Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENANGANAN PASCA PANEN


“TEKNOLOGI PASCA PANEN UNTUK TANAMAN PISANG
(Musa sp.)”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Penanganan Pasca
Panen

Disusun oleh:
Nama : Raden Ajeng Jessica Rosa (4442170014)
Ayu Saesarani (4442170018)
Aini Nur Hikmah (4442170019)
Andini Husnul Yauma Shodiq (4442180022)
Siti Suryanti (4442170024)
Kelas : VI A
Kelompok: 2 (Dua)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah penanganan
pasca panen yang berjudul “Teknologi Pasca Panen Untuk Tanaman Pisang
(Musa sp.)” ini dengan baik dan lancar.
Makalah ini dibuat dan disusun untuk memenuhi salah satu syarat dari mata
kuliah Penanganan Pasca Panen pada Program Sarjana jurusan Agroekoteknologi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Makalah ini telah penulis buat dan susun
dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala bentuk saran dan kritik dari
para pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis harap makalah tentang “Teknologi Pasca Panen Untuk Tanaman
Pisang (Musa sp.)” ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Serang, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Karakteristik Tanaman Pisang (Musa sp.)...............................................3
2.2 Penanganan Pra Panen Tanaman Pisang (Musa sp.)...............................4
2.3 Penanganan Pada Saat Pemanenan Buah Tanaman Pisang (Musa sp.)...8
2.4 Penanganan Pasca Panen Buah Tanaman Pisang (Musa sp.)................10
2.5 Penyimpanan Buah Tanaman Pisang (Musa sp.)..................................14
2.6 Penanganan Pada Saat Menstransportasikan Buah Tanaman Pisang
(Musa sp.)..............................................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................17
3.1 Kesimpulan............................................................................................17
3.2 Saran......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Indeks Kematangan Pisang....................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan penanganan pasca panen merupakan kegiatan yang dilakukan
setelah panen yang mana tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas
produk baik sayur maupun buah sebelum sampai pada konsumen (Kusumiyati,
2017). Mahajan, et.al (2014) menyatakan bahwa produk yang dipanen aktif secara
metabolik akan mengalami proses pematangan dan penuaan yang harus dikontrol
untuk memperpanjang kualitas produk setelah panen. Buah dan sayuran adalah
komoditas yang sangat mudah rusak sehingga perlu ditangani dengan sangat hati-
hati untuk meminimalkan kerugian (Hossain and Iqbal, 2016). Menurut James and
Zikankuba (2017), kerugian pasca panen mengacu pada kuantitas yang dapat
diukur dan kehilangan kualitas tanaman pada saat panen, penyimpanan,
transportasi, pemrosesan, pemasaran dan persiapan sebelum dikonsumsi.
Pisang adalah salah satu buah komersial yang populer dan juga penting di
seluruh dunia. Dimana buah pisang ini merupakan buah asli daerah tropis di
dunia, dan produksi globalnya mencapai 144 juta ton pada tahun 2014. Mengenai
nilai gizi yang terdapat pada pisang, pisang kaya akan mineral, vitamin,
karotenoid, dan antioksidan lainnya, dan selain dapat dikonsumsi segar, pisang
sering digunakan sebagai zat penyedap dan pewarna dalam industri makanan
(Hosseini, et.al., 2018).
Buah pisang merupakan buah yang termasuk ke dalam golongan buah
klimaterik yang mana ia mengalami peningkatan laju respirasi setelah dipanen
sehingga dalam hal ini buah mudah rusak (Kuntarsih, 2012). Dafri, dkk (2018)
menjelaskan bahwa jenis buah klimaterik adalah buah yang tetap melanjutkan
proses pematangannya meskipun sudah dipetik.
Suhartanto, dkk (2012) menyatakan bahwa kegiatan panen yang baik
bertujuan untuk mendapatkan buah segar dengan kualitas semaksimal mungkin.
Widodo, dkk (2019) menjelaskan bahwa permasalahan penting dalam budidaya
pisang, yaitu penentuan umur petik yang berdampak pada kualitas buah pisang.

1
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis membuat makalah yang berjudul
“Teknologi Pasca Panen Untuk Tanaman Pisang (Musa sp.)” yang mana
tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk penanganan pra panen,
panen, pasca panen, penyimpanan, dan transportasi buah tanaman pisang (Musa
sp.).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana bentuk penanganan pra panen tanaman pisang (Musa sp.) ?
2. Bagaimana bentuk penanganan pada saat panen buah tanaman pisang (Musa
sp.) ?
3. Bagaimana bentuk penanganan pasca panen buah tanaman pisang (Musa
sp.) ?
4. Bagaimana bentuk penyimpanan buah tanaman pisang (Musa sp.) ?
5. Bagaimana bentuk penanganan pada saat mentransportasikan buah tanaman
pisang (Musa sp.) ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penanganan pra panen tanaman pisang
(Musa sp.).
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penanganan pada saat panen buah
tanaman pisang (Musa sp.).
3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penanganan pasca panen buah tanaman
pisang (Musa sp.).
4. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penyimpanan buah tanaman pisang
(Musa sp.).
5. Untuk mengetahui bagaimana bentuk penanganan pada saat
mentransportasikan buah tanaman pisang (Musa sp.).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Tanaman Pisang (Musa sp.)


Menurut Satuhu dan Supriyadi (2008), morfologi tanaman pisang adalah
sebagai berikut;
1. Akar
Sistem perakaran yang berada pada tanaman pisang umumnya keluar dan
tumbuh dari bonggol (corm) bagian samping dan bagian bawah, berakar serabut,
dan tidak berakar tunggang. Pertumbuhan akar pada umumnya berkelompok
menuju arah samping di bawah permukaan tanah dan mengarah ke dalam tanah
mencapai sepanjang 4-5 meter. Daya jangkau akar tanaman pisang hanya
menembus pada kedalaman tanah antara 150-200 cm.
2. Batang
Batang pisang dibedakan menjadi dua macam, yaitu batang asli yang disebut
dengan bongol dan batang semu yang disebut dengan batang palsu. Bongol pada
tanaman pisang berada di pangkal batang semu dan berada di bawah permukaan
tanah serta memiliki banyak mata tunas yang merupakan calon anakan tanaman
pisang dan merupakan tempat tumbuhnya akar. Batang semu pada tanama pisang
tersusun atas pelepah-pelapah daun yang saling menutupi, tumbuh tegak dan
kokoh, serta berada di atas permukaan tanah.
3. Daun
Bentuk daun tanaman pisang pada umumnya panjang, lonjong, dengan lebar
yang tidak sama, bagian ujung daun tumpul, dan tepinya tersusun rata. Letak daun
tanaman pisang terpencar dan tersusun dalam tangkai yang berukuran relatif
panjang dengan helai daun yang mudah robek.
4. Bunga
Bunga tanaman pisang atau yang sering disebut juga dengan jantung pisang
keluar dari ujung batang. Dimana susunan bunga tersusun atas daun-daun
pelindung yang saling menutupi dan bunga-bunganya terletak pada tiap ketiak di
antara daun pelindung dan membentuk sisir. Bunga tanaman pisang termasuk ke
dalam bunga berumah satu. Dimana letak bunga betina di bagian pangkal,

3
sedangkan letak bunga jantan berada di tengah. Bunga sempurna yang terdiri atas
bunga jantan dan bunga betina pada tanaman pisang berada di bagian ujung.
5. Buah
Buah tanaman pisang tersusun dalam tandan dimana tiap tandan terdiri atas
beberapa sisir dan tiap sisir terdapat 6-22 buah pisang tergantung varietasnya.
Buah pisang umumnya tidak berbiji dan bersifat triploid. Kecuali, pada pisang
kluthuk yang bersifat diploid dan memiliki biji. Proses pembuahan tanpa adanya
biji disebut dengan partenokarpi.
Ukuran buah pisang bervariasi tergantung pada varietasnya. Panjang antara
10-18 cm dengan ukuran diameter sekitar 2,5-4,5 cm. Buah berlinggir 3-5 alur,
bengkok dengan ujung meruncing atau membentuk leher botol. Daging buah tebal
dan lunak, kulit buah yang masih muda berwarna hijau dan ketika tua berubah
menjadi kuning dan strukturnya bisa tebal dan tipis juga tergantung dari varietas
pisangnya.
Pisang merupakan salah satu buah klimakterik, yaitu buah yang akan tetap
mengalami proses kematangan walaupun telah dipanen dan diikuti dengan proses
kerusakan karena buah tetap melangsungkan proses respirasi dan metabolisme.
Dalam hal ini, selama proses pascapanen, buah pisang akan mengalami perubahan
komposisi kimia karena adanya kegiatan metabolisme berupa respirasi dan reaksi
enzimatis. Meningkatnya aktivitas respirasi pada buah klimakterik merupakan
aktivitas fisiologis yang terjadi pada saat proses pemasakan buah pisang (Sumadi,
dkk., 2004).

2.2 Penanganan Pra Panen Tanaman Pisang (Musa sp.)


Sebelum melakukan budidaya pada suatu tanaman, alangkah baiknya
mengetahui syarat tumbuh pada tanaman tersebut agar pertumbuhannya lebih
optimal. Syarat tumbuh umum tanaman pisang menurut Stover and Simmonds
(1987), yaitu:
1. Suhu : Optimum pada kisaran 26C-28C.
2. Altitude : Di bawah 800 m dpl, tapi masih mungkin sampai 1000 m dpl.
3. Pengairan : Perlu air teratur 20-60 mm/minggu.
4. Tanah : pH tanah 4,5-8,5, kedalaman solum >75 cm, kedalaman air > 120

4
cm, kemiringan 15% peka tanah salin. Tanah terbaik, yaitu tanah
dengan solum dalam, berdrainase baik, dengan kandungan humus
tinggi, seperti tanah vulkanik atau tanah aluvial. Hindari tanah
yang tergenang.
5. Lokasi : Dekat dengan industri pendukung atau jalur agribisnis.
Setelah mengetahui syarat tumbuh tanaman pisang, kemudian hal pertama
yang dilakukan pada saat budidaya tanaman pisang, yaitu melakukan pemilihan
bibit dengan benar. Dimana dalam hal ini, sumber bibit harus diperoleh dari induk
bibit yang sehat dan diperoleh dari lahan yang bebas penyakit terutama penyakit
layu fusarium dan layu bakteri serta penyakit bunchy top. Dalam hal ini, sumber
bibit dapat berasal dari anakan, bonggol (cormit/bits) dan kultur jaringan. Namun,
biasanya para petani menggunakan bibit yang berasal dari anakan dan belahan
bonggol. Bibit yang sudah siap ditanam sendiri biasanya berukuran 40-50 cm bila
dari kultur jaringan, atau anakan berumur 6 bulan (Suhartanto, dkk., 2019). 
Menurut Cahyono (2009), untuk pemakaian bibit anakan, setelah pemilihan
bibit maka dilakukan perendaman bibit dengan menggunakan pupuk organik,
yaitu pupuk organik cair selama 2-3 jam. Yang mana, hal ini perlu dilakukan
karena hormon yang dihasilkan oleh bakteri yang terdapat pada POC akan bekerja
mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga tanaman akan tumbuh sehat dan
cepat. Kemudian, melakukan pengolahan tanah yang baik dan juga benar. Dalam
hal ini, pengolahan tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah, sehingga bibit
tanaman dapat dengan mudah menyerap unsur hara (air, udara dan panas).
Menurut Ardiansyah (2019), pengolahan tanah untuk pisang dapat dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu pengemburan tanah, pemerataan tanah, pembuatan
parit-parit untuk saluran irigasi dan pembuatan lubang tanam.
Setelah melakukan pengolahan lahan, langkah selanjutnya, yaitu melakukan
pemindahkan bibit ke media tanam yang baru. Yang mana caranya, yaitu pertama
membuat lubang tanam dengan kedalaman 23 cm (tergantung besar kecilnya
bonggol bibit yang akan ditanam). Lalu, menempatkan bibit pada lubang tanam.
Dimana usahakan bonggol tertanam penuh sekitar 5 cm di bawah permukaan
datar. Bila kondisi tanah kering, siram dengan air secukupnya kemudian padatkan
tanah sekeliling pohon dengan cara diinjak-injak (Satuhu dan Supriyadi, 2008).

5
Kemudian melakukan pemeliharaan tanaman pisang. Dalam hal ini, hal
pertama yang harus dilakukan, yaitu penyiangan dan pengemburan tanah.
Pengemburan tanah sendiri bertujuan agar perakaran dan bonggol pisang dapat
berkembang dengan baik. Untuk pengemburan tanah yang baik sendiri setelah
penanaman tidak boleh terlalu dalam karena pengakaran pisang masih dangkal.
Sedangkan, untuk penyiangan. Penyiangan dapat dilakukan jika tanaman sering
ditumbuhi gulma. Setelah itu, melakukan pembubunan. Dalam hal ini,
pembubunan perlu dilakukan bila umbi pisang telah muncul ke permukaan tanah
atau ketika tanaman pisang telah menghasilkan rumpun atau telah memiliki
anakan. Kemudian, melakukan pemupukan. Pupuk yang bagus untuk tanaman
pisang, yaitu pupuk anorganik berupa 1000 g ZA/pohon/tahun dan 500 g
KCl/pohon/tahun. Dalam hal ini, pupuk anorganik diberikan selang empat kali
setahun, yaitu satu bulan setelah tanam dengan dosis ¼ bagian, kemudian
dilakukan lagi setiap 3 bulan dengan dosis yang sama. Sedangkan, pupuk organik
berupa pupuk kandang dengan dosis 2-3 kaleng minyak tanah/rumpun/tahun.
Pupuk organik ini sendiri dapat diberikan setiap tahun dimulai pada bulan pertama
penanaman dan tiap tiga bulan dengan dosis pemberian masing-masing ¼ bagian
(Satuhu dan Supriyadi, 2008).
Hama dan penyakit pada tanaman pisang merupakan salah satu faktor
penyebab menurunnya kualitas hasil panen pada tanaman pisang. Sehingga karena
hal tersebut, perlu adanya penanganan yang tepat dan sesuai dengan hama dan
penyakit yang terdapat pada tanaman pisang. Dalam hal ini, hama pada tanaman
pisang terdiri dari ulat gulung, yang mana hama ini biasanya memotong helaian
daun mulai dari pinggir sambil menggulung daun kearah tulang daun.
Selanjutnya, hama uret, yang mana hama ini sering menyerang di daerah dataran
tinggi. Lalu, kumbang penggrek umbi, serangan hama ini dimulai dari kelopak
daun yang membusuk, lalu akan terbentuk lorong ke atas dan ke bawah pada
kelopak daun yang sehat. Dalam hal ini, hama tersebut menyukai jenis tanah yang
berlempung dan masih banyak lagi hama-hama yang terdapat pada buah pisang.
Untuk mengendalikan hama-hama ini, pengendalian hama dapat dilakukan secara
fisik, kimiawi atau teknis. Akan tetapi, yang paling efektif, yaitu dengan cara
kimiawi dengan menggunakan insektisida (Satuhu dan Supriyadi, 2008).

6
Sementara, untuk penyakit pada tanaman pisang. Penyakit yang sering
menyerang tanaman pisang, yaitu penyakit pembuluh jawa. Dalam hal ini,
penyakit ini mampu membuat daun cepat rusak atau patah atau layu. Kemudian,
penyakit kerdil. Dalam hal ini, penyakit ini disebabkan oleh kutu daun Pentalozia
migrovervosa Coq. Lalu, penyakit layu fusarium. Dalam hal ini, penyakit ini
mampu membuat pangkal daun akan tampak bintik-bintik atau garis-garis kuning
yang mana disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Gejala penyakit ini, yaitu tepi
bawah daun berwarna kuning tua, cokelat dan akhirnya mengering, dan lain
sebagainya. Penanganan untuk mengendalikan penyakit-penyakit pada pisang ini
dapat dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan insektisida, tetapi untuk
penyakit fusarium dianjurkan untuk menggunakan nematisida (Satuhu dan
Supriyadi, 2008).
Untuk umur panen tanaman pisang sendiri, pada umumnya, buah yang cukup
umur untuk dipanen, yaitu buah yang berumur 80-100 hari dengan siku-siku buah
yang masih jelas sampai hampir bulat. Dimana penentuan umur panen sendiri
harus didasarkan pada jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah
ke daerah penjualan sehingga buah tidak terlalu matang saat sampai di tangan
konsumen. Dalam hal ini, sedikitnya buah pisang masih tahan disimpan 10 hari
setelah diterima konsumen (Mardiana, 2017).
Sebelum melakukan panen, tahap pembungkusan (pembrongsongan) dan
pemotongan jantung pisang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini bertujuan
agar dapat mencegah timbulnya serangan hama dan penyakit pada buah pisang,
terutama hama kudis dan penyakit darah. Pembungkusan ini sendiri dilakukan
pada saat seludang pisang pertama belum membuka dan jantung sudah mulai
merunduk. Yang mana, sebelum jantung pisang dibungkus, jantung pisang
disemprot dengan menggunakan pestisida untuk mencegah berdiamnya serangga
pada jantung pada saat jantung sudah dibungkus. Pembungkusan jantung pisang
ini sendiri dapat dilakukan dengan plastik berwarna biru (polyethilen) atau plastik
dursban, yang diikatkan ke pangkal tandan dengan mengusahakan seludang atas
tidak masuk ke dalam plastik brongsong. Dalam hal ini, jika plastik polyethilen
biru tidak ada maka bisa juga digunakan karung bekas maupun plastik biasa.
Secara berkala, harus dilakukan pemeriksaan untuk mencegah tersangkutnya

7
seludang yang sudah terlepas agar tidak membusuk pada tandan buah (O’Brien,
1986).
Sedangkan, untuk pemotongan jantung pisang sendiri, tujuan pemotongan ini,
yaitu untuk mengoptimalkan penyerapan unsur hara oleh bakal buah. Dimana
dalam hal ini, pemotongan dapat dilakukan bila buah terakhir yang normal sudah
melengkung ke atas. Pemotongan jantung pisang sendiri dapat dilakukan dengan
menggunakan pisau ataupun parang. Yang mana, setelah memotong satu jantung,
parang harus dibersihkan dengan bayclin atau dicuci dengan detergen sebelum
digunakan untung memotong jantung yang lainnya. Dalam hal ini, bekas potongan
jantung diolesi dengan bakterisida yang bertujuan untuk menghindari penyakit
layu bakteri (O’Brien, 1986).

2.3 Penanganan Pada Saat Pemanenan Buah Tanaman Pisang (Musa sp.)
Kegiatan panen yang baik bertujuan untuk mendapatkan buah segar dengan
kualitas semaksimal mungkin. Sehingga sebelum melakukan pemanenan buah
pisang, sebaiknya harus diketahui terlebih dahulu indikator atau petunjuk bahwa
buah pisang tersebut sudah dapat dipanen (Suhartanto, dkk., 2012).
Permasalahan penting dalam budidaya pisang, yaitu penentuan umur petik
yang berdampak pada kualitas buah pisang. Dimana waktu pemanenan buah yang
tidak tepat dapat menyebabkan kualitas buah kurang baik. Buah yang dipanen
terlalu muda akan memiliki kualitas yang kurang baik ketika matang, sedangkan
buah yang dipanen terlalu tua memiliki daya simpan rendah (Widodo, dkk.,
2019).
Penentuan waktu panen buah pisang sendiri umumnya menggunakan
beberapa indikator, yaitu perbandingan antara daging buah dan kulit buah, jumlah
hari setelah pembungaan, menghilangnya sudut-sudut pada setiap buah,
mengeringnya daun, dan kerapuhan ujung tandan (Widodo, dkk., 2019). Zulkifli,
et.al (2019) juga menyatakan bahwa pengamatan ukuran buah, warna kulit, pulp,
dan kerapuhan bunga merupakan beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan
sebelum panen buah pisang.

8
Beberapa indikator panen pisang diantaranya adalah umur sejak muncul
jantung, pola lingkar buah, ukuran dan kekerasan buah. Standar kematangan buah
dapat ditentukan dengan beberapa indeks kematangan, yaitu:
1. Indeks 1 (bentuk buah terisi penuh, warna hijau segar, 100-200 hari setelah
bunga mekar).
2. Indeks 2 (warna buah hijau terang).
3. Indeks 3 (warna buah hijau semburat kuning).
4. Indeks 4 (warna buah kuning semburat hijau).
5. Indeks 5 (warna buah kuning dengan ujung hijau).
6. Indeks 6 (warna buah kuning merata) (Suhartanto, dkk., 2012).

Gambar 1. Indeks Kematangan Pisang (Sumber: Suhartanto, dkk., 2012)


Cara pemanenan yang baik untuk buah pisang, yaitu menggunakan alat
berupa parang atau golok yang tajam dan juga bersih. Setelah itu, melakukan
panen pada waktu pagi hari (7.00-10.00 WIB) atau sore hari (15.00-17.00 WIB)
dalam keadaan cerah. Dalam hal ini, pemanenan tidak dianjurkan pada waktu
hujan karena dapat meningkatkan serangan busuk buah dalam gudang
penyimpanan (Suhartanto, dkk., 2012).
Kemudian, kayu atau bambu penyangga pohon diturunkan secara perlahan-
lahan dan batang ditebang setinggi 2/3 dari tinggi batang agar tandan tidak
menyentuh tanah (Suhartanto, dkk., 2012).
Setelah itu, tandan dipotong pada sebelah atas buku tandan atau kira-kira 30
cm diatas sisir pertama. Yang mana setelah dipotong, tandan dibalikan supaya
getah yang menetes keluar tidak mengenai buah. Kemudian, tandan diangkut
dengan menggunakan gerobak atau alat angkut lainnya ke tempat pengumpulan.
Waktu pengangkutan, letakan posisi tandan tegak lurus, yakni posisi tangkai buah
menghadap ke bawah. Dalam hal ini, diantara tandan diberi sekat busa atau daun

9
pisang kering. Pada tempat pengumpulan tandan, tandan diberi alas untuk
menghindari buah rusak atau tergores (Suhartanto, dkk., 2012).

2.4 Penanganan Pasca Panen Buah Tanaman Pisang (Musa sp.)


Menurut Fahroji (2012), penanganan pasca panen pada buah pisang
diantaranya, yaitu:
1. Pengumpulan dan Pengangkutan
Dalam hal ini, untuk mempertahankan mutu buah pisang setelah panen, maka
penanganan yang baik harus dilakukan sejak panen. Dimana dalam hal ini, buah
setelah panen dikumpulkan di tempat yang teduh, terlindung dari panas.
Umumnya, para pedagang pengumpul memiliki ruangan di depan atau di samping
rumahnya untuk menampung buah pisang. Tandan buah pisang yang disimpan
diletakkan berjajar, tidak bertumpuk dan harus dihindari dari penetesan getah dari
tangkai yang dapat menodai buah pisang karena penampilan buah akan menjadi
kotor.
Di Indonesia, buah pisang diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau
satu gandeng yang terdiri dari dua buah. Dimana dalam hal ini, umumnya, buah
pisang dari sentra produksi diangkut masih dalam bentuk tandan dan keadaannya
masih mentah. Pengangkutan buah pisang ini sendiri dilakukan menggunakan truk
atau mobil dengan bak pengangkut (pick up) dengan menumpuk tandan pisang
hingga bak tersebut penuh, kemudian menutupnya dengan terpal atau kain
penutup lainnya atau tanpa penutup sama sekali.
Pisang yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi biasanya mendapat
perlakuan yang baik, yakni tandan pisang dibungkus dengan menggunakan daun
pisang kering yang dililitkan dari sisir terbawah ke sisir paling atas sehingga
menutup sempurna seluruh bagian. Cara perlakuan tersebut pada tandan pisang ini
umumnya diterapkan untuk buah pisang dalam tandan yang sudah matang atau
mengalami pemeraman terlebih dahulu.
Di perkebunan besar, tandan buah pisang dari kebun diangkut menggunakan
kabel atau fasilitas lainnya menuju bangsal pengemasan. Pengemasan merupakan
bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas berupa perlengkapan pemotongan sisir,
bak pencucian, meja-meja sortasi, penimbangan, perlakuan pengendalian hama

10
dan penyakit pascapanen, serta fasilitas pengemasan. Perlakuan lainnya, yaitu
melakukan penutupan tandan dengan plastik pembungkus, dimana tandan dapat
diangkut dengan plastik pembungkusnya, yang kemudian dilepaskan. Yang mana,
ternyata pembrongsongan dengan kantong plastik warna biru dapat memberikan
manfaat berupa mengurangi scab akibat serangan serangga dan memberikan
penampilan buah yang baik dan mulus serta tidak memengaruhi rasa buah pisang.
2. Pemotongan Sisir dan Pencucian
Untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah
adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang
bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir sendiri dilakukan oleh pekerja
di bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus. Yang mana biasanya, pada
saat dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Dalam hal ini, untuk
membekukan getah dan sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat
pada permukaan buah, sisir-sisir pisang segera dimasukkan ke dalam bak berisi
air. Jika satu sisir pisang berukuran besar dan berisi banyak, maka perlu dipotong
lagi atau dalam bentuk klaster, agar lebih mudah penanganannya saat
pengemasan. Air dalam bak harus sering diganti. Jika tidak, dapat menjadi sumber
inokulum yang kemudian menginfeksi bagian crown dan kemudian menyebabkan
busuk yang dikenal dengan crown rot yang dapat menjalar ke buah pisang. Untuk
mencegahnya, dalam air pencucian dapat ditambahkan chlorin, berupa natrium
hipochlorit 75-125 ppm untuk membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum dan
Botryodiplodia serta fungi lain yang sering menyerang crown pisang. Setelah itu,
buah kemudian ditiriskan. Perlakuan pengendalian penyakit pascapanen
menggunakan fungisida dapat dilakukan setelah pencucian, baik melalui
perendaman atau penyemprotan.
3. Penanganan Penyakit Pascapanen
Kualitas buah pisang di Indonesia kadang kurang baik, yang mana biasanya
disebabkan oleh panen yang tidak tepat waktu (ketuaan tidak memenuhi syarat),
kurangnya perawatan tanaman dan buruknya penanganan di kebun dan selama
pengangkutan yang mengakibatkan kerusakan mekanis dan memberi peluang
infeksi mikroorganisme penyebab busuk pascapanen yang lebih besar. Selain
mikroorganisme yang masuk ke dalam buah melalui luka, serangan busuk buah

11
juga sudah dimulai penetrasinya sejak buah masih di pohon. Mikroorganisme
yang telah melakukan penetrasi tersebut adalah Colletotrichum sp. yang kemudian
berada dalam keadaan laten, dan spora berkecambah saat buah menjadi matang.
Pada umumnya, busuk pada pisang di Indonesia adalah antraknos. Untuk
mengatasi serangan busuk pada crown, dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain pencelupan dalam air panas, pelapisan lilin, benomil dan pengolesan
dengan kapur sirih, penggunaan fungisida prochloraz, dan lain sebagainya.
4. Pengemasan
Pengemasan buah pisang ditujukan untuk melindungi buah pisang dari
kerusakan mekanis dan memudahkan penanganan selama pengangkutan untuk
distribusi dan pemasaran. Persyaratan kemasan, yaitu kemasan harus mampu
melindungi isi terhadap kerusakan selama pendistribusian dan juga mampu
mempertahankan bentuk dan kekuatan kemasan meski terkena kelembaban dan
ditumpuk selama waktu penggunaannya. Selain itu, kemasan yang baik juga
mampu mengeluarkan panas dan uap air yang dihasilkan oleh buah pisang yang
tetap melakukan respirasi.
Untuk kemasan buah pisang, kemasan buah pisang terdapat bermacam-
macam bentuk, ukuran dan bahan kemasan. Dimana yang paling sederhana dan
juga masih banyak digunakan adalah keranjang yang terbuat dari anyaman bambu,
kotak dari kayu, dan kotak dari karton.
Dalam hal ini, apapun kemasan yang digunakan, terdapat beberapa hal
penting yang harus diperhatikan, yaitu kemasan harus mampu memberikan
perlindungan pada buah pisang dari kerusakan, seperti luka, tertusuk, dan memar.
Kemasan yang digunakan untuk mengemas buah pisang cukup memiliki
ventilasi atau lubang-lubang untuk membuang panas yang dihasilkan oleh buah
pisang. Panas tidak boleh terakumulasi disekeliling buah yang dapat menstimulasi
respirasi yang lebih cepat. Umumnya, kemasan dengan ventilasi sekitar 5% sudah
mencukupi. Selain itu, kemasan harus mampu menekan kehilangan air yang
berarti juga susut bobot dan penampilan buah, seperti layu atau kurang segar.
Untuk mengatasi susut bobot tersebut, dapat digunakan lembaran plastik polietilen
tipis yang diberi lubang/perforasi untuk membungkus seluruh buah pisang
sebelum dimuat dalam kotak karton berkorugasi.

12
5. Pemeraman
Pemeraman pada lingkungan suhu sejuk dapat menghasilkan buah pisang
yang matang dengan penampilan kulit buah kuning, namun daging buah masih
keras. Dimana dalam hal ini, buah pisang yang telah matang sangat mudah
dikenali melalui perubahan warna kulitnya, yang mana dalam hal ini indeks warna
kulit menjadi penting dan digunakan sebagai penanda tingkat kematangan buah
pisang.
Buah pisang yang dipanen tua sebelum matang dapat dilakukan pemeraman
untuk mendapatkan buah pisang matang. Pemeraman pada buah pisang setidaknya
dilakukan sampai buah memiliki indeks warna 3, dimana kondisi buah sudah
mulai menguning namun tekstur masih keras dan tahan untuk dikirimkan ke
tempat pemasaran. Stimulasi pematangan buah sendiri sering dilakukan dengan
menggunakan gas etilen, gas karbit atau ethrel.
Kesempurnaan hasil pemeraman buah pisang dipengaruhi oleh dosis bahan
pemacu pematangan, suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara. Proses pematangan
yang berjalan sempurna (suhu sejuk, kelembaban tinggi, ventilasi udara di tempat
pemeraman baik, dosis bahan pemacu pematangan tepat) menghasilkan warna
kulit buah pisang kuning merata, rasa buah manis, aroma kuat dan tidak mudah
rontok. Proses pematangan pada buah pisang dapat terjadi karena adanya
pemecahan khlorofil, pati, pektin, dan tanin yang diikuti dengan pembentukan
senyawa etilen, pigmen, flavor, energi dan polipeptida pada buah pisang. Dalam
hal ini, senyawa etilen menjadi hormon yang aktif dalam proses pematangan buah
pisang.
Cara pemeraman sederhana buah pisang yang dapat dilakukan, yaitu dengan
menempatkan buah pisang di dalam tanah, selanjutnya dilakukan pengasapan dari
bahan pertanian, misalnya daun kelapa, sabut kelapa yang dikenal dengan cara
pengomposan. Selain itu, juga dapat menggunakan peti kayu yang dilapisi kertas
semen, kemudian ditambahkan karbit, dan selanjutnya ditutup menggunakan
kertas bekas pembungkus semen, dan lain sebagainya.

13
2.5 Penyimpanan Buah Tanaman Pisang (Musa sp.)
Berikut adalah beberapa cara penyimpanan agar daya simpan buah pisang
dapat diperpanjang;
1. Penyimpanan Temperatur Dingin
Penyimpanan temperatur dingin pada produk pertanian, seperti buah
berfungsi sebagai proses pengawetan dengan cara pendinginan pada suhu di atas
suhu bekunya. Dimana secara umum, penyimpanan dingin pada buah dapat
dilakukan pada suhu 2,2-15,5oC tergantung kepada masing-masing bahan yang
akan disimpannya (Angkat, 2015).
Penyimpanan buah pada suhu dingin sendiri biasanya dilakukan untuk
memperpanjang kesegaran buah. Dimana dalam hal ini, pada suhu dingin respirasi
terhambat sehingga proses pematangan menjadi lambat. Dalam hal ini, dengan
lambatnya proses pemasakan pada buah ini maka proses pembusukan ikut
menjadi lambat (Angkat, 2015).
Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan penyimpanan dengan suhu
dingin adalah penggunaan suhu yang tepat. Dimana suhu penyimpanan dingin
yang digunakan untuk menyimpan buah tidak boleh terlalu rendah karena dapat
menyebabkan kerusakan pada buah akibat suhu dingin (chilling injury). Secara
visual, kerusakan akibat suhu dingin dapat dilihat dari penampakannya. Hal ini
dapat dilihat pada penyimpanan buah pisang, buah pisang yang disimpan pada
suhu di bawah suhu 10oC, warna kulit buah pisang akan menjadi cokelat
kehitaman dan buah pisang tidak dapat menjadi matang normal (Angkat, 2015).
Bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu optimum tertentu
akan mengalami kerusakan, yang dikenal dengan kerusakan dingin (chilling
injury). Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan,
pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, dan peningkatan
pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan rasa yang khas (Angkat,
2015).
2. Penggunaan Cara Modifikasi Atmosfer (MA)
Penyimpanan dengan menggunakan cara modifikasi atmosfir adalah
penyimpanan dengan penggunaan komposisi udara CO2 dan O2 yang berbeda

14
dengan komposisi udara normal (O2: 20,95%; CO2: 0,03% dan N2: 70,08%)
(Prabawati, dkk., 2008).
Perbedaannya dengan controlled atmosphere (CA) ialah pengaturan
komposisi gas untuk MA tidak secara tepat dikendalikan, tetapi diperoleh melalui
efek kombinasi dari respirasi buah dan penggunaan kantong plastik semi
permeabel yang tertutup, yaitu low density polyethylene (LDPE) dengan ketebalan
tertentu (Prabawati, dkk., 2008).
Penyimpanan buah-buahan dalam kantong plastik polietilen (PE) banyak
dilakukan karena jenis plastik ini fleksibel, harganya murah dan masih
memungkinkan adanya pertukaran gas dari luar ke dalam kemasan atau
sebaliknya. Dalam hal ini, penyimpanan buah-buahan dengan menggunakan
polietilen sendiri ditujukan untuk menciptakan kondisi atmosfir termodifikasi,
yaitu suatu kondisi penyimpanan dengan komposisi udara yang berbeda dengan
udara lingkungan normal. Kondisi yang diinginkan sendiri ialah peningkatan
konsentrasi karbon dioksida dan penurunan oksigen sampai batas tertentu. Dalam
hal ini, diharapkan kadar CO2 yang lebih tinggi dalam kemasan dapat menekan
respirasi buah dan menghambat pematangannya. Pemilihan ketebalan kantong PE
sendiri harus tepat untuk menghindari akumulasi gas-gas yang justru
menyebabkan terjadi kelainan fisiologis pada buah pisang. Dalam hal ini, masa
simpan buah pisang pada suhu 15oC dapat lebih panjang jika pembungkusan
dengan kantong polietilen dikombinasikan dengan aplikasi tekanan awal rendah
atau pemvakuman (Prabawati, dkk., 2008).

2.6 Penanganan Pada Saat Menstransportasikan Buah Tanaman Pisang


(Musa sp.)
Untuk mendapatkan buah pisang yang segar matang dengan kualitas tinggi,
perhatian harus diberikan sejak penentuan buah untuk dipanen, lalu kebersihan
dan pencegahan serangan busuk buah, dan penanganan sampai tempat tujuan.
Transportasi merupakan kegiatan penting dalam penanganan, penyimpanan, dan
distribusi produk. Menurut Direktorat Hasil Pengolahan Pertanian (2009),
pengangkutan buah pisang dapat dilakukan menggunakan truk atau mobil dengan
bak pengangkut (pick up) dengan menumpuk tandan pisang hingga bak tersebut

15
penuh, kemudian menutupnya dengan terpal atau kain penutup lainnya atau
tanpa penutup sama sekali. Hal-hal yang harus diperhatikan selama dalam
transportasi adalah kondisi jalan yang dilalui kendaraan transportasi. Yang mana,
pada umumnya, kondisi jalan sebenarnya tidaklah rata, sehingga hal ini dapat
menyebabkan produk mengalami guncangan yang besarnya tergantung dengan
kondisi jalan. Menurut Rahmawati (2010), tingkat ketidakrataan ini disebut
amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan
disebut frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk dan penanganan yang tidak
tepat dapat menyebabkan penurunan kualitas produk dari segi kuantitas dan
kualitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir hal tersebut
adalah dengan meningkatkan performa/modifikasi pengemasan.
Menurut Darmawati (1994) dalam Rahmawati (2010), yang menjadi dasar
perbedaan jalan dalam kota dan jalan luar kota adalah besar amplitudo yang
terukur dalam suatu panjang jalan tertentu. Jalan dalam kota mempunyai
amplitudo yang rendah dibanding dengan jalan diluar kota, maupun dengan jalan
buruk aspal dan jalan buruk berbatu. Dalam hal ini, frekuensi alat angkut yang
tinggi bukan penyebab utama kerusakan buah dalam pengangkutan, yang lebih
berpengaruh terhadap kerusakan buah adalah amplitudo jalan.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa tanaman
pisang merupakan tanaman buah, berbentuk herba, yang berasal dari kawasan
Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Yang mana dalam hal ini, di Indonesia
sendiri, buah tanaman pisang merupakan salah satu buah yang sangat populer di
masyarakat karena mudah ditemukan dan tersedia dalam berbagai jenis, harga
terjangkau dan juga memiliki kandungan gizi yang lengkap. Budidaya tanaman
pisang saat ini tidak hanya dilakukan secara sederhana, tetapi telah dilakukan
secara intensif terutama pisang untuk keperluan ekspor.
Buah tanaman pisang merupakan jenis buah klimaterik yang mengalami
kenaikan respirasi dan produksi etilen yang tinggi selama penyimpanan. Dalam
hal ini, produksi etilen yang tinggi dapat mempercepat kematangan buah pisang.
Daerah produksi dengan pemasaran (konsumen) dapat berjarak jauh (antar pulau)
sehingga diperlukan penanganan yang baik dan tepat, seperti memperhatikan
teknik panen dan teknik penanganan pasca panen agar tidak mudah rusak/lunak.

3.3 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk penulis yang akan mengembangkan
makalah ini, yaitu sebaiknya penulis dapat lebih mengembangkan lagi isi materi
yang ada agar materi yang tersaji baik dan juga lengkap.

17
DAFTAR PUSTAKA

Angkat, A. R. 2015. Analisis Teknologi Penyimpanan Dalam Penanganan Pasca


Panen Buah-Buahan. Http://bppjambi.info/newspopup.asp?id=593. Diakses
Pada tanggal 19 April 2020 pukul 20.00 WIB.
Ardiansyah, R. 2019. Budidaya Pisang. Surabaya: JP Books.
Cahyono, B. 2009. Pisang: Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Yogyakarta:
Kanisius.
Dafri, M., R. Ratianingsih., dan Hajar. 2018. Penanganan Produksi Buah Pisang
Pasca Panen Melalui Model Pengendalian Gas Etilen. Jurnal Ilmiah
Matematika dan Terapan. Vol 15(2): 173-187.
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. 2009. SPO Pengolahan Pisang. Jakarta:
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian.
Fahroji. 2012. Pasca Panen dan Pengolahan Pisang. Riau: Balai Pengkajian
Teknologi Riau.
Hossain, M. S. and A. Iqbal. 2016. Effect of Shrimp Chitosan Coating on
Postharvest Quality of Banana (Musa sapientum L.) Fruits. International
Food Research Journal. Vol 23(1): 277-283.
Hosseini, M. S., S. M. Zahedi., J. Abadia., and M. Karimi. 2018. Effects of
Postharvest Treatments With Chitosan and Putrescine To Maintain Quality
and Extend Shelf-Life of Two Banana Cultivars. Food Science and Nutrition.
Vol 6(5): 1328-1337.
James, A. and V. Zikankuba. 2017. Postharvest Management of Fruits and
Vegetable: A Potential For Reducing Poverty, Hidden Hunger and
Malnutrition in Sub-Sahara Africa. Cogent Food & Agriculture. Vol 3(1): 1-
13.
Kuntarsih, S. 2012. Pedoman Penanganan Pasca Panen Pisang. Jakarta: Direktorat
Budidaya dan Pascapanen Buah Kementerian Pertanian.
Kusumiyati. 2017. Penanganan Pasca Panen dan Kriteria Kualitas Buah dan Sayur
Di Indonesia. Bandung: UNPAD.

18
Mahajan, P. V., O. J. Caleb., Z. Singh., C. B. Watkins., and M. Geyer. 2014.
Postharvest Treatments of Fresh Produce. Philosophical Transactions of The
Royal Society A Mathematical Physical and Engineering Science. Vol
372(2017): 1-19.
Mardiana, D. N. 2017. Penanganan Panen, Pasca Panen dan Sentra Produksi
Tanaman Pisang Di Indonesia. Bandung: UIN Sunan Gunung Jati.
O’Brien, M. 1986. Penanganan Secara Curahan, Hal. 388-420. Dalam Pantastico
(Ed.). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan
Sayur-Sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta: UGM.
Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Rahmawati, Ii. 2010. Peningkatan Kinerja Pengemasan Pisang Ambon (Musa
paradisiaca L.) Selama Transportasi Dengan Penataan Posisi Pisang dan
Jenis Bahan Pengisi [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Satuhu, S. dan A. Supriyadi. 2008. Pisang-Budidaya, Pengolah & Prospek Pasar
(Rev.). Jakarta: Penebar Swadaya.
Stover, R. H. and N. W. Simmonds. 1987. Bananas. Harlow, Essex, England:
Longman Scientific & Technical.
Suhartanto, M. R., Sobir., dan Harti, H. 2012. Buku Ajar: Teknologi Sehat
Budidaya Pisang Dari Benih Sampai Pasca Panen. Bogor: Pusat Kajian
Hortikultura Tropika, LPPM-IPB.
Sumadi., B. Sugiharto., dan Suyanto. 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses
Pemasakan Buah Pisang Yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda. Jurnal Ilmu
Dasar. Vol 5(1): 21-26.
Widodo, W. D., K. Suketi., dan R. Rahardjo. 2019. Evaluasi Kematangan
Pascapanen Pisang Barangan Untuk Menentukan Waktu Panen Terbaik
Berdasarkan Akumulasi Satuan Panas. Buletin Agrohorti. Vol 7(2): 162-171.
Zulkifli, N., N. Hashim., K. Abdan., and M. Hanafi. 2019. Application of Laser-
Induced Backscattering Imaging for Predicting and Classifying Ripening
Stages of “Berangan” Bananas. Journal Computers and Electronics in
Agriculture. Vol. 160. Hal. 100-107.

19

Anda mungkin juga menyukai