Anda di halaman 1dari 104

MAKALAH

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN HORTIKULTURA

Tentang :

“ PATOGEN PATOGEN YANG MENYERANG TANAMAN JERUK“

Disusun oleh :

Rindi Prameswari (0420012951)

Dosen pembimbing :

Dr. Yulmira Yanti, S.Si, MP

PRODI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Adapun tema dari

makalah ini adalah “ Patogen Patogen Yang Menyerang Tanaman Jeruk“.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen

mata kuliah Hama Dan Penyakit Tanaman Hortikultura yang telah memberikan tugas dan

membimbing saya.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, ini merupakan langkah studi yang baik dari studi yang

sesungguhnya. Oleh karena itu, Keterbatasan waktu dan kemampuan saya, maka kritik dan

saran yang membangun senantiasa saya harapkan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi

saya dan pihak lain yang berkepentingan umumnya.

Pekalongan, 7 Desember 2021

Rindi Prameswari

2
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................11
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................................12
1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................................................12
BAB II......................................................................................................................................14
PEMBAHASAN......................................................................................................................14
2.1 Budidaya Tanaman Kentang.........................................................................................14
2.1.1. Iklim........................................................................................................................14
2.1.2. Media Tanam..........................................................................................................14
2.1.3. Daerah Pengembangan...........................................................................................14
2.1.4. Pembibitan..............................................................................................................15
2.1.5. Pengolahan Media Tanam......................................................................................16
2.1.6. Teknik Penanaman..................................................................................................17
2.1.7. Cara tanam Jeruk....................................................................................................17
2.1.8. Perawatan Untuk Tanaman Jeruk.........................................................................18
2.2. Gangguan Pada Tanaman Jeruk....................................................................................19
2.3. Morfologi Tanaman Jeruk.............................................................................................25
2.4. Jenis Tanaman Jeruk......................................................................................................27
2.5. Manfaat Tanaman..........................................................................................................31
2.6. Penyakit Biotis Yang Menyerang Tanaman Jeruk........................................................31
2.7. Penyakit Abiotik............................................................................................................73
2.8. Pengendalian Penyakit Pada Tanaman Jeruk................................................................78
BAB III.....................................................................................................................................99
PENUTUP................................................................................................................................99
A. Kesimpulan...................................................................................................................99
B. Saran............................................................................................................................100
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................101

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jeruk (Citrus sp.) merupakan tanaman tahunan yang berasal dari Asia Tenggara. Di

Indonesia jeruk merupakan komoditas buah-buahan penting (Soelarso, 1996). Menurut

Adiyoga et al., (2009) sebagai buah-buahan yang memiliki keuntungan tinggi jeruk sering di

budidayakan karena dapat beradaptasi di daerah manapun. Namun, meskipun produktivitas

jeruk yang tinggi permintaan domestik masih belum terpenuhi.

Jeruk (Citrus sp) merupakan salah satu tanaman hortikultura komoditas buah-buahan

yang sangat disukai oleh masyarakat dan dapat dikonsumsi baik dalam bentuk buah segar

maupun hasil olahan. Buah jeruk kaya akan vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan

tubuh. Pada jeruk manis terdapat kalori 51 kal, protein 0.9 g, lemak 0.2 g, karbohidrat 11.4 g,

mineral 0.5 g, kalsium 33 mg, fosfor 23 mg, besi 0.4 mg dan asam askorbat 49 mg (Utomo,

2007). Buah jeruk juga mengandung beta karoten dan thiamin (Anonim, 2008).

Kebutuhan buah termasuk jeruk di Pekanbaru hampir 70% berasal dari daerah lain,

baik yang berasal dari luar provinsi maupun dari luar negeri. Data Dinas Ketahanan Pangan

(2008) menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan impor buah-buahan dari luar

daerah. Tahun 2001 jumlahnya hanya 25.654 ton, dan meningkat menjadi 86.554.08 ton pada

tahun 2005.

Tanaman jeruk merupakan tanaman tahunan yang telah dikembangkan di Indonesia

sekitar 70-80% dan setiap tahunnya mengalami perkembangan dalam pembudidayaannya

baik mencakup luasan lahan, jumlah produksi bahkan permintaan pasar dan termasuk salah

satu komoditi buah-buahan yang berperan penting dalam pasar dunia maupun dalam negeri

karena mempunyai nilai ekonomis tinggi (Kementan, 2011). Jenis jeruk lokal yang

dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk keprok (Citrus reticulate atau C. nobilis.), jeruk
4
siam (C. microcarpa dan C. sinesis) yang terdiri atas Siam Pontianak, Siam Garut, Siam

Lumajang, serta jeruk besar (C. maxima) yang terdiri atas jeruk Nambangan Madiun dan Bali

(Kemenristek, 2000). Pengembangan jenis jeruk di Indonesia meliputi jeruk keprok, siam

dan jeruk besar dengan sentra tersebar diseluruh Indonesia. Sentra jeruk siam dan keprok di

Indonesia terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Jawa timur dan Kalimantan Barat sedangkan

sentra jeruk besar terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Aceh. Produksi

jeruk besar sebagian besar berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Aceh dengan

kontribusi produksi mencapai Provinsi Sulawesi Selatan dengan kontribusi 30,76% diikuti

oleh Jawa Timur (19,61%), Aceh (10,69%) (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,

2015).

Data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2015) mencatat bahwa

kabupaten sentra produksi jeruk besar di Jawa Timur terdapat di Kabupaten Magetan,

Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Pacitan. Produksi jeruk besar

tertinggi terdapat di Kabupaten Magetan dengan produktivitas mencapai 21.230 ton atau

89,67% dari produksi total Jeruk Besar di Jawa Timur dihasilkan dari sentra jeruk besar di

Kabupaten Magetan. Sentra penghasil jeruk besar di Kabupaten Megetan terdapat di

Kecamatan Bendo, Takeran, Sukomoro, dan Kawedanan dengan penanaman dilakukan di

ladang atau memanfaatan pekarangan rumah dan sawah baik secara monokultur ataupun

tumpangsari (Dinas Pertanian Magetan, 2012).

Upaya intensifikasi produksi jeruk pamelo di daerah Magetan terus dilakukan, akan

tetapi kendala utama dalam peningkatan produksi jeruk pamelo adalah serangan penyakit

blendok yang menyebabkan penurunanproduksi dan kematian tanaman. Menurut

Sulistyowati et al. (2013) penyakit blendok merupakan salah satu penyakit penting dalam

budidaya tanaman jeruk. Penyakit blendok dapat mengakibatkan kematian ranting, cabang,

batang tanaman, bahkan menyebabkan kematian tanaman. Penyakit Blendok merupakan

5
penyakit endemik pada pertanaman jeruk pamelo di Magetan, Jawa Timur pada tahun 1996

insidensi serangan penyakit blendok pada pertanaman jeruk pamelo mencapai 85% dari 500

Ha pertanaman jeruk pamelo dengan tingkat serangan ringan sampai sedang (22-37%)

(Dwiastuti et al, 2016). Pengendalian penyakit blendok umumnya masih sebatas

pengendalian kimiawi dengan pestisida dan penggunaan bubur California, akan tetapi hasil

pengendalian tersebut belum memuaskan bahkan menimbulkan dampak negatif bagi petani,

masyarakat sekitar, dan lingkungan. Dampak negatif penggunaan pestisida terhadap produksi

buah jeruk pamelo, terdapatnya residu pada buah jeruk yang mengakibatkan jeruk tidak

diterima dipasaran.

Upaya pengendalian yang lebih ramah lingkungan dan mendukung pertanian organik

dengan penggunaan formulasi biopestisda dan penanaman varietas tahan, akan tetapi

informasi mengenai bahan tanam yang memiliki resistensi terhadap penyakit blendok pada

tanaman jeruk pamelo masih sangat kurang. Hasil Penelitian Kartikasari (2019) menyebutkan

bahwa penggunaan formula biopestisida dengan sistem pertanian terpadu dapat menurunkan

tingkat serangan penyakit blendok sebesar 15,8%-16,6%. Penggunaan formula biopestida

diharapkan mampu mengendalikan dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap penyakit

blendok yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan tanam yang tahan terhadap penyakit

blendok dalam pengendalian secara kultur teknis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

tentang pengaruh biopestida dalam mengendalikan dan menginduksi ketahanan tanaman

jeruk pamelo terhadap penyakit blendok.

Produksi jeruk siam / keprok pada tahun 2017 di setiap provinsi khususnya di

wilayah Jawa Timur pada triwulan I adalah 4.099.204 pohon dengan produksi buah yang di

hasilkan sebanyak 245.298 (ton), sedangkan pada triwulan II adalah 5.162.787 pohon dengan

produksi buah sebesar 156.514 (ton) (BPS, 2017). Wijaya et al., (2017) menambahkan bahwa

produktivitas jeruk di Indonesia belum memenuhi harapan disebabkan oleh kurangnya

6
pengetahuan petani dalam menanam jeruk dengan benar dan juga bertambahnya hama dan

penyakit yang menyerang tanaman jeruk.

Rendahnya hasil panen disebabkan kurang efektif dalam pengendalian serangga

hama seperti minor daun jeruk, serangga bertepung, sisik merah, tungau, rayap, kutu daun,

dan lalat buah. Serangga hama tersebut tidak hanya mempengaruhi hasil jeruk tetapi juga

menurunkan kualitas buah (Ashraf et al., 2014). Penggunaan tanaman yang kurang baik,

belum berkembangnya teknik budidaya dan serangan patogen penyebab penyakit di harapkan

dapat ditangani dengan baik karena hal tersebut dapat berdampak pada rendahnya

produktivitas jeruk (Wahyuningsih, 2009).

Penggunaan insektisida sintetik yang kurang kompatibel dengan serangga parasitoid

dapat menyebabkan peningkatan populasi hama dan kemunculan hama sekunder (Hendrival,

2017). Penggunaan insektisida yang tidak tepat dan cenderung berlebihan mengakibatkan

berbagai masalah mulai dari residu, ledakan hama sekunder, resurjensi, resistensi, dan

perubahan status serangga dari hama sekunder menjadi primer (Metcalf, 1994). Usaha

mengurangi pemakaian insektisida dalam pengendalian hama tanaman dapat dilakukan

melalui sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yang penerapannya di dasari oleh

penekatan ekologi (Wijaya et al., 2012).

Bagian tanaman yang terpapar oleh residu insektisida jika dikonsumsi manusia dapat

mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan, diantaranya karsinogenik, teratogenik, dan

mutagenik (Matsumura, 1985). Radiyanto et al., (2010) menjelaskan bahwa petani hanya

berpatokan pada insektisida sintetis untuk menanggulangi hama dibandingkan menggunakan

sistem pengendali hama secara alami dan penerapan varietas tahan hama yang sangat jarang

dilakukan.

Penggunaan insektisida kimia sintetik tidak hanya akan membunuh serangga hama

sasaran, tetapi juga dapat membunuh serangga hama sekunder dan musuh alaminya. Matinya

7
musuh alami akan mengakibatkan menurunnya potensi dan peran pengendalian hama secara

alami (Trisyono, 2016). Pengetahuan kepada para petani tentang jenis-jenis hama dan

penyakit yang menyerang tanaman jeruk serta pengendaliannya sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petani jeruk dalam mengendalikan hama

dan penyakit pada tanaman jeruk (Wijaya et al., 2017). Menurut Syafitri et al., (2017), perlu

di lakukan pengendalian hama dengan melakukan sistem pengendalian hama terpadu agar

produksi jeruk tidak mengalami penurunan dan petani tidak mengalami kerugian yang besar.

Serangga sebagai komponen keanekaragaman hayati memiliki peranan yang penting

dalam jaring makanan yaitu sebagai herbivor, karnivor, dan detritivor (Hadi & Aminah,

2012). Serangga herbivor dalam praktik budidaya tanaman banyak merugikan petani, karena

keberadaannya di pertanaman sering menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan

kuantitas hasil pertanian (Suheriyanto, 2008).

Siregar (2014), menjelaskan bahwa sebagian besar serangga herbivora adalah hama,

selain serangga hama ada serangga yang menguntungkan yaitu serangga penyerbuk, serangga

pengurai, serangga parasitoid dan serangga predator. Menurut Suheriyanto (2009), pada

perkebunan jeruk organik daerah Batu memiliki tingkat keanekaragaman serangga yang

tinggi. Sedangkan Rizali et al., (2002) menambahkan bahwa salah satu indikasi suatu

lingkungan sehat adalah dengan melihat tinggi atau tidaknya keanekaragaman serangga.

Menurut Suryani (2012), hama penting pada jeruk yaitu; kutu loncat jeruk

(Diaphorina citri Kuw.), kutu daun coklat (Toxoptera citricidus Kirk.), kutu daun hitam

(Toxoptera auranti), kutu daun hijau (Myzus persicae dan Aphis gossypii), tungau

(Panonychus citri McGregor.), thrips (Scirtothrips citri), kutu sisik / kutu perisai

(Lepidosaphes becki Newman, Unapsis citri), lalat buah, kumbang pemakan daun (

Maleuterpes dentipes). (Sukri, 2016), menambahkan bahwa Virus CVDP (Citrus Vein

Phloem Degenerapions ) juga merupakan hama pada jeruk.

8
Pengetahuan kepada para petani tentang jenis-jenis hama dan penyakit yang

menyerang tanaman jeruk serta pengendaliannya sangat dibutuhkan (Wijaya et al., 2017).

Melakukan studi keanekaragaman merupakan langkah pertama dalam mengetahui gangguan

komponen ekosistem yang bertujuan untuk penanganan hama tanaman (Subianto, 2008).

Observasi yang telah dilakukan di Desa Pandanrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu

pada kebun petani dengan luas lahan 1.369 m², didapatkan serangga dari famili yang berbeda

yaitu; serangga family 1) noctuidae, 2) syrphidae, 3) pseudococcidae, dan 4) Aphididae.

Serangga merugikan yang menyerang tanaman jeruk yaitu cabuk hitam, cabuk putih dan lalat

buah sedangkan, serangga yang menguntungkan belum terlihat. Berdasarkan wawancara

yang dilakukan, diketahui bahwa petani jeruk belum bisa membedakan serangga

menguntungkan dan serangga merugikan yang ada di kebun jeruk, sehingga para petani

menggunakan pestisida sintetik secara berlebihan yang menyebabkan serangga merugikan

menjadi resisten dan serangga menguntungkan menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan

petani jeruk mengenai serangga merugikan dan menguntungkan serta penggunaan pestisida

sintetik secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan produksi jeruk. Maka dari itu,

penting dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman serangga menguntungkan dan

merugikan pada perkebunan jeruk anorganik. Penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya

mengenai serangga di lahan perkebunan jeruk dilakukan oleh Pratama (2017), didapatkan

hasil bahwa ditemukan 6 ordo dan 23 family insecta dengan hasil indeks keanekaragaman

rendah yang dilakukan diperkebunan jeruk Organik. Selain itu, ada pula penelitian yang

sudah dilakukan oleh (Haqqi, 2017), didapatkan hasil identifikasi keanekaragaman serangga

polinator yang terkoleksi terdiri dari 17 family dengan hasil indeks keanekaragaman rendah

yang didapatkan di perkebunan jeruk organik dan anorganik.

Berdasarkan permasalahan kondisi lahan kebun jeruk peneliti akan meneliti

keanekaragaman serangga, sehingga penelitian ini mampu menambah pengetahuan

9
keanekaragaman serangga khususnya pada lahan kebun jeruk milik salah satu petani di Desa

Pandanrejo Kecamatan Bumiji Kota Batu. Selain itu, mampu memberikan pengetahuan bagi

petani dan siswa yang bisa dijadikan sebagai sumber informasi dan sumber belajar biologi

bagi siswa.

Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman belum bisa

memanfaatkan keanekaragaman tersebut secara maksimal. Utami et al., (2014) menyatakan

bahwa langkah awal untuk pemanfaatan keanekaragaman hayati adalah sebagai proses

pembelajaran biologi. Proses pembelajaran biologi membutuhkan interaksi secara langsung

antara peserta didik dengan objek yang sedang dipelajari. Aswita (2015) menambahkan

bahwa inti dari pembelajaran biologi adalah adanya interaksi yang sesungguhnya antara

subyek dan obyek biologi.

Pembelajaran biologi melibatkan proses yang berkaitan dengan mahluk hidup dan

lingkungannya yang didalamnya terdapat suatu proses pembelajaran yang berhubungan

dengan aktivitas nyata. Menurut Hayati et al., (2015) materi keanekaragaman hayati

membantu siswa berperan aktif dengan lingkungan dalam suatu pembelajaran.

Hasil pembelajaran siswa yang rendah disebabkan oleh pembelajaran biologi yang

kurang menarik sehingga mengakibatkan kurangnya motivasi siswa dalam belajar biologi.

Hayati et al., (2015) menyatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan guru hanya

menghafal suatu konsep yang menyebabkan siswa merasa bosan dan kurang berkonsentrasi.

Demikian juga menurut Suryaningsih (2018) pembelajaran biologi lebih menekankan

penguasaan pengetahuan mengenai materi-materi biologi, namun belum sampai dengan

pengaplikasian pengetahuan secara nyata.

Penerapan penggunaan sumber belajar belum dikembangkan oleh pendidik menjadi

menarik dan tepat umtuk membantu pencapaian kompetensi dasar pendidikan (Munajah dan

susilo, 2015). Maka dari itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah

10
informasi khususnya keanekaragaman serangga yang akan dijadikan salahsatu alternatif

sumber belajar biologi.

Hasil penelitian dapat dikatakan layak sebagai sumber belajar biologi harus

melakuan analisis sumber belajar antara lain kejelasan potensi, kesesuaian dengan tujuan,

kejelasan sasaran, kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan eksplorasi, dan kejelasan

perolehan yang diharapkan (Suhardi, 2012). Berdasarkan latar beakang tersebut, peneliti

melakukan penelitian dengan judul identifikasi keanekaragaman serangga di kawasan

perkebunan jeruk (Citrus Sp.) di Daerah Batu sebagai sumber belajar biologi.

Beberapa penyakit yang biasanya ditemukan pada buah jeruk yang menyebabkan

kerusakan pada buah, penurunan produksi dan mutu hasil adalah penyakit kudis oleh

Sphaceloma fawcetti Jenkins, kanker jeruk oleh Xanthomonas campestris pv. citri (Hasse)

Dye, busuk buah Nematospora oleh jamur Nematospora coryli Pegl, busuk buah Antraknosa

oleh Colletotrichum sp, busuk buah Aspergillus oleh Aspergillus sp, penyakit kering buah

oleh Alternaria sp (Semangun, 1989). Disamping itu, ditemukan pula penyakit busuk cokelat

oleh Phytophthora sp, penyakit busuk mengapas oleh Sclerotium sclerotiorum (Lib), penyakit

busuk Fusarium oleh F.moniliforme (Sheldon) Snyd dan Hands dan F. oxysporum (Schlecht)

Snyd dan Hans, dan penyakit busuk kelabu oleh Botrytis cinerea Pers. Ex Fr.

Mikroorganismemikroorganisme yang menginfeksi lewat luka adalah Rhizopus sp yang

dikenal dengan nama busuk rhizopus, Penicillium digitatum dan Penicillium italicum yang

dikenal sebagai grey dan blue molds pada buah jeruk (Martoredjo, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Patogen apa saja yang menyerang tanaman jeruk?

1.2.2 Gejala apa saja yang timbul akibat adanya patogen tersebut?

11
1.2.3 Pengendalian apa yang dapat dilakukan untuk menangani masalah tersebut?

1.2.4 Bagaimana budidaya tanaman jeruk?

1.2.5 Apa saja penyakit biotis dan abiotis yang menyerang tanaman jeruk?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Untuk mengetahui patogen-patogen yang menyerang tanaman jeruk

1.3.2 Untuk mengetahui gejala yang ditimbulkan dari patogen yang menyerang

1.3.3 Untuk mengetahui pengendalian apa yang dapat dilakukan untuk menangani

patogen terssebut

1.3.4 Untuk mengetahui budidaya tanaman jeruk

1.3.5 Untuk mengetahui penyakit biotis dan abiotis yang menyerang tanaman jeruk

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Menyediakan informasi ilmiah bagi petani tentang patogen yang dapat

menyerang tanaman jeruk

1.4.2 Menyediakan informasi bagi pemula tentang gejala yang timbul dari

penyakit pada tanaman jeruk

1.4.3 Menyediakan informasi bagi pemula dan petani tentang pengendalian yang

dapat dilakukan

1.4.4 Memberikan infeormasi tentang budidaya tanaman jeruk

12
1.4.5 Memberikan informasi tentang penyakit biotis dan abiotis yang menyerang

tanaman jeruk.

13
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Budidaya Tanaman Kentang


2.1.1. Iklim

Kecepatan angin lebih dari 40-48% akan merontokkan bunga dan buah. Untuk daerah

yang intensitas dan kecepatan anginnya tinggi tanaman penahan angin lebih baik ditanam

berderet tegak lurus dengan arah angin. Tergantung dari spesiesnya, jeruk memerlukan 5-6,

6-7 atau 9 bulan basah (musim hujan). Bulan basah ini diperlukan untuk perkembangan

bunga dan buah agar tanahnya tetap lembab. Di Indonesia tanaman ini sangat memerlukan air

yang cukup terutama di bulan Juli-Agustus.

Temperatur optimal anatar 25-30oC namun ada yang masih dapat tumbuh normal pada 38oC.

Semua jenis jeruk tidak menyukai tempat yang terlindung matahari. Kelembaban optimum

untuk pertumbuhan tanaman ini sekitar 70-80%.

2.1.2. Media Tanam

Tanah yang baik adalah lempung sampai lempung berpasir dengan fraksi liat 7-27%,

debu 25-50%, cukup humus, tata air dan udara baik.

Jenis tanah Adosol dan Latosol sangat cocok untuk budidaya jeruk. Derajat keasaman tanah

(pH tanah) yang cocok untuk bidudayajruk adalah 5,5- 6,5 dengan pH optimum 6.

Air tanah yang optimal berada pada kedalaman 150-200 cm dibawah permukaan tanah. Pada

musim kemarau 150 cm dan pada musim hujan 50 cm. Tanaman jeruk menyukai aiar yang

mengandung garam sekitar 10%. Tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik didaerah yang

memiliki kemiringan sekitar 30o.

2.1.3. Daerah Pengembangan

14
Pengembangan daerah penanaman tanaman jeruk perlu memperhatikan syarat

tumbuh. Disamping itu juga harus diperhatikan potensi permintaan pasar dengan berbagai

kemungkinan pemasarannya. Walaupun tidak tertutup kemungkinan mengembangkan

penanaman jeruk di semua lokasi yang memenuhi syarat tumbuh, tetapi pertimbangan

ekonomisnya tidak bisa diabaikan begitu saja. Hal ini disebabkan karena permasalahan labih

banyak timbul sektor pemasaran.

2.1.4. Pembibitan

1. Persyaratan Bibit

Bibit jeruk yang biasa ditanam berasal dari perbanyakan vegeratif berupa penyambungan

tunas pucuk. Bibit yang baik adalah yang bebas penyakit, mirip dengan induknya (true

type), subur, berdiameter batang 2-3 cm, permukaan batang halus, akar serabut banyak,

akar tunggang berukuran sedang dan memiliki sertifikasi penangkaran bibit.

2. Penyiapan Bibit

15
Bibit yang biasa digunakan untuk budidaya jeruk didapatkan dengan cara vegeratif dan

generatif.

a) Cara generatif

Biji diambil dari buah dengan cra memeras buah yang telah dipotong. Biji

dikeringkan ditempat yang idak disinari selama 2-3 hari hingga lendirnya hilang.

Areal persemaian memilki tanah yang subur. Tanah diolah sedalam 30-40 cm dan

dibuat petakan persemaian berukuran 1,15-1,20 m membujur dari utara ke selatan.

Sebelum ditanami, tambahkan pupuk kandang 1 kg/m2. Biji ditanam dalam alur

dengan ajrak tanam 1-1,5x2 cm dan langsung disiram. Bibit dipindahtanam kedalam

polibag 15x35 cm setelah tingginya 20 cm pada umur 3-5 bulan.

b) Cara vegeratif

Metode yang lazim dilakukan adalah penyambungan tunas pucuk dan

penempelan mata tempel. Untuk kedua cara ini perlu dipersiapkan batang bawah

(onderstam/rootstock) yang dipilih dari jenis jeruk dengan perakaran kuat dan luas,

daya adaptasi lingkungan tinggi, tahan kekeringan, tahan terhadap penyakit virus,

busuk akar dan mematoda.

2.1.5. Pengolahan Media Tanam

Tanaman jeruk ditanam di tegalan tanah sawah atau dilahan berlereng. Jika ditanam

disuatu bukit perlu dibuat sengkedan/teras. Lahan yang akan ditanami dibesihkan dari

tanaman lain atau sisa-sisa tanaman. Jarak tanam bervariasi untuk setiap jenis jeruk. Untuk

jeruk manis jarak tanam 7x7m, jeruk besar jarak tanam (10-12) x (10-12) m. Lubang tanam

hanya dibuat pada tanah yang belum diolah dan dibuat 2 minggu sebelum tanah. Tanah

bagian dalam dipisahkan dengan tanah dari lapisan atasa tanah (25 cm). Tanah berasal dari

lapisan atas dicampur dengan 20 kg pupuk kandang setelah penanaman tanah diekembalikan

16
lagi ketempat asalnya. Bedengan (guludan) berukuran 1x1x1 m hanya dibuat jika jeruk

ditanam di tanah sawah.

2.1.6. Teknik Penanaman

Bibit jeruk dapat ditanam pada musim hujan atau musim kemarau jika tersedia air

untuk meyirami, tetapi sebaiknya ditanam diawal musim hujan. Sebelum ditanam, perlu

dilakukan pengurangan daun dan cabang yang berlebihan. Pengurangan akar, pengaturan akar

agar jangan ada yang terlipat.

Setelah bibit ditanam, siram secukupnya dan diberi mulsa jerami, daun kelapa atau daun-daun

yang bebas penyakit di sekitarnya. Letakkan mulsa sedemikian rupa agar tidak menyentuh

batang untuk menghindari kebusukan abtang. Sebelum tanaman berproduksi dan tajuknya

saling menaungi, dapat ditanam tanam sela baik kacang-kacangan/sayuran. Setelah tajuk

saling menutupi, tanaman sela diganti oleh rumput/tanaman legum penutup tanah yang

sekaligus berfungsi sebagai penambah nintrogen bagi tanaman jeruk.

2.1.7. Cara tanam Jeruk

Cara menanam jeruk adalah sebagai berikut:

1. Ditempat ajir ditancapkan, dibuat lubang yang kira-kira lebar dan dalamnya lebih besar

daripada keranjang atau polybag. Pada sistem cabutan, lubang dibuat lebih lebar dari

panjang akar serabut dan lebih panjang akar tunggang.

2. Keranjang atau polybag diiris atau digunting pelan-pelan, tanah jangan sampai pecah, lalu

dimasukkan kedalam lubang selebar leher akar. Kalau tanaman berasala dari cabutan,

akar serabut diatur ke segala jurusan, lurus, demikian juga akar tunggang diluruskan ke

bawah.

3. Setelah tanaman dimasukkan kedalam lubang kemudian diberi pupuk dan insektisida

untuk mencegah serangan yang menggangu tanaman.

17
4. Untuk menghindari kekeringan dan tumbuhnya gulma disekitar tanaman diberi mulsa,

yaitu penutup tanah dari jerami, daun bambu, daun kelapa, daun alang-alang atau lainnya.

Teknik penanaman bibit jeruk dapat ditanam pada musim hujan atau musim kemarau, jika

ditanam pada musim kemarau sebaiknya cukup air untuk penyiraman tetapi lebih baik jika

penanaman dilakukan pada awal musim hujan yang dilakukan pada sore hari.

2.1.8. Perawatan Untuk Tanaman Jeruk

Hasil yang memuaskan tak akan diperoleh tanpa perawatan yang baik. Tanaman jeruk

memang tidak terlalu manja, tetapi pada saat-saat tertentu tanaman ini bisa sangat peka

terhadap serangan hama dan penyakit. Kematian tanaman jeruk tidak melulu karena serangan

hama, lingkungan yang kotor dan tidak terawat juga bisa menamatkan riwayatnya. Perawatan

tanaman jeruk yang ditanam di kebun, di sawah maupun didaerah pasang surut pada dasarnya

sama. Perbedaanya, pada lahan pasang surut dan sawah perawatan lebih kerap dilakukan.

Cara-Cara Perawatan Tanaman

 Penyulaman: dilakukan pada tanaman yangtidak tumbuh.

 Penyiangan: Gulma dibersihkan sesuai dengan frekuensi pertumbuhannya, pada saat

pemupukan juga dilakukan penyiangan.

 Pembubunan: jika ditanam ditanah berlereng, perlu diperhatikan apakah ada tanah

disekitar perakaran yang tererosi. Penambahan tanah perlu dlakukan jika pengkal akar

sudah mulai terlihat.

 Pemangkasan: bertujuan untuk membentuk tajuk pohon dan menghilangkan cabang

yang sakit, kering tidak produktif/ tidak diinginkan. Dari tunas-tunas awal yang tumbuh

biarkan 3-4 tunas pada jarak seragam yang kelak akan membentuk tajuk pohon.

Sebaiknya celupkan dulu gunting pangkas kedalam Klorox/alkohol. Ranting yang sakt

dibakar atau dikubur dalam tanah.

 Pemupukan: pemberian jenis pupuk dan dosis (garam/tanaman) setelah penanaman.

18
 Pengairan dan penyiraman: penyiraman jangan menggenangi batang akar. Tanaman

diairi sedikitnya satu kali dalam seminggu pada musim kemarau.

 Penjarangan buah: pada tahun dimana pohon jeruk berbuah lebat, perlu dilakukan

penjarangan supaya pohon mampu mendukung pertumbuhan dan bobot buah serta

kualitas buah terjaga. Buah yang dibuang adalah buah yang sakit.

2.1.9. Pemberian Insektisida

Untuk tanaman yang terserang hama dan penyakit maka dilakukan pengendalian

secara kimia dengan penyemprotan insektisida yang bersifat sistemik seperti Buldok 25 EC,

Confidor 200 SL, Supracide 40 EC.

2.1.10. Pemupukan

Pemupukan merupakan keharusan karena tiap periode umur jeruk banyak menguras

ketersediaan hara tanah. Jeruk manis membutuhkan pupuk organik (pupuk kandang atau

pupuk kompos) dan pupuk anorganik (Urea dan TSP).

Pupuk organik dibutuhkan untuk meningkatkan kadar humus dalam tanah sehingga

tanah yang padat dapat diubah menjadi remah. Sedangkan pupuk anorganik diperlukan untuk

menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Untuk cara pemupukan tanaman jeruk mempunyai kemampuan menyerap hara yang

berkembang secara bertahap. Makin bertambah umurnya makin bertambah kemampuan

penyerapannya. Hal ini disebabkan oleh perakaran jeruk yang makin berkembang.

2.2. Gangguan Pada Tanaman Jeruk


Gangguan-gangguan yang terdapat pada tanaman jeruk ini berupa hama dan penyakit.

Dari masing-masing hama dan penyakit itu memiliki gejala yang terlihat dan bagian apa yang

diserang untuk itu diperlukan pengendalian yang harus dilakukan dan penyebab dari

gangguan itu sendiri. Untuk mengatasi masalah pada tanaman jeruk ini maka diperlukan

insektisida dan pupuk.

19
Hama dan Penyakit

2.2.1. Hama

 Kutu loncat (Diaphorina citri)

Bagian yang diserang adalah tangkai, kuncup daun, tunas, daun muda.

Gejala: tunas keriting, tanaman mati

Pengendalian: menggunakan insektisida bahan aktif dimethoate (Roxion 40 EC, Rogor

40 EC), Monocrotophos (Azodrin 60 WSC) dan edosulfan (Thiodan 3G, 35 EC dan

Dekasulfan 350 EC). Penyemprotan dilakukan menjelang dan saat bertunas, selain itu

buang bagian yang terserang.

 Kutu daun ( Toxoptera citridus aurantii, Aphis gossypii)

Bagian yang diserang adalah tunas muda dan bunga.

Gejala: daun menggulung dan membekas sampai daun dewasa.

Pengendalian: menggunakan insektisida dengan bahan aktif Methidathion (Supraide 40

EC), Dimethoate (Perfecthion, Rogor 40 EC, Cygon), Diazinon (Basudun 60 EC),

Phosphamidonn (Dimecron 50 SCW), Malathion (Gisonthion 50 EC).

 Ulat peliang daun (Phyllocnistis citrella)

Bagian yang diserang adalah daun muda.

Gejala: alur melingkar transparan atau keperakan, tunas/daun muda mengkerut,

menggulung, dan rontok.

Pengendalian: semprotkan insektisida dengan bahan aktif Methidathion (Supracide 40

EC, Basudin 60 EC). Malathion (Gisointhion 50 EC, %) WP)< Diazinon (Basazinon

45/30 EC). Kemudian daun dipetik dan dibenamkan dalam tanah.

 Tungau (Tenuipalsus sp, Eriophyes sheldoni Tetranychus sp)

Bagian yang diserang adalah tangkai, daun dan buah.

20
Gejala: bercak keperak-perakan tau coklat pada buah dan bercak kuning atau coklat pada

daun.

Pengendalian: semprotkan insektisida Propartige (Omite), Cyhexation (Plictran), Dicofol

(Kelthane), Oxythioquimox (Morestan 25 WP, Dicarbam 50 WP).

 Penggerek buah (Citripestis sagittiferella)

Bagian yang diserang adalah buah.

Pengendalian: memetik buah yang terinfeksi kemudian menggunakan insektisida

Methomyl (Lannate 25 WP, nudrin 24 WSC), Methidathion (Supracide 40 EC) yang

disemproykan pada buah berumur 2-5 minggu.

 Kutu penghisap daun (Helopeltis antonii)

Bagian yang diserang Helopeltis anonii.

Gejala: bercak coklat kehitaman dengan pusat berwarna lebih terang pada tunas dan daun

muda, bercak disrtai keluarnya cairan buah yang menjadi nekrosis.

Pengendalian: semprotkan insektisida Fenitroonmothion (Sumicidine 50 EC), Fenithion

(Lebaycid), Metamidofos (Tamaron), Methomil (Lannate 25 WP).

 Ulat penggerek bunga dan pura buah (Pray SP.)

Bagian yang diserang adalah kuncup bunga jeruk manis atau jeruk bes.

Gejala: bekas lubang-lubang bergaris tengah 0,3-0,5 cm, bunga mudah rontok, buah

muda gugur sebelum tua.

Pengendalian: gunakan insektisida dengan bahan aktif methomyl (lannate 25 WP) dan

Methidathion (Supracide 40 EC). Kemudian buang bagian yang diserang.

 Kutu dompolon (Planococcus citri)

Bagian yang diserang adalah tangkai buah.

Gejala: berkas berwarna kuning, mengering dan buah gugur.

21
Pengendalian: gunakan insektisida Methomyl (Lannate 25 WP), Triazophos (Fostathion

40 EC), Carbaryl (Sevin 85 S), Methidathion (Supracide 40 Ec), kemudian cegah

datangnya semut yang dapat memindahkan kutu.

 Lalat buah ( Dacus sp)

Bagian yang diserang buah yang hampir masak.

Gejala: luang kecil dibagian tengah, buah gugur, belatung, kecil dibagian dalam buah.

Pengendalian: gunakan insektisida Fenthion (Lebaycid 550 EC), Dimethoathe (Roxion

40 EC, Rogor 40 EC), dicampur dengan Feromon Methyl-Eugenol atau protein

Hydrolisate.

 Kutu sisik (Lepidosaphes beckii Unaspis citri)

Bagian yang diserang daun, buah dan tangkai.

Gejala: daun berwarna kuning, bercak khlorotis dan gugur daun. Pada gejala srangan

berat terlihat ranting dan cabang kering dan kulit retak buah gugur.

Pengendalian: gunakan pestisida Diazinon (Basudi 60 EC, 10 g, Basazinon 45/30 EC),

Phosphamodon (Dimcron 50 SWC), Dichlorophos (Nogos 50 EC), Methidhation

(Supracide 40 EC).

 Kumbang belalai ( Maeuterpes dentipes)

Bagaian yang diserang adalah daun tua pada ranting atau dahan bagian bawah.

Gejala: daun gugur, ranting muda kadang-kadang mati.

Pengendalian: perbaiki sanitasi kebun, krangi kelembaban perakaran. Kemudian

gunakan insektisida (Carbaryl *Sevin 85 S) dan Diazinon (Basudin 60 EC, 10 G).

2.2.2. Penyakit

 CVPD

22
Penyebab: Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat Diaphorina Citri. Bagian

yang diserang: silinder pusat (phloem) batang

Gejala: daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam, biji rusak dan pangkal buah oranye.

Pengendalian: gunakan tanaman sehat dan bebas CVPD. Selain itu penempatan lokasi

kebun minimal 5 km dari kebun jeruk yang terserang CVPD. Gunakan insektisida untuk

vektor dan perhatikan sanitasi kebun yang baik.

 Tristeza

Penyebab: virus Citrus Tristeza dengan vektor Toxoptera. Bagian yang diserang jeruk

manis, nipis, besar dan batang bawah jeruk Japanese citroen.

Gejala: lekuk batang, daun baku pemucatan, vena daun, pertumbuhan terhambat.

Pengendalian: perhatikan sanitasi kebun, memusnahkan tanaman yang terserang,

kemudian kendalikan vektor dengan insektisida Supracide atau Cascade.

o Woody Gall (Vein Enation)

Penyebab: virus Citrus Vein Enation dengan vektor Toxoptera Citridus, Aphis Gossypii.

Bagian yang diserang: jeruk nipis, manis, siem, rough lemon dan sour orange.

Gejala: tonjolan tidak teratur yang tersebar pada tuland daun di permukaan daun.

Pengendalian: gunakan mata tempel yang bebas virus dan perhatikan sanitasi

lingkungan.

 Blendok

Penyebab: jamur Diplodia Natalensis.

Bagian yang diserang adalah batang atau cabang.

Gejala: kulit ketiak cabang menghasilkan gom yang menarik perhatain kumbang, warna

kayu jadi keabu-abuan, kulit kering dan mengelupas.

Pengendalian: pemotongan cabang terinfeksi, bekas potongan diberi karbolineum atau

fungisida Cu dan fungisida Benomyl dua kali dalam setahun.

23
Embun tepung

Penyebab: jamur Odidium tingitanium.

Bagian yang diserang adalah: daun dan tangkai muda.

Gejala: tepung berwarna putih didaun dan tangkai muda.

Pengendalian: gunakan fungisida Pyrazophos (Afugan) dan Bupirimate (Nimrot 25

EC).

 Kudis

Penyebab: jamur Sphaceloma fawcetti. Bagian yang diserang adalah daun, tangkai atau

buah.

Gejala: bercak kecil jernih yang berubah menjadi gabus berwarna kuning atau orange.

Pengendalian: pemangkasan teratur. Kemudian gunakan Fungisida

Dithiocarbamate/Benomyl (Benlate).

 Busuk buah

Penyebab: penicillium spp. Phytophtora citriphora, Botryodiplodia theobromae. Bagian

yang diserang adalah buah.

Gejala: terdapat tepung-tepung padat berwarna hijau kebiruan pada permukaan kulit.

Pengendalian: hindari kerusakan mekanis, celupkan buah kedalam air panas/fungisida

benpmyl, pelilinan buah dan pemangkasan bagian bawah pohon.

 Busuk akar dan pengkal batang.

Penyeyab: jamur Phyrophthoranicatianae. Bagian yang diserang adalah akar dan panglal

batang serta daun dibagian ujung dahan berwarna kuning.

Gejala: tunas tidak segar, tanaman kering.

Pengendalian: pengolahan dan pengairan yang baik, sterilisasi tanah pada waktu

penanaman, buat tinggi tempelan minimum 20 cm dari permukan tanah.

 Buah gugur prematur

24
Penyebab: jamur Fusarium sp. Coletotrichum sp. Alternaria sp. Bagian yang diserang:

bunga dan buah.

Gejala: dua sampai emapat minggun sebelum panen buah gugur.

Pengendalian: Fungisida Benomyl (Benlate) atau Caprafol.

 Jamur upas

Penyebab: Upasia salmonicolor. Bagian yang diserang adalah: batang.

Gejala: retakan melintang pada batang dan keluarnya gom, batang kering dan sulit

dikelupas.

Pengendalian: kulit yang terinfeksi dikelupas dan disaput fungisida carbolineum.

Kemudian potong cabang yang terinfeksi.

o Kanker

Penyebab: bakteri Xanthomonas Campestris Cv. Citri. Bagian yang diserang adalah daun

tangkai dan buah.

Gejala: bercak kecil berwarna hijau gelap atau kuning disepanjang tepi, luka membesar

dan tampak seperti gabus pecah dengan diameter 3-5 mm.

Pengendalian: Fungisida Cu seperti bubur Bordeaux, Copper oxychlorida. Selain itu

untuk mencegah serangan ulat peliang daun adalah dengan mencelupkan mata tempel

kedalam 1.000 ppm Streptomycin selama 1 jam.

2.3. Morfologi Tanaman Jeruk


a. Akar (Radix)

Sistem perakaran jeruk nipis adalah akar tunggang dimana akar lembaga tumbuh terus

menjadi akar pokok yang bercabang – cabang menjadi akar-akar yang kecil. Akarnya

memiliki cabang dan serabut akar. Ujung akar tanaman jeruk terdiri dari sel-sel muda yang

senantiasa membelah dan merupakan titik tumbuh akar jeruk. Ujung akar terlindung oleh

25
tudung akar yang bagian luarnya berlendir sehingga ujung akar mudah menembus tanah

(Liana 2017).

b. Batang (Caulis)

Batang yang tergolong dalam batang berkayu (lignosus), yaitu batang yang biasanya keras

dan kuat, karena sebagian besar tergolong kayu. Batangnya berbentuk bulat (teres), berduri

(spina) pendek, kaku dan juga tajam. Selain itu, arah tumbuh batangnya mengangguk

(nutans), batangnya tumbuh tegak lurus ke atas tetapi ujungnya membengkok kembali ke

bawah.Sifat percabangan batang monopodial yaitu batang pokok selalu tampak jelas, karena

lebih besar dan lebih panjang (Boekoesoe dan Jusuf 2015).

c. Daun (Foluim)

Daunnya berwarna hijau dan jika sudah tua warna kulitnya menjadi kuning. Helain daun

berbentuk jorong, pangkal bulat, ujung tumpul, tepi beringgit, permukaan atas berwarna hijau

tua mengkilap, permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda, daging daun seperti

kertas, Panjang 2,5 – 9 cm, lebar 2,5 cm, sedangkan tulang daunnya menyirip dengan tangkai

bersayap, hijau dan lebar 5 – 25 mm (Boekoesoe dan Jusuf 2015).

d. Buah (Fructus)

Buah jeruk nipis berbentuk bola bewarna kuning setelah tua atau masak dan bewarna hijau

ketika masih muda dengan diameter 3,5-5 cm. Kulit buah pada jeruk nipis mengandung

semacam minyak atsiri yang pahit rasanya. Minyak atsiri adalah sejenis minyak yang mudah

sekali menguap pada suhu kamar tanpa mengalami penguraian terlebih dahulu, dan baunya

sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak tersebut mudah sekali bersenyawa dengan

alkohol, eter dan minyak lemak, tetapi sulit larut dalam air (Liana 2017).

e. Bunga (Flos)

26
Bunga muncul dari ketiak-ketiak daun atau pucuk-pucuk ranting yang masih muda. Setelah

pucuk daun tumbuh, beberapa hari kemudian akan disusul putikputik bunga. Bunga jeruk

nipis berwarna agak kemerahan hingga keunguan. Bunga jeruk biasanya berbau harum

karena banyak mengandung nektar (madu) (Liana 2017).

3. Manfaat kulit jeruk nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia s.) adalah salah satu tanaman toga yang banyak digunakan

oleh masyarakat sebagai bumbu masakan dan obat-obatan (Razak, Djamal, dan Revilla

2013). Dalam bidang medis, jeruk nipis dimanfaatkan sebagai penambah nafsu makan, diare,

antipireutik, antiinflamasi, antibakteri dan diet (Prastiwi dan Ferdiansyah 2013). Selain itu

secara empirik jeruk nipis juga dapat digunakan sebagai obat batuk, meluruhkan dahak,

influenza, dan jerawat

(Lauma, Pangemanan, dan Hutagalung 2015).

Jeruk nipis memiliki kandungan senyawa flavonoid dimana flavonoid merupakan golongan

senyawa polifenol terbesar yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri. Jeruk

nipis memiliki aktivitas antifungal. Selain itu jeruk nipis juga memiliki aktivitas larvasida dan

anthelmintik. Berbagai aktivitas yang dimiliki oleh tanaman jeruk nipis diduga berasal dari

kandungan minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan komponen terbanyak yang terdapat dalam

tanaman jeruk nipis. Senyawa mayor yang terdapat dalam daun dan kulit buah jeruk nipis

adalah limonen dan β-pinen. Jeruk nipis dapat digunakan sebagai antifungal alternatif untuk

menggantikan fungisida kimia sehingga mengurangi efek berbahaya pada manusia dan

lingkungan. Selain itu, jeruk nipis dapat digunakan sebagai larvasida alami yang memiliki

beberapa keuntungan seperti degradasinya yang cepat serta toksisitas yang rendah. Jeruk

nipis juga memiliki aktivitas anthelmintik karena adanya senyawa tanin yang serupa dengan

27
fenol sintetik yang terbukti dapat menghambat pertumbuhan cacing (Chusniah dan Muhtadi

2017).

2.4. Jenis Tanaman Jeruk


Klasifikasi botani tanaman jeruk dari tingkatan yang terbesar hingga yang terkecil

adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Anglospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rutaces

Keluarga : Rutaceae

Genus : Citrus

Species : Citrus SP

Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Tanah Karo adalah jeruk Keprok (Citrus

Reticulata/Nobilis. L), Jeruk Siem (Citrus MicroCarpa. L dan Citrus Sinensis. L) Yang terdiri

atas jeruk Manis (Citrus Auranticum. L dan Citrus Sinensis. L). Jeruk manis yang

dibudidayakan di Tanah Karo terbagi lagi kedalam dua kelompok yaitu:

A. Jeruk Manis Biasa

28
Jeruk manis ini ada yang menyebut jeruk manis putih/jeruk manis perang. Warna

buahnya kuning atau kombinasi kuning dan merah. Jeruk manis ini banyak ditanam di Tanah

Karo dan merupakan salah satu yang terpenting dari jenis jeruk lainnya. Pertumbuhan jeruk

ini kuat, berduri, berbiji, buahnya agak kasar, berumur panjang dan produktif. Jeruk manis ini

biasa mempunyai varietas lebih banyak daripada jenis jeruk lainnya. Beberapa jenis

diantaranya sebagai berikut:

1. Jeruk manis padang

2. Jeruk manis kelele

3. Jeruk manis kersik

4. Jeruk manis praga

5. Jeruk manis keling

6. Jeruk manis bunga

29
B. Jeruk Manis Pusar

Jeruk manis ini berbeda dengan jeruk manis lainnya. Pada ujung buahnya terdapat

pusar (udel) yaitu seperti buah kecil, kerdil, melekat pada ujung buah yang pertama. Jeruk

manis ini tidak berbiji, mungkin fungsi tepung sari dan telur tidak baik.

Perbedaan lain yaitu tekstur daging buah rapuh, segmen mudah dipisah, aroma harum,

sehingga banyak digunakan sebagai buah pencuci mulut sehabis makan. Bila buah

disimpan ada rasa pahit pada cairannya. Buah ini tidak cocok untuk Processing.

Pertumbuhan jeruk manis pusar ini kurang kuat dan lebih peka bila keadaan di

sekelilingnya tidak cocok. Dibawah ini diberikan beberapa contoh jeni jeruk manis pusar:

1. Jeruk Manis Washington (Washington Navel Orange)

Jeruk manis ini juga disebut Bahia, asalnya tidak diketahui. Diduga jenis ini

berasal dari varietas Selecta yang mengalami mutasi tunas dekat Bahia, Brasil. Mula-

30
mula dikembangbiakkan tahun 1810-1820, ditanam di Washington tahun 1870,

kemudian banyak ditanam di California.

Buah berukuran besar, bentuk bulat, bulat telur terbalik (ujungnya lebih besar

daripada pangkalnnya), atau elips. Pada ujung seringkali ada tonjolan kecil atau

puting yang yang lebar, buah ini tidak berbiji, warna jeruk ini adalah kuning cerah.

Ketebalan kulit sedang sampai tebal, agak lembut, permukaanya berlekuk sedikit

kasar. Warna daging oranye tua, tekstur kuat, aroma harum, cairan sedang. Buah bisa

lama tergantung di pohon, lebih cepat masak. Berat buah 180-250 gram, tingkat

produksinya tinggi.

Tajuk buah bulat agak melengkung, besarya sedang, selama berbunga dan

berbuah, peka terhadap panas dan kekeringan. Warna benangsari krem. Tetapi tidak

mempunyai tepungsari. Di daerah tropis tanaman ini tumbuh baik bila ditanam pada

ketinggian 1.000-2.000 dpl. Didaerah beriklim basah, buah menjadi lebih besar dan

ini cocok dengan kondisi di Berastagi dan Tanah Karo sekitarnya.

2. Jeruk Manis Sunkist

Jeruk manis Sunkist ini hampir sama dengan jeruk manis Washington perbedaannya

terlihat pada bentuk buah jeruk manis washington lebih besar daripada jeruk manis

Sunkist dan warna dari buah ini kuning agak kehijauan dan dagingnya berwarna

kuning pucat dan rasanya masih terasa agak asam. Dan untuk budidaya tanam jeruk

manis Sunkist ini sama dengan jeruk mannis Washington.

2.5. Manfaat Tanaman


Manfaat tanaman jeruk sebagai makanan buah segar atau makanan olahan, dimana

kandungan vitamin C yang tinggi.

Dibeberapa negara telah diproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk, gula tetes, alkohol dan

pektin dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk dipakai untuk membuat minyak

31
wangi, sabun wangi, esens minuman dan untuk campuran kue. Beberapa jeruk seperti jeruk

nipis dimanfaatkan sebagai obat tradisional penurun panas, pereda nyeri saluran napas bagian

atas dan penyembuh radang mata.

2.6. Penyakit Biotis Yang Menyerang Tanaman Jeruk


2.6.1. Penyakit CVPD

1. Gejala Luar

Pada tanaman muda gejala yang nampak adalah adanya kuncup yang berkembang lambat,

pertumbuhannya mencuat keatas dengan daun- daun kecil dan belang- belang kuning.

Tanaman biasanya menghasilkan buah berkualitas jelek.

Pada tanaman dewasa, gejala yang sering tampak adalah cabang yang dsaun- daunnya kuning

dan kontras dengan cabang lain yang daun- daunnya masih sehat. Gejala ini dikenal dengan

sebutan greening sektoral. Daun pada cabang- cabang yang terinfeksi menjorok keatas seperti

sikat. Gejala lain adalah daun berukuran lebih sempit, lancip dengan warna kuning diantara

tulang daun. Gejala- gejala ini mirip dengan gejala defisien Zn. Apabila gejala tersebut

disebabkan oleh defisiensi Zn dalam tanah, seluruh tanaman didalam kebun yang sama

biasanya akan menunjukkan gejala. Penyebaran gejala yang tidak merata merupakan

indicator yang sangat penting bagi adanya penyakit CVPD. Selama musim hujan, gejala

defisiensi Zn biasanya tidak begitu tampak.

Buah pada cabang- cabang terinfeksi biasanya tidak dapat berkembang normal dan berukuran

kecil, terutama pada bagian yang tidak terkena cahaya matahari. Pada pangkal buah biasanya

muncul warna orange yang berlawanan dengan buah- buah sehat. Buah- buah yang terserang

rasanya masam dan bijinya kempes, tidak berkembang dan berwarna hitam.

2. Gejala Dalam

32
Pada irisan melintang tulang daun tengah jruk berturut- turut dari luar hingga ketengah daun

akan terlihat jaringan- jaringan epidermis, kolengkim, sklerenkim, phloem. Menurt tirta

widjaja (1984) gejala dalam pada tanaman jeruk yang terkena CVPD adalah :

 Phloem tulang daun tanaman sakit lebih tebal dari phloem tulang daun tanaman sehat.

 Pada phloem tulang daun tanaman sakit terdapat sel- sel berdinding tebal yang

merupakan jalur- jalur mulai dari dekat sklerenkim sampai dekat xilem. Dinding tebal

tersebut adalah beberapa lapis dinding sel yang berdesak- desakan

 Didalam berbagai jaringan dalam daun terjadi pengumpulan secara berlebihan butir-

butir halus zat pati.

PENYEBAB

Berdasarkan hasil identifikasi terakhir dilporkan bahwa penyakit CVPD disebabkan oleh

bakteri liberobacter asiaticum yang hidup dan hanya berkembang pada jaringan phloem,

akibatnya sel- sel phloem mengalami degenerasi sehingga menghambat tanaman menyerap

nutrisi. Walaupun terdapat diphloem, tetapi penyebarannya dibagian tanaman adalah lambat.

Penyakit CVPD dapat ditemukan pada semua jenis jeruk yang terdapat d Indonesia.

KERUGIAN

Pada tahun1983, penyakit CVPD menyebabkan kerugian senilai Rp. 26,4 milyar (cholil

mahfud, 1985). Sementara itu direktorat jenderal pertanian tanaman pangan (1984)

melaporkan bahwa CVPD telah memusnahkan jutaan pohon jeruk di Indonesia. Kehilangan

jeruk oleh penyakit tersebut ditaksir 50.000 t buah pertahun (hutagalung, 1989).

PENYEBAB GEOGRAFIS

Sampai tahun 1996, penyakit CVPD telah dilaporkan terdapat di aceh, sumatera utara, riau,

sumatera barat, jambi, sumetera selatan, bengkulu, lampung, DKI Jakarta, jawa barat, jawa

33
tengah, jawa timur, bali, sulawesi selatan, DI yogyakarta  dan sulawesi utara.

Penyebaran CVPD secara geografis dari satu daerah kedaerah lain, serta masuknya penyakit

kedalam kebun disebabkan oleh bahan tanaman yang terinfeksi, terutama berasal dari

penggunaan tunas mata temple yang terinfeksi. Sedangkan penyebaran ketanaman lain dalam

satu kebun biasanya melalui vector diaphorina citri atau penggunaan tunas mata tempepl

yang terinfeksi. Penularan melalui kuncup biasanya relative rendah (5-10%), karena bakteri

penyebab penyakit tidak tersebar dalam jaringan tanaman (nurhadi dan whittle, 1988)

menurut tirta widjaja (1984) penularan CVPD selalu melalui (a) vector (b) mata temple (c)

bibit tanaman sakit, juga dapat melalui alat yang digunakan memotong dahan ranting

tanaman jeruk yang sakit karena CVPD. 

Hubungan antara vector D.citri dengan penyakit CVPD belum banyak diteliti. Cholil mahfud

(1985) menyimpulkan bahwa

1. Vector D.citri baru dapat menularkan  CVPD setelah mengisap tanaman sakit selama

48 jam. Berdasarkan tunas sakit, hasil penularan makin tinggi apabila vector telah

mengisap tanaman sakit selama 72 jam

2. Penularan terjadi setelah 360 jam vector selesai menghisap tanaman sehat. Sampai

168 jam setelah menghisap tanaman sehat, vector yang viruliferous belum

menularkan CVPD.

3. Makin banyak populasi D, citri (sampai 10 ekor) semakin tinggi penularan

4. Vector yang mengandung CVPD rata- rata berumur 33 hari dan umur ini lebih pendek

dari vector yang tidak mengandung CVPD.

34
   
Gambar 1.bawah : buah jeruk sehat, atas : buah
Gambar 2.Buah jeruk yang sehat
jeruk sakit

 
Gambar 3.Serangan vector CVPD (diaphorina
Gambar 4.Gejala daun yang terkena CVPD
citri)
MENGENAL VEKTOR CVD

Ciri disamping berperan sebagai vector CVPD, juga dapat menyebabkan kerusakan langsung

pad tanaman jeruk. Namun perannya sebagai vector CVPD jauh lebih penting disbanding

sifatnya sebagai hama

Tanda serangan 

D. citri menyerang tangkai, kuncup bunga dan daun, tunas serta daun- daun muda. Bagian

tanaman yang terserang parah biasanya mngering secara perlahan lahan kemudian mati.

Serangan ringan mengakibatkan tunas- tunas muda mengeriting dan pertumbuhannya

35
terhambat. Kutu juga menghasilkan sekresi berwarna putih transpran berbentuk spiral,

biasanya diletakkan berserak diatas daun atau tunas.

Biologi dan perilaku

D. citri menpunyai tiga stadium hidup yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Telur berwarna kuning

terang berbentuk seperti buah alpokat, diletakkan secara tunggal atau berkelompok di kuncup

permukaan daun daun muda, atau ditancapkan pada tangkai- tangkai daun setelah 2-3 hari,

telur menetas menjadi nimfa. 

Nimfa yang baru menetas hidup berkelompok ditunas- tunas dan kuncup untuk menghisap

cairan tanaman. Setelah berumur 2 atau 3 hari, nimfa menyebar dan menyerang daun- daun

muda. Nimfa berwana kuning sampai coklat dan mengalami 5 kali pergantian kulit. Nimfa

lebih merusak tanaman dari pada kutu dewasanya. Stadium nimfa berlangsung selama 17

hari.

Pada kondisi panas siklus hidup dari telur sampai dewasa berlangsung antara 16-18 hari,

sedangkan pada kondisi dingin berlangsung selama 45 hari.perkawinan segera berlangsung

setelah kutu menjadi dewasa dan segera bertelur setelah terjadi perkawinan. Seekor betina

mampu meletakkan 800 butir telur selama masa hidupnya.

D.citri mampu menghasilkan 9-10 generasi dalam 1 tahun. Stadium dewasa ditandai oleh

adanya sayap sehingga mudah meloncat apabila terkena sentuhan. Serangga dewasa berwarna

coklat tua, dengan panjang tubuh 2-3 mm. apabila sedang menghisap cairan sel tanaman, D.

citri memperlihatkan posisi menungging. D. citri lebih aktif pada saat tanaman jeruk dalam

fase istirahat, D. citri dewasa hinggap pada daun tua dan menghisap cairan selnya. Stadium

36
dewasa ini bisa bertahan hidup selama 80-90 hari.

Kutu dewasa pertama yang membentuk koloni pada awal periode pertunasan sering kali

sangat infektif dan membawa bakteri penyebab penyakit pada tunas- tunas baru. Populasi D.

citri yang viruliferous dari suatu populasi sangat bervariasi, tingkat penularan yang sangat

tinggi ditentukan oleh ketepatan kutu menusukkan stiletnya pada tanaman sakit.

Pada kondisi alamiah, penyebaran CVPD tergantung pada jumlah inokulum bakteri pada

tanaman, kepadatan populasi vector, lamanya periode inoculation feeding.

TANAMAN INANG LAIN

Tanaman inang patogen CVPD adalah anggota rutaceae seperti poncirus tripoliata, murraya

paniculata, swing lea glutinosa, clausena indica, atalantia missionis, triphasia aurantiola,

tapak dara dan cuscuta sp (dirjen tanaman pangan).

PENGENDALIAN

Pengendalian penyakit CVPD harus dilakukan secara terpadu. Faktot- faktor yang perlu

diperhatikan dalam penanggulangan CVPD tersebut adalah :

1. Pengadaan bibit jeruk bebas penyakit

Pengadaan bibit ini mendapat pengawasan dari balai pengawasan dan sertifikasi benih

(BPSB). Dalam rangka ini, pusat penelitian dan pengembangan hortikultura telah

mengembangkan teknik sambung tunas pucuk (shoot tip grafting, STG) seperti di riau, jawa

timur, sulawesi selatan, jawa barat dan bali.

2. Serangga vector

37
Serangga penularan yang sangat dalam penyebaran CVPD adalah D. citri. Vector ini

menularkan CVPD dipesemaian dan kebun serta terutama ditemukan pada tunas (titrawidjaja,

1984). Agar populasinya tidak bertambah, penggunaan pestisida dapat dipertimbangkan.

Insektisida yang dapat mengendalikan populasi vector tersebut diantaranya dimethoate

(perfekthion, roxion 40 EC, rogor 40 EC, cygon) yang diaplikasikan pada daun atau

disuntikan pada batang, dan edosulfan (dekasulfan 350 EC).aplikasi insektisida hendaknya

dilakukan pada saat tanaman menjelang dan ketika bertunas.

3. Penggunaan antibiotika oksitetrasiklin

Tanaman jeruk yang terkena CVPD dengan tingkat serangan ringan, masa produktivitasnya

dapat diperpanjang dengan infusan oksitetrasiklin HCI konsentrasi 200 ppm. Penyembuhan

yang terjadi hanya bersifat sementara sehingga cara ini harus diulangi.untuk memperoleh

hasil optimim, tanaman yang telah diinfus harus dipupuk dan mendapat pengairan yang

cukup (tjiptono, 1984 dalam hitagalung, 1989).

4. Eradikasi

Produksi tanaman yang terserang CVPD adalah rendah, tanaman ini tidak menghasilkan

buah. Tanaman sakit tersebut merupakan sumber inokulum bagi tanaman disekitarnya.

Dengan demikian, tanaman sakit harus dimusnahkan melalui eradikasi.

5. Karantina

Dalam rangka mencegah CVPD, telah dikeluarkan surat keputusan mentri pertanian nomor

129/kpts/um/3/1982 yang isinya melarang pengangkutan tanaman / bibit jeruk dari daerah

endemic kedaerah bebas CVPD.

6. Pengairan dan pemupukan

38
Gejala CVPD banyak terdapat didaerah kekurangan air dan daerah daerah yang belum biasa

melakukan pemupukan jeruk. Idealnya tanaman jeruk tersebut diberi pemupukan berimbang

antara pupuk makro dan pupuk mikro (tjiptono, 1984 dalam hutagalung,1989).

7. Pemetaan daerah serangan CVPD

Data ini sangat penting untuk penyusunan program secara lengkap. Data yang diperlukan

adalah jumlah daerah perbanyakan jeruk, jumlah tanaman yang terkena CVPD,

intensitas/tingkat serangan, penyebaran penyakit, cara pengendalian serta pengembangan

pengendalian penyakit CVPD.

2.6.2. Penyakit Tristeza pada Jeruk

Patogen : Virus Tristeza Jeruk (Citrus Tristeza Virus =  CTV)

39
Gejala

Gejala infeksi pada tanaman berupa kerusakan pada jaringan pembuluh tapis (floem), terlihat

adanya lekukan atau celah-celah memanjang pada jaringan kayu pada batang, cabang atau

ranting (stem pitting) dan gejala pemucatan tulang daun (vein clearing) berupa garis-garis

putus atau memanjang pada tulang daun yang tembus cahaya, 2 minggu sampai 2 bulan

setelah terinfeksi.  Pertumbuhan tanaman menjadi merana, kerdil dan daun kecil-kecil.

Kadang-kadang muncul gejala daun kecil kaku serta tepinya melengkung keatas (cupping).

Gejala lain yang dapat muncul adalah “vein crocking”.

Bioekologi

Virus Tristeza jeruk berbentuk benang lentur yang panjang. Termasuk dalam kelompok

closterovirus, mempunyai ukuran ± 12 x 2.000 nm. Ditemukan 3 strain yang menyebabkan

gejala berbeda, yaitu :

Strain  1 : menyebabkan nekrosis floem (phloem nekrosis) : jeruk nipis.

Strain  2 : menyebabkan lekuk batang memanjang (stem pitting) : jeruk manis.

Strain  3 : menyebabkan bibit menguning (seedling yellow) : Sour orange, Grape fruit.

Penularan secara alami di lapang dapat terjadi melalui tunas mata-tempel terinfeksi dan

dengan perantaraan kutu daun aphid. Ada 4 spesies aphid yang berperan, yaitu Toxoptera

citricidus, T. Aurantii, Aphids gosypii, A. citricola. Pada T. citricidus diketahui virus melekat

pada stilet (alat penghisap). Kutu daun ini sudah dapat menularkan virus jika menghisap

tanaman sakit selama 5 detik dengan inkubasi 5 detik. Penularan secara efektif terjadi bila 27

ekor aphid secara bersama-sama menularkan pada tanaman sehat. Hubungan virus dalam

40
tubuh vektor bersifat non persisten, artinya efektivitasnya terjadi dalam waktu singkat.  Pada

keadaan lapang dimana populasi T. citricidus sangat dominan, kemungkinan mencegah

penyebaran CTV sangat kecil, meskipun berasal dari tanaman bebas penyakit.

Penyakit Tristeza menyebar hampir di seluruh sentra jeruk di Sumatera, Jawa, Bali, Riau,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.  Jenis jeruk yang peka

terhadap CTV adalah jeruk manis, jeruk besar, batang-bawah JC dan siam.  Jenis jeruk

keprok termasuk toleran. Tanaman Jeruk di BF (Blok Fondasi) dan BPMT (Blok

Penggandaan Mata Tempel) yang paling peka terhadap infeksi ulang CTV adalah siam

Pontianak, siam Lumajang, Manis VLO (Valencia late orange) dan Manis WNO

(Washington Navel Orange).

Gambar. Gejala penyakit Tristeza.

Pengendalian

41
Pada kondisi dimana vektor dominan, pengendalian CTV yang dilakukan adalah dengan

pengendalian vektornya dan penggunaan batang-bawah toleran. Vektor serangga dapat

dikendalikan menggunakan insektisida jenis Dimethoate, Monocrotophos, Methidation atau

Phosmaphamidon. Di Blok Fondasi tidak boleh ada 27 ekor atau lebih aphid yang menyerang

tiap tanaman jeruk. Pengawasan dengan cara memasang perangkap kuning sangat membantu

dan dapat diamati setiap hari.  Batang-bawah JC yang biasanya digunakan di Indonesia

termasuk toleran terhadap CTV.  Sebagai sumber mata-tempel, pembibitan bebas penyakit

tanaman di BF perlu dimonitor dan diperiksa secara periodik kelayakannya sebagai bahan

tanaman yang akan digunakan.  Pemeriksaan tersebut disebut indeksing.

Indeksing CTV rutin dilakukan di BF setahun sekali, karena peluang infeksi ulang lebih besar

dibanding penyakit yang tidak tular vektor. Indeksing dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Dengan tanaman indikator jeruk nipis.

2. Dengan uji Elisa (Enzym linked Immunosorbent Assay).

Alternatif yang banyak ditempuh negara-negara penghasil jeruk seperti Brazil saat ini adalah

preimunisasi, yaitu usaha menginfeksi tanaman sehat dengan strain lemah virus CTV.  Guna

mencegah penularan ulang virus tersebut melalui aphid. Di Indonesia telah ditemukan

beberapa strain lemah CTV yang berpotensi, namun penelitian-penelitian yang mantap masih

perlu dilakukan sebelum metode ini dapat diterapkan di lapang.

2.6.3. Penyakit Puru Berkayu

42
Patogen : Virus Vein Enation Jeruk (Citrus Vein Enation Virus = CVEV)

Gejala

Penyakit puru berkayu mempunyai dua gejala sesuai dengan namanya yaitu Vein

enation  biasanya ditemukan pada jeruk nipis atau Sour orange. Gejala kedua Woody gall

terutama terjadi pada batang-bawang Rough lemon. Pada tanaman jeruk nipis, infeksi CVEV

menyebabkan munculnya tonjolan atau puru kecil (enation) yang tersebar tidak teratur pada

tulang daun di permukaan bawah daun. Gejala ini berukuran kecil, mulai tampak pada daun-

daun muda pada 2-3 bulan sejak penularan. Gejala tersebut semakin jelas bila daun menjadi

tua. Pada tanaman terinfeksi, gejala tonjolan-tonjolan ini biasanya terjadi pada sebagian atau

seluruh daun.

43
Woody gall adalah gejala puru-puru atau tonjolan-tonjolan di bagian batang dan akar. Awal

terbentuknya kadang-kadang pada duri, apabila membesar hampir melingkari batang tanaman

terjadi sekitar 6 bulan atau lebih sejak tertular. Mula-mula tonjolan berukuran kecil berwarna

hijau pucat kemudian berkembang melebar dan membesar tak beraturan.

Di pembibitan, Woody gall cukup membahayakan apabila batang-bawah terinfeksi sebelum

penyambungan. Biasanya kerusakan mekanis yang disebabkan penyambungan, jaringan

pembentuk puru akan berkembang pada bidang pertautan sehingga menghambat

pertumbuhan batang-atas.

44
Bioekologi

Penyakit ditemukan di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Virus dapat menular

dengan perantaraan kutu daun T. Citricidus, Aphid gosypii dan Myzus persicae atau melalui

kegiatan perbanyakan. Pembentukan bintil pada tanaman sakit disebabkan karena jaringan

45
xylem membesar secara luar biasa, akibat rangsangan luka baik mekanis atau proses tumbuh

tanaman. Rough lemon, Sour orange, Mexican lime, jeruk manis dan jeruk masam rentan

terhadap penyakit ini. Gejala Woody gall baru terlihat biasanya setelah tanaman berumur 10

tahun sehingga ada resiko bahwa patogen sudah menyebar sampai ke mata-tempel.

Pengendalian

Penyakit ini termasuk sulit disembuhkan.  Pencegahan merupakan langkah paling aman yaitu

dengan menggunakan mata-tempel atau bibit bebas penyakit serta pengendalian vektor

seperti pada kutu daun. Indeksing tanaman pada BF (Blok Fondasi) untuk menguji puru

berkayu ini biasanya menggunakan uji dengan tanaman indikator. Tanaman indikator yang

direkomendasikan adalah jeruk nipis.

46
2.6.4. Penyakit Blendok

47
Diplodia Kering Diplodia Basah

Penyakit Blendok/ Diplodia merupakan salah satu penyakit utama pada jeruk. Penyakit

Blendok dapat terjadi apabila ada patogen menyerang cendawan Botryodiplodia theobromae

Pat.yang patogenik menyerang tanaman yang rentan, yang tumbuh pada lingkungan yang

sesuai untuk patogen, dan petani kurang intensif dalam pemeliharaan tanaman.

48
Tingkat serangan penyakit blendok dapat dipakai sebagai tolok ukur terhadap tingkat

pemeliharaan yang sudah dilakukan, makin intensif pemeliharaan dapat menurunkan tingkat

serangan penyakit. Kondisi lingkungan yang mempermudah serangan patogen diantaranya

kondisi kekeringan, adanya pelukaan, perbedaan suhu siang dan malam yang tinggi dan

pemeliharaan yang kurang optimal.Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit blendok karena

salah satu gejalanya adalah keluarnya blendok (gum) dari batang yang teriinfeksi.

Penyakit blendok dapat diketahui dengan mudah apabila tanaman sudah bereaksi terhadap

serangan patogen dengan mengeluarkan substansi pertahanan berupa blendok (gum/gumosis).

Diketahui ada dua jenis Diplodia yaitu basah dan kering. Diplodia basah, batang, cabang,

atau ranting yang terserang mengeluarkan blendok berwarna kuning keemasan dan pada

stadia lanjut, kulit tanaman mengelupas. Diplodia kering, kulit batang atau cabang tanaman

yang terserang akan mengering tanpa mengeluarkan blendok, sehingga gejalanya lebih sulit

diamati. Pada bagian celah kulit terlihat adanya masa spora jamur berwarna putih atau hitam.

Serangan pada batang utama akan lebih berbahaya dibandingkan pada cabang atau ranting.

Serangan yang melingkar pada cabang mengakibatkan bagian tanaman diatas serangan akan

kering dan mati.

Pengendalian

 Menjaga kebersihan kebun dengan memangkas ranting  kering dan cabang yang

terserang penyakit, dan ranting pangkasan dibakar atau ditimbun.

 Menjaga alat pertanian; pisau, gunting pangkas maupun alat lainnya selalu dicuci

bersih dan diolesi kapas yang dibasahi alkohol 70% atau clorox 0,5% sebelum dan

setelah digunakan.

 Menyaput/melabur batang dan cabang dengan bubur california atau fungsidayang

berbahan aktif Cu. Pelaburan dilakukan pada awal da akhir musim hujan

49
2.6.5. Penyakit Embun Tepung pada Tanaman Jeruk

50
51
Penyakit ini umum terjadi pada waktu musim pertunasan. Ditandai dengan adanya lapisan

tepung putih pada bagian atas daun, yang dapat menyebabkan daun malformasi (mengering

akan tetapi tidak gugur).

Fase kritis serangan adalah periode pertunasan dan daun muda yang sedang tumbuh, buah

muda yang terserang mudah gugur.

Kumpulan tepung putih pada daun, tunas dan buah muda merupakan masa konidia

jamur Oidium tingitanium yang menyerang bagian daun jeruk. Serangan patogen jamur ini

lebih dikenal dengan nama penyakit embun tepung.

Serangan pada daun menyebabkan daun abnormal dan mengalami malformasi yang biasanya

bersifat permanen tidak dapat tumbuh lagi.

Penyakit akan terjadi apabila varietas yang ditanam rentan, ditemukan sumber patogen di

sekitar kebun dan terjadi pada pada musim kemarau yang lembab. Suhu tinggi beberapa jam

yang kemudian terjadi hujan, akan memicu perkecambahan konidia jamur yang berada diatas

permukaan daun.

Penetrasi akan terjadi dalam beberapa jam setelah perkecambahan konidia. Dilaporkan bahwa

semua jenis jeruk rentan terhadap penyakit ini. Serangan patogen jamur Oidium

tingitanium pada buah menyebabkan gejala burik kusam permanen pada kulit buah yang

menyebabkan buah masuk dalam katagori mutu rendah

Pengendalian paling efektif dilakukan menjelang bertunas dan diulang saat daun muda.

Digunakan bahan aktif siprokonazol dibanding tembaga hidroksida dan kapur belerang.

Senyawa Azadirachtin filtrat daun nimba mampu merusak membran sel jamur Oidium

tingitanium, sehingga metabolisme sel terganggu dan pertumbuhan sel terhambat.

52
Perbedaan konsentrasi filtrat daun nimba mempengaruhi pertumbuhan embun tepung, dan

filtrat daun nimba paling efektif adalah konsentrasi 60g/l, 80g/l dan 100g/l dengan prosentase

serangan embun tepung 11 %, 14,59% dan 12,67%.

Serangan yang parah pada tunas muda disarankan untuk dipangkas, kemudian dimasukkan

kantong plastik untuk mengurangi penyebaran konidia di kebun.

2.6.6. Kudis Pada Jeruk

Gejala dan Tanda Penyakit

Gejala dapat terjadi pada daun, ranting, batang anakan, dan buah. Kudis baru merupakan

gabungan antara jamur dan jaringan inang, merupakan permukaan terangkat yang berwarna

pink sampai cokelat cerah. Luka awal menyerupai menyerupai gejala baru kanker jeruk dan

dapat mempunyai tepi yang berair. Seiring dengan perkembangan, permukaan terangkat

semakin jelas dan pada akhirnya menggabus dan permukaannya pecah-pecah, berubah warna

menjadi cokelat kekuningan dan pada akhirnya abu-abu kotor. Kudis pada jeruk sitrun, jeruk

cina tangerine dan jeruk masam terangkat dari permukaan sekitarnya, kudis pada jeruk

gedang hampir sama tinggi dengan permukaan di sekitarnya. Gejala dan tanda penyakit rinci

dapat diperoleh dari Plantwise Knowledge Bank.

53
Gejala kudis jeruk, A-C: kudis pada permukaan atas daun jeruk masam, D: gejala pada

permukaan bawah daun, E dan F: gejala berupa tonjolan mengerucut pada permukaan

bawah daun, G dan H: gejala pada buah, I: gejala pada buah jeruk RL, dan J: gejala pada

buah tangelo. Sumber, A-G: Citrus Diseases,  H-I: Plantwise Knowledge Bank

Gejala dan Tanda Serupa

Gejala awal menyerupai gejala awal kanker jeruk. Gejala selanjutnya menyerupai gejala yang

disebabkan oleh jamur sekerabat Elsinoë australis Bitancourt & A.E. Jenkins dan jamur

anamorf Sphaceloma fawcettii A.E. Jenkins var. scabiosa (McAlpine & Tryon) A.E. Jenkins.

Unduh dan periksa data sheet EPPO untuk membedakan. Uraian mengenai penyakit kudis

jeruk yang disebabkan oleh Elsinoë australis dapat diperoleh dari CABI Invasive Species

Compendium dan Tropical Plant Pathology.

54
Deskripsi Ringkas Patogen

Koloni Elsinoë fawcettii  tumbuh sangat lambat pada medium PDA, tetapi membentuk koloni

khas setelah 4-6 hari. Namun pertumbuhan koloni mudah dikalahkan oleh jamur kontaminan.

Untuk menghindari hal ini dapat digunakan media selektif yang terdiri atas campran PDA,

dodine, streptomisin sulfat, dan tetrasiklin hidroklorida. Warna koloni pada media PDA

bervariasi bergantung pada isolat, berkisar dari ochraceous pucat (ochre colored) sampai

vinaceous gelap (red colored) di bagian tengah koloni.

Jamur membentuk askomata tersebar, berbentuk menggelembung di bagian bawah,

membundar lonjong, sampai menyerupai elips, berwarna cokelat gelap, lebar sampai 120 µm,

terbentuk dari hifa pseudo-parenkima. Askus berbentuk bundar memanjang sampai eliptis,

berdinding tebal pada bagian atas, terdiri aras 8 spora, berukuran 12-16 µm. Askospora

tembus cahaya, bundar memanjang eliptis, bersekat 1-3, biasanya mengecil di bagian sekat

tengah, berukuran 10-12 x 5-6 µm.Aservulus epidermal atau sub-epidermal, tersusun atas

paseudo-parenkima tembus cahaya atau berwarna cokelat pucat. Sel konidiogen terbentuk

langsung dari sel-sel atas pseudo-parenkima atau dari sel konidiofora bersekat 0-2,

monofilidik sampai polifilidik, terminal, terpadu, tembus cahaya atau cokelat pucat,

berukuran 12-22 x 3-4 µm. Konidia tembus cahaya, tanpa sekat, berbentuk elipsoidal,

berukuran 5-10 x 2-5 µm. Deskripsisi lengkap dapat diperoleh dari MycoBank dan data sheet

EPPO.

Kisaran Inang

Kudis jeruk merupakan penyakit yang merusak hanya pada jenis atau kultivar jeruk tertentu,

khususnya anakan batang bawah jeruk RL, jeruk masam, jeruk Rangpur, dan citrange

Carrizo, serta batang atas tangor Murcott, tangor Temple, dan beberapa silangan jeruk cina

55
tangerine lainnya. Jarang-jarang dapat ditemukan pada jeruk gedang. Kisaran inang lengkap

dapat diperoleh dari data sheet EPPO.

Ekologi dan Daur Penyakit

Perkembangan penyakit kudis sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, kelembaban

merupakan faktor yang lebih penting di kawasan tropika. Kudis tidak berkembang di

kawasan beriklim mediterania. Konidia terbentuk pada luka kudis muda pada kisaran suhu 7-

30oC (optimal pada 20-30oC dan kelembaban nisbi 66-100% dan pada luka kudis lama pada

kisaran suhu 10-28oC (optimal 20-24oC) dan kelembaban nisbi 84-100%. Produksi konidia

dan infeksi optimal memerlukan kelembaban nisbi 100% dan adanya lapisan air pada

permukaan daun. Konidia berkecambah pada kisaran suhu 13-32oC (optimal 26oC) dan

memerlukan waktu inkubasi minimum 5 hari.

Diagnosis

Diagnosis dengan berdasarkan gejala dapat dilakukan dengan menggunakan kunci

identifikasi dalam jaringan Citrus Diseases.

Penyebaran dan Distribusi Geografis

Penyebaran dalam jarak dekat menggunakan konidia dengan perantaraan percikan air hujan,

embun, atau irigasi curah, penyebaran jarak jauh menggunakan askospora dengan perantaraan

angin. Penyebaran jarak jauh juga dapat terjadi menggunakan konidia dan askospora dengan

perantaraan bibit.

56
Rekomendasi Pengendalian

Penyakit kudis jeruk dapat dikendalikan dengan menggunakan cara budidaya, genetik, dan

kimiawi. Pengendalian cara budidaya dapat dilakukan dengan melakukan pembibitan di

lokasi yang kering atau di dalam rumah kaca. Pengendalian dengan kultivar tahan sebaiknya

dilakukan di tempat-tempat di mana penyakit kudis merupakan masalah. Pengendalian cara

kimiawi dilakukan dengan melakukan penyemprotan pesemaian batang bawah dan tanaman

rentan dewasa dengan menggunakan fungisida protektan berbahan aktif tembaga, ferbam,

thiram, difenoconazole atau chlorothalonil dan dengan menggunakan fungisida sistemik

berbahan aktif benomyl atau carbendazim, khususnya menjelang tanaman bertunas.

2.6.7. Busuk Pangkal Batang (Brown Rot Gummosis),

Phytophthora parasitica Dast.,

P. citrophthora (R.E. Sm. & E.H. Sm.) Leonian,

P. nicotianae B. de Haan var. parasitica (Dast) Waterh. dan P. palmivora (Butl.).

57
Nama umum  : Phytophthora palmivora

 (E. J. Butler) E. J. Butler

Klasifikasi  : Kingdom : Chromista

Filum  : Oomycota

Ordo  : Pythiales

Famili  : Pythiaceae

Sporangia, oogonia dan klamidospora :

A. sporangia

B. oogonia dengan anteridia dan oospora amfiginus;

C. klamidospora, x 500. CMI (Descriptions of Pathogenic Fungi and Bacteria No. 831. CAB

International, Wallingford,

Morfologi dan daur penyakit

58
 P. nicotianae var. parasitica sporangiumnya berbentuk jorong sampai agak bulat

berbentuk buah pir dengan sporangiofor lebih halus dari pada hifa. Spora mempunyai

dua bulu cambuk (flagella) dan patogen dapat membentuk klamidospora bulat

berdinding agak tebal.

 P. citrophthora sporangiumnya berbentuk jorong atau berbentuk buah jeruk sitrun dan

terbentuk pada bagian tengah atau ujung sporangiofor. Sporangiofor bercabang tidak

teratur. Spora mempunyai 2 bulu cambuk. Patogen juga dapat membentuk

klamidospora.

 P. palmivora mempunyai sporangium jorong, dan dapat membentuk klamidospora.

Cendawan dapat bertahan dalam tanah dan membentuk spora kembara. Cendawan ini

disebarkan terutama oleh hujan dan air pengairan yang mengalir di atas permukaan

tanah.

 Penyakit lebih banyak menyerang pada kebun dengan ketinggian lebih dari 400 m

dari permukaan laut. Tingkat ketahanan varietas sangat berpengaruh terhadap

serangan patogen ini. Jeruk manis, jeruk nipis, sitrun Italia, Japanese Citroen (JC) dan

Rough Lemon (RL) sangat rentan terhadap penyakit ini.

 Tanah basah, adanya kabut, dan fluktuasi suhu yang kecil, pH tanah yang agak masam

yaitu 6.0 - 6.5 merupakan kondisi yang cocok untuk perkembangan patogen.

 Penyakit ini terdapat di Jawa, Sumatera, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan

Bali.

Gejala serangan

 Penyakit ini umumnya menyerang bagian pangkal batang, atau bagian sambungan

antara batang atas dan bawah untuk bibit jeruk okulasi. Gejala awal tampak berupa

bercak basah yang berwarna gelap pada kulit batang. Jaringan kulit kayu yang

59
terserang mengalami perubahan warna bahkan permukaan kulit, kambium, kayu,

terutama pada serangan lanjut. Kulit batang yang terserang, permukaannya cekung

dan mengeluarkan blendok, dan pada tanaman terserang sering berbentuk kalus.

Kematian tanaman akibat serangan penyakit ini terjadi apabila bercak pada kulit

melingkari batang.

 Perkembangan bercak ke bagian atas, umumnya terbatas hingga 60 cm di atas

permukaan tanah, sedangkan perkembangan ke bagian bawah dapat meluas ke bagian

akar tanaman.

Tanaman inang lain

Cabai, anggrek Vanda, kemiri minyak, kemiri minyak, kacang tanah, ubi kayu, tapak dara

(Madagaskar periwinkle), kenaf, ubi kayu, jarak, tepung sirsak, srikaya, aren, pepaya, kelapa,

terung Belanda, durian, karet, pala, sirih, lada, dan kakao,

Cara pengendalian

 Pengendalian secara bercocok tanam/kultur teknis, meliputi cara-cara yang mengarah

pada budidaya tanaman sehat yaitu : terpenuhinya persyaratan tumbuh (suhu, curah

hujan, angin, ketinggian tempat, tanah), pengaturan jarak tanam yang cukup untuk

menghindari kelembaban yang tinggi, pemupukuan, penggunaan bibit dengan batang

bawah yang tahan seperti Troyer dan Cleopatra Mandarin dengan tinggi sambungan

45 cm di atas permukaan tanah, hindari pelukaan pada akar dan batang saat

penyiangan, menjaga dranase tetap baik, pengamatan secara teratur terhadap bagian

tanaman yang menunjukkan gejala.

 Pengendalian mekanis dan fisik, dilakukan dengan mengumpulkan dan memusnahkan

bagian tanaman yang terserang.

60
 Pengendalian kimiawi, dengan pengapuran atau pelaburan bubur bordo untuk

mencegah serangan, dan penggunaan fungisida yang efektif setelah pengelupasan

bagian kulit batang yang mati atau mengering.

2.6.8. Gugur Buah Jeruk

Gugur buah jeruk biasanya disebabkan oleh serangan hama lalat buah dan penggerek buah.

Hama Lalat buah (Bactrocera spp)

Serangan lalat buah ditemukan pada buah menjelang matang. Gejala awal dapat ditandai

dengan adanya noda/titik hitam bekas tusukan lalat betina yang meletakkan telurnya pada

jaringan kulit buah. Hama ini menyerang dengan meletakkan telur pada buah, kemudian

menetas dan ulat atau larvanya  memakan buah dari dalam. Kerusakan yang ditimbulkan oleh

larva menyebabkan gugurnya buah sebelum kematangan yang diinginkan.

61
Hama penggerek buah (Citripestis sagittifrella)

Hama ini juga menyerang dengan cara meletakkan telur pada buah, kemudian menetas dan

larvanya  memakan buah dari dalam.  Pada buah yang terserang hama terlihat ada lubang

gerekan pada kulit buah dan mengeluarkan kotoran seperti blendok. Buah yang terserang

mulai dari buah muda hingga buah menjelang panen, fase kritis serangan yaitu pada saat buah

berumur 2-5 bulan. Buah yang terserang akan membusuk dan kemudian gugur sebelum

matang.

Cara pengendalian hama lalat buah dan penggerek buah

Pengendalian kedua hama tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan. Cara pengendalian

meliputi (1) Sanitasi kebun dengan memetik buah yang terserang dan memungut buah yang

gugur, kemudian dibenamkan kedalam tanah (agak dalam) atau dimasukkan dalam karung

untuk memutus siklus hidup hama. (2) Membalikkan tanah dibawah tajuk agar pupa yang

terdapat didalam tanah terangkat keatas sehingga pupa tersebut mati terkena sinar matahari.

(3) Menggunakan perangkap atraktan dengan  senyawa metil eugenol yang sangat disukai

oleh lalat jantan. (4) Penggunaan perangkap likat kuning dapat digunakan untuk menangkap

lalat betina. (5) Pengendalian secara kimia dengan penyemprotan insektisida pada saat buah

menjelang matang. Pengendalian penggerek buah secara kimia dilakukan dengan

penyemprotan insektisida dengan interval setiap minggu sekali pada masa kritis umur buah 2-

5 bulan. Selain itu, pengendalian juga dilakukan dengan menggunakan senyawa penolak

ekstrak minyak serai.

Pengendalian hama tersebut perlu dilakukan secara serentak di suatu kawasan jeruk agar

pengendalian hama penyebab gugur buah ini berhasil dengan baik.

62
Pembuatan perangkap atraktan

Alat dan bahan yang diperlukan yaitu botol plastik bekas air kemasan, pisau/gunting,

tali/kawat, kapas dan senyawa metil eugenol.  Cara membuat perangkap: 1) potong botol

kira-kira ¼ bagian dekat  mulut botol; 2) kemudian bagian potongan mulut botol dimasukkan

pada bagian potongan botol yang 3/4 bagian dengan cara bagian mulut botol menghadap

kedalam (terbalik); 3) pasang kawat untuk menggantungkan kapas di dalam botol; dan 4) lalu

kapas tersebut ditetesi dengan senyawa metil eugenol.

Pembuatan perangkap likat kuning

Alat dan bahan yang diperlukan yaitu botol plastik bekas air kemasan atau bekas pestisida,

pisau/gunting, plastik scotlight warna kuning, tali/kawat, lem tikus, tinner (pengencer lem)

dan plastik gula. Cara membuat perangkap: 1) Rekatkan plastik scotlight melingkar pada

botol plastik; 2) Encerkan lem tikus dengan tinner hingga rata; 3) masukkan botol tersebut ke

dalam plastik; 4) pasang kawat/tali pada tutup botol; 5) lumuri plastik scotlight dengan lem

yang sudah diencerkan serta 6) pasang perangkap likat kuning di areal pertanaman dengan

cara digantung pada ranting atau pada tonggak yang diletakkan dekat tanaman. Pemasangan

perangkap atraktan pada jarak 20 m (1 ha sekitar 20 perangkap).

63
2.6.9. Penyakit antraknose pada tanaman jeruk

64
Mati ranting pada tanaman jeruk bisa disebabkan antara lain oleh serangan penyakit

antraknose atau serangan penyakit jamur upas yang keduanya disebabkan oleh adanya

serangan jamur pada tanaman (daun, ranting dan buah). Kedua penyakit tersebut dapat

menyebabkan ranting menjadi kering dan akhirnya mati. Serangan penyakit ini banyak

dijumpai di daerah beriklim basah sepanjang tahun seperti Provinsi Bengkulu. 

Terdapat beberapa perbedaan antara serangan penyakit antraknose dengann serangan

penyakit jamur upas.  Gejala tanaman yang terserang  penyakit antraknose, pada daunnya

terdapat bercak2 warna coklat hingga hitam dan merata hingga ujung tunas menjadi cokla, t

selanjutnya  akan  berkembang ke pangkal menyebabkan mati pucuk. Ada bercak pada buah

warna coklat kemerahan, lama2 menjadi cekung

Pengendalian antraknose dilakukan dengan membuang dan membakar bagian tanaman yg

terinfeksi;  menyemprot dengan pestisida berbahan aktif benomyl; serta mencuci buah yg

diketahui tercemar saat panen, sebelum terjadi penetrasi (masuk ke dalan)) pada kulit buah.

Gejala serangan jamur Upas adalah timbulnya benang2 mengkilap seperti sarang laba2 warna

merah muda, jamur bisa masuk dalam kulit menyebabkan kulit membusuk, daun2 gugur,

ranting bisa mati. Serangan parah,bwarna merah jambu berubah menjadi abu2. Penyakit ini

mudah menyebar ke tanaman lainnya karena percikan air/hujan.

Kedua penyakit tersebut (antraknose dan jamur upas) bisa juga dikendalikan dengan

penyemprotan larutan bubur kalifornia yg berwarna merah oranye dosis 300ml larutan per

tangki.

Pembuatan Bubur California/bubur belerang

65
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan bubur California adalah 1 bagian serbuk belerang,

2 bagian kapur hidup (CaO), 10 bagian air bersih .

Cara membuatnya adalah sebagai berikut:

1) kapur hidup disiram air dingin hingga larut dan mengendap sampai air benar-benar tidak

dapat terserap oleh kapur, kemudian bagian air jernih yang tidak terserap dibuang;

2) Sepuluh bagian air direbus sampai mendidih, kemudian 1 bagian serbuk belerang

dimasukkan sedikit demi sedikit, sambil diaduk dan dipanaskan lagi;

3) Dua bagian endapan kapur mati (CaCO 3) kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit ke

dalam larutan belerang yang sudah mendidih; dan

4) larutan akan berubah menjadi warna merah yang mengindikasikan bubur california telah

jadi, dan siap untuk diaplikasikan sebagai fungisida maupun insektisida.

2.6.10. Kanker Jeruk

66
Kanker jeruk merupakan penyakit jeruk yang sangat merusak dan mempunyai distribusi

geografis yang sangat luas, termasuk mencakup pusat-pusat produksi jeruk di

Indonesia. Jenis-jenis jeruk yang rentan di Indonesia adalah jeruk purut (Citrus histryx), jeruk

nipis (C. aurantifolia), dan jeruk bali (C. maxima Merr.) yang dibudidayakan di dataran

rendah pada kisaran suhu 20-35°C. Namun penyakit ini juga dapat masalah pada jeruk cina

(Citrus reticulata) bila di lokasi budidaya jeruk tersebut terdapat jenis-jenis jeruk yang rentan.

Gejala penyakit pada buah menyebabkan tampilan buah menjadi kurang menarik sehingga

dapat menurunkan harga.

Nama Penyakit

Nama penyakit ini dalam Bahasa Inggris adalah citrus canker atau asiatic citrus canker, dan

dalam Bahasa Indonesia adalah kanker jeruk.

Nama Berlaku dan Klasifikasi Penyebab Penyakit

67
Nama berlaku penyebab penyakit kanker jeruk adalah Xanthomonas

axonopodis pv. citri (Hasse) Vauterin et al. (1995). Sebelumnya, nama bakteri ini

adalah Xanthomonas campestris (Pammel 1895) Dowson 1939 pv. citri. Bakteri ini terdiri

atas banyak strain yang berdasarkan atas penyakit yang disebabkan pada jeruk dipilah

menjadi lima kelompok sebagai berikut:

 Kelompok strain A menyebabkan kanker jeruk, strain yang paling merusak

pada Citrus sinensis (jeruk manis), C. paradisi (jeruk gedang), C. limon (jeruk

sitrun), C. reticulata (jeruk cina), and C. aurantifolia (jeruk nipis mexico)

 Kelompok strain B menyebabkan kankerosis B atau kanker palsu jeruk pada C.

limon (lemon) dan C. aurantifolia (Mexican lime)

 Kelompok strain C menyebabkan kankerosis hanya pada C. aurantifolia (Mexican

lime)

 Kelompok strain D menyebabkan bakteriosis mexico, tetapi penyakit ini belum

dicirikan dengan baik

 Kelompok strain E menyebabkan bercak bakteri jeruk atau kanker bibit florida,

ditemukan hanya pada tanaman muda, khususnya tanaman dengan batang bawah

Swingle citrumelo (C. paradisi x Poncerus trifoliata) 

Kelompok strain A kemudian diubah namanya menjadi Xanthomonas

axonopodis pv. citri (Hasse) Vauterin et al. (1995) dan kelompok strain E

menjadi Xanthomonas axonopodis pv.  Citrumelo

Nama Sinonim Penyebab Penyakit

Nama sinonim penyebab penyakit kanker jeruk adalah Xanthomonas campestris (Pammel

68
1895) Dowson 1939 pv. citri kelompok strain A. Nama ilmiah sinonim lainnya

adalah Pseudomonas citri Hasse, Xanthomonas citri (Hasse) Dowson, Xanthomonas

citri f.sp. aurantifoliae Namekata & Oliveira, Xanthomonas campestris pv. citri (Hasse) Dye

1978, Xanthomonas campestris pv. aurantifolii Gabriel et al., Xanthomonas citri (ex Hasse)

nom. rev. Gabriel et al., dan Xanthomonas axonopodis pv. aurantifolii Vauterin et al.

Gejala dan Tanda Penyakit

Pada daun, luka mula-mula terjadi pada permukaan bawah, sebelum kemudian berkembang

ke permukaan atas. Luka berukuran 2-10 mm dengan lingkaran konsentrik yang meninggi

pada permukaan bawah daun. Sering kali luka dikelilingi oleh tepi berair berwarna kuning

(halo kuning). Seiring dengan perkembangannya, kekasaran permukaan luka tidak dapat

dirasakan saat diraba, tetapi lingkaran konsektrisnya pada permukaan bawah daun masih

dapat dilihat dengan menggunakan kaca pembesar. Tepi berwarna kuning (halo kuning) juga

berubah menjadi cokelat gelap atau hitam yang tidak lagi berair. Bagian tengah luka pada

permukaan bawah daun menjadi bergabus dengan titik tengah menyerupai jerawat. Dalam hal

adanya kerusakan, luka cenderung mengikuti kontur kerusakan sehingga tidak sirkular. Pada

luka tua, jamur saprofitik berwarna putih dapat tumbuh di bagian tengah luka. Bagian tengah

luka dapat gugur membentuk lubang menyerupai lubang tembak.

69
Gejala kanker jeruk pada daun, A: pada permukaan atas daun, B: pada permukaan bawah

daun, C: lingkaran menguning di sepanjang tepi luka (halo kuning), D: basah di sepanjang

tepi luka, E: pola menggabus konsentris, F: pecah di bagian tengah menyerupai jerawat, G:

pada permukaan atas daun jeruk gedang, H: pada permukaan bawah daun jeruk gedang, I:

gejala bersama dengan kerusakan oleh penggorok daun, dan J: gejala pada daun rusak

karena angin kencang.

Pada buah, luka berukuran bervariasi, umumnya 1-10 mm, luka lebih besar menembus

sampai beberapa milimeter ke dalam kulit buah, dan dapat saling menyatu satu sama lain.

Luka terdiri atas lingkaran konsentris, pada beberapa jenis atau kultivar jeruk, luka meninggi

dengan permukaan kasar, sedangkan pada jenis atau kultivar lainnya tidak. Bagian tengah

luka akan bergabus dan meletus menyerupai jerawat yang dapat pecah memperlihatkan

bagian dalam yang menyerupai gula merah. Lingkaran berwarna kuning dapat terlihat pada

buah hijau, tetapi tidak terlihat ketika buah menguning. Tepi lingkaran luka dapat berair,

tetapi hal ini hanya tampak pada luka berukuran kecil. Dalam hal ada kerusakan, luka

70
mengikuti kontur kerusakan sehingga tidak konsentris. Pada luka tua, jamur saprofitik

berwarna putih dapat tumbuh di bagian tengah luka. Selain pada daun dan buah, gejala juga

dapat berkembang pada ranting dan cabang muda.

Gejala kanker jeruk pada buah dan cabang, A-C: gejala pada buah, dari ringan sampai berat,

D: luka pada permukaan buah hijau, E: luka pada permukaan buah kuning, F: luka dengan

pusat pecah, G: gejala pada ranting, H: gejala pada cabang muda, dan I: gejala pada cabang

muda dengan permukaan dikerok.

Gejala dan Tanda Serupa

Gejala kanker jeruk menyerupai gejala kudis jeruk (Elsinoe fawcettii) pada daun pada

umumnya, daun jeruk nipis Rangpur, buah jeruk manis, serta daun dan buah jeruk sitrun.

Gejala kanker jeruk juga menyerupai gejala melanose (Diaporthe citri) pada daun dan

antraknose (Glomerella cingulata) pada buah.

71
Deskripsi Ringkas Patogen

Koloni pada media agar melingkar, cekung, berlencir, kuning berkilap, tidak dapat dibedakan

secara morfologis dari koloni  Xanthomonas campestris pv. campestris kelompok strain

lainnya atau dari koloni Xanthomonas axonopodis pv. citrumelo. Xanthomonas

axonopodis pv. citri merupakan bakteri berbentuk batang, berflagela tunggal pada salah satu

ujung, aerobik, Gram-negatif, oksidase-negatif, katalase-positif, urease-negatif, hidrolisis

kasein dan aeskulin positif, tidak mereduksi nitrat, membentuk asam dari arabinosa, glukosa,

sakarosa, manosa, galaktosa, dan trehalosa, menghasilkan senyawa xanthomonadin. Patotipe

A, B, dan C serta Xanthomonas axonopodis pv. citrumelo (patotipe E) tidak mudah dapat

dibedakan berdasarkan karakteristik biokemis dan fisiologis.

Bakteri Xanthomonas axonopodis pv. citri, A: koloni pada awal pertumbuhan, B: koloni

pada nutien agar memperlihatkan produksi zanthomonadin berwarna kuning, dan C:

mikroskopi elektron pindai (scanning electron microscopy, SEM).

Kisaran Inang

Kisaran inang Xanthomonas axonopodis pv. citri (Hasse) Vauterin et al. (1995) terbatas pada

tanaman jeruk, khususnya Citrus sinensis (jeruk manis), C. paradisi (jeruk gedang), C.

limon (jeruk sitrun), C. reticulata (jeruk cina), and C. aurantifolia (jeruk nipis mexico).

72
Ekologi dan Daur Penyakit

Infeksi patogen terjadi melalui stomata, lentisel dan luka, terutama pada jaringan-jaringan

muda yang sedang dalam pertumbuhan. Penetrasi bakteri melalui lubang stomata dan luka

yang ditimbulkan oleh serangga, peralatan kerja, atau hantaman pasir yang ditiup angin

dibantu oleh angin dengan kelecatan ≥ 18 mph. Infeksi pada umumnya terjadi selama 6

minggu pertama pertumbuhan daun atau buah. Sejak gugurnya mahkota bunga, buah tetap

rentan terhadap infeksi selama 60-90 hari untuk jeruk manis dan tangerine dan selama 120

hari untuk jeruk gedang. Setelah selang waktu tersebut, infeksi hanya menghasilkan luka

berukuran kecil. Pada keadaan lembab karena adanya embun yang sangat tebal, bakteri keluar

dari luka berupa lendir. Xanthomonas axonopodis pv. citri dapat bertahan dalam waktu

singkat dalam tanaman dan tanah dan dalam waktu sangat lama dalam kanker-kanker pada

jaringan berkayu.

Diagnosis

Diagnosis berdasarkan gejala dan tanda dapat dilakukan dengan menggunakan kunci yang

disediakan pada situs Citrus Diseases. Namun untuk memastikan, dapat dilakukan uji

patogenisitas dan uji molekuler sebagaimana yang diuraikan dalam EPPO Bulletin.

Penyebaran dan Distribusi Geografis

Bakteri menular dalam jarak dekat dengan perantaraan percikan air hujan, serangga, dan

peralatan serta dalam jarak jauh dengan perantaraan bahan tanam dan buah. Serangan ulat

peliang daun (Phylocnistis citrella) mempermudah terjadinya penetrasi pada daun.

73
Kanker jeruk merupakan penyakit jeruk yang mempunyai sebaran geografis yang luas,

termasuk mencakup pusat-pusat produksi jeruk di Indonesia. Sampai saat ini, penyakit kanker

jeruk belum ditemukan di pusat-pusat produksi jeruk di NTT, tetapi perlu dilakukan survei

komprehensif untuk mendeteksi keberadaannya. Distribusi geografik global sebagaimana

diberikan oleh CABI Invasive Species Compendium disajikan berikut ini.

Rekomendasi Pengendalian

Untuk pusat produksi yang belum terdapat penyakit kanker jeruk direkomendasikan untuk

melakukan dekontaminasi pakaian dan peralatan pekerja. Untuk pusat produksi jeruk yang

mulai terinfestasi kanker jeruk direkomendasikan untuk dilakukan pemangkasan dan

penebangan pohon terinfeksi yang dilanjutkan dengan pembakaran. Untuk pusat produksi

jeruk di mana kanker jeruk sudah merupakan penyakit endemik, direkomendasikan untuk

melakukan penanaman tanaman penahan angin (windbreak) dan penyemprotan fungisida

berbahan aktif tembaga (Cu). Selain itu juga perlu dilakukan pengendalian hama-hama yang

dapat menimbulkan luka pada daun dan buah.

Catatan Penting

Penyakit kanker jeruk tidak ditularkan dengan perantaraan vektor, tetapi kerusakan daun,

cabang, ranting, dan buah secara mekanik maupun oleh hama dan penyakit lain dapat

membantu penularan bakteri penyebab penyakit.

2.7. Penyakit Abiotik


Penyebab penyakit abiotik tidak hidup, tidak berkembang biak, tidak menular dan

tidak menyebar.

74
2.7.1. Kerusakan karena bahan kimia (Suhardi et al. 1977; CIP dan Balitsa 1999;

Stevenson et al. 2001)

a. Herbisida

Herbisida sering menyebabkan perubahan bentuk tanaman dan daun, klorosis, nekrosis

dan kerdil. Umbi-umbi tanaman baru dapat berubah dengan adanya jaringan nekrosis di

bagian dalam atau luar. Pengaruh tersebut dapat berpindah ke dalam umbi akibat

pemberian herbisida pada musim sebelumnya. Gejalanya berbeda-beda tergantung pada

jenis herbisida.

b. Insektisida dan fungisida

Penggunaan insektisida dan fungisida atau bahan-bahan aktif lainnya secara tidak tepat

dapat merusak daun-daun tanaman kentang. Tulang-tulang daun maupun pinggiran daun

dapat terbakar.

2.7.2. Kekurangan unsur hara (CIP dan Balitsa 1999, Duriat et al. 1977; Stevenson et al.

2001).

a. Nitrogen (N)

Gejala kekurangan Nitrogen adalah tanaman menguning bagian pucuk anak daun

melipat sepanjang tulang daun dan pertumbuhannya jelek. Respon tanaman tergantung
75
pada tingkat kekurangan N. Pada tanah-tanah tertentu, keracunan N yang berasal dari

amonium atau nitrat terjadi karena degradasi pupuk yang mengandung N.

b. Fosfor (P)

Gejala kekurangan Fosfor adalah terhambatnya pertumbuhan terminal, tanaman

menjadi kecil, kurus, agak kaku dengan daundaun berkerut atau berbentuk mangkuk,

berwarna lebih gelap, tertundanya pematangan, dan berkurangnya hasil. Pada bagian

dalam umbi terdapat bintik-bintik nekrosis berkarat seperti penyakit nekrosis di bagian

dalam umbi. Karena P sering terfiksasi dalam tanah, pemberian pupuk dalam barisan

lebih baik daripada disebar.

b. Kalium (K)

Gejala kekurangan Kalium adalah gejala awal daun-daun berwarna gelap atau hijau

kebiru-biruan. Daun-daun tua berubah warna menjadi merah tua dan nekrosis serta

terjadi penuaan yang cepat. Nekrosis seperti luka bergabus agak cekung terbentuk pada

permukaan umbi terutama pada stolon yang berdempetan. Umbi cenderung berbintik

hitam dan menjadi kehitaman jika dimasak.

c. Magnesium

Kekurangan magnesium dan mangan adalah menyebabkan titik-titik mati pada daun

memungkinkan seseorang akan keliru dengan gejala virus (Gambar 40).

2.7.3. Faktor lingkungan (CIP dan Balitsa 1999 ; Stevenson et al. 2001).

76
a. Polusi udara

Sulfur oksida dapat menyebabkan klorosis dan pemutihan, lamina daun antara jaringan

utama seperti terbakar (Gambar 41), sebelum terjadi kematian seluruh jaringan daun.

Polutan-polutan udara menyebabkan pematangan dan kematian tanaman lebih awal,

yang dimulai dengan daun menguning dan daun bagian bawah mati. Gejalanya mirip

saneseans (penuaan) dan kekurangan nutrisi. Polusi udara dapat terjadi jauh dari

sumber polutan dan seringkali sulit didiagnosis.

b. Kesuburan tanah dan air yang berlebihan

Kesuburan tanah dan air yang berlebihan memberikan dampak yang kurang baik bagi

pertumbuhan umbi kentang. Pertumbuhan yang terlalu cepat menyebabkan timbulnya

rongga di dalam umbi atau hollow heart (Gambar 42). Air yang berlebihan setelah

tanaman mengalami kekeringan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kedua pada

umbi dengan bentuk tonjolan-tonjolan (Gambar 43). Umbi yang terkena suhu tinggi

akan membentuk tunas dengan batang berdaun (Gambar 44) atau umbi berantai

(Gambar 45) jika rangkaian umbi berkembang pada bagian stolon.

c. Suhu terlalu rendah

Daun-daun yang terkena suhu rendah atau butiran es, warnanya berubah menjadi coklat

atau menjadi hitam jika basah. Bagian atas tanaman membeku lebih dulu, sehingga

tunas daun rusak. Akibatnya daun yang tumbuh kembali dapat berubah bentuk

(Gambar 46). Di gudang, perlakuan dengan suhu rendah, sedikit di atas titik beku, yang

bertujuan untuk memperpanjang umur simpan umbi, dapat menyebabkan rusaknya

pembuluh vaskular sehingga berwarna abu-abu sampai hitam. Kadang-kadang terdapat

noda hitam di seluruh umbi dan nekrosis pada jaringan (Gambar 47).

77
Gamba Perubahan bentuk daun (malformasi) karena

r 35. hebrisida (Sumber : CIP-Balitsa 1999)


Gamba Gejala daun klorosis dan nekrosis karena herbisida

r 36. (Sumber : CIP-Balitsa 1999)


Gamba Tanaman kentang dengan gejala kekurangan N

r 37. (Sumber : Stevenson et al. 2001)


Gamba Gejala kekurangan unsur Fosfor (P) (Sumber : CIP-

r 38. Balitsa 1999)


Gamba Gejala kekurangan Kalium (K) pada daun

r 39. (Sumber : Duriat et al. 1977)


Gamba Gejala kekurangan Magnesium (Mg) (Sumber :

r 40. Duriat et al. 1977)

78
Gamba Gejala kekurangan Sulfur Oksida (Sumber : CIP-

r 41. Balitsa 1999)


Gamba Umbi berongga karena pertumbuhan yang terlalu

r 42. cepat akibat kesuburan tanah dan air yang

berlebihan (Sumber : CIP-Balitsa 1999)


Gamba Pertumbuhan kedua pada umbi yang terjadi karena

r 43. air berlebihan setelah masa


kekeringan (Sumber : CIP-Balitsa 1999)

2.8. Pengendalian Penyakit Pada Tanaman Jeruk

79
Dalam perawatan tanaman jeruk salah satu caranya dengan mencegah adanya hama dan

penyakit. Menurut Triwiratni A (2016. Hlm. 1) pencegahan hama dan penyakit tanaman jeruk

antara lain :

• Monitoring kehadiran hama penyakit secara rutin.

• Pelajari potensi dan cara perbanyak musuh alami  Pengelolaan

terpadu kebun jeruk sehat (PTKJS)

1. Pengendalian serangga penular

2. Sanitasi kebun

3. Pemeliharan tanaman

4. Konsolidasi pengelola kebun

Pencegahan hama tanaman jeruk menurut Zuhran M (2013, hlm. 3) melalui beberapa

cara, yaitu :

1. Penanam jeruk sebaiknya dilakukan di atas gundukan. hal ini dilakukan agar

pangkal batang tidak berada pada tidak terlalu lembab karena pathogen jamur

berkembang cepat pada kondisi lembab.

2. Perbaikan saluran drainase. Bertujuan agarair mengalir dengan baik.

Sehingga kelembaban tanah terjaga.

3. Sanitasi kebun untuk menjaga kebersihan kebun juga perlu kita lakukan.

4. Sterilisasi alat pertanian yang digunakan.

80
Pengendalian Cara Lain

Pada saat ini dalam dunia pertanian sebelum menanam tanaman, sudah ada pengelolaan

hama tanaman, yang mana didalamnya sudah termasuk pengendalian hama penyakit.

Pengendalian penyakit secara umum ada empat cara yaitu kultura, biologi, fisik & mekanis,

dan kimia. Pengendalian penyakit blendok yang disebabkan oleh jamur

botryodiplodia theobromae terdapat empat cara yaitu

 Pengendalian secara kultura

 Peningkatan kesuburan tanah

Meningkatkan kesuburan tanah dengan cara memberikan pupuk yang seimbang akan

mempertinggi ketahan bagi tanaman jeruk Semangun(2001, hlm.256).

81
 Pemungutan Hasil

Cara mencegah kerusakan hasil tanaman harus dilakukan tepat pada waktunya dan dilakukan

secara hati-hati. Jika tidak hati-hati tanaman akan mudah terinfeksi jamur botryodiplodia

theobromae dari daun dan ranting yang mati Semangun (2001, hlm. 256).

 Pengendalian secara fisik dan mekanis

1.1 Menghilangkan bagian-bagian tanaman yang sakit

Cara lizi lazim digunakan dalam dunia pertanian untuk menolong satu tanaman yang sakit

dan mencegah penyebaran penyakit

Semangun (2001, hlm. 256)

1.2 Membinasakan tanaman yang sakit

Membinasakn tanaman yang terkena penyakit dapat mengurangi penyebaran penyakit.

Karena sebelum gejala tampak pada tanaman, tanaman sudah dapat menularkan penyakit

Semangun (2001, hlm. 258).

 Pengendalian secara biologi

Pengendalian secara bilogi dengan cara menggunaan agens antagonis Glomus fas-ciculatum

dan VAM Otto H (2015, hlm. 57). 4. Pengendalian secara kimiawi

Secara kimiawi pengendalian hama botryodiplodia theobromae dengan menggunakan

fungisida Otto H (2015, hlm. 57).

82
Pestisida

83
1. Tinjauan umum

Dalam dunia pertanian pestisida adalah hal yang sangat utama sebab dalam dunia

pertanian sangat sering terjadi penyerangan hama dan penyakit. Pestisida adalah solusi untuk

mengatasi permasalahan hama dan penyakit. Berdasarkan bahan yang digunakan pestisida

dibagi atas dua jenis yaitu, pestisida kimia yang berbahan kimia dan pestisida hayati yang

berbahan dasar organik. Saat ini pestisida kimialah yang banyak digunakan para petani.

Penggunaan pestisida kimia berimbas pada lingkungan, kesuburan tanah berangsur-angsur

akan memburuk akibat penggunaan pestisida kimia.

Menurut Vandeveer dalam Ameriana M (2008, hlm.2) “Penggunaan pestisida secara tidak

bijaksana dapat menimbulkan berbagai dampak negatif baik bagi manusia maupun

lingkungan”.

2. Biopestisida

84
Tanaman tumbuh tidak hanya cukup dengan diberi pupuk saja tetapi diberi pestisida untuk

menjaga tanaman dari serangan hama dan penyakit. Saat ini para petani banyak

menggunakan pestisida kimia, dengan alasan kemudahannya. Tetapi meraka tidak berpikir

akan kesuburan tanah kedepannya. Tanah ditanamani tumbuhan yang sering diberi pestisida

kimia berangsur-angsur kesuburannya akan berkurang, akibat dari unsur hara yang mulai

terganggu dengan adanya unsur dari bahan kimia pestisida. Salah satu solusi untuk mengata

Biopestisida merupakan pestisida yang berasal dari bahan organik, seperti tumbuhan,

hewan, dan mikroba. Pernyataan tersebur didasari dari Winarti (2015, hlm 20) “Pestisida

organik dikenal juga dengan nama pestisida nabati, merupakan bahan aktif tunggal atau

majemuk yang berasal dari tumbuhan dan bisa digunakan untuk mengendalikan organisme

penggangu tumbuhan”. Sedangkan menurut Loekoes (2017, hlm.28) “Pestisida hayati

merupakan produk tanaman atau hewan tertentu alami yang termasuk ke dalam metabolit

sekunder, yang terdiri atas alkaloid, terpenoid, fenol, dan bahan kimia sekunder minor”.

3. Macam biopestisida

Secara umum biopestisida dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar.

Menurut Loekoes (2017,hlm.55-58) pengelompokan biopestisida yaitu:

1. Biopestisida Mikroba

Pestisida mikroba mengandung mikroba (seperti bakteri, jamur, virus, dan protozoa) sebagai

bahan aktif.

2. Biopestisida tanaman

Pestisida tanaman merupakan senyawa bersifat pestisida yang dihasilkan tanaman dari bahan

genetika yang telah ditambahkan ke tanaman.

3. Biopestidia biokimia

85
Pestisida biokimia merupakan senyawa yang terjadi secara alami, yang mengendalikan hama

dan pathogen tanaman dengan mekanisme tak toksin

4. Kelebihan dan kekurangan biopestisida

Biopestisida akan dipertimbangkan manfaat dan resiko yang terjadi setelah penggunaan,

proses pertimbangan dilakukan ketika akan diproduksi. Menurut Loekoes (2017, hlm.59-62)

biopestisia memiliki kelebihan diantaranya :

1. “Biopestisida biasanya kurang berbahaya dibandingkan dengan

pestisida konvensional.

2. Biopestisida umumnya hanya memengaruhi hama dan pathogen

sasaran serta organisme yang bekerabat dekat.

3. Biopestisida ketika diaplikasikan belum pernah ada kejadian atau tidak

adanya perubahan ketahanan hama dan pathogen sasaran.

4. Biopestisida tidak menyebabkan masalah ketahan silang, karena

kandungan di dalam biopestisida yang lebih dari satu macam senyawa.

5. Aplikasi biopestisida dapat dilakukan dengan teknik baik secara

konvensional maupun modern, tidak terpengaruh oleh teknik atau cara

yang digunakan, dapat diaplikasikan pada tanah, benih, bibit, atau tanaman

dan bagiannya.

6. Ketika digunakan sebagai suatu komponen program pengelolaan hama

dan penyakit terpadu, pestisida hayati dapat sangat menurunkan

penggunaan pestisida konvensional, sementara hasil tanaman tetap tinggi.

86
Biopestisida sangat sesuai dipadukan dengan banyak komponen

Pengelolaan Hama dan Penyakit”

Biopestisida selain memiliki kelebihan, juga memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan

biopestisida menurut Loekoes (2017,hlm.59-62)

1. “Kekushusannya tinggi yang mungkin membutuhkan identifikasi hama

dan pathogen yang pasti dan penggunaan berbagai produk.

2. Biopestisida sering lambat dalam beraksi, yang membuatnya tidak

sesuai jika digunakan untuk ledakan hama atau epidemic pathogen yang

perlu penanganan segera.

3. Efikasi sering beragam karena pengaruh berbagai factor biotik dan

abiotic, karena biopestisida biasanya terdiriatas organisme atau mikroba

hidup.

4. Aplikasi biopestisida membutuhkan waktu yang tepat agar

kemempanan biopestisida dapat terjaga.

5. Adanya kesulitan di dalam membiakan dan memperbanyak

biopestisida hayati dalam skala besar dan jumlah banyak”.

5. Biopestisida ekstrak lengkuas

Salah satu solusi dalam penanganan penyakit dan hama tanaman dengan menggunakan

biopestisida. Salah satunya biopestisida ekstrak lengkuas merah (Alpinia purpurata k.

Schum). Biopestisida ekstrak lengkuas merah merah berupa formula cair yang ditambahkan

bahan lain berupa etanol. Pernyataan tersebut didasari dari Loekoes (2017, hlm 76.)

87
“Performulaan cair dapat berbasis air, berbasis minyak, berdasarkan-polimer, atau kombinasi.

Formula berbasis cair (konsentrat suspense, suspo-emulsi, kapsul suspense, dan lainnya)

membutuhkan bahan inert, seperti agensi penstabil, perekat, perata, pewarna, senyawa

antibeku, dan nutrisi tambahan”.

Penggunaan Mulsa Plastik

Penyiraman Rutin

88
89
Penyemprotan Fungisida

90
Penanganan Pascapanen

Aktivitas panen dan penanganan seperti teknik pemanenan yang kurang tepat, sortasi yang

tidak baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan yang kurang

diperhatikan serta adanya serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan kerusakan buah

jeruk hingga sekitar 25%. Untuk menghasilkan jeruk bermutu tinggi, alur penanganan panen

hingga pemasaran yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut :

Panen

Umur buah/tingkat kematangan buah yang dipanen, kondisi saat panen, dan cara panen

merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mutu jeruk. Umur buah yang optimum

untuk dipanen adalah sekitar 8 bulan dari saat bunga mekar. Ciri-ciri buah yang siap

dipanen : jika dipijit tidak terlalu keras; bagian bawah buah jika dipijit terasa lunak dan jika

dijentik dengan jari tidak berbunyi nyaring, warnanya menarik (muncul warna kuning untuk

jeruk siam), dan kadar gula (PTT) minimal 10%. Kadar gula dapat ditentukan dengan alat

hand refraktometer di kebun.

Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya dapat dipanen sekaligus, tergantung pada

kematangannya. Jeruk termasuk buah yang kandungan patinya rendah sehingga bila dipanen

masih muda tidak akan menjadi masak seperti mangga. Jika panen dilakukan setelah

melampaui tingkat kematangan optimum atau buah dibiarkan terlalu lama pada pohon, sari

buah akan berkurang dan akan banyak energi yang dikuras dari pohon sehingga mengganggu

kesehatan tanaman dan produksi musim berikutnya. Panen yang tepat adalah pada saat buah

telah masak dan belum memasuki fase akhir pemasakan buah. Dalam penyimpanan, rasa

asam akan berkurang karena terjadi penguraian persenyawaan asam lebih cepat dari pada

peruraian gula.

91
Kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah yang serius, karena kerusakan

tersebut menentukan kecepatan produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan

dan meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat pada cepatnya

kemunduran produk. Panen dapat dilakukang dengan tangan maupun gunting. Hal-hal yang

harus diperhatikan dalam panen jeruk :

 Jangan melakukan panen sebelum embun pagi lenyap.

 Tangkai buah yang terlalu panjang akan melukai buah jeruk yang lain sehingga harus

di potong di sisakan sekitar 2 mm dari buah.

 Panen buah di pohon yang tinggi harus menggunakan tangga, agar cabang dan ranting

tidak rusak.

 Jangan memanen buah dengan cara memanjat pohon, karena kaki kotor dapat

menyebarkan penyakit pada pohon

 Pemanen buah dilengkapi dengan keranjang yang dilapisi karung plastik atau kantong

yang dapat digantungkan pada leher.

 Wadah penampung buah terbuat dari bahan yang lunak, bersih, dan buah diletakkan

secara perlahan. Krat walau biaya awalnya mahal, bisa ditumpuk, bertahan lama,

dapat dipakai berulang-ulang dan mudah dibersihkan.

 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jeruk yang cara pengambilanya berhati-hati dan

disimpan pada temperatur kamar 23-31oC selama 3 minggu, yang busuk mencapai 7

%; buah yang dijatuhkan diatas lantai yang busuk sebanyak 12 %; buah yang dipetik

basah yang busuk sebesar 21 %; buah yang dipetik terlalu masak yang busuk

92
sebanyak 29 %; buah yang terkena sinar matahari selama satu hari yang busuk

sebanyak 38 %.

2. Sortasi dan Pencucian

93
Sortasi atau seleksi merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan setelah panen yang

umumnya dikerjakan di bangsal pengemasan atau di kebun dengan tujuan memisahkan buah

yang layak dan tidak layak untuk dipasarkan (busuk, terserang penyakit, cacat, terlalu

muda/tua dan lain-lain). Sortasi juga dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan oleh pemerintah atau pasar. Setelah sortasi, buah jeruk dicuci untuk membersihkan

kotoran dan pestisida yang masih menempel pada permukaan kulit buah. Buah direndam

dalam air yang dicampur deterjen atau cairan pembersih 0,5-1 %, kemudian digosok pelan-

pelan menggunakan lap halus atau sikat lunak jangan sampai merusak kulit. Selanjutnya buah

dibilas dengan air bersih, dikeringkan menggunakan lap lunak dan bersih atau ditiriskan.

3. Pemutuan

94
Pemutuan atau grading dilakukan setelah sortasi dan pencucian untuk mengelompokan buah

berdasarkan mutu yaitu, ukuran, berat, warna, bentuk, tekstur, dan kebebasan buah dari

kotoran atau bahan asing. Peranan penerintah tidak hanya terbatas pada bidang pemasaran

saja. Tetapi yang paling penting ialah penetapan standarisasi buah, yang mencakup kualitas

buah. Sehubumgan dengan standarisasi buah tersebut, Standar Nasional Indonesia (SNI)

menggolongkan buah jeruk kedalam 4 kelas berdasarkan bobot atau diameter buah.

4. Pelilinan

Beberapaa jenis buah secara alami dilapisi oleh lilin yang berfungsi sebagai pelindung

terhadap serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Pelapisan lilin pada buah-buahan

sebenarnya adalah menggantikan dan menambah lapisan lilin alami yang terdapat pada buah

yang sebagian besar hilang selama penanganan karena lapisan lilin yang menutupi pori-pori

buah dapat menekan respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan buah lebih lama dan nilai

jualnya lebih baik. Manfaat lainnya adalah meningkatkan kilau dan menutupi luka atau

goresan pada permukaan kulit buah sehingga penampilannya menjadi lebih baik. Pelilinan

terhadap buah jeruk segar pertama kali dikenal sejak abad 12-13 oleh bangsa Cina, tetapi

95
pada saat itu tanpa memperhatikan adanya efek-efek respirasi dan tranpirasi sehingga lapisan

lilin yang terbentuk terlalu tebal, mengakibatkan respirasi anaerob (fermentasi) dan

menghasilkan jeruk yang masam dan busuk. Oleh karena itu, pelilinan harus diupayakan agar

pori-pori kulit buah tidak tertutupi sama sekali agar tidak terjadi kondisi anaerob di dalam

buah. Sebaliknya, jika lapisan lilin terlalu tipis hasilnya kurang efektif mengurangi laju

respirasi dan transpirasi. Dibandingkan dengan pendinginan. aplikasi lilin kurang efektif

dalam menurunkan laju respirasi sehingga pelilinan banyak dilakukan untuk melengkapi

penyipanan dalam suhu dingin.

Lilin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanaman, hewan, mineral

maupun sintetis. Kebanyakan formula lilin dipersiapkan dengan satu atau lebih bahan seprti

beeswax, parafin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari carnauba palm) dan shellac

(lilin dari insekta). Syarat lilin yang digunakan : tidak mempengaruhi bau dan rasa buah,

cepat kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, tidak mengandung

racun, harga murah dan mudah diperoleh. Syarat komoditi yang dilapisi adalah segar (baru

dipanen) dan bersih, sehat (tidak terserang hama/penyakit), dan ketuaan cukup. Lilin yang

banyak digunakan adalah lilin lebah yang diemulsikan dengan konsentrasi 4 – 12%. Air yang

digunakan tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam

air tersebut dapat merusak emulsi lilin. Aplkasinya dapat dilakukan dengan, penyemprotan,

pencelupan, atau pengolesan.

Untuk membuat emulsi lilin standar 12 % diperlukan lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g,

triethanol amin (TEA) 40 g dan air panas 820 cc. Lilin dipanaskan dalam panci sampai

mencair, kemudian dimasukkan dalam blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam

oleat, TEA dan air panas, larutan diblender 2-5 menit agar tercampur dengan sempurna

kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin dapat digunakan setelah proses pendinginan

selesai dilaksanakan.

96
Sebenarnya pelilinan buah-buahan itu tidak mengandung racun karena menggunakan lilin

lebah dan konsentrasinya pelilinannya sedikit sekali. Yang paling dikuatirkan buah-buahan

itu rawan kandungan pestisida kemudian terlapisi lilin sehingga pestisidanya masih

menempel pada buah. Kandungan pestisida inilah yang sangat berbahaya bila sampai

termakan, bisa menyebabkan banyak penyakit diantaranya kanker, leukimia, tumor,

neoplasma indung telur dll.

5. Labeling dan Pengemasan

Pengemasan buah bertujuan melindungi buah dari luka, memudahkan pengelolaan

(penyimpanann, pengangkutan, distribusi), mempertahankan mutu, mempermudah perlakuan

khusus, dan memberikan estetika yang menarik konsumen. Kemasan dan lebel jeruk perlu di

desain sebaik mungkin baik warna dan dekorasinya karena kemasan yang bagus dapat

menjadi daya daya tarik bagi konsumen.

97
Bila jeruk akan dikirim keluar kota, buah jeruk yang diangkut dengan peti akan lebih aman

dari pada dengan keranjang bambu atau karung karena keranjang atau karung tidak dapat

meredam goncangan selama penggangkutan.

Peti jeruk harus di paku kuat-kuat, bagian ujung dan tengah-tengahnya diikat tali kawat atau

bahan pengikat kain yang kuat. Bahan peti dipilih yang ringan dan murah misalnya kayu

senggon laut (albazia falcata) atau kayu pinus. Bentuk peti disesuaikan dengan bak angkutan,

disarankan persegi panjang (60 x 30 x 30 cm) atau bujur sanggkar (30 x 30 x 30 cm), tebal

papan 0,5 cm, lebar 8 cm, jarak antar 1,5 cm agar udara di dalam peti tidak lembab tetapi juga

tidak terlalu panas. Bobot maksimal setiap peti sebaiknya tidak melebihi 30 kg. Buah jeruk

lebih baik jika dibungkus dengan kertas tissue (potongan/sobekan kertas) kemudian peti

diberi tanda diantaranya yaitu nama barang, jumlah buah setiap peti, berat peti dan jeruk,

kualitas, tanda merek dagang, daerah/negara asal.

6. Penyimpanan

98
Penyimpanan buah jeruk bertujuan : memperpanjang kegunaan, menampung hasil panen

yang melimpah, menyediakan buah jeruk sepanjang tahun, membantu pengaturan pemasaran,

meningkatkan keuntungan financial, mempertahankan kualitas jeruk yang disimpan. Prinsip

dari perlakuan penyimpanan : mengendalikan laju respirasi dan transpirasi, mengendalikan

atau mencegah penyakit dan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki oleh konsumen.

Penyimpanan di ruang dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme,

pelunakan, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri,

kapang/cendawan). Jeruk yang disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk dan

kerusakan lainnya. Untuk mendapatkan hasil yang baik, suhu ruang penyimpanan dijaga agar

stabil. Suhu optimum untuk penyimpanan buah jeruk adalah 5 – 10oC. Jika suhu terlalu

rendah dapat menyebabkan kerusakan buah (chiling injury). Jika kelembaban rendah akan

99
terjadi pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan merangsang proses

pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban nisbi antara 85-

90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada beberapa jenis sayuran.

Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban sekitar 90-95%. Kelembaban udara dalam

ruangan pendinginan dapat dipertinggi antara lain dengan cara menyemprot lantai dengan air.

Kelembaban yang tepat akan menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap

pertumbuhan mikroba. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang panas yang

berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.

100
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari isi makalah diatas yaitu patogen patogen yang menyerang

tanaman jeruk. Apabila tidak dikendalikan dan diatasi dengan baik, maka tanaman

tidak akan tumbuh dengan subur dan hasil panen akan sedikit bahkan sampai

mengalami gagal panen. Sehingga pengendalian dini perlu dilakukan.

Prosedur Budidaya Tanaman jeruk adalah salah satu upaya pembinaan secara

intensif bagi budidaya jeruk guna meningkatkan produksi dan mutunya guna

memenuhi kebutuhan pasar dalam negri dan ekspor dengan kualitas dan kuantitas

yang memadai.

Seperti halnya produk buah lainnya, jeruk setelah dipanen masih melakukan

aktivitas metabolisme, sehingga bila tidak ditangani dengan segera akan mengalami

kerusakan fisik dan kimiawi. Sifat buah yang mudah rusak tersebut mengakibatkan

tingginya susut pascapanen, terbatasnya masa simpan setelah pemanenan, dan

timbulnya serangan organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan mutu.

Walaupun perubahan yang terjadi setelah panen dan pascapanen tersebut dihentikan,

namun prosesnya dapat diperlambat sampai batas tertentu.

Penyakit biotis dan abiotis yang menyerang tanaman jeruk dapat berpengaruh

sangat besar bagi hasil produktivitas panen tanaman jeruk. Bisa merugikan petani

jeruk dan menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu, penyakit-penyakit tersebut

harus ditangani sedini mungkin agar dapat mengurangi kerugian gagal panen.

101
B. Saran
Demikian atas makalah yang saya buat. Puji syukur kami ucapkan kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan kepada dosen pembimbing saya dalam pembuatan

makalah ini. Atas segala kekeliruan dalam perangkaian kata-kata yang saya tulis, saya

mohon maaf. Semoga makalah ini bermanfaat. Saran dan kritik Anda kami nantikan.

102
DAFTAR PUSTAKA

Martha, Adiwaty Sihaloho.2011. INVESTIGASI AGENSIA HAYATI UNTUK

PENGENDALIAN PENYAKIT BERCAK DAUN. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia.

Wiratno.2017. PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN. Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

AVRDC, 2010. Penyakit Antraknosa pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.).

Bennet, J.W. 2010. An Overview of the Genus Aspergilus. Aspergilus: Molecular Biology

and Genomics. Caister Academic Press.

Budiyanto, 2010. Hand out – 10 Mikrobiologi Lingkungan, Pertanian, dan Peternakan.

UMM Press. Malang. Updated on 7/6/2016 3:40:15 PM. Available Online :

http://www.biologiedukasi.com.

Damm, U.; P.F. Cannon; J.H.C. Woundenberg, and P.W. Crous. 2012. The Colletotrichum

acutatum species complex. Studies in Mycology 73: 37-113.

Indrawati. G.; R.A. Samson; K. Van den Tweel-Vermeulen; A. Oetari dan I. Santoso. 1999.

Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Universitas Indonesia

(Unversity of Indonesia Culture Collection) Depok, Indonesia dan Centraalbureau

voor Schirmmelcultures, Baarn, The Netherlands.

McKenzie, E. (2013) Colletotrichum capsici (Colletotrichum capsici). Updated on 3/21/2014

1:51:18 AM Available online: PaDIL – http:/www.padil.gov.au.

103
Pitt, J.I. and A.D. Hocking. 1997. Fungi and Food Spoilage. Blackie Academic and

Professional. Second Edition. London-Weinhein-New York-TokyoMelboune-

Madras.

Muhammad H, Armiati, Dewayanti W. 2003. Jeruk keprok selayar dan upaya pelestariannya.

J Litbang Pertanian. 22(3):87–94

Lestari, F. R., Sari, J. Y., Ningrum, I. P., & Sutardi. (2018). Deteksi penyakit tanaman jeruk

siam berdasarkan citra daun menggunakan segmentasi warna rgb-hsv. 276–283.

Alchin, D. B. 2009. Kajian Beberapa Metode Lalat Buah (Diptera;Tephritidae) Pada

Pertanaman Jeruk Manis (Citrus spp.) Di Desa Sukanalu Kabupaten Karo. Departemen

Hama dan

Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Skripsi

Kalie, M.B. 1999. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berulat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kalshoven, L.G.E, 1980. Pest of crops in Indonesia, Revised and Translated by Van

derlaan. PT Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Hal 88-97.

Wijaya, I N. 2003. Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera : Psyllidae) : Bioekologi dan

Peranannya Sebagai Vektor Penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) Pada

Tanaman Jeruk Siam. Disertasi – Pascasarjana IPB Bogor.

104

Anda mungkin juga menyukai