati sekitar

20–30% berat basah. Pada akhir pemasakan buah, hampir semua pati terhidrolisis

menjadi gula sederhana hanya tinggal 1–2% saja. Kandungan gula pada buah

pisang yang masih muda hanya sekitar 2% tetapi setelah masak meningkat menjadi

15–20%. Pada waktu kandungan pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan

sukrosa yang terbentuk akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa yang

terbentuk akan digunakan untuk proses respirasi atau diubah menjadi senyawa lain

(Noor, 2007).

Buah pisang yang telah matang sangat mudah dikenali melalui perubahan warna

kulitnya, oleh karena itu indeks warna kulit menjadi penting, dan digunakan sebagai

penanda tingkat kematangan buah pisang (Prabawati et al., 2008).

20
Gambar 2. Tingkat Kematangan Buah Pisang

(Sumber : https://intisari.grid.id/)

C. Permasalahan Pasca Panen

Pemanenan buah pisang tidak lepas dari kegiatan perlakuan pasca panen.

Hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan kauntitas produk.

Namun, beberapa permasalahan buah pisang dapat mengakibatkan penurunan

mutu produk yang berdampak pada nilai ekonomi buah pisang. Beberapa

permasalahan tersebut antara lain :

1. Penentuan Tingkat Pemasakan Buah

Mutu buah pisang yang baik ditentukan oleh tingkat ketuaan buah dan

penampakannya. Buah yang dipanen pada umur muda bermutu jelek, tapi

ketahanan simpannya relatif lama. Sebaliknya, buah yang bermutu baik

memiliki ketahanan simpan yang relatif singkat. Tingkat ketuaan buah selain

dapat menentukan mutu buah pisang diantaranya akan mempengaruhi

kandungan kimia dan gizi dalam buah. Tingkat ketuaan buah dapat dilihat

21
secara fisik atau dapat ditentukan dari umurnya. Secara fisik lebih mudah dilihat

karena tanda-tanda ketuaan mudah diamati. Salah satu perubahan fisik yang

dapat dilihat adalah warna kulit buah pisang (Satuhu dan Supriyadi, 2004).

2. Daya Simpan Pendek

Pisang termasuk produk hortikultura yang tidak tahan lama, mudah rusak,

dan meruah. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat respirasi buah dan

produksi etilen endogen selama proses pematangan setelah dipanen. Menurut

Sutowijoyo (2013) semakin tua umur panen pisang maka pencapaian

kematangan semakin cepat, sebagai contoh pisang raja bulu yang berumur 100

hari setelah antesis (HSA) mencapai kematangan pada hari ke-12. Guna

memperpanjang umur simpan maka perlu beberapa tindakan perlakuan pada

buah pisang baik secara fisik maupun kimia sehingga kualitas buah dapat

dipertahankan.

3. Serangan OPT Pasca Panen

Kualitas buah pisang di Indonesia kadang kurang baik, yang disebabkan

oleh panen tidak tepat waktu (ketuaan tidak memenuhi syarat), kurangnya

perawatan tanaman dan buruknya penanganan di kebun dan selama

pengangkutan yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang

infeksi mikroorganisme penyebab busuk pascapanen lebih besar. Selain

mikroorganisme yang masuk ke dalam buah melalui luka, serangan busuk buah

juga sudah dimulai penetrasinya sejak buah masih di pohon. Mikroorganisme

yang telah melakukan penetrasi tersebut adalah Colletotrichum sp., yang

kemudian berada dalam keadaan laten, dan spora berkecambah saat buah

22
menjadi matang. Pada umumnya busuk pada pisang di Indonesia adalah

antraknos, tip rot, dan crown rot (Murtiningsih dan Pekerti, 2003).

D. Perlakuan Pasca Panen

Penanganan pascapanen merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting


untuk diperhatikan. Untuk mendapatkan buah pisang segar matang dengan kualitas
tinggi, perhatian harus diberikan sejak penentuan buah untuk dipanen, kebersihan
dan pencegahan serangan busuk buah, penanganannya sampai tempat tujuan dan
proses pematangannya.

Gambar 3. Alur penanganan pascapanen buah pisang.


A:alur yang disarankan, dan B:alur sederhana yang umumnya dilakukan petani-
pedagang pengumpul (Sumber : Cahyono, 2009)
1. Panen
a. Penentuan Buah untuk Dipanen
Beberapa tanda atau ciri sering digunakan sebagai kriteria untuk
memutuskan buah pisang dapat dipanen. Petani seringkali menentukan
berdasarkan pengalaman dengan ciri-ciri fisik pada buah, meliputi bentuk
buah, ukuran, dan warna kulit buahnya. Untuk memastikan ketuaan panen
yang tepat juga perlu didukung analisis komponen penting sebagai penentu

23
seperti kadar padatan terlarut total, kadar pati, dan kadar asamnya. Namun,
analisis kimiawi harus mengambil buah dan menghancurkannya, oleh
kerena itu analisis dilakukan sebagai pengendali mutu buah dan diambil
pada beberapa contoh saja. Cara lainnya adalah melalui umur buah yang
umumnya pada buah pisang ditentukan sejak bunga mekar. Cara ini dikenal
dengan cara fisiologis, yang mudah dilakukan.
Tingkat ketuaan buah merupakan faktor penting pada mutu buah
pisang. Buah yang dipanen kurang tua, meskipun dapat matang, namun
kualitasnya kurang baik karena rasa dan aromanya tidak berkembang baik.
Sebaliknya bila buah dipanen terlalu tua, rasa manis dan aroma buah kuat,
tetapi memiliki masa segar yang pendek. Oleh karena itu tingkat ketuaan
panen sangat erat kaitannya dengan jangkauan pemasaran dan tujuan
penggunaan buah. Sebagai contoh, pisang Ambon Jepang berkualitas
terbaik jika dipetik pada umur 120 hari sesudah bunga mekar. Pada umur
petik tersebut, pisang menjadi matang sempurna, rasa manis yang
ditunjukkan dengan kandungan kimiawi terdiri atas gula total (26,12%),
asam (0,32%), karbohidrat (13,19%), dan kandungan air (73,39%),
meskipun berdasarkan uji organoleptik sebenarnya pisang sudah dapat
dipanen pada umur 100 hari setelah bunga mekar (Murtiningsih dan Pekerti,
1988).
b. Cara Panen
Setelah buah yang akan dipanen ditentukan tingkat ketuaannya dan
sudah memenuhi syarat, maka batang pohon dipotong pada posisi
ketinggian sekitar 1 meter, kemudian dipotong setengah diameter batangnya
dan pohon direbahkan. Tandan pisang dipotong setelah pohon rebah, dan
dijaga agar buah pisang tidak terkena getah. Untuk menjaga agar tandan
buah pisang tidak kontak dengan tanah, maka di perkebunan besar biasanya
panen ditangani oleh dua orang, satu orang memotong tandan dan orang
lainnya langsung menerima dan memanggulnya untuk menggantungkan
tandan tersebut pada kabel-kabel yang telah diinstalasi di perkebunan,

24
terhubung ke bangsal pengemasan. Melalui kabel tersebut buah pisang
sampai ke bangsal pengemasan untuk penanganan selanjutnya.
Petani melakukan panen pisang dengan memotong tandan dan
kemudian diletakkan di tempat pengumpulan. Disarankan untuk meletakkan
tandan pisang pada tempat yang teduh, tidak terkena sengatan matahari, dan
buah pisang tidak menyentuh tanah. Secara sederhana dapat digunakan alas
daun pisang kering. Tandan harus diposisikan sedemikian rupa, sehingga
buah pisang tidak terkena getah yang keluar dari bekas tandan yang
dipotong. Setelah terkumpul beberapa tandan, biasanya petani membawa
dengan menggunakan pikulan ke rumah atau langsung menjualnya kepada
pedagang pengumpul.
2. Pengumpulan dan Pengangkutan
Penanganan buah pisang oleh petani maupun pedagang pengumpul
masih sederhana. Untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen,
maka penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen. Buah setelah
panen dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas. Umumnya
para pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping
rumahnya untuk menampung buah pisang. Tandan buah pisang diletakkan
berjajar, tidak bertumpuk, dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai
yang menodai buah pisang, karena penampilan buah menjadi kotor.
Buah pisang di Indonesia diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir
atau satu gandeng terdiri dua buah. Umumnya, buah pisang dari sentra
produksi diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya masih
mentah. Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan bak
pengangkut (pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut
penuh, kemudian menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau
tanpa penutup sama sekali. Kondisi ini dapat mengakibatkan tingkat
kerusakan yang tinggi.
Pisang yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi mendapat
perlakuan yang lebih baik, dengan membungkus tandan pisang
menggunakan daun pisang kering yang dililitkan dari sisir terbawah ke sisir

25
paling atas sehingga menutup sempurna seluruh bagian. Cara tersebut
umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam tandan yang sudah matang
atau mengalami pemeraman terlebih dahulu. Di perkebunan besar, tandan
buah pisang dari kebun diangkut menggunakan kabel atau fasilitas lainnya
menuju bangsal pengemasan. Bangsal pengemasan merupakan bangunan
yang dilengkapi dengan fasilitas berupa perlengkapan pemotongan sisir,
bak pencucian, meja-meja sortasi, penimbangan, perlakuan pengendalian
hama dan penyakit pascapanen, dan fasilitas pengemasan.
3. Pemotongan sisir dan pencucian
Untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman
buah adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti
plastik yang bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan
oleh pekerja di bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander).
Biasanya pada saat dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk
membekukan getah dan sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang
melekat pada permukaan buah, sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam
bak berisi air. Jika satu sisir pisang berukuran besar dan berisi banyak, maka
perlu dipotong lagi atau dalam bentuk klaster, agar lebih mudah
penanganannya saat pengemasan. Air dalam bak harus sering diganti. Jika
tidak, dapat merupakan sumber inokulum yang kemudian menginfeksi
bagian crown dan menyebabkan busuk yang dikenal dengan crown rot yang
dapat menjalar ke buah pisang. Untuk mencegahnya, dalam air pencucian
dapat ditambahkan chlorin, berupa natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk
membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta
fungi lain yang sering menyerang crown pisang. Buah kemudian ditiriskan.
4. Sortasi dan Grading
Sortasi bertujuan untuk memilih dan memisahkan buah pisang yang
baik dari buah pisang yang kurang baik atau rusak. Sementara grading
bertujuan untuk mengelompokkan buah pisang yang telah disortasi menjadi
beberapa kelompok kelas, misalnya kelas A, B, C, dan seterusnya. Sortasi
dan grading biasanya dilakukan berdasarkan ukuran (besar dan kecil buah),

26
kerusakan mekanis (cacat buah), tingkat kematangan (ketuaan buah), bobot
buah, keseragaman warna, jenis pisang, dan kerusakan yang disebabkan
oleh hama atau penyakit.
5. Perlakuan Pengendalian Penyakit Pascapanen
Buah pisang yang mendapat perlakuan hati-hati dan terjaga
kebersihannya selama penanganan dapat mencegah infeksi
mikroorganisme. Untuk mengendalikan busuk yang disebabkan serangan
penyakit pascapanen dapat digunakan salah satu dari beberapa fungisida
atau tanpa bahan kimia yaitu menggunakan pencelupan dengan air panas.
Jika tidak ingin menggunakan fungisida, maka perlakuan dengan air panas
sudah dapat membantu mengurangi dan menunda serangan busuk pada buah
pisang. Kutipan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, buah pisang
yang tidak mendapat perlakuan fungisida atau air panas, saat buah menjadi
matang sudah mulai terdapat bintik-bintik serangan penyakit pascapanen
pada permukaan buahnya, namun, jika buah mendapat perlakuan, awal
serangan baru mulai paling cepat 3 hari setelah buah matang. Hal ini berarti,
ketika buah dalam pemajangan/ pemasaran hingga sampai konsumen dalam
keadaan mulus. Untuk mengatasi serangan busuk pada crown, dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain pencelupan dalam air panas,
pelapisan lilin+benomil, dan pengolesan dengan kapur sirih. Ternyata, yang
paling mudah dan murah namun cukup efektif adalah pengolesan dengan
kapur sirih pada crown.
6. Pengemasan
Pengemasan buah pisang ditujukan untuk melindungi buah dari
kerusakan mekanis dan memudahkan penanganan selama pengangkutan
untuk distribusi dan pemasaran. Untuk itu, Mitchell (1985) dalam Prabawati
et al. (2008) menyebutkan beberapa persyaratan, yaitu: kemasan harus
mampu melindungi isi terhadap kerusakan selama distribusi dan mampu
mempertahankan bentuk dan kekuatan kemasan meski terkena kelembaban
dan ditumpuk selama waktu penggunaannya. Kemasan yang baik juga
mampu mengeluarkan panas dan uap air yang dihasilkan oleh buah pisang

27
yang tetap melakukan respirasi. Untuk kemasan buah pisang, terdapat
bermacam-macam bentuk, ukuran, dan bahan kemasan. Paling sederhana
dan masih banyak digunakan adalah keranjang terbuat dari anyaman bambu,
kotak dari kayu, dan kotak dari karton. Untuk kemasan karton biasanya
digunakan oleh perusahaan atau swasta yang memiliki perkebunan buah
pisang.
Berdasarkan observasi penulis, para pedagang mengelompokkan
menjadi 4 kelas: Super (isi 3 gandeng, berat buah pisang 1180 gram), tiga
kelas berikutnya hampir sama isinya dengan berat buah sekitar 670-760
gram. Untuk buah pisang yang berukuran kecil yaitu 760 gram berisi 4
gandeng merupakan kelas paling rendah. Berat keranjang rata-rata 150-160
gram dan berat daun pisang kering yang digunakan sebagai bantalan
berkisar antara 240-370 gram. Model kemasan dan bantalan demikian, pada
satu sisi menyelamatkan isi (buah pisang hampir tidak mengalami
kerusakan selama transportasi), namun pada sisi lain manjadi sampah di
kota besar. Ke depan, pengemasan demikian perlu diganti dengan cara
pengemasan yang tidak menimbulkan masalah sampah di kota besar.
7. Pemeraman
Buah pisang sampai tempat tujuan pengiriman diharapkan masih dalam

keadaan hijau. Pemeraman dikerjakan oleh pedagang di pasar-pasar tujuan.

Pemeraman pada lingkungan suhu sejuk dapat menghasilkan pisang matang

dengan penampilan kulit buah kuning, namun daging buah masih keras.

Cara pemeraman sederhana dilakukan dengan menempatkan buah pisang di

dalam tanah, selanjutnya dilakukan pengasapan dari bahan pertanian,

misalnya daun kelapa, sabut kelapa yang dikenal dengan cara pengomposan.

Disamping itu, yang juga banyak dilakukan pedagang pisang, yakni

menggunakan peti kayu yang dilapisi kertas semen, kemudian ditambahkan

28
karbit, dan selanjutnya ditutup menggunakan kertas bekas pembungkus

semen

E. Teknologi Pasca Panen

1. Perlakuan Pasca Panen secara Konvensional

1.1. Pemeraman

Buah pisang dapat dipanen tua sebelum matang kemudian dilakukan

pemeraman untuk mendapatkan buah matang. Cara pemeraman sederhana

dilakukan dengan menempatkan buah pisang di dalam tanah, selanjutnya

dilakukan pengasapan dari bahan pertanian, misalnya daun kelapa, sabut kelapa

yang dikenal dengan cara pengomposan. Disamping itu, yang juga banyak

dilakukan pedagang pisang, yakni menggunakan peti kayu yang dilapisi kertas

semen, kemudian ditambahkan karbit, dan selanjutnya ditutup menggunakan

kertas bekas pembungkus semen (Cahyono, 2009).

a. Pemeraman dalam Tempayan Tanah Liat

Perlakuan pemeraman buah pisang dalam tempayan tanah liat, maka

buah pisang akan matang dalam 2 – 3 hari. Buah pisang disusun dalam

tempayan yang terbuat dari tanah liat kemudian selanjutnya ditutup dengan

wajan besar yang diberi perekat dari tanah liat sehingga udara tidak dapat

keluar dan masuk dengan bebas. Setelah itu dilakukan pembakaran

secukupnya agar udara di dalam tempayan menjadi panas.

b. Pemeraman dengan Daun – daunan

Daun – daun yang biasa digunakan untuk pemeraman buah pisang

seperti daun gamal, daun mindi juga daun pisang. Cara ini dapat

29
mempercepat pemasakan buah pisang dalam 3 – 4 hari. Buah pisang yang

hendak diperam dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang telah diberi alas

daun. Kemudian bagian atasnya ditutup denga daun lebih kurang sebanyak

seperlima dari berat pisang yang hendak diperam.

Petani memiliki cara pemeraman buah dengan menutup buah

dengan daun dari beberapa jenis tumbuhan. Beberapa daun yang memiliki

kemampuan merangsang pematangan buah adalah daun gamal atau

Gliricidia sapium dan Albizzia fulcata (Murtiningsih, et al., 1993). Daun

Gliricidia biasa digunakan oleh petani di pedesaan Filipina untuk

mempercepat pematangan buah pisang, sementara para petani di Sukabumi

banyak menggunakan daun Albizzia. Jika akan menggunakan daun tersebut,

perlu dipetik satu hari sebelumnya, karena pada saat tersebut produksi etilen

tertinggi dengan periode waktu yang lama (24-48 jam), masing masing

0,73-0,89 ppm pada daun Albizzia dan 0,20-0,24 ppm pada Gliricidia

(Murtiningsih, et al., 1993).

1.2.Penyimpanan

Penyimpanan buah pisang pada umumnya adalah untuk menghambat

proses enzimatis dan menghambat terjadinya proses respirasi dan

transpirasi, sehingga dengan cara ini daya simpan buah akan menjadi lebih

lama dan kuali tas buah dapat terjaga baik. Penyimpanan bertujuan untuk

mengatasi kerusakan buah akibat proses pemasaran yang sedikit lambat atau

lama.

30
Buah pisang yang tidak terjual habis dalam waktu relatif singkat mesti

diberikan perlakuan khusus dalam proses penyimpanan agar buah tetap baik

(segar) meskipun telah disimpan lama. Petani melakukan panen pisang

dengan memotong tandan dan kemudian diletakkan di tempat

pengumpulan. Disarankan untuk meletakkan tandan pisang pada tempat

yang teduh, tidak terkena sengatan matahari, dan buah pisang tidak

menyentuh tanah. Secara sederhana dapat digunakan alas daun pisang

kering. Tandan harus diposisikan sedemikian rupa, sehingga buah pisang

tidak terkena getah yang keluar dari bekas tandan yang dipotong. Setelah

terkumpul beberapa tandan, biasanya petani membawa dengan

menggunakan pikulan ke rumah atau langsung menjualnya kepada

pedagang pengumpul.

2. Perlakuan Pasca Panen secara Modern

Memperpanjang daya simpan buah pisang berarti mempertahankan buah

pisang tetap segar, sehat, dan berwarna hijau dan bertujuan untuk pengaturan

distribusi atau pemasaran. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk menekan aktivitas

biologis dengan mempertahankan temperatur rendah yang sesuai (tidak

menyebabkan chilling injury) dan mengendalikan komposisi udara lingkungan,

menekan pertumbuhan mikroorganisme perusak dengan mempertahankan

temperatur rendah; dan menekan penguapan air dari buah dengan mengurangi

perbedaan suhu buah dengan suhu lingkungan dan mempertahankan kelembaban

tinggi pada ruangan penyimpanan (Thompson, 1985).

a. Penggunaan temperatur dingin

31
Berkenaan dengan pengaturan temperatur dingin untuk penyimpanan pada

suhu 16-20oC, buah pisang Ambon memiliki periode tetap berwarna hijau atau

IW=1 antara 13,316,5 hari. Penelitian untuk menentukan masa hijau (green life)

buah pisang Ambon asal Lampung pada temperatur 20-23oC, dikerjakan

dengan melibatkan 20 orang petani dengan masing-masing 5 tandan buah

pisang yang dipanen dengan tingkat ketuaan ’tua penuh’. Tiap tandan diambil

4 sisir bagian tengah. Hasilnya memperlihatkan bahwa, masa hijau buah pisang

Ambon asal Lampung pada suhu 20-23oC adalah 11 hari, dan tidak ada

perbedaan antar sisir dari 4 sisir bagian tengah (Imam, 1989).

b. Penggunaan cara modifikasi atmosfir (ma)

Penyimpanan menggunakan cara modifikasi atmosfir adalah dengan

penggunaan komposisi udara CO2,O2 yang berbeda dengan komposisi udara

normal (O2: 20,95%; CO2: 0,03% dan N2: 70,08%). Perbedaannya dengan

controlled atmosphere (CA) adalah pengaturan komposisi gas untuk MA tidak

secara tepat dikendalikan, tetapi diperoleh melalui efek kombinasi dari respirasi

buah dan penggunaan kantong plastik semi permiabel yang tertutup yaitu low

density polyethylene (LDPE) dengan ketebalan tertentu.

c. Perlakuan Kalium Permanaganat

Perlakuan KMnO4 bertujuan untuk mengoksidasi etilen yang diproduksi

oleh pisang sehingga proses pematangan buah dapat dihambat. Dengan

perlakuan ini pisang dapat dipertahankan kesegarannya hingga 3 minggu

dengan disimpan pada suhu ruang (Cahyono 2009). Penggunaan KMnO4 secara

langsung tidak dianjurkan karena bentuknya yang cair akan menurunkan

32
penampilan fisik buah, sehingga diperlukan suatu bahan pembawa. Beberapa

bahan pembawa KMnO4 yang telah diteliti antara lain: arang tempurung kelapa

yang dibuat menjadi pellet, zeolit, dan tanah liat (Arista et al., 2017).

Hasil penelitian Mulyana (2011) menunjukkan bahwa daya simpan pisang

terlama (14 hari penyimpanan) dan masih layak dikonsumsi diperoleh pada

penggunaan 30 g bahan oksidan etilen (campuran 27.75 g tanah liat dan 2.25 g

KMnO4) dalam bungkus serat nilon. Selain itu setelah 12 hari penyimpanan,

penggunaan 30 g bahan oksidan etilen dalam serat nilon juga menunjukkan

susut bobot terkecil. Penggunaan bahan pembungkus serat nilon dengan 30 g

bahan oksidan etilen dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam

penyimpanan pisang Raja Bulu. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh

Sugistiawati (2013) menunjukkan bahwa penggunaan 1 kemasan (30 g) bahan

oksidan etilen dalam serat nilon menghasilkan waktu simpan terpanjang yaitu

15 hari, sedangkan penggunaan 3 kemasan (3 x 10 g) bahan oksidan etilen

menghasilkan waktu simpan terpendek yaitu 12 hari.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penjelasan di atasa antara lain :

33
1. Pisang termasuk buah klimaterik tersusun dalam tandan. Tiap tandan terdiri atas

beberapa sisir, dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau tergantung pada

varietasnya.

2. Fisiologi buah pisang mencakup beberapa proses seperti respirasi, transpirasi

dan pemasakan buah. laju respirasi pada buah pisang dimulai dari fase

maturation (penuaan) sampai fase ripening (pematangan) cenderung meningkat

sampai mendekati fase senescence (pelayuan) dan nilai laju respirasi mengalami

penurunan. Tranpirasi menyebabkan produk kehilangan air dan laju transpirasi

semakin berkurang seiring dengan kenaikan suhu. Proses pemasakan buah

dapat diamati dari segi fisik seperi warna maupun dari segi tekstur buah.

3. Beberapa perlakuan pasaca panen yang dilakukan pada buah pisang antara lain

penentuan panen, pemanenan, penyortiran, pengendalian OPT pasca panen,

penyimpanan, pemeraman, dan pengemasan. Teknologi yang sudah

dikembangkan untuk mengatasi permasalahan pasca panen buah pisang

meliputi penyimpanan suhu dingin, pengguanaan etilen, dan kalim

permanganat.

B. Saran

Sebaiknya teknologi pasca panen yang telah diuraikan dalam makalah ini dapat

diterapkan untuk memepertahankan dan meningkatkan mutu produk guna

menambah nilai jual dan daya tari konsumen.

34
35
DAFTAR PUSTAKA

Arista, M.L., W.D. Widodo dan K. Suketi. 2017. Penggunaan kalium permanganat
sebagai oksidan etilen untuk memperpanjang daya simpan pisang raja bulu.
Buletin Agrohorti. 5 (3) : 334-34.

Badan Pusat Statistik. 2011. Data produksi hortikultura basis data pertanian [serial
online]. http://www.bps.go.id/ getfile.php/news=201. Diakses Tanggal 1
Oktober 2019.

Cahyono, B. 2002. Pisang Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Kanisius,


Yogyakarta.

Dimas. 2011. Respirasi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, 2005. Standar Prosedur


Operasional (SPO) Pengolahan Pisang. Departemen Pertanian, Jakarta.

Harun,N.R.E, 2012. Penggunaan Lilin untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah


Naga Merah (Hylocereus polyrhizuz). Skripsi.Universitas Riau, Riau.

Hotman, F. S. 2009. Pengguna bahan penjerap etilen pada penyimpanan pisang


barangan dengan kemasan atmosfer termodifikasi aktif. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Ismanto, H. 2015. Pengolahan Tanpa Limbah Tanaman Pisang. Laboratorium


Pengolahan Hasil Pertanian. Balai Besar Pelatihan Pertanian, Batangkaluku.

Kementerian Pertanian. 2015. Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2014.


Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian.

Millerd, Slater, R., dan Blum. 1952. Use of dinitrosalicyclic acid reagent for
determination of reducing sugars. Analytical Chemistry. 1(2) : 34-45.

Mulyana E. 2011. Studi pembungkus bahan oksidator etilen dalam penyimpanan


pascapanen pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB GROUP). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Murtiningsih, S. Prabawati, Yulianingsih dan I. Muhadjir. 1993. Penggunaan
kalsium karbida, daun gliricidia dan daun albizzia sebagai bahan pemacu
pematangan buah pisang. Jurnal Hortikultura. 3(2):33-43.

36
Murtiningsih., dan H. Pekerti. 2003. Pengaruh umur petik terhadap mutu buah
pisang Tanduk. Penelitian Horti. 3(1): 33-37.

Noor, Zulafa. 2007. Perilaku selulase buah pisang dalam penyimpanan udara
termodifikasi. Seminar Nasional Teknologi. STTNAS Yogyakarta.

Nurjanah, S. 2002. Kajian laju respirasi dan produksi etilen sebagai dasar penentuan
waktu simpan sayuran dan buah-buahan. Jurnal Bionatura. 4 (3).
Nuswamarhani S, Prihatini D., dan Endang PP. 1999. Mengenal Buah Unggul
Indonesia. Penebar Swadaya, Bogor.

Palmer, J.K. (1981). The Banana. Dalam: Hulme, A.C. (Ed). The Biochemistry of
Fruits and Their Product. Vol 2. Academic Press, London and New York.

Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan


Teknik Pengolahan Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.
Pujimulyani,D.2009. Teknologi Pengolahan Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan.
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Retno,S.D.2001.Penggunaan Kombinasi Adsorban untuk Memperpanjang Umur
Simpan Buah Pisang Cavendish. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 12(1).
Rukmana, R. 1999. Bertanam Buah-buahan di Pekarangan. Kanisius, Yogyakarta.

Satuhu, S. Dan A. Supriyadi. 2004. Pisang : Budidaya, Pengolahan, dan Prospek


Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Stover, R.H. and N.W. Simmons. (1987). Bananas 3. Longmans Group U.K, Ltd.
Singapore.

Sugistiawati. 2013. Studi penggunaan oksidator etilen dalam penyimpanan


pascapanen pisang Raja Bulu (Musa sp. AAB Group). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sumarwan, U. dan E. Palupi. 2017. Preferensi konsumen terhadap buah-buahan
lokal dan organik serta implikasinya terhadap pendidikan konsumen cinta
produk nasional. Jurnal Ilmiah. Kel. & Kons.10 (1) : 157-168.

Sutowijoyo D. 2013. Kriteria kematangan pascapanen pisang Raja Bulu dan pisang
Kepok. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tjitrosoepomo, G. 2000. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai